Anti Inflamasi Steroid.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Anti Inflamasi Steroid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,486
  • Pages: 72
A. Pengertian Anti Inflamasi Steroid

Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena Obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak boleh digunakan seenaknya karena efek sampingnya besar. Bisa menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis dan lain-lain. Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflasi. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik. Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi : o

Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang termasuk golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron, fludrokortison

o

Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.

o

Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah parametason, betametason dan deksametason. Glukokortikoid sintetik digunakan pada pengobatan nyeri sendi, arteritis temporal, dermatitis, reaksi alergi, asma, hepatitis, systemic lupus erythematosus, inflammatory bowel disease, serta sarcoidosis. Selain sediaan oral, terdapat pula sediaan dalam bentuk obat luar untuk pengobatan kulit, mata, dan juga inflammatory bowel disease. Kortikosteroid juga digunakan sebagai terapi penunjang untuk mengobati mual, dikombinasikan dengan antagonis 5-HT3 (misalnya ondansetron). 2. Obat antiinflamasi steroid Adapun mekanisme kerja obat dari golongan steroid adalah menghambat enzim fospolifase sehingga menghambat pembentukan prostaglandin maupun leukotrien. Penggunaan obat antiinflamasi steroid dalam jangka waktu lama tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, efek sampingnya cukup banyak dapat menimbulkan tukak lambung, osteoforosis, retensi cairan dan gangguan elektrolit. Contoh obat antiinflamasi steroid diantaranya, hidrokortison, deksametason, metil prednisolon, kortison asetat, betametason, triamsinolon, prednison, fluosinolon asetonid, prednisolon, triamsinolon asetonid dan fluokortolon. Penyakit lain yang dapat diobati dengan anti inflamasi diantaranya, artritis rematoid, demam rematik dan peradangan sendi (Siswandono dan Soekarjo, 1995)

Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Steroid Kortikosteroid kerja sedang Metilprednisolon Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di samping sebagai

antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Adrenokortikoid: Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit). Efek Glukokortikoid: Anti-inflamasi (steroidal) Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi,

karena

itu

menurunkan

gejala

inflamasi

tanpa

dipengaruhi

penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi. Immunosupresan Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang

mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.

Prednison Prednisone adalah hormon kortikosteroid (glukokortikoid). Ini mengurangi respon sistem kekebalan Anda terhadap berbagai penyakit untuk mengurangi gejala seperti pembengkakan dan reaksi alergi tipe. Hal ini digunakan untuk mengobati kondisi seperti radang sendi, gangguan darah, masalah pernapasan, kanker tertentu, masalah mata, penyakit sistem kekebalan tubuh, dan penyakit kulit. Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam

kondisi

defisiensi

adrenokortikal.

Sedangkan

analog

sintetiknya

(prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba,

tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.

Kortikosteroid kerja lama Deksametason Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di samping sebagai antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan menekan respon imun.

Betametason Betametason adalah glukokortikoid sintetik yang mempunyai efek sebagai antiinflamasi dan imunosupresan. Karena efek retensi natriumnya (sifat mineralokortikosteroid) sangat sedikit, maka bila digunakan untuk pengobatan insufisiensi adrenokortikal, betametason harus dikombinasikan dengan suatu mineralokortikoid. Efek antiinflamasi terjadi karena betametason menstabilkan leukosit lisosomal, mencegah pelepasan hidrolase perusak asam dari leukosit, menghambat akumulasi makrofag pada daerah radang, mengurangi daya pelekatan leukosit pada kapiler endotelium, mengurangi permeabilitas dinding kapiler dan terjadinya edema,

melawan aktivitas histamin dan pelepasan kinin dari substrat, mengurangi proliferasi fibroblast, mengendapkan kolagen dan mekanisme lainnya. Durasi aktivitas antiinflamasi sejalan dengan durasi penekanan HPA (HipotalamikPituitari-Adrenal) aksis. Obat dapat mengurangi aktivitas dan volume limfatik, menghasilkan limpositopenia, menurunkan konsentrasi imunologi reaktivitas jaringan interaksi antigen-antibodi sehingga menekan respon imun. Betametason

juga

menstimulasi

sel-sel

eritroid

dari

sumsum

tulang;

memperpanjang masa hidup eritrosit dan platelet darah; menghasilkan neutrofilia dan eosinopenia; meningkatkan katabolisme protein, glukoneogenesis dan penyebaran kembali lemak dari perifer ke daerah pusat tubuh. Juga mengurangi absorbsi

intestinal

Deksklorfeniramin

dan maleat

menambah adalah

ekskresi

kalsium

antihistamin

melalui

derivat

ginjal.

propilamin.

Deksklorfeniramin menghambat aksi farmakologis histamin secara kompetitif (antagonis histamin reseptor H1).

Mekanisme kerja : 1.

Kortikosteroid bekerja dg mpgrhi kec. Sintesis protein. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid.

2.

Aktivitas biologik kortikosteroid ditentukan seberapa besar efek retensi natrium dan penyimpangan glikogen hepar atau besarnya khasiat antiinflamasi.

Penggolongan : 1. Glukokortikoid: efek utama pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi yang nyata. Cth: kortisol 2. Mineralokortikoid : efek utama terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Cth: deksoksikortikosteron

PREDNISON

NAMA GENERIK Prednison NAMA KIMIA 17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl- 7,8,9,10,12,13,14,15,16,17decahydro-6H- cyclopenta[a]phenanthrene-3,11-dione KETERANGAN Prednison merupakan pro drug, yang di dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon, senyawa aktif steroid. SIFAT FISIKOKIMIA Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol SUB KELAS TERAPI Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik FARMAKOLOGI Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. ;Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat.;Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik.;Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. ;Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, ;misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. ;Apabila terapi

prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. ;Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, ;jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian,;yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini;Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif. STABILITAS PENYIMPANAN Simpan pada suhu 15� - 30�C

KONTRA INDIKASI Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponenkomponen obat lainnya. EFEK SAMPING Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit :;- Retensi cairan tubuh;- Retensi natrium;- Kehilangan kalium;- Alkalosis hipokalemia;- Gangguan jantung kongestif;- Hipertensi;Gangguan Muskuloskeletal :;- Lemah otot;- Miopati steroid;- Hilangnya masa otot;- Osteoporosis;- Putus tendon, terutama tendon Achilles;- Fraktur vertebral;- Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai;- Fraktur patologis dari tulang panjang;Gangguan Pencernaan :;- Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan;- Borok esophagus (Ulcerative esophagitis);- Pankreatitis;- Kembung;- Peningkatan SGPT

(glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.;Gangguan Dermatologis :;- Gangguan penyembuhan luka;- Kulit menjadi tipis dan rapuh;Petechiae dan ecchymoses;- Erythema pada wajah;- Keringat berlebuhan;Gangguan Metabolisme :;- Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein;Gangguan Neurologis :;- Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi;- Konvulsi;- Vertigo;- Sakit kepala;Gangguan Endokrin :;Menstruasi tak teratur;- Cushingoid;- Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit;Hambatan pertumbuhan pada anak-anak;- Menurunnya toleransi karbohidrat;Manifestasi diabetes mellitus laten;- Perlunya Peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus;- Katarak subkapsular posterior;- Tekanan intraokular meningkat;Glaukoma;- Exophthalmos;Lain-lain :;- Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas INTERAKSI OBAT 1) Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, ;maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan.;2) Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis ;kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.;3) Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. ;Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-

sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. ;4) Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. ;Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan. PENGARUH ANAK Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak boleh diberikan jangka panjang. PENGARUH KEHAMILAN Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori C PENGARUH MENYUSUI Tidak ada data mengenai penggunaan vaksin selama menyusui. World Health Organization Rating menyebutkan kompatibel bagi ibu menyusui. Thomson Lactation Rating menyebutkan risiko terhadap bayi kecil.2 BENTUK SEDIAAN Tablet 5 mg, Kaptab 5 mg PERINGATAN Pasien yang sedang dalam terapi imunosupresan sangat rentan terhadap infeksi, antara lain infeksi oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan lain-lain. Oleh sebab itu harus benar-benar dijaga agar terhindar dari sumber infeksi.;Kortikosteroid dapat menutupi gejala-gejala infeksi atau penyakit lain, dan infeksi baru dapat saja terjadi dalam periode penggunaannya. ;Terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior, glaucoma, yang juga dapat merusak syaraf penglihatan, dan dapat memperkuat infeksi mata sekunder yang disebabkan oleh virus ataupun jamur. ;Pemberian vaksin hidup ataupun vaksin hidup yang dilemahkan, merupakan kontraindikasi untuk pasien yang sedang mendapat terapi kortikosteroid dosis imunosupresan. Vaksin yang dibunuh atau diinaktifkan dapat

