OBAT ANTI INFLAMASI Pengertian inflamasi dan anti inflamasi Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Radang terjadi saat suatu mediator inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita. Lalu permeabilitas sel di tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke tempat inflamasi maka terjadilah pembengkakan. Kemudian terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga aliran darah dipacu ke tempat tersebut, akibatnya timbul warna merah dan terjadi migrasi sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita. Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam system kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF. Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi alergi) misalnya karena luka, cedera fisik, dsb. 2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen antibodi. Misalnya pada asma. Prostaglandin merupakan mediator pada inflamasi yang menyebabkan kita merasa perih, nyeri, dan panas. Prostaglandin dapat menjadi salah satu donator penyebab nyeri kepala primer. Di membrane sel terdapat phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol. Saat terjadi luka, membrane tersebut akan terkena dampaknya juga. Phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol diubah menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat nantinya bercabang menjadi dua yaitu jalur siklooksigenasi (COX) dan jalur lipooksigenase.
Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboxanes. Sedangkan pada jalur lipooksigenase terbentuk leukotriene. 1. Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dan nyeri. Juga menyebabkan vasodilatasi dan edema (pembengkakan) 2. Thromboxane menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi (penggumpalan) platelet 3. Leukotriene menyebabkan vasokontriksi, bronkokonstriksi. Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi: 1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga. 2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi. 3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak. Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll. yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi : 1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil 2. Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh darah 3. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi. Gejala-gejala terjadinya respons peradangan 1. Kemerahan (Rubor) Kemerahan atau rubor hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteri yang mensuplai darah ke daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti histamin. 2. Panas (kalor) Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan. Panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yakni kulit. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah dengan suhu 370C yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena radang lebih banyak disalurkan daripada ke daerah normal. 3. Rasa sakit (dolor) Rasa sakit atau dolor dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf, pengeluaran zat kimia tertentu misalnya mediator histamin atau pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dapat menimbulkan rasa sakit. 4. Pembengkakan (tumor) Gejala yang paling menyolok dari peradangan akut adalah tumor atau pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler serta pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin yang diikuti oleh molekul yang lebih besar sehingga plasma jaringan mengandung lebih banyak protein daripada biasanya yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak. 5. Perubahan fungsi (fungsio laesa) Gangguan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan. Jenis-jenis radang 1. Radang akut Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera. 2. Radang kronis Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis). Terapi farmakologi dan non farmakologi a. Obat anti inflamasi non steroid
Obat anti inflamasi atau anti radang adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesic (pereda nyeri) antipiretik (penurun panas) anti inflamasi (anti radang). Obat non steroid sering digunakan karena untuk mengurangi peradangan. Beberapa obat dibawah ini : 1. Ibu profen (Motrin) Khasiat : Untuk nyeri ringan sampai sedang Cara kerja : Menghambat rasa sakit akibat peradangan Efek samping : Serangan jantung atau stroke bila digunakan jangka panjang 2. Naproxen (Anaprox) Khasiat : Untuk nyeri ringan sampai sedang Cara kerja : Mengurangi aktivitas siklooksigenase Efek samping : Serangan jantung atau stroke, efek serius pada perut dan usus 3. Aspirin Khasiat : Untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri Cara kerja : Menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2 Efek samping : Kejang pada pasien asma dan pendarahan internal b. non farmakologi Jauhi makanan pedas dan berminyak Minum air putih yang cukup Makan makanan yang kandungan gizinya seimbang Simplisia yang berkhasiat sebagai anti inflamasi JAHE Nama lain : Jahe Nama tanaman asal : Zingiber officinnale (Roscoe) Keluarga : Zinciberaceae Zat berkhasiat : Pati, damar, oleo resin, gingerin dan minyak atsiri Kegunaan : Stimulansia, diaforetika, karminativa dan anti inflamasi Pemerian : Bau aromatic, rasa pedas TEMULAWAK Nama lain : Temulawak / koneng gede Nama tanaman asal : Curcuma xanthorrhiza (roxb) Keluarga : Zingiberaceae Zat berkhasiat : Minyak atsiri mengandung felandren, tumerol Kegunaan : Anti peradangan, kolagoga, antispasmodika Pemerian : Bau khas aromatic, rasa tajam dan pahit KENCUR Nama lain : Kencur Nama tanaman asal : Kaempferia galangal(L) Keluarga : Zinciberaceae Zat berkhasiat : Alkaloida, minyak atsiri
Kegunaan
: Espektoransia, diaforetika, karminativa dan antiinflamasi
Jenis-jenis obat anti inflamasi Pembagian obat-obatan Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu : 1.Golongan Steroid Contoh
: Hidrokortison, Deksametason, Prednisone
2.Golongan AINS (non steroid) Contoh : Parasetamol, AsamMefenamat, Ibuprofen
Aspirin,
Antalgin/Metampiron,
Mekanisme kerja No. 1.
