BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perkembangan respon publik terhadap perbankan syariah di Indonesia semakin baik, sehingga akuntansi syariah semakin dibutuhkan. Karena perbankan dengan akuntansi ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, perbankan merupakan lembaga yang fungsinya menghimpun dana (funding), penyaluran dana ( financing), dan jasa (service). Sedangkan akuntansi adalah alat mekanis yang secara pribadi diterapkan pada kegiatan bisnis, baik perbankan, perdagangan, dan sebagainya. Karena akuntansi bertindak sebagai fungsi pencatatan dengan melaporkan informasi yang berguna bagi pemilik dan pemegang saham. Islam melalui al-Qur’an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi atau pembuat laporan akuntansi adalah menekankan pada konsep pertanggungjawaban atau accountability, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah : 282. Disamping itu, akuntansi syariah harus berorientasi sosial. Akuntansi syariah bukan hanya sebagai alat ukur untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter, tetapi sebagai metode untuk menjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan di masyarakat Islam. Lembaga keuangan syariah dalam mengatur keuangan masyarakat di indonesia begitu banyak, salah satunya adalah Pegadaian Syariah. Peran pegadaian syariah selain turut serta dalam membantu kegiatan ekonomi juga membantu masalah ekonomi di Indonesia dengan sistem pegadaian syariah secara cepat dan berjangka pendek. Pegadaian syariah juga memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang menjadi jaminan.
B. RUMUSAN MASALAH 1. 2. 3. 4. 5.
Apa yang di maksud dengan Rahn? Apa dasar hukum Rahn? Apa saja rukun dan syarat syahnya Rahn? Apa saja bentuk-bentuk Rahn? Bagaimana perlakuan akuntansi Rahn?
C. TUJUAN MASALAH 1. 2. 3. 4. 5.
Mengetahui apa itu Rahn. Mengetahui dasar hukum dari Rahn. Mengetahui ruku dan syarat syahnya Rahn. Mengetahui bentuk-bentuk dari Rahn. Mengetahui perlakuan akuntansi dari Rahn.
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Rahn Dalam kitab Undang-Undang hukum perdata, pasal 1150 menyebutkan bahwa gadai (rahn) adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atau suatu barang bergerak. Dimana barang tersebut bergeraknya kepada pihak yang berpiutang oleh orang yang mempunyai hutang. Menurut bahasa Indonesia rahn adalah gadai dan dalam bahasa Arab dapat disebut al-Habsu. Secara etimologi rahn adalah tetap dan lama, sedang al-habsu adalah penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Menurut Muhamad Syafii Antonio rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut bernilai ekonomis. Adapun pengertian rahn menurut ulama fiqih adalah sebagai berikut : 1. Ulama madzhab Syafi’I mendefinisikan rahn adalah : menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, apabila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. 2. Ulama madzhab Hambali mendefinisikan rahn adalah : suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. 3. Ulama madzhab Maliki mendefinisikan rahn adalah : Sesuatu yang bernilai harta yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat). Sedangkan tujuan akad rahn (gadai) adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada orang yang menggadaikan dalam pemberian utang. Dengan demikian, akad rahn (gadai) dapat disimpulkan bahwa rahn adalah menahan suatu barang yang bernilai milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima, sehingga pihak yang meminjamkan utang (murtahin) memperoleh jaminan untuk mendapatkaan kembali utang yang diberikannya. Jadi akad rahn berfungsi memberikan ketenangan/kepercayaan kepada pemberi utang akan kembalinya
utang yang dipinjamkan. Pada prinsipnya rahn merupakan salah satu akad tabarru’ yang tidak ada unsur komersial. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian rahn adalah menahan harta salah satu milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya atau jaminan utang.
Dasar Hukum Rahn Sistem transaksi utang piutang dengan gadai diperbolehkan dalam Islam. Hal ini berlandaskan dalil dari Alquran, sunah, maupun konsensus muslimin sejak dulu. Dalil utama yang menjelaskan disyariatkannya penggadaian adalah firman Allah Ta’ala, ضةة جبْدوُقا ضكاَرتباَ ا ضفررضهاَةن ممققبْبوُ ض ضوُرإن بْكنُبْتقم ضعضلىَ ضسضفرر ضوُضلقم ضت ر “Jika kalian berada dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kalian tidak menemui seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang yang memberi piutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283). Adapun penyebutan safar/bepergian dalam ayat ini bukanlah bermaksud untuk membatasi syariat gadai hanya boleh di waktu bepergian semata. Akan tetapi hal itu dikarenakan dahulu gadai sering kali dilakukan di dalam perjalanan. Hal ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh istri Nabi yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau mengisahkan bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi. Beliau pun menggadaikan sebuah baju perang yang terbuat dari besi. Ketika kejadian ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang tidak melakukan safar. Kisah ini juga merupakan dalil dari sunah yang menjelaskan diperbolehkannya transaksi gadai.