saja diberikan, ;tetapi responnya biasanya tidak memuaskan. ;Pemberian kortikosteroid pada pasien hipotiroidism ataupun sirosis biasanya menunjukkan efek kortikosteroid yang lebih kuat. ;Kortikosteroid harus diberikan secara sangat berhati-hati pada pasien dengan herpes simpleks okular karena risiko terjadinya perforasi kornea. INFORMASI PASIEN Pasien yang sedang mendapat terapi imunosupresan sedapat mungkin harus menghindari sumber-sumber infeksi, sebab sistem imunnya sedang tidak berjalan baik. Apabila mendapat infeksi, harus segera mendapat pertolongan medis tanpa tunda. MEKANISME AKSI Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem imun, anti radang.

Deksametason

nama dagang - Corsona - Cortidex - Danasone - Decilone Forte - Dellamethasone - Dexa M

- Dexamethasone - Etason - Faridexon/Faridexon Forte - Fortecortin - Indexon - Inthesa-5 - Kalmethasone - Lanadexon - Licodexon - Mercoxon - Molacort - Nufadex M 0,5/Nufadex M 0,75 - Oradexon - Prodexon - Pycameth - Scandexon - Cetadexon

dosis

Untuk pengobatan alergi : 

Pemberian oral : o

Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 24 dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien.

o

Anak-anak : 0,024-0,34 mg/kg/hari PO atau 0,66-

10 mg/m2/hari PO, terbagi dalam 2-4 dosis. 

Pemberian parenteral : o

Dewasa : Awal, 0,5-9 mg/hr IV atau IM, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien.

o

Anak-anak : 0,06-0,3 mg/kg/hr atau 1,2-10 mg/m2/hr IM atau IV dalam dosis terbagi tiap 612 jam.

Untuk pengobatan anafilaksis akut atau reaksi anafilaksis : 

Dosis oral dan IM : o

Dewasa : 4-8 mg IM dosis tunggal pada hari pertama. Kemudian diberikan dosis oral, 1.5 mg PO 2X sehari pada hari ke 2 dan ke 3; kemudian 0,75 mg PO 2X sehari pada hari ke 4; kemudian 0,75 mg PO sekali sehari pada hari ke 5 dan 6, kemudian hentikan.

Untuk pengobatan syok anafilaksis : IV.



Dewasa : dosis bervariasi 1-6 mg/kg IV atau 40 mg IV tiap 4-6 jam. Alternatif lain, 20 mg IV dilanjutkan dengan infus IV 3 mg/kg dalam waktu 24 jam.

indikasi

Antialergi dan obat untuk anafilaksis

kontraindikasi Hipersensitif terhadap deksametason atau komponen lain dalam formulasi; infeksi jamur sistemik, cerebral malaria; jamur, atau penggunaan pada mata dengan infeksi virus (active ocular herpes simplex). Pemberian kortikosteroid sistemik dapat memperparah sindroma Cushing. Pemberian kortikosteroid sistemik jangka panjang atau absorpsi sistemik dari preparat topikal dapat menekan hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dan atau manifestasi sindroma Cushing pada beberapa pasien. Namun risiko penekanan HPA pada penggunaan deksametason topikal sangat rendah. Insufisiensi adrenal akut dan kematian dapat terjadi apabila pengobatan sistemik dihentikan mendadak.

efek samping Kardiovaskuler : Aritmia, bradikardia, henti jantung, kardiomiopati, CHF, kolaps sirkulasi, edema, hipertens, ruptur miokardial (post-MI), syncope, tromboembolisme, vasculitis. Susunan saraf pusat : Depresi, instabilitas emosional, euforia, sakit kepala, peningkatan tekanan intracranial, insomnia, malaise, neuritis, pseudotumor cerebri, perubahan psikis, kejang, vertigo. Dermatologis : Akne, dermatitis alergi, alopecia, angioedema, kulit kering, erythema, kulit pecah-pecah, hirsutism, hiper-/hipopigmentasi, hypertrichosis, perianal pruritus (pemberian IV), petechiae, rash, atrofi kulit, striae, urticaria, luka lama sembuh.

interaksi

Dengan Obat Lain : 

Substrat CYP3A4 (minor) : Induktor CYP2A6 (lemah), 2B6 (lemah), 2C8 (lemah), 2C9 (lemah), 3A4 (lemah).



Aminoglutethimide : Dapat

menurunkan kadar/efek deksametason, melalui induksi enzim mikrosomal. 

Antasida : Meningkatkan absorpsi kortikosteroid, selang waktu pemberian 2 jam.



Antikolinesterase : Pemberian bersama akan menimbulkan rasa lemah pada penderita myasthenia gravis.



Anti jamur Azole : Dapat meningkatkan kadar kortikosteroid.



Barbiturat : Akan menurunkan kadar/efek deksametason.



Penghambat saluran kalsium (nondihidropiridin) : Kemungkinan meningkatkan kadar kortikosteroid.



Siklosporin : Kortikosteroid dapat meningkatkan kadar siklosporin dan sebaliknya, siklosporin dapat meningkatkan kadar kortikosteroid.



Estrogen : Kemungkinan meningkatkan kadar kortikosteroid.



Fluorokuinolon : Penggunaan bersamaan akan meningkatkan risiko ruptur tendon, terutama pada usia lanjut.



Isoniazid : Konsentrasi isoniazid akan turun.



Antibiotika makrolida : Kemungkinan meningkatkan kadar/efek deksametason.



Penghambat neuromuskuler : Pemberian bersama akan meningkatkan risiko miopati.



Antiinflamasi non steroid : Hatihati karena meningkatkan efek samping pada saluran pencernaan.



Rifampisin : Menurunkan kadar/efek deksametason.



Vaksin (mati) : Deksametason menurunkan efek vaksin. Pada pasien dengan terapi kortikosteroid > 14 hari, tunggu setidaknya 1 bulan sebelum diberikan imunisasi.



Vaksin hidup : Deksametason meningkatkan risiko infeksi. Penggunaan vaksin hidup kontraindikasi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah.

Dengan Makanan : Makanan : Deksametason akan berinterferensi dengan kalsium. Batasi

mekanisme kerja

Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan menekan respon imun.

bentuk sediaan

Tablet & Injeksi

Betametason

nama dagang

- Benczema Celestoderm V - Mesonta

-

-

Betnovate Betodermin -

-

Cleniderm Corsaderm Metonate

- Molason

- Betopic Diproson OV Orsaderm

- Oviskin

- Skizon

- Vason

Alphacort

dosis

Pemberian Topikal : Anak - anak : < 12 tahun : penggunaannya tidak direkomendasikan. > 13 tahun : gunakan seminimal mungkin untuk periode yang singkat untuk menghindari supresi aksis HPA. Krim : gunakan sekali atau dua kali sehari,pemakaian jangan melebihi 2 minggu atau 45 mg/minggu. Lotion : gunakan sekali atau dua kali sehari, pemakaian jangan melebihi 50 mL/minggu. Dewasa : Krim : gunakan sekali atau dua kali sehari,pemakaian jangan melebihi 2 minggu atau 45 mg/minggu. Lotion : gunakan sekali atau dua kali sehari, pemakaian jangan melebihi 50 mL/minggu.

indikasi Terapi topikal pruritus eritema dan pembengkakan dikaitkan dengan dermatosis, dan sebagian lesi psoriasis.

kontraindikasi Infeksi virus, spt varisela dan vasinia, sirkulasi tak sempurna dengan nyata. Tidak dianjurkan untuk pruritus dan jerawat.