Golongan Obat Steroid
2.
AINS (Non Steroid)
Mekanisme Kerja Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostaglandin. Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan
Pada dasarnya jenis obat anti inflamasi non steroid di dalam dunia farmasi sendiri terbagi dalam beberapa jenis. Dan jenis-jenisnya sebagai berikut.
Golongan salisilat Bekerja mengatasi peradangan dan infeksi dengan meredakan gejala yang muncul, tetapi tidak mengatasi masalah utamanya, melainkan hanya mengatasi bentuk peradangan yang muncul seperti pembengkakan, efek memar, rasa nyeri, dan rona merah akibat radang.
Jenis yang termasuk dalam golongan ini antara lain aspirin atau asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid. Jenis NSAID ini juga efektif untuk membantu meredakan jerawat meradang, keluhan penggumpalan darah, sehingga juga efektif untuk keluhan jantung dan stroke.
Golongan asam arilalkanoat Yang termasuk dalam jenis obat golongan ini adalah diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan oksametasin. Bekerja dengan cara yang sama sebagaimana obat anti inflamasi non steroid lain, jenis ini juga bekerja tripel sebagai anti analgesik, anti inflamasi dan anti piretik. Biasa bekerja untuk masalah ketegangan otot dan saraf yang memicu efek nyeri seperti migrain dan sakit leher.
Golongan profen Jenis ini mungkin termasuk pula jenis yang familier, seperti ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac. Sifatnya kerjanya cukup cepat, karena kemampuannya untuk mudah dicerna dalam lambung.
Golongan Perizolidin Jenis ini bisa Anda temukan di pasaran dalam bentuk enilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon. Jenis ini tak begitu lazim dijumpai dalam pengobatan lokal di Indonesia,namun cukup biasa dikenal sebagai anti rematik di berbagai negara di belahan Eropa. Namun belakangan metamizol juga kerap diresepkan dalam pengobatan reumatik dan asam urat.
Golongan Oksikam Anda mungkin juga sudah terbiasa dengan obat analgesik yang paling sering diresepkan dalam pengobatan reumatik dan asam urat. Bahkan juga kerap menjadi obat untuk Anda yang mengalami pegal linu berat. Mengandung efek kantuk yang menjadikannya tidak cocok untuk Anda yang menyetir.
Golongan asam fenamat atau asam N-arilantranilat Jenis ini biasa digunakan untuk membantu meredakan nyeri yang diakibatkan ketegangan otot, kontraksi otot dan saraf seperti sakit kepala,
migrain dan keluhan nyeri haidh. Biasanya Anda jumpai dalam bentuk asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat.
Golongan lain Ada banyak jenis lain dari obat anti inflamasi non steroid yang juga bekerja dengan cara yang sama namun dalam beragam jenis kondisi. Sebut saja asetaminofen atau parasetamol, licofelone atau nimesulide.
