DISKUSI KASUS
INFEKSI SALURAN KEMIH
Oleh: Adya Sitaresmi G99142024
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2016
BAB I PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur pada anak, remaja, dewasa ataupun umur lanjut. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki dengan angka populasi umum 515%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri di dalam urin.1Penyakit infeksi ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika yang sudah tersedia luas di pasaran.2 Infeksi saluran kemih merupakan infeksi urutan kedua paling sering setelah infeksi saluran nafas. Mikroorganisme paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri aerob. Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada bagian yang mendekati kandung kemih.1,3 Biasanya dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis atau abses ginjal), dan infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis atau uretritis). Komplikasi infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan urolitiasis. Saluran kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh penutupan mendadak oleh batu atau instrumentasi pada infeksi saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat dengan prostatitis.3 Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur dengan jumlah yang signifikan yaitu lebih besar dari 100.000/ml urin. Jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp.,Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK adalah bakteri Eschericia coli (sekitar 85%). Penggunaan kateter terkait dengan ISK dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi.4 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih.5,6 Beberapa istilah yang sering digunakan dalam klinis mengenai ISK :1,7 -
ISK uncomplicated (sederhana), yaitu ISK pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih.
-
ISK complicated (rumit), yaitu ISK yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomis/ struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.
-
First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu ISK yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurangkurangnya 6 bulan bebas dari ISK.
-
Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebab berasal dari dalam saluran kemih itu sendiri.5 Asymtomatic significant bacteriuria (ASB), yaitu bakteriuria yang
bermakna tanpa disertai gejala.1
B. ETIOLOGI Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh :1 -
Proteus sp 3
-
Klebsiella
-
Enterobacter
-
Pseudomonas Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara
lain dapat dilihat pada tabel berikut :9 Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK Bakteri
Persentase
Escherichia coli
50-90
Klebsiela atau enterobacter
10-40
Proteus sp
5-10
Pseudomonas aeruginosa
2-10
Staphylococcus epidermidis
2-10
Enterococci
2-10
Candida albican
1-2
Staphylococcus aureus
1-2
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien denganbatu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa.1,3 Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen.1 Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu 4
:2,5,10 1. Bendungan aliran urin -
Anomali kongenital
-
Batu saluran kemih
-
Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter 3. Urin sisa dalam buli-buli karena : -
Neurogenic bladder
-
Striktura uretra
-
Hipertrofi prostat
4. Diabetes Melitus 5. Instrumentasi -
Kateter
-
Dilatasi uretra
-
Sitoskopi
6. Kehamilan dan peserta KB -
Faktor statis dan bendungan
-
PH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
7. Senggama
C. PATOGENESIS Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin, bebas dari mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu :1,7 1. Ascending 2. Hematogen 3. Limfogen 4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian instrumen. Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 5
cara ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dariflora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, preputium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostat – vas deferens – testis (pada pria) – buli-buli – ureter dan sampai ke ginjal. Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi :1,11 1. Hematogen Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M. Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secarahematogen.3,7 Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses pada ginjal. 2. Infeksi Ascending
Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2)masuknya kumen melaui uretra ke buli-buli, (3)penempelan kuman pada dinding buli-buli, 6
(4)masuknya kumen melaui ureter ke ginjal.7
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu: - Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina - Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli - Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih - Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal. Terjadinya
infeksi
saluran
kemih
karena
adanya
gangguan
keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yangmeningkat.7 Faktor host Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : - Pertahanan lokal dari host - Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan humoral. Tabel 2. Pertahanan lokal terhadap infeksi.7 No.
Pertahanan Lokal Tubuh terhadap Infeksi
1. Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism) 2. Derajat keasaman (pH) urin 3. Osmolaritas urin yang cukup tinggi 4. Estrogen pada wanita usia produktif 5. Panjang uretra pada pria 6. Adanya zat anti bakterial pada kelenjar prostat atau PAF (prostaticantibacterial factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid
(proteintamm-Horsfall)
yang
menghambat
penempelan bakteri pada urotelium 7
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan menempel pada urotelium. Agar aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah jika :7 - Jumlah urin cukup - Tidak ada hambatan didalam saluran kemih Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya : - Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula, dan adanya dilatasi atau refluk sistem urinaria. - Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian kuman.7 Faktor agent (mikroorganisme) Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu : -
Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.
-
Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut. Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urin menjadi basa.7
8
D. KLASIFIKASI ISK ISK diklasifikasikan berdasarkan :2,5,6,8 1. Anatomi a. ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. Perempuan -
Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna.
-
Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril).