efek samping Absorpsi melalui kulit dapat mensupresi adrenal dan sindrom cushing tergantung luas permukaan kulit dan lama pengobatan. Pada kulit dapat terjadi peningkatan lebar dan buruknya infeksi yang tidak diobati, penipisan kulit dan perubahan struktur kulit, dermatitis kontak, dermatitis perioral. Timbul jerawat atau memperparah jerawat, depigmentasi sedang dan hipertrikosis.

interaksi Dengan Obat Lain :

Tidak aktif dengan karbon aktif, asam salisilat. Dengan Makanan : -

mekanisme kerja Mengontrol kecepatan sintesis protein, menekan migrasi leukosit polimorfonuklear, fibroblast, mengubah permeabilitas kapiler dan stabilisasi lisosomal pada level selular untuk mencegah atau mengontrol inflamasi.

bentuk sediaan

Krim 0,1%

parameter monitoring

Retensi cairan pada ibu hamil

stabilitas penyimpanan

Simpan dalam wadah kedap dan terhindar dari cahaya

informasi pasien

© Medicatherapy.com 2013

TRIAMSINOLON NAMA GENERIK Triamsinolon NAMA KIMIA 9α-fluoro-[6a-hidroksi-prednisolon] (11β,16α)-9-fluoro-11,16,17,21tetrahidroksipregna-1,4-diena-3,20-dion STRUKTUR KIMIA C21H27FO6 GB STRUKTUR KIMIA 282 KETERANGAN Tidak ada data SIFAT FISIKOKIMIA Kristal putih, tidak berbau. Tidak larut dalam air, kloroform, atau eter, sedikit larut dalam etanol atau metanol, larut dalam dimetilformamida. Titik lebur 266�C.

SUB KELAS TERAPI Kortikosteroid KELAS TERAPI Hormon, obat endokrin lain dan kontraseptik DOSIS PEMBERIAN OBAT Per oral untuk dewasa dan anak > 12 tahun: insufisiensi adrenal 4-12 mg per hari sebagai dosis tunggal atau terbagi, indikasi lain 4-36 mg per hari sebagai dosis tunggal atau terbagi. Per oral untuk anak < 12 tahun: insufisiensi adrenal 0,117

mg/kg berat badan per hari sebagai dosis tunggal atau terbagi, indikasi lain 0,4161,7 mg/kg berat badan per hari sebagai dosis tunggal atau terbagi. FARMAKOLOGI Dapat diabsorpsi (sistemik) melalui penggunaan topikal. Dapat melintasi sawar plasenta. Terikat pada protein darah (albumin plasma) namun dalam konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan hidrokortison. Waktu paruh eliminasi sekitar 2-5 jam. Diekskresi melalui urin dan feses. STABILITAS PENYIMPANAN Lindungi dari cahaya KONTRA INDIKASI Tuberkulosis aktif, laten, atau menyembuh, psikosis akut, infeksi jamur sistemik, infeksi mulut dan atau tenggorokan yang disebabkan oleh jamur, bakteri, atau virus, serta hipersensitivitas terhadap triamsinolon. EFEK SAMPING Sakit tenggorokan, batuk, hidung berdarah, dan sakit kepala berat. Dapat timbul reaksi alergi, antara lain berupa kulit merah dan gatal-gatal, bengkak, dan sesak nafas. Triamsinolon dosis tinggi dapat menyebabkan myopathy proximal. Efek Triamsinolon dalam retensi natrium dan air lebih rendah daripada prednisolon. Pada wanita, dapat timbul efek samping makin panjangnya siklus menstruasi. INTERAKSI MAKANAN Triamsinolon mempengaruhi absorpsi kalsium INTERAKSI OBAT Banyak obat dapat berinteraksi dan meningkatkan efek triamsinolon, yang dapat menyebabkan sedasi berat. Sebaliknya, klirens triamsinolon dapat ditingkatkan oleh siklosporin, karbamazepin, fenitoin, senyawa-senyawa barbiturat, dan rifampisin. Triamsinolon menurunkan absorpsi salisilat, meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pada penggunaan NSAID, menurunkan efel hipoglikemik

dari obat-obat antidiabetik, meningkatkan risiko terjadinya hiperkalaemia pada penggunaan amfoterisin B, β agonists, β-blockers, dan diuretika. Triamsinolon juga berinteraksi dengan obat-obat jantung, hormon-hormon seks perempuan termasuk kontraseptif oral, dan lain-lain. PENGARUH ANAK Umumnya senyawa-senyawa`kortikosteroid yang diberikan melalui inhalasi atau intra nasal dapat menyebabkan penurunan kecepatan tumbuh tinggi anak-anak (sekitar 0,3-1,8 centimeter per tahun), bergantung pada besar dosis dan lama pemberian. Oleh sebab itu pada pemberian dosis besar dan atau jangka panjang pada anak-anak harus dilakukan pemantauan monitoring tumbuh tinggi secara rutin. PENGARUH HASIL LAB Tidak ada data PENGARUH KEHAMILAN Faktor risiko C PENGARUH MENYUSUI Belum diketahui dengan pasti apakah triamsinolon diekskresikan dalam air susu ibu, namun senyawa-senyawa kortikosteroid lainnya seperti prednison dan prednisolon diekskresikan dalam air susu ibu. PARAMETER MONITORING Tidak ada data BENTUK SEDIAAN Tablet (4 mg). Disamping itu triamsinolon terdapat dalam bentuk inhaler (untuk asma), nasal spray (untuk mengobati rinitis karena alergi), injeksi (untuk pengobatan osteoartritis, rheumatoid arthritis, bursitis, penyakit Gout, epicondylitis, tenosynovitis), krim dan salep (untuk pengobatan pada kulit seperti

atopic dermatitis, eksim, psoriasis, seborrheic dermatitis), dan krim atau pasta gigi (untuk mengobati beberapa keluhan dalam mulut). PERINGATAN Pemberian triamsinolon pada penderita hipertensi, diabetes melitus, dan gangguan ginjal harus diawasi dengan hati-hati. Protein harus dikonsumsi dengan cukup selama terapi. Pemberian kortikosteroid kepada penderita diabetes, hipertensi, osteoporosis, glaukoma, katarak, atau tuberkulosis, harus selalu dilakukan dengan hati-hati. Jangan gunakan pembalut atau penutup kulit pada lesi yang eksudatif. Hentikan pemakaian jika terjadi iritasi kulit atau yang mungkin mengalami dermatitis kontak, jangan digunakan pada pasien yang mengalami penurunan sirkulasi kulit, hindari penggunaan steroid potensi tinggi pada wajah KASUS TEMUAN Tidak ada data INFORMASI PASIEN Konsumsi kortikosteroid dapat menimbulkan berbagai efek samping, mulai yang ringan sampai berat, maka penggunaan triamsinolon sebaiknya dilakukan hanya apabila benar-benar diperlukan. MEKANISME AKSI Sebagai hormon glukokortikoid, triamsinolon bekerja menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas pembuluh darah kapiler, sehingga menekan reaksi radang. . MONITORING Tidak ada data DAFTAR PUSTAKA 1. Martindale : The Complete Drug Reference 35th edition 2. BNF 54th ed (electronic version) 3. Triamcinolone Drug Information Provided by Lexi-Comp, accessed on line at 27th May 2009 from

http://www.merck.com/mmpe/lexicomp/triamcinolone.html 4. MIMS Indonesia, accessed from http://www.mims.com/page.aspx?menuid=mng&name=triamcinolone at at 30 May 2009. 5. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000. 6. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Vol. 43-2008.