Syekh Abdullah al-Bassam rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin telah bersepakat diperbolehkannya transaksi gadai ini, meskipun sebagian ulama bersilang pendapat di beberapa persoalannya.
Rukun dan Syarat Syahnya Rahn Rukun Gadai Ulama telah merumuskan beberapa rukun yang harus terpenuhi di dalam melakukan transaksi gadai, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Barang yang digadaikan. Utang. Akad. Dua pihak yang bertransaksi, yaitu rahin dan murtahin.
Syarat Gadai Pertama, transaksi gadai tersebut berdasarkan utang yang wajib dibayar. Kedua, barang gadai tersebut diperbolehkan dalam jual beli. Jika seorang rahin menggadaikan seekor babi misalnya, maka transaksi gadai dalam kasus ini tidak sah. Karena babi adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam jual beli. Termasuk pula tidak diperbolehkan menggadaikan barang wakaf atau barang yang bukan miliknya. Akan tetapi dikecualikan dalam masalah ini menggadaikan hasil pertanian atau buah-buahan yang belum matang. Meskipun sebagaimana yang kita ketahui hukum asal menjual buah-buahan yang belum matang adalah terlarang. Ketiga, rahin hendaklah orang yang boleh mempergunakan jaminannya, baik karena memilikinya atau diizinkan mempergunakannya secara syariat. Keempat, hendaknya barang yang digadai diketahui kadar, sifat, dan jenisnya.
Bentuk Rahn
Akad wadiah adalah sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk dijaga sebagai barang titipan Atau titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Perlakuan Akuntansi Rahn Bagi pihak yang Menerima Gadai (Murtahin) Pada saat memerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima atas barang. 1. Pada saat menyerahkan uang pinjaman. Jurnal: Dr. Piutang
xxx
Kr.Kas
xxx
2. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan. Jurnal : Dr.Kas
xxx Kr.Pendapatan
xxx
3. Pada saat mengeluarkan biaya untuk memelihara dan pemyimpanan. Jurnal : Dr.Beban Kr.Kas
xxx xxx
4. Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda serah terima barang.
Jurnal : Dr.Kas
xxx Kr.Piutang
xxx
5. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian barang gadai dijual oleh pihak yang menggadaikan. Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan piutang Jurnal : Dr.kas
xxx Kr.Piutang
xxx
Bagi pihak yang Menggadaikan Pada saat mnyerahkan aset tidak ada jurnal, tetapi menerima tanda terima atas penyerahan aset serta membuat penjelasan atas catatan akuntansi atas barang yang digadaikan. 1. Pada saat menerima uang pinjaman. Jurnal : Dr.Kas
xxx Kr.Utang
xxx
2. Bayar utang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan. Jurnal: Dr.Beban
xxx
Kr.kas
xxx
3. Ketika dilakukan pelunaan atas utang. Jurnal : Dr.utang
xxx
Kr.Kas
xxx
4. Jika pada saat jatuh tempo utang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual. Pada saat penjualan barang gadai Jurnal: Dr.kas
xxx
Dr.Akumulasi penyusutan (apabila asetb tetap)
xxx
Dr.Kerugian (apabila rugi)
xxx
Kr.Keuntungan (apabila untung)
xxx
Kr.Aset
xxx
Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak menggadai Jurnal: Dr.Utang
xxx
Kr.Kas
xxx
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Pegadaian adalah lembaga yang mendasarkan diri pada hukum gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian syariah atau Pegadaian Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Dan memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh bank. Barang yang digunakan sebagai jaminan utang atau gadai dalam proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai ekonomis. Resiko yang didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai aset yang ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.
DAFTAR PUSTAKA
https://muslim.or.id/21225-transaksi-gadai-rahn.html https://nonkshe.wordpress.com/2012/03/13/akuntasi-dan-keuangan-perbankansyariah-pada-akad-rahn/ http://intaandika.blogspot.co.id/2015/05/makalah-akad-al-rahn-akuntansisyariah.html