Laki-laki Presentasi ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis,epidimidis, dan uretritis.
b. ISK atas
Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.2,8
2. Klinis - ISK Sederhana/ tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi truktural ataupun ginjal. - ISK berkomplikasi, yaitu ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil.5,6
9
E. DIAGNOSIS 1. Gambaran klinis
Gambar 2. Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis.2
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat.5 Gejala yang sering timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan, disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu :2,5 a. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria b. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan. 2. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan untuk 10
menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain: 1,12
1) Urinalisis Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler. Penyakit non-gromeluler seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. Piuria Piuria atau sedimen
leukosit
dalam urin
yang
didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 25 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin. Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :12 Infeksi tuberculosis Urin terkontaminasi dengan antiseptik Urin terkontaminasi dengan leukosit vagina Nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik) Nefrolitiasis Tumor uroepitelial Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain :12 Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut 11
atau pada gromerulonefritis akut Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersaman dengan proteinuria nefrotik. Kristal Kristal dalam urin tidak identic dengan infeksi saluran kemih, namun diagnostik untuk penyakit ginjal Bakteri Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.12 2) Bakteriologis Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai kriteria Catteli. 1,2 Tabel 3. Kriteria Catteli untuk diagnosis bakteriuria yang bermakna.1,2 Wanita, simtomatik ≥ 102 organisme koliform/ mL urin plus piuria atau ≥ 105 organisme patogen apapun/ mL urin atau Tumbuhnya organisme patogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik. Laki-laki, simtomatik ≥ 103 organisme patogen/ mL urin Pasien asimtomatik ≥ 105 organisme patogen/ mL urin pada 2 sampel urin berurutan
12
3) Tes Kimiawi Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, di antaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.1,2 4) Tes Plat – Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan
plastik
bertangkai
dimana
pada
permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus.
kedua
sisi
Lempengan
tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapatdiketahui.1,2 b. Radiologis dan Pemeriksaan penunjang lainnya Pemeriksaan
radiologis
pada
ISK
dimaksudkan
untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT-Scan.1,2
F. PENGOBATAN ISK Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :1 - Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai - Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan 13
gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain : -
Pengobatan dosis tunggal
-
Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
-
Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
-
Pengobatan profilaksis dosis rendah
-
Pengobatan supresif.1
1. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin :2 - Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg. - Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. - Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria. Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :2 - Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengan koreksi faktor resiko. - Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupan cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg) - Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil 14
yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme anaerobik
diperlukan
antimikroba
yang
serasi
(misal
golongan
kuinolon).2 Tabel 4. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi.6 Antimikroba Trimetoprim-Sulfametoksazol Trimetroprim Siprofloksasin
Dosis
Lama Terapi
2 x 160/ 800 mg
3 hari
2 x 100 mg
3 hari
2 x 100 – 250 mg
3 hari
Levofloksasin
2 x 250 mg
3 hari
Sefiksim
2 x 250 mg
3 hari
Sefpodoksim proksetil
1 x 400 mg
3 hari
Nitrofurantoin makrokristal
2 x 100 mg
3 hari
Nitrofurantoin monohidrat
4 x 50 mg
7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal
2 x 100 mg
7 hari
Amoksisilin/ klavulanat
2 x 500 mg
7 hari
2. Infeksi saluran kemih (ISK) atas Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48jam.2 Tabel 5. Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut.2 Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antimikroba oral. Pasien sakit berat atau debilitasi Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan Diperlukan investigasi lanjutan Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