HIDROKORTISON NAMA GENERIK Hidrokortison NAMA KIMIA 11,17,21-trihydroxy-,(11beta)-pregn-4-ene-3,20-dione GB STRUKTUR KIMIA 110 SIFAT FISIKOKIMIA Hidrokortison merupakan serbuk kristalin berwarna putih. BM 362,47 SUB KELAS TERAPI Hormon, Obat Endokrin Lain dan Kontraseptik

FARMAKOLOGI Hidrokortison memiliki efek imunosupresan, efek anti radang yang kuat,serta meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah.;Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk insulin dengan meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan glikogen di hati, ;meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton ekstrahepatik. Ini akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu, pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat menyebabkan hiperglikemia.;Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan meningkatkan kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriksi. Apabila kekurangan kortisol di dalam darah, ;maka terjadi vasodilatasi secara meluas.Hidrokortison menekan sistem imun dengan jalan menghambat proliferasi sel T.;Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap dengan baik pada pemberian per oral. ;Hidrokortison juga dapat diserap melalui kulit. Tingkat absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara lain jenis zat pembawa, integritas sawar epidermal, dan penggunaan pembalut. Pembalut umumnya akan meningkatkan absorpsi.;Kortikosteroid topikal dapat diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau penyakit lain di kulit dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. ;Setelah diserap, hidrokortison yang diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti hidrokortison per oral atau per parenteral. ;Di dalam darah, sebagian besar(lebih kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein antara lain CBG (corticosteroid binding globulin) dan albumin serum. ;Hanya hidrokortison dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek.;Senyawa-senyawa kortikosteroid terutama dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim CYP450: 3A4. Ekskresi terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.

STABILITAS PENYIMPANAN Simpan dalam wadah aslinya, dalam ruang dengan suhu kamar, jauhkan dari lembab, panas, dan sinar matahari langsung. KONTRA INDIKASI Infeksi jamur sistemik, ileocolostomi pasca operasi, serta hipersensitivitas terhadap hidrokortison atau komponen-komponen obat lainnya. EFEK SAMPING Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium;Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia, Hipertensi.;Gangguan Muskuloskeletal : da ujung tulang paha dan tungkai,fraktur patologis dari tulang panjang.;Lemah otot : miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon, terutama tendon Achilles, fraktur vertebral, nekrosis aseptik pa;Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.;Gangguan dermatologis : ;Gangguan penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.;Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada wajah, Keringat berlebihan.;Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein;Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala, pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.;Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau sakit.;Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat, manifestasi diabetes mellitus laten. ;Perlunya peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus;Katarak subkapsular posterior, tekanan intraokular meningkat, glaukoma.

INTERAKSI MAKANAN Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik, sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak mengandung kalium dan tinggi protein INTERAKSI OBAT Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid.;Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut,maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin dan ;ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid.;Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. ;Aspirin harus digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. ;Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. ;Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan. PENGARUH ANAK Dapat terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, oleh sebab itu tidak boleh diberikan jangka panjang. PENGARUH KEHAMILAN Faktor risiko : C

PENGARUH MENYUSUI Distribusi hidrokortison di dalam air susu tidak diketahui, gunakan dengan perhatian. BENTUK SEDIAAN Tablet, Salep, Krim, Serbuk untuk Injeksi PERINGATAN Gunakan dengan perhatian pada pasien hipertiroidisme, sirosis,kolitis ulseratif non spesifik, hipotensi, osteoporosis, tromboembolik, gagal jantung kongestif, myasthenia gravis,tromboflebitis, peptic ulcer, diabetes, glaukoma, ;katarak, tuberkulosis,gangguan hati. INFORMASI PASIEN Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear, dan peningkatkan permeabilitas kapiler

Metil Prednisolon

nama dagang - Depo Medrol

- Intidrol

-

- Medixon

-

Lameson - Lexcomet Medrol - Prednox

- Solu Medrol

- Urbason

- Cortesa

dosis Oral: 2-40 mg/hari. Injeksi im, iv lambat, infus iv: 10-100 mg/hari

indikasi A. Pemakaian intra muskular digunakan pada indikasi berikut: Gangguan endokrin: 

Insufisiensi adrenokortikal primer

atau sekunder (hidrokortison atau kortison merupakan pilihan pertama, namun analog sintetisnya juga dapat digunakan) 

Hiperplasia adrenal congenital/bawaan



Hiperkalsemia terkait kanker



Tiroiditis nonsuppuratif

Penyakit Rheumatoid Sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek pada terapi penyakit-penyakit: 

Osteoarthritis pasca trauma



Rheumatoid arthritis, termasuk Rheumatoid arthritis pada anak



Bursitis akut dan subakut



Ankylosing spondylitis



Tenosynovitis nonspesifik akut



Gouty arthritis akut



Psoriatic arthritis



Osteoarthritis pasca-traumatik



Synovitis of Osteoarthritis



Epicondylitis

Penyakit-penyakit Kolagen Pada keadaan penyakit makin memburuk atau sebagai terapi perawatan pada kasuskasus: 

Systemic lupus erythematosus



Systemic-dermatomyositis

(polymyositis) 

Acute rheumatic carditis



Penyakit-penyakit kulit tertentu:



Pemphigus



Erythema multiforme parah (Stevens-Johnson syndrome)



Exfoliative dermatitis



Mycosis fungoides



Psoriasis parah



Dermatitis seborrhea parah

Penyakit-penyakit Alergi. Mengendalikan kondisi alergi yang parah yang tidak memberikan hasil yang memadai pada terapi konvensional: 

Rhinitis yang disebabkan alergi



Asma bronkhial



Dermatitis kontak



Dermatitis atopik



Serum sickness



Reaksi-Reaksi hipersensitivitas terhadap obat



Reaksi-Reaksi transfuse utrikaria



Edema laringeal noninfeksi akut (obat pilihan pertama: epinefrin)

Penyakit-penyakit mata. Penyakitpenyakit mata akut atau kronis yang parah terkait proses alergi atau radang, seperti:



Allergic cornea marginal ulcers



Herpes zoster ophthalmicus



Radang segmen anterior



Diffuse posterior uveitis and choroiditis



Sympathetic ophthalmia



Konjungtivitis alergik



Keratitis



Chorioretinitis



Optic neuritis



Iritis dan iridocyclitis

Penyakit-penyakit sistem pencernaan. Untuk membantu pasien melewati periode kritis pada penyakit-penyakit: 

Kolitis ulseratif (terapi sistemik)



Enteritis regional (terapi sistemik)

Penyakit-penyakit saluran pernafasan: 

Symptomatic sarcoidosis



Loeffler's syndrome yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain



Berylliosis



Tuberkulosis yang parah, tetapi harus diberikan bersama dengan kemoterapi anti tuberculosis yang sesuai



Aspiration pneumonitis

Penyakit-penyakit Hematologis :



Anemia hemolitik yang disebabkan Reaksi autoimmun



Anemia sel darah merah (Erythroblastopenia)



Anemia hipoplastik kongenital/bawaan (erythroid)



Trombositopenia sekunder pada orang dewasa

Penyakit-penyakit keganasan (neoplastik). Sebagai terapi paliatif untuk: 

Leukemia dan limfoma pada orang dewasa



Leukemia akut pada anak-anak

Edema : 

Untuk menginduksi diuresis atau remisi proteinuria pada sindroma nefrotik tanpa uremia, jenis idiopatik atau yang disebabkan oleh lupus eritematosus

Penyakit pada Sistem Syaraf : 

Multiple sclerosis akut yang makin parah

Lain-lain : 

Tuberculous meningitis disertai penghambatan subarachnoid, tetapi harus diberikan bersama-sama

dengan kemoterapi antituberculous yang sesuai 

Trichinosis disertai gangguan syaraf atau gangguan miokardial

B. Pemakaian intrasinovial atau pemakaian pada jaringan halus, diindikasikan sebagai terapi tambahan pada penggunaan jangka pendek (untuk membantu pasien melewati episode akut atau episode dimana penyakit makin parah) dalam pengobatan: 

Synogitis pada osteoarthritis, Rheumatoid arthritis, Bursitis akut dan subakut, Gouty arthritis akut, Epicondylitis, tenosynovitis nonspesifik akut, Osteoarthritis pasca trauma

C. Pemakainan intralesi, diindikasikan untuk: Keloid dan Lesi radang hipertofik local, pada: 

Lichen planus, plak psoriatik, granuloma annulare, dan lichen simplex chronicus (neurodermatitis)



Discoid lupus erythematosus



Necrobiosis lipoidica diabetirocum



Alopecia areata

Juga bermanfaat dalam terapi tumor kista aponeurosis atau tendon (ganglia)

kontraindikasi Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat lainnya.

efek samping Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan tubuh Retensi natrium Kehilangan kalium Alkalosis hipokalemia Gangguan jantung kongestif Hipertensi Gangguan Muskuloskeletal : Lemah otot Mipati steroid Hilangnya masa otot Osteoporosis Putus tendon, terutama tendon Achilles Fraktur vertebral Nekrosis aseptik pada ujung tulang paha dan tungkai Fraktur patologis dari tulang panjang Gangguan Pencernaan : 

Borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan



Pankreatitis



Kembung



Peningkatan SGPT (glutamate piruvat transaminase serum), SGOT (glutamate oksaloasetat transaminase serum), dan enzim fosfatase alkalin serum. Umumnya tidak tinggi dan bersifat reversibel, akan turun kembali jika terapi dihentikan.