Secara umum fungsi dari obat anti inflamasi non steroid ini adalah sebagai pereda segala jenis nyeri. Mulai dari nyeri pada area otot karena efek peradangan akut seperti reumatik, arthritis, asam urat, carpal sindrom, saraf terjepit, dan lain sebagainya. Juga efektif untuk membantu mengatasi nyeri sendi karena keseleo, pegal linu hebat, dan lain sebagainya. Namun obat jenis ini juga bisa bekerja efektif untuk meredakan sakit kepala, nyeri akibat perawatan seperti nyeri karena suntikan imunisasi atau nyeri haid. Tentu saja tidak semua obat bisa digunakan untuk semua jenis keluhan. Obat anti inflamasi non steroid secara umum sebenarnya tidak berbahaya, tentu saja selama dikonsumsi dengan dosis yang aman. Karena ada dua risiko efek samping dari mengonsumsi obat jenis ini terutama bila Anda mengkonsumsinya secara berlebihan atau dalam jangka panjang. Dua efek samping yang lazim muncul adalah penyakit tukak lambung dan mual yang bisa muncul karena efek proses penghambatan prostalgladin yang rupanya memiliki manfaat dalam fungsi lambung. Selain itu masalah ginjal bisa muncul karena efek oskidasi berlebihan dari obat jenis ini dan terendap dalam ginjal. Beberapa kasus juga bisa memunculkan kecacatan trombosit. Interaksi obat anti inflamasi Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeksterapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.
Terdapat 2 tipe interaksi obat yaitu secara farmakokinetika dan farmakodinamika. Farmakokinetik : Apa yang dilakukan tubuh terhadap obat, salah satu obat dapat mengubah konsentrasi yang lain dengan mengubah penyerapan, distribusi, metabolisme, atau ekskresi-Biasanya (tapi tidak selalu) dimediasi oleh sitokrom P450 (CYP) . Farmakodinamik : Terkait dengan efek obat pada tubuh. Satu jenis obat memodulasi efek farmakologis obat lain: aditif, sinergis, atau antagonis. Kombinasi sinergis, efek farmakologis lebih besar dari penjumlahan 2 obat, interaksi yang menguntungkan: aminoglikosida+penisilin-Berbahaya: barbiturat+alkohol. Antagonisme, efek farmakologis lebih kecil dari pada penjumlahan 2 obat, interaksi yang menguntungkan: naloksondiopiat overdosis. Interaksi yang berbahaya:AZT+stavudine. Aditivitas, efek farmakologis sama dengan penjumlahan dari 2 obat, interaksi yang menguntungkan: aspirin+acetaminophen, interaksi yang berbahaya: neutropenia dengan AZT+gansiklovir. TABEL INTERAKSI OBAT No Nama Obat Nama Obat B A 1. Aspirin Antasida
Mekanisme Mekanisme obat B obat A Mengasetilasi Menetralisir asam enzim lambung dengan siklooksigenase meningkatkan pH dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides
2. Aspirin
Acetazolamide
Mengasetilasi Memblok enzim enzim karbonik anhidrase siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides
3. Aspirin
Kortikosteroid(Betamethasone) Mengasetilasi Menyebabkan enzim vasokonstriksi, juga siklooksigenase berkhasiat merintangi
Interaksi obat A+B Antasida meningkatkan pH urine sehingga klirens salisilat meningkat àdosis salisilat dalam darah menurun Aspirin menggeser ikatan acetazolamid dengan protein plasma à akumulasi acetazolamid dalam darah à toksisitas acetazolamid Betamethasone menstimulasi metabolisme
dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides
4. Aspirin
Methotrexate
5. Aspirin
Antikoagulan(warfarin)
6.. Aspirin
Kafein
7. Asam Antasida mefenamat
8. Diklofenak Sukralfat
atau mengurangi terbentuknya cairan peradangan dan udema setempat
aspirin di hati dan meningkatkan klirens renal à kadar aspirin menurun à turunnya efektivitas aspirin Mengasetilasi Mengganggu aktivsi Aspirin enzim folat dengan menurunkan siklooksigenase menginhibisi klirens ginjal dan dihidrofolatereduktase dan menggeser menghambat sehingga mengganggu ikatan protein pembentukan replikasi DNA pada sel methotrexate à enzim cyclic kadar endoperoxides methotrexate meningkat à toksisitas methotrexate Mengasetilasi Mengganggu aktivasi Meningkatkan enzim factor pembekuan darah aktivitas siklooksigenase yang bergantung pada antikoagulan à dan vitamin K, yaitu factor, masa menghambat II, VII, IX, X perdarahan pembentukan meningkat enzim cyclic endoperoxides Mengasetilasi -meningkatkan Kafein enzim mobilisasi kalsium meningkatkan siklooksigenase intraselularbioavaliabilitas dan peningkatan akumulasi dan laju menghambat nukleotida siklikkarena absorpsi dari pembentukan hambatan aspirin enzim cyclic phosphodiesterase endoperoxides menghambat Menetralisir asam Antasida akan sintesa lambung dengan mempercepat prostaglandin meningkatkan pH absorpsi asam dengan mefenamat menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2) Menghambat Melindungi permukaan Terjadi kerja enzim sel dari asam lambung, penurunan siklooksigenase pepsin dan empedu. absorpsi diklofenak à