15
Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, dan usia lanjut The Infection DiseaseSociety of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jamsebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya :2 -
Flurokuinolon
-
Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
-
Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida
Tabel 6. Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi.6 Antimikroba
Dosis
Interval
Sefepim
1 gram
12 jam
Siprofloksasin
400 mg
12 jam
Levoflpksasin
500 mg
24 jam
Ofloksasin
400 mg
12 jam
3-5 mg/ kgBB
24 jam
1 mg/ kgBB
8 jam
Ampisilin (+ gentamisin)
1-2 gram
6 jam
Tikarsilin-klavulanat
3,2 gram
8 jam
Piperasilin-tazobaktam
3,375 gram
2-8 jam
Imipenem-silastatin
250-500 mg
6-8 jam
Gentamisin (+ ampisilin)
3. Infeksi saluran kemih berulang Terapi jangka panjang yang dapat diberikan antara lain trimetroprim-sulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu setiap malam, Flurokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi.6 Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut :6
16
Riwayat ISK Berulang
Gejala ISK Baru
Pengobatan 3 hari
Follow Up selama 4-7 hari
Pengobatan berhasil
Pasien dengan reinfeksi berulang
Pengobatan gagal
Infeksi kuman resistensi mikroba
Calon untuk terapi jangka panjang dosis rendah
Infeksi kuman peka antimikroba
Terapi 3 hari untuk kuman yang peka
Terapi dosis tingggi selama 6 minggu
Skema 1. Manajemen ISK berulang.6 G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisitem, gangguan fungsi ginjal.6
17
H. PROGNOSIS Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi, maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien PNK yang didiagnosis terlambat dan kedua gginjal telah
mengisut,
pengobatan
konservatif
hanya
semata-mata
untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama. Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna. Kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktorfaktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
18
BAB III ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA Nama
: Tn. S
Umur
: 43 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Buruh tani
Alamat
: Palur
Agama
: Islam
B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama: Nyeri ketika berkemih sejak 5 hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang pasien datang ke IGD diantarkan oleh keluarga dengan keluhan nyeri ketika berkemih. Nyeri ketika berkemih dirasakan kira-kira 5 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit. Keluhan nyeri ketika berkemih disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih, perasaan panas diakhir berkemih, nyeri pada daerah suprapubik dan punggung bawah. Pasien juga mengeluhkan demam dan nafsu makan pasien menurun. Keluhan lain seperti pusing, batuk, pilek, sesak nafas tidak dirasakan, BAB dalam batas normal. Sebelum muncul keluhan nyeri ketika berkemih, pasien masih beraktivitas seperti biasa dan tidak merasakan keluhan apapun. Pada pagi hari setelah pasien beraktivitas, pasien merasa nyeri ketika hendak berkemih, tetapi pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan tidak meminum obat. Hari kedua, pasien merasa tidak enak badan, demam, dan berkemih
semakin
sering
dan
sedikit-sedikit.
Kemudian
pasien
memeriksakan diri ke dokter dan beristirahat di rumah. Hari ketiga dan keempat, pasien merasa nyeri dan panas ketika berkemih semakin 19
memberat, frekuensi berkemih semakin sering serta demam, pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD keesokan harinya. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya dan belum pernah mondok di Rumah Sakit. Riwayat alergi obat disangkal dan riwayat asma disangkal. Pada keluarga pasien dan tetangga sekitar rumah pasien tidak ada yang menderita sakit serupa dengan pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat mondok karena penyakit serupa (-)
-
Riwayat asma (-)
-
Riwayat alergi (-)
-
Riwayat DM (-)
-
Riwayat hipertensi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga -
Riwayat asma (-)
-
Riwayat alergi (-)
-
Riwayat DM (-)
-
Riwayat hipertensi (-)
5. Riwayat Kebiasaan -
Kebiasaan olahraga
: tidak teratur
-
Kebiasaan merokok
: (-)
-
Kebiasaan alkohol
: (-)
6. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang laki-laki berusia 43 tahun dengan status menikah. Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien mempunyai seorang istri bernama Ny. P berusia 35 tahun dan 4 orang
20
anak yang tinggal satu rumah dengan pasien. Pasien bekerja sebagai buruh tani. Pasien memiliki jaminan kesehatan BPJS.
7. Anamnesis Sistemik Kepala
: pusing (-), nggliyer (-), nyeri kepala (-), perasaan berputar-putar (-), rambut rontok (-).