Gangguan Dermatologis 

Gangguan penyembuhan luka



Kulit menjadi tipis dan rapuh



Petechiae dan ecchymoses



Erythema pada wajah



Keringat berlebihan

Gangguan Metabolisme 

Kesetimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein

Gangguan Neurologis 

Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudotumor cerebri), biasanya setelah terapi



Konvulsi



Vertigo



Sakit kepala

Gangguan Endokrin 

Menstruasi tak teratur



Cushingoid



Menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau Sakit



Hambatan pertumbuhan pada anak-anak



Menurunnya toleransi karbohidrat



Manifestasi diabetes mellitus laten



Perlunya peningkatan dosis insulin atau OHO (Obat Hipoglikemik Oral) pada pasien yang sedang dalam terapi diabetes mellitus



Katarak subkapsular posterior



Tekanan intraokular meningkat



Glaukoma



Exophthalmos

Lain-lain 

Urtikaria dan reaksi alergi lain, reaksi anafilaktik atau hipersensitivitas

interaksi Dengan Obat Lain :

Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan bersama-sama obat-obat tersebut, maka dosis kortikosteroid harus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Obat-obat seperti troleandomisin and ketokonazol dapat menghambat metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan, maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari toksisitas steroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin dosis tinggi yang diberikan secara kronis. Hal ini dapat menurunkan kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapi kortikosteroid dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Aspirin harus digunakan secara berhatihati apabila diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia. Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral bervariasi. Beberapa laporan menunjukkan adanya peningkatan dan laporan lainnya menunjukkan adanya penurunan efek antikoagulan apabila

diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Oleh sebab itu indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan efek antikoagulan sebagaimana yang diharapkan.

Dengan Makanan : Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison, metilprednisolon) terutama digunakan karena efek immunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi

lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang.

mekanisme kerja Menekan sistem imun, anti radang.

Mekanisme Baru dari Obat Lama: Glukokortikoid 12/21/2012 · by admin · in MOLECULAR PHARMACOLOGY

Glukokortikoid merupakan senyawa kortikosteroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal tubuh. Glukokortikoid utamanya adalah kortisol atau hidrokortison. Aksinya dalam tubuh sangat luas, antara lain: 1, menstimulasi glukoneogenesis. Glukokortikoid mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen. 2. memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan metabolisme asam arakidonat. Sifat glukokortikoid adalah pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping di antaranya retardasi pada anak-anak, imunosupresan, hipertensi, penghambatan luka, osteoporosis, dan gangguan metabolik. Glukokortikoid (GC) masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya yang lipofilik. GC berikatan dengan reseptornya (GR) yang berada di sitoplasma. GR

ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam inti sel.

Fig. 1. Hormone signaling through the glucocorticoid receptor (GR). Glucocorticoid receptor (GR), like progesterone receptor (PR), estrogen receptor (ER), and androgen receptor (AR), responds to hormone by shedding heat shock protein, homodimerizing, and binding inverted repeat DNA sequences known as hormone response elements (HREs) or sites of ubiquitous transacting factors within the promoter regions of target genes. GR and other steroid hormone receptors recruit the BRG1 complex which provides an essential chromatin remodeling activity that facilitates formation of the transcription initiation complex and transcriptional activation

METABOLISME STEROID Kecuali progestin, androgen adalah prekursor obligat dari semua hormon steroid sehingga androgen dibuat di seluruh jaringan penghasil steroid termasuk testis, ovarium dan kelenjar adrenal. Androgen utama dalam sirkulasi pada pria adalah testosteron yang diproduksi testis. Kerja hormonal androgen dihasilkan secara langsung melalui pengikatan ke reseptor androgen atau secara tidak langsung setelah konversi menjadi DHT-dihydrotestosteron dalam jaringan target. Testosteron berkeja pada saluran genitalia interna janin laki laki dan otot untuk memacu pertumbuhan. Pada pria dewasa, DHT bekerja secara lokal untuk mempertahankan maskulinisasi genitalia eksterna dan cic seksual sekunder seperti rambut wajah dan pubis. Jenis androgen lain pada pria adalah : androstenedione, androstenediol, dehidroepiandrosterone (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S). Semua jenis androgen dijumpai dalam sirkulasi wanita, kecuali androstenedione, konsentrasi androgen pada wanita lebih sedikit dibanding pada pria. Androstenedione pada wanita berperan sebagai prohormon dan dikonversi dalam jaringan target menjadi testosteron, estron dan estradiol. Estradiol (E2) adalah estrogen utama yang disekresi ovarium. Estron (E1 ) juga di sekresi oleh ovarium dalam jumlah banyak. Estriol ( E3) tidak dihasilkan oleh ovarium namun diproduksi dari estradiol dan estron di jaringan perifer, dari androgen plasenta ; estriol diperkirakan adalah metabolit kurang aktif dari estrogen. Kelenjar adrenal merupakan sumber utama steroid seks pada pria dan wanita. Androgen adrenal berperan penting pada wanita pasca menopause. Progestin dalam sirkulasi yang paling banyak adalah progesteron. Progesteron dihasilkan oleh ovarium,testis, plasenta dan kelenjar adrenal. 17hidroksiprogesteron dari adrenal dan ovarium adalah jenis yang paling banyak dijumpai dalam sirkulasi

EKSKRESI STEROID Ekskresi steroid terjadi melalui urine dan empedu. Sebelum di eleminasi, terjadi konjugasi sebagai sulfat atau glukoronida. Beberapa jenis konjugat dalam bentuk seperti DHEA-S di sekresi secara aktif. Hormon yang di konjugasi tersebut berperan sebagai prekursor terhadap metabolit hormon aktif pada jaringan target yang memiliki enzim untuk melakukan hidrolisis ikatan ester yang terlibat dalam konjugasi.

Glukokortikoid Salah satu jenis hormon glukokortikoid adalah hormon kortisol. Khasiat hormon ini antara lain: 

Menimbulkan glukoneugenesis (pembentukan energi non gula )



Daya imunosupresif i, misal pada SLE ( systemic lupus erythematosus )



Menigkatkan kadar Hb, eritrosit, leukosit dan trombosit



Bersifat antiinflamasi (anti radang ) misalnya akibat trauma,alergi,dan infeksi

Mineralokortikoid Salah satu jenis hormon mineralokortikoid adalah hormon aldosteron. Khasiat hormon ini antara lain : 

Mengontrol volume cairan tubuh



Mengatur kadar elektrolit (terutama natrium dan kalium)

Efek samping Kortikosteroid terutama pada penggunaan lama dengan dosis tinggi ada tiga kelompok :

Glukokortikoid 

Gejala Chusing, penumpukan lemak di bahu dan tengkuk, kulit tipis dan timbul garis kebiru-biruan



Kelemahan otot



Osteoporosis (rapuh tulang )



Merintangi pertumbuhan pada anak-anak



Atrofia kulit dengan striae (garis kebiru-biruan) akibat pendarahan dibawah kulit



Luka sukar sembuh akibat efek katabol ( penghambatan pembentukan jaringan granulasi )



Hiperglikemia, memperhebat diabetes



Imunosupresi ( menekan reaksi tangkis tubuh )



Antimitosis ( menghambat pembelahan sel )

Mineralokortikoid 

Hipokalemia ( kadar kalium darah rendah )



Udema dan berat badan meningkat akibat retensi garam dan air, beresiko hipertensi dan gagal jantung

Efek umum 

Efek sentral ( SSP ) berupa gelisah, rasa takut, sukar tidur dan depresi



Efek androgen seperti agne, gangguan haid



Cataract ( bular mata ), resiko glaukoma meningkat bila digunakan sebagai tetes mata



Bertambahnya sel-sel darah : Erytrocytose dan granulocytose



Nafsu makan meningkat



Reaksi hipersensivitas

Seiring perkembangan IPTEK , dibuat sintesis kortikosteroid yang bertujuan meningkatkan efek glukokortikoid dan menghilangkan efek mineralokortikoid. Derivat-derivat yang kini tersedia dibagi secara kimiawi dalam dua kelompok : 

Deltakortikoida : prednison, metilprednisolon, budesonida, desonida dan prednikarbat.