9. Diklofenak Methotrexate
10. Diklofenak Kolestiramin
11. Ibuprofen
Lithium
12. Ibuprofen
Gentamisin
13. Ibuprofen
Fluconazole
efektivitas diklofenak menurun Menghambat Mengganggu aktivsi Na-diklofenak kerja enzim folat dengan menurunkan siklooksigenase menginhibisi klirens renal dihidrofolatereduktase methotrexate à sehingga mengganggu peningkatan replikasi DNA pada sel kadar methotrexate àtoksisitas methotrexate Menghambat Menurunkan kadar Peningkatan kerja enzim kolesterol plasma klirens plasma siklooksigenase dengan mengikat asam diklofenak à empedu dalam saluran absorpsi cerna diklofenak menurun à efektivitas diklofenak menurun Menghambat Menstabilkan suasana Ibuprofen kerja enzim hati (mood stabilizer) menghambat siklooksigenase produksi prostaglandin à eliminasi lithium menurun à toksisitas lithium Menghambat Antibiotik golongan Ibuprofen kerja enzim aminoglikosida yang menurunkan siklooksigenase bersifat bakteriostatik laju filtrasi dengan berikatan secara glomerulus à irreversibel pada sub akumulasi unit 30S dari ribosom gentamisin à dan karena itu toksisitas menyebabkan gangguan gentamisin yang kompleks pada sintesis protein Menghambat menghambat enzim Fluconazole kerja enzim cytochrome P450, menginhibisi siklooksigenase sehingga merintanqi metabolisme sintesa ergosterol ibuprofen melalui CYP2C9 à kadar ibuprofen meningkat.
14. Indometasin Probenesid
Menghambat Menghambat reabsorpsi kerja enzim asam urat di tubulus siklooksigenase ginjal sehingga sekresi asam urat meningkat
Probenesid menurunkan klirens indometasin à kadar plasma indometasin meningkat
Efek yang diharapkan Obat Anti-inflamasi Nonsteroid Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek samping yang serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Mekanisme kerusakan pada lambung oleh OAINS terjadi melalui berbagai mekanisme. OAINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan terjadinya difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu OAINS juga menghambat sintesa prostaglandin yang merupakan salah satu aspek pertahanan mukosa lambung disamping mukus, bikarbonat, resistensi mukosa, dan aliran darah mukosa. Dengan terhambatnya pembentukan prostaglandin, maka akan terjadi gangguan barier mukosa lambung, berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa, dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung akan mudah terjadi. Indometasin, sulindak, dan natrium mefenamat mempunyai resirkulasi enterohepatik yang luas, yang menambah pemaparan obat-obat ini dan meningkatkan toksisitas gastrointestinalnya. Selain itu, indometasin juga dilaporkan dapat mengakibatkan iritasi setempat langsung yang dapat mengakibatkan perforasi. Penelitian lain menunjukkan bahwa OAINS yang menyebabkan kerusakan mukosa paling minimal adalah sulindak, aspirin enteric coated, diflunisal, dan ibuprofen. Gejala yang diakibatkan oleh OAINS antara lain dispepsia, nyeri epigastrium, indigesti, heart burn, nausea, vomitus, dan diare. Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus. PGI1 yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal. Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh OAINS menyebabkan penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan penting dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis
yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila OAINS diberikan, akan terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan β-blocker dan ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain itu, penggunaan OAINS dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut. Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. OAINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512) sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau OAINS lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel (oleh OAINS lainnya). Proses ini menetap selama trombosit masih terpapar OAINS dalam konsentrasi yang cukup tinggi.