Mata
: pandangan kabur(-), mata kuning (-), pandangan dobel (-),berkunang-kunang (-)
Hidung
: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga
: pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-)
Mulut
: mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecahpecah (-)
Tenggorokan
: nyeri telan (-), serak (-), gatal (-)
Respirasi
: sesak (-), batuk (-), dahak (-), mengi (-)
Kardiovaskular
: nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (),berdebar-debar (-)
Gastrointestinal
: mual (-), muntah (-), perut terasa perih (-), kembung (-), sebah (-), nafsu makan menurun (+), muntah darah (-), perubahan BAB (-)
Genitourinaria
: BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (),nyeri saat BAK (+), rasa panas saat BAK (+), sering kencing malam hari (-)
Muskuloskeletal
: lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-),kesemutan (-)
Extremitasatas
: pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak(-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)
Ekstremitas bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)
21
Kulit
: kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), keringat malam hari(-)
C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang. Status gizi
: BB = 55 kg TB = 165 cm BMI = 20,2
Kesan
: status gizi kesan normoweight
Tanda vital
:
a. Tekanan darah
: 120/70 mmHg
b. Nadi
: 82 x/menit, reguler, isi cukup
c. Respirasi
: 20 x/menit
d. Suhu
: 38ºC (per axiller)
Kulit
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), turgor menurun (-)
Kepala
: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dengan sedikit uban, mudah rontok (-)
Mata
: cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-)
Telinga
: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut
: bibir kering(-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat(-), gusi berdarah (-), lidah kotor(-)
Tenggorokan
: tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-)
Leher
: simetris, trachea di tengah, JVP tidak meningkat (5+2), KGB servikal membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)
22
Thorax
: normochest, simetris, retraksi interkostal (-), spider nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal, SIC melebar (-)
Jantung
: Inspeksi : Ictus cordis tak tampak Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat Perkusi : batas jantung Batas jantung kanan atas
: SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah
: SIC IV LPSS
Batas jantung kiri atas
: SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah
: SIC V LMCS
Kesan
:batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: HR : 76 kali/menit, ireguler, BJ I-II
murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Paru
: Depan Inspeksi
: simetris statis dan dinamis
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)
Belakang
Abdomen
Inspeksi
: simetris statis dan dinamis
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultas
: suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-)
: Inspeksi
:dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi
:peristaltik usus (+) normal
Perkusi
:timpani, acites (-), pekak alih (-)
Palpasi
:supel, nyeri tekan (+) suprapubik,
hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Extremitas Atas
: pitting
edem
(-/-),akral
dingin
(-/-),luka
(-/-),
clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)
23
Ekstremitas Bawah : pitting oedem (-/-),
akraldingin (-/-), luka(-/-
),clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG : 1. Laboratorium 1-8-15
Hasil
Rujukan
Satuan
Hb
13,2
12-16
g/dl
HCT
40,1
38-47
RBC
4,5
4,2-5,4
106/l
WBC
17,2
4,5-11
103/l
AT
348
150-440
103/l
GD
B
GDS
105
<110
mg/dL
Ureum
45
10-50
mg/dL
Cr
1
0,6-1,1
mg/dL
2. Foto Rontgen Thoraks Kesan: Cor an Pulmo dalam batas normal 3. Pemeriksaan Bakteriologis Setelah pemeriksaan kultur urin didapatkan hasil (+) biakan kuman Escherichia Coli.
E. RESUME Pada anamnesa diketahui: Seorang pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri ketika berkemih. Nyeri ketika berkemih dirasakan kira-kira 5 hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit. Keluhan nyeri ketika berkemih disertai dengan peningkatan frekuensi berkemih, perasaan panas diakhir berkemih, nyeri pada daerah suprapubik dan punggung bawah. Pasien juga mengeluhkan demam dan nafsu makan pasien menurun. Pada pagi hari setelah pasien beraktivitas, pasien merasa nyeri ketika hendak berkemih, 24
tetapi pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan tidak meminum obat. Hari kedua, pasien merasa tidak enak badan, demam, dan berkemih semakin sering dan sedikit-sedikit. Kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter dan beristirahat di rumah. Hari ketiga dan keempat, pasien merasa nyeri dan panas ketika berkemih semakin memberat, frekuensi berkemih semakin sering serta demam, pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD keesokan harinya. Pada anamnesa sistem dan pemeriksaan fisik diperoleh keterangan: suhu 380C, nafsu makan menurun (+), nyeri saat BAK (+), lemas (+), nyeri tekan abdomen (+) pada regiosuprapubik. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan
peningkatan
leukosit
17,2103/l.
Pada
pemeriksaan kultur urin didapatkan hasil (+) biakan kuman Escherichia coli.
F. DIAGNOSIS BANDING -
Uretritis
-
Ureteritis
-
Pyelonefritis
G. DIAGNOSIS Cystitis akut
H. TUJUAN PENGOBATAN 1. Untuk menyembuhkan pasien. 2. Mencegah kematian. 3. Mencegah kekambuhan.
I. PENATALAKSANAAN 1. Non Medikamentosa a. Rawat Inap b. Edukasi untuk menjalani perawatan rumah sakit hingga kondisi 25
membaik. c. Edukasi mengenai cara membersihkan alat kelamin dengan benar untuk mencegah infeksi berulang maupun infeksi baru. d. Konsumsi makanan yang bergizi dan minum minimal 8 gelas sehari.
2. Medikamentosa a. Infus NaCl 0,9% 20 tpm b. Diet TKTP 1700 kkal c. Injeksi Ceftriaxone 1 x 1000mg selama 3 hari d. Paracetamol tablet 3 x 500mg bila demam
Penulisan resep: R/ Natrium Chlorida 0,9% inf fl No.III Cum Infus set
No. I
IV catheter no.22
No. I
Three way
No. I
∫ imm 20 tpm
R/ Ceftriaxone inj mg 1000 No. I Aqua pro