Daya

glukokortikoid

5

x

lebih

kuat

dan

daya

mineralokortikoidnya lebih ringan dibandingkan kortisol, sedangkan lama kerjanya 2x lebih panjang. 

Fluorkortikoida

:

betametason,

deksamethason,

triamsinolon,

desoksimetason, flumethason dll. Daya glukortikoid dan antiradangnya 10-30x lebih kuat daripada kortisol, daya mineralokortikoidnya praktis hilang sama sekali. Lama kerjanya 3-5x lebih lama. Dengan mengetahui khasiat dan efek samping obat kortikosteroid, hendaknya sebelum menggunakan obat golongan ini lebih diperhitungkan lagi seberapa perlukah menggunakan obat kortikosteroid untuk pengobatan.

Mekanisme Kerja kortikosteroid

Seperti hormon steroid lain, adrenokortikoid mengikat reseptor sitoplasmik intraseluler pada jaringan target. Ikatan kompleks antara kortikosteroid dengan reseptor protein akan masuk ke dalam inti sel dan diikat oleh kromatin. Ikatan reseptor

protein-kortikosteroid-kromatin

mengadakan

transkripsi

DNA,

membentuk mRNA dan mRNA merangsang sintesis protein spesifik. Seperti telihat pada gambar berikut :

Efek-efek Kortikosteroid

A. 1.

Glukokortikoid Merangsang

glikogenolisis

(katalisa

glikogen

menjadi

glukosa)

dan

glikoneogenolisis (katalisa lemak / protein menjadi glukosa) sehingga kadar gula darah meningkat dan pembentukan glikogen di dalam hati dan jaringan menurun. Kadar kortikosteroid yang meningkat akan menyebabkan gangguan distribusi lemak, sebagian lemak di bagian tubuh berkurang dan sebagian akan menumpuk pada bagian muka (moonface), tengkuk (buffalo hump), perut dan lengan.

2.

Meningkatkan resistensi terhadap stress. Dengan meningkatkan kadar glukosa plasma, glukokortikoid memberikan energi yang diperlukan tubuh untuk melawan stress yang disebabkan, misalnya oleh trauma, ketakutan, infeksi, perdarahan atau infeksi yang melemahkan. Glukokortikoid dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan jalan meningkatkan efek vasokontriktor rangsangan adrenergik pada pembuluh darah.

3.

Merubah kadar sel darah dalam plasma. Glukokortikoid menyebabkan menurunnya komponen sel-sel darah putih / leukosit (eosinofil, basofil, monosit dan limfosit). Sebaliknya glukokortikoid meningkatkan kadar hemoglobin, trombosit dan eritrosit.

4.

Efek anti inflamasi. Glukokortikoid dapat mengurangi respons peradangan secara drastis dan dapat menekan sistem imunitas (kekebalan).

5.

Mempengaruhi komponen lain sistem endokrin. Penghambatan umpan balik produksi

kortikotropin

oleh

peningkatan

glukokortikoid

menyebabkan

penghambatan sintesis glukokortikoid lebih lanjut.

6.

Efek anti alergi. Glukokortikoid dapat mencegah pelepasan histamin.

7.

Efek pada pertumbuhan. Glukokortikoid yang diberikan jangka lama dapat menghambat meningkatkan pertumbuhan.

proses

pertumbuhan

katabolisme

protein

karena

menghambat

sintesis

protein,

dan

menghambat

sekresi

hormon

8.

Efek pada sistem lain. Hal ini sangat berkaitan dengan efek samping hormon. Dosis tinggi glukokortikoid merangsang asam lambung dan produksi pepsin dan dapat menyebabkan kambuh berulangnya (eksaserbasi) borok lambung (ulkus). Juga telah ditemui efek pada SSP yang mempengaruhi status mental. Terapi glukokortikoid kronik dapat menyebabkan kehilangan massa tulang yang berat (osteoporosis). Juga menimbulkan gangguan pada otot (miopati) dengan gejala keluhan lemah otot.

B.

Mineralokortikoid

Efek mineralokortikoid mengatur metabolisme mineral dan air. Mineralokortikoid membantu kontrol volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit (terutama Na dan K), dengan jalan meningkatkan reabsorbsi Na+, meningkatkan eksresi K+ dan H+. Efek ini diatur oleh aldosteron (pada kelenjar adenal) yang bekerja pada tubulus ginjal, menyebabkan reabsorbsi natrium, bikarbonat dan air. Sebaliknya, aldosteron menurunkan reabsorsi kalium, yang kemudian hilang melalui urine. Peningkatan kadar aldosteron karena pemberian dosis tinggi mineralokortikoid dapat menyebabkan alkalosis (pH darah alkalis) dan hipokalemia, sedangkan retensi natrium dan air menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah.

Indikasi Pemberian Kortikosteroid

1. Terapi pengganti (substitusi) pada insufisiensi adrenal primer akut dan kronis (disebut Addison’s disease), insufisiensi adrenal sekunder dan tersier. 2. Diagnosis hipersekresi glukokortikoid (sindroma Cushing). 3. Menghilangkan gejala peradangan : peradangan rematoid, peradangan tulang sendi (osteoartritis) dan peradangan kulit, termasuk kemerahan, bengkak, panas dan nyeri yang biasanya menyertai peradangan. 4. Terapi alergi. Digunakan pada pengobatan reaksi alergi obat, serum dan transfusi, asma bronkhiale dan rinitis alergi

Efek Samping dan Komplikasi

Efek samping terjadi umumnya pada terapi dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang kortikosteroida. Adapun efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi meliputi : 1. Metabolisme glukosa, protein dan lemak; Atropi otot, osteoporosis dan penipisan kulit. 2. Elektrolit ; Hipokalemia, alkalosis dan gangguan jantung hingga terjadi gagal jantung (cardiac failure). 3. Kardiovaskular; Aterosklerosis dan gagal jantung 4. Tulang; Osteoporosis dan patah tulang yang spontan 5. Otot; Kelamahan otot dan atropi otot. 6. SSP dan Psikis; Gangguan emosi, euforia, halusinasi, hingga psikosis. 7. Elemen pembuluh darah; Gangguan koagulasi dan menurunkan daya kekebalan tubuh (immunosupresi)

8. Penyembuhan luka dan infeksi; Hambatan penyembuhan luka dan meningkatkan risiko infeksi 9. Pertumbuhan;

Mengganggu

pertumbuhan

anak,

kemunduran

dan

menghambat perkembangan otak 10. Ginjal; Nokturia (ngompol), hiperkalsiuria, peningkatan kadar ureum darah hingga gagal ginjal. 11. Pencernaan; Tukak lambung (ulcus pepticum). 12. Pankreas; Peradangan pankreas akut (pankreatitis akut). 13. Gigi; Gangguan email dan pertumbuhan gigi.

