BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaikbaiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah. Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam. Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah profit and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang direkomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba. Dalam makalah ini penulis berusaha mendiskripsikan mudharabah dan musyarakah serta implementasinya dalam perbankan Islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian pembiayaan mudharabah dan musyarakah? 2. Apa saja jenis-jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah? 3. Bagaimana skema pembiayaan mudharabah dan musyarakah? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian mudharabah dan musyarakah. 2. Untuk
mengetahui
jenis-jenis
pembiayaan
mudharabah
dan
musyarakah. 3. Untuk mengetahui skema pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
1
BAB II PEMBAHASAN A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharaba ب َ ض ََرyang bermakna memukul, bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi.1 Dalam kaitannya dengan pengertian mudharabah maka yang lebih cocok adalah mengambil bagian dan berpartisipasi. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Jadi, kontrak ini disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi. Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: a. Menurut Sayyid Sabiq Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. 2 b. Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. 3 c. Adiwarman A. Karim Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung. 4 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib almal) dengan pengelola usaha (mudharib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami 1 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), cet. VIII, hlm. 1205-1206 2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), penerjemah: Nor Hasanuddin, hlm. 218 3 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 95 4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2007), hlm. 204-205.
2
kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha. Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah juga telah diatur melalui fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (Qiradh). Berdasarkan fatwa tersebut perlu dikemukakan hal-hal yang menjadi rukun dan syarat dari pembiayaan mudharabah, yaitu : 1) Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 2) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan memerhatikan : a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad). b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak dan akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3) Modal adalah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat : a) Modal harus diketahui jumlah dan jenismya. b) Modal dapat berbentuk uang dan atau barang yang dinilai (jika modal diberikan dalam bentuk aset tersebut harus dinilai pada waktunya akad). c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4) Keuntungan mudharib adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Pembagian keuntungan antara shahibul maal dengan mudharib juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak dan harus diketahui serta dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dalam bentuk persentase/ nisbah (perubahan nisbah harus berdasarkan kesepaktan. c) Penyedia dana nanggung semua kerugian atas usaha yang dikelola oleh mudharib, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun. Kecuali terhadap kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan berupa kesenghajaan, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. 5) Kegiatan usaha boleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana juga harus memerhatian: a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, penyedia dana tidak berhak melakukan intervensi. Akan tetapi, ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan (monitoring) atas usaha yang dilakukan oleh nasabah (mudharib)
3
b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikan rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharib, yaitu keuntungan. c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebijaksanaan yang berlaku dalam aktivitas itu.5 2. Landasan Syariah Mudharabah Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma' (kesepakatan) ulama. Di dalam Al-Qur'an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis yang menganjurkan manusia untuk menjalankan usaha. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan anjuran untuk melakukan usaha. … … Artinya: "…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…." (Q.S. al-Muzammil: 20) Artinya: "tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu…" (Q.S. al-Baqarah : 198) Hadits Nabi: Artinya: "Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd alMuthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya." (H.R. Thabrani) 3. Jenis-jenis Mudharabah Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. a. Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan usahanya.
5 Khotibul umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah, (Jakarta:Rajawali Pers, 2017), hlm.133-135
4
b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. 6 4. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada: a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa; b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk : a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan jasa; b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank). Esensi dari kontrak mudharabah adalah kerjasama untuk mencapai profit (keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya. 5. Skema pembiayaan mudharabah
B. Musyarakah 6 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm 97
5
1. Pengertian Musyarakah Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata syaraka َش ََركyang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 7 Lewis dan Algaoud juga memberikan definisi musyarakah sebagai sebuah bentuk kemitraan dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk merbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. Musyarakah telah diatur dalam ketentuan fatwa DSN No. 08/DSNMUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Adapun ketentuan pembiayaan musyarakah sebagai berikut: 1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak / akad dengan sebagai berikut: a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad) b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui koresponden atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern seperti melalui media telepon atau internet. 2) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap secara hukum dengan memerhatikan hal-hal berikut: a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. c) Setiap mitra harus meimiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disenghaja. e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri. 3) Objek akad (modal,kerja,keuntungan dan kerugian) a) Modal Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang properti dan sebagainya.
7 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm. 90
6
Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh meminjamkan, menyumbangkan, menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan suatu LKS dapat meminta jaminan. b) Kerja Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsri kerja bukanlah merupakan syarat seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. c) Keuntungan Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditemukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. Biaya opersional. Biaya opersional dari musyarakah ditanggung secara bersama sesuai dengan kesepakatan.8 2. Landasan Hukum Syariah Musyarakah Dasar hukum dari Musyarakah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Shaad ayat 24: Artinya: 8 Khotibul umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah, (Jakarta:Rajawali Pers, 2017), hlm.136-139
7
“… Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". (Q.S. Shad: 24) Hadits Nabi: Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah berfirman 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.'" (H.R. Abu Dawud) Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang eksistensi perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak yang bersekutu tetap memegang teguh kesepakatan yang telah dibuat dan tidak berkhianat. 3. Jenis-jenis Musyarakah Musyarakah ada dua jenis, yaitu: syirkah al-milk dan syirkah uqud (kontrak). Syirkah al-milk terjadi karena warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Syirkah uqud tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian. Syirkah uqud terbagi menjadi: al-'inan, al-mufawwadhah, al- a'mal dan al-wujuh. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang almudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah. Syirkah al-'inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. Syirkah al-a'mal atau syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka
8
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syirkah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut dengan musyarakah piutang. 4. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan seperti: a. Pembiayaan Proyek Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. b. Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut : Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah, kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut azas PLS. Dari pemaparan di atas, baik mengenai mudharabah maupun musyarakah bahwasanya perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana (mudharib). Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-
9
pihakyang memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu. 5. Skema pembiayaan Musyarakah
10
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian tentang mudharabah dan musyarakah serta implementasinya dalam perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Dan kedua jenis perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian. Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal: pertama, dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, sedang dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation); kedua, dalam manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang dalam musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga, dalam mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awalakad yang diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan, sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut. B. Saran Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam penulisan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Dan tak lupa kami menyadari bahwa dari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, dari itu saran dan kritik yang membangun selali kami tunggu dan perhatikan.
11