Timbulnya efek samping dan komplikasi terkait dengan beberapa faktor, yaitu : 1. Cara pemberian 2. Jumlah pemberian 3. Lama pemberian 4. Dosis pemberian 5. Cairan yang diberikan 6. Kadar albumin dalam darah 7. Penyakit bawaan. MEKANISME KERJA Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik

Contoh Obat-obat Kortikosteroid

Beberapa obat kortikosteroid disajikan pada tabel berikut :

Aktivitas 1) Obat (Generik)

Contoh (Patent)

AntiInflamasi

Topikal

Retensi

Bentuk Sediaan

Na

Glukokortikoid kerja singkat (8-12 jam) Hidrokortison Kortison

Cortef

1

1

1 Oral, suntikan, topikal

0,8

0

0,8 Oral, suntikan, topikal

Hostacortin

4

0

0,3 Oral

Delta-Cortef, Prelone

5

4

0,3 Oral, suntikan, topikal

Medrol, Medixon

5

5

0 Oral, suntikan, topikal

Kenacort, Azmacort

5

5

0 Oral, suntikan, topikal

Cendoderm

15

7

0 Oral, topikal

25-40

10

0 Oral, suntikan, topikal

Oradexon, Decadron

30

10

0 Oral, suntikan, topikal

Dillar, Monocortin

10

Cortone

Glukokortikoid kerja sedang (18-36 jam) Prednison Prednisolon Metilprednisolon Triamsinolon Fluprednisolon Glukokortikoid kerja lama (1-3 hari) Betametason Deksametason Parametason Mineralokortikoid

Celestone

0 Oral, suntikan

Fludrokortison

Florinef, Astonin

Desoksikortikosteron

10

10

0

0

250 Oral, suntikan, topikal 20 Suntikan, pelet

Keterangan : Aktivitas 1) menggambarkan potensi relatif terhadap Hidrokortison.

DAFTAR PUSTAKA

; ISO Indonesia; Volume XXXV; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia; PT. AKA; Jakarta; 2001 Harkness, Richard; Interaksi Obat; Penerbit ITB; Bandung; 1989 Kasan, Umar; Hormon Kortikosteroid; Penerbit Hipokrates; Jakarta; 1997 Katzung, G. Bertram; Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam; EGC; Jakarta; 1998 Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R; Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan; EGC; Jakarta; 1996 Mutschler, Ernst, Dinamika Obat, Edisi Kelima, Penerbit ITB, Bandung, 1991 Mycek, J. Mary, Harvey, A. Richard dan Champe, C. Pamela; Farmakologi, Ulasan Bergambar; Edisi kedua; Widya Medika; Jakarta 2001 Tan, Hoan, Tjay dan Rahardja, Kirana; Obat-obat Penting; Edisi Keempat; 1991 Woodley, Michele dan Whelan, Alison; Pedoman Pengobatan; Edisi Pertama; Yayasan Essentia Medica dan Andi Offset; Yogyakarta; 1995

Tabel I.1 Ringkasan hormon-hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin

Kelenjar

Hormon yang

endokrin

dihasilkan

Hipofisis

TSH

Anterior

Sel sasaran kelenjar endokrin Sel tiroid

ACTH

Fungsi utama hormon

folikel Merangsang

sekresi

T3 dan T4

Zona fasikular Merangsang

sekresi

dan

zona kortisol

retikularis korteks adrenal Gonad

Wanita: folikel Merangsang

FSH/ICSH

ovarium

perkembangan sel-sel folikel dalam ovarium untuk dan

berkembang menghasilkan

hormon

wanita

sebelum ovulasi Pria:

sel Merangsang

inyerstisium Leydig

sel-sel

dalam jaringan testis di untuk

testis

menghasilkan

hormon

testosteron

dan produksi sperma Gonad LH

Wanita: folikel Memainkan peranan ovarium

dan penting

korpus luteum

dalam

menimbulkan proses ovulasi;

juga

menimbulkan sekresi hormon

wanita

(estrogen

dan

progesteron)

oleh

ovarium Pria:

tubulus Merangsang

sel-sel

seminiferus di dalam jaringan testis testis

untuk

menghasilkan

hormon testosteron Hormon

Tulang;

Esensial tetapi bukan

pertumbuhan

jaringan lunak

(GH)

satu-satunya penyebab pertumbuhan; merangsang pertumbuhan

tulang

dan jaringan lunak; pengaruh

metabolik

mencakup anabolisme

protein,

mobilisasi lemak dan konservasi glukosa Hati

Merangsang

sekresi

somatostatin Prolaktin

Kelenjar

Mendorong

mammalia

perkembangan payudara, merangsang

sekresi

air susu Hipofisis

Oksitosin

Uterus

Posterior

Membuat berkontraksi

uterus selama

proses persalinan Kelenjar

Membuat

sel-sel

mammalia

mioepitelial

dalam

payudara berkontraksi, sehingga mengeluarkan

air

susu dari payudara sewaktu menghisap

bayi

Vasopresin

Tubulus ginjal

di Merangsang pipa

pipa-

nefron

dalam

ginjal

untuk

menyerap kembali air yang

disaring,

sehingga air kemih menjadi pekat Arteriol

Mengatur otot

kontraksi

arteri

kecil

sehingga

dapat

meningkatkan tekanan darah Hipotalamus

Sel

TRH, CRH,

Hipofisis

Mengontrol

GHRH,

Anterior

pengeluaran hormon-

GnRH, PIH,

hormon

GHIH

anteriol

folikel Tiroksin (T4)

kelenjar tiroid

dan

hipofisis

Sebagian besar Meningkatkan sel

kecepatan

reaksi

triiodotironin

kimia,

sehingga

(T3)

meningkatkan tingkat metabolisme tubuh

Sel C kelenjar Kalsitonin

Tulang

tiroid

Menurunkan konsentrasi dalam

kalsium cairan

ekstraseluler Kelenjar

Parathormon

Tulang, ginjal, Mengatur konsentrasi

paratiroid

(HPT)

usus

ion

kalsium

cairan

dalam

ekstraseluler

dengan cara mengatur absorpsi

kalsium

dalam usus, ekskresi kalsium oleh ginjal dan

pelepasan

kalsium dari tulang Korteks adrenal

Zona

Tubulus

glomerolusa:

ginjal

di Mengurangi ekskresi natrium oleh ginjal

Aldosteron

dan

meningkatkan

ekskresi

kalium,

sehingga meningkatkan jumlah natrium

tubuh

disamping menurunkan

jumlah

kalium tubuh Zona

Sebagian besar Meningkatkan kadar

fasikulata:

sel

glukosa darah dengan

Kortisol

mengorbankan simpanan protein dan lemak

Zona

Wanita: tulang Berperan

retikularis:

dan otak

dalam

lonjakan

Androgen

pertumbuhan

masa

puberitas Medula

Epinefrin dan

Reseptor

Adrenal

norepinefrin

simpatis

Berfungsi di memperkuat

seluruh tubuh

saraf

sistem simpatis,

berperan

dalam

adaptasi

terhadap

stress dan pengaturan tekanan darah

Organ Lambung

Gastrin dan

Kelenjar eksokrin

Duo denum

Merangsang dan kelenjar

sekresi

pencernaan

otot polos di lambung saluran pencernaan Sekretin

Kelenjar

Merangsang

sekresi

eksokrin

dan kelenjar pankreas

otot polos di pankreas Kolesitokinin

Kelenjar eksokrin

Merangsang dan pelepasan

cairan

otot polos di empedu dari kantung hati

dan empedu

kantung empedu Pulau

Insulin (sel β)

Langerhans

Sebagian besar Mengatur sel

kadar

glukosa dalam darah, mendorong penyerapan

dan

penggunaan

nutrien

oleh sel Glukagon (sel

Sebagian besar Mengubah

α)

sel

menjadi

glikogen glukosa

apabila kadar glukosa dalam darah sedikit, mempertahankan kadar nutrien dalam darah

selama

pasca absorptif Somatostatin

Sistem

Menghambat

fase

(sel D)

pencernaan, sel

pencernaan

dan

pulau penyerapan

nutrien,

pankreas

menghambat sekresi semua

hormon

pankreas Gonadotropin

Estrogen

Organ

sex Perkembangan

Wanita:

wanita, tubuh karakteristik sekunder

Ovarium

secara

dan

keseluruhan

pertumbuhan

merangsang uterus

dan payudara Tulang

Mendorong penutupan

lempeng

epifisis Progesteron

Uterus

Mempersiapkan rahim

untuk

kehamilan Gonadotropin Pria: testis

Testosteron

Organ pria,

sex Merangsang produksi tubuh sperma, bertanggung

secara

jawab

untuk

keseluruhan

perkembangan karakteristik

sex

sekunder

dan

meningkatkan dorongan sex Tulang

Meningkatkan lonjakan pertumbuhan

pada

masa puberitas dan mendorong penutupan

lempeng

epifisis Organ plasenta

Estrogen dan

Organ

progesteron

wanita

sex Membantu mempertahankan kehamilan

dan

mempersiapkan payudara

untuk

menyusui Gonadotropik

Korpus luteum Mempertahankan

korionik

ovarium

korpus

luteum

kehamilan Organ ginjal

Renin

Zona

Sekresi

aldosteron

( angiotensin)

glomerolusa

(RAA sistem)

korteks adrenal Eritropoietin

Kelenjar Timus

Timosin

Sumsum

Merangsang produksi

tulang

eritrosit

Limfosit T

Meningkatkan poliferasi dan limfosit T sehingga setelah bertambah besar atau beranjak

dewasa

mampu

berperan

dalam

sistem

pertahanan tubuh Kelenjar Pineal

Melatonin

Hipofisis

Menghambat

anterior, organ gonadotropin, reproduksi

mulainya

masa

puberitas disebabkan karena

penurunan

sekresi melatonin

B.

SINTESIS KORTIKOSTEROID

Tempat kerjanya masing-masing hidroksilase 11-, 17-, 21- ditunjukan. Kekurangan hidroksilase 21 yang ringan merusak sintesis kortisol dan mungkin aldosteron, tetapi bila berat dapat memutuskan seluruh sintesis steroid tersebut

Gambar I.4 memperlihatkan langkah-langkah utama dalam proses pembentukan ketiga steroid penting yang dihasilkan oleh korteks adrenal: aldosteron, kortisol dan androgen (steroid sex). Pada dasarnya semua tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organel beriku, mitokondria dan retikulum endoplasma, beberapa langkah tadi terjadi dalam salah satu organel dan beberapa tahap lain terjadi dalam organel yang lain. C.

FUNGSI GLUKOKORTIKOID Walaupun hormon mineralokortikoid dapat menyelamatkan hidup seekor hewan yang sudah dibuang kelenjar adrenalnya, hewan itu masih jauh dari normal. Sebaliknya, sistem metabolisme hewan tersebut untuk penggunaan protein, karbohidrat dan lemak tetap sangat kacau. Oleh karena itu, seperti halnya hormon mineral okortikoid, hormon glukokortikoid dikatakan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dalam memperpanjang hidup seekor hewan. Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari bahan sekresi adrenokortikal merupakan sekresi dari kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison.

Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat: 

Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.



Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usiakulit prematur.



Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut, dan kadangkadang pustulasi.



Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah kejadian sering terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi



Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penarikan seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.



Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.



Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik



Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.



Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin, dan granuloma infantum gluteale.



Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.



Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone propionate 0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107 pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim.



Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone valerate menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan ultrasound atau biopsi tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari 8 minggu, dengan sekali terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak menimbulkan efek samping sistemik berupa supresi HPA-axis.



Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah absennya supresi

adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak menyebabkan penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif. 

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-ana

Fungsi dan peran:

Efek terhadap semua sistem didalam tubuh, 1. Efek terhadap Metabolisme : Karbohidrat : Meningkatkan glukoneogenesis Mengurangi penggunaan glukosa di jaringan perifer dengan cara menghambat uptake dan penggunaan glukosa oleh jaringan mungkin melalui hambatan transporter glucose Lemak : Meningkatkan lipolisis dijaringan lemak Pada penggunaan khronis dapat terjadi redistribusi sentral lemak didaerah dorsocervical,bagian belakang leher ( “ Buffalo hump “ ) muka ( “ moon face ” ) supraclavicular,mediastinum anterior dan mesenterium( 1,2 ).Mekanisme terjadinya redistribusi ini tidak jelas. Protein : Meningkatkan pemecahan protein menjadi asam amino dijaringan perifer yang kemudian digunakan untuk glukoneogenesis.

2. Efek terhadap proses keradangan dan fungsi immunologis: Produksi normal dari glukokortikoid endogen tidak akan berpengaruh secara bermakna terhadap proses keradangan dan penyembuhan( 2 ). Kelebihan glukokortikoid endogen dapat menekan fungsi immunologis dan dapat mengaktifasi infeksi latent. Efek

immunosupressi ini digunakan dalam pengobatan penyakit-penyakit autoimmune,proses inflammasi dan transplantasi organ. Peran glukokortikoid dalam proses immunologis dan inflammasi( 2,3 ) adalah : - Merangsang pembentukan protein ( lipocortin ) yang menghambat phospholipase A2 sehingga mencegah aktivasi kaskade asam arachidonat dan pengeluaran prostaglandin. - Menurunkan jumlah limfosit dan monosit diperifer dalam 4 jam, hal ini terjadi karena terjadi redistribusi temporer limfosit dari intravaskular kedalam limpa, kelenjar limfe,ductus thoracicus dan sumsum tulang. - Meningkatkan pengeluaran granulosit dari sumsum tulang kesirkulasi, tapi menghambat akumulasi netrofil pada daerah keradangan. - Meningkatkan proses apoptosis - Menghambat sintesis cytokine - Menghambat nitric oxyd synthetase - Menghambat respon proliferatif monosit terhadap Colony Stimulating Factor dan differensiasinya menjadi makrofag - Menghambat fungsi fagositik dan sitotoksik makrofag - Menghambat pengeluaran sel-sel radang dan cairan ketempat keradangan - Menghambat plasminogen activators ( PAs ) yang merubah plasminogen menjadi plasmin yang berperan dalam pemecahan kininogen menjadi kinin yang berfungsi sebagai vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

3. Efek glukokortikoid terhadap musculoskeletal dan Jaringan ikat : Tulang : - Pada pemakaian yang lama dapat menghambat fungsi osteoblast dan mengurangi pembentukan tulang baru menyebabkan terjadinya osteopenia. - Meningkatkan jumlah osteoclast - Secara tidak langsung mengurangi absorbsi calcium di saluran cerna - Efek sekunder glukokortikoid juga meningkatkan Parathyroid hormon dalam

serum. - Meningkatkan ekskresi calcium di ginjal Otot : Glukokortikoid meningkatkan pemecahan asam amino dari otot untuk digunakan dalam glukoneogenesis,sehingga dalam pemakaian lama dapat menyebabkan kelainan otot ( myopathy ) yang berat. Jaringan Ikat : - Glukokortikoid menyebabkan supressi fibroblas DNA dan RNA, serta sintesis Protein . - Juga menyebabkan supresi sintesis matriks intraselular (kolagen & hyalurodinat) Pemakaian lama dapat menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka, apalagi gerakan makrofag kedaerah keradangan juga menurun pada pemberian steroid yang lama sehingga akan mempersulit penyembuhan luka ( 1,2,3 ).

4. Efek neuropsychiatrik Glukokortikoid mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku seperti pola tidur, kognitif dan penerimaan input sensoris. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan pada penderita yang mendapatkan steroid exogen sering menunjukkan euphoria, mania bahkan psikosis. Penderita dengan insuffisiensi adrenal juga dapat menunjukkan gejala-gejala psikiatris terutama depresi, apati dan letargi.

5. Efek terhadap Saluran Gastrointestinal : - Glukokortikoid mempunyai efek langsung terhadap transport ion natrium di colon melalui reseptor glukokortikoid. - Pemakaian yang lama meningkatkan terjadinya resiko ulkus peptikum di saluran cerna bagian atas.Mekanisme terjadinya belum diketahui,mungkin melalui hambatan penyembuhan luka yang disebabkan factor-faktor lain. Penggunaan dalam waktu singkat tidak akan menyebabkan terjadinya ulkus peptikum.

6. Efek terhadap pertumbuhan Pada anak dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan linier, penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga melalui hambatan hormon pertumbuhan Efek pada paru : dapat merangsang pembentukan surfactant oleh sel pneumatosit II Efek anti inflammasi dan immunosupressi kortikosteroid adalah efek farmakologik utama yang banyak digunakan dalam pengobatan.

Related Documents

Mekanisme Inflamasi
May 2020 21
Anti
June 2020 23
Anti
June 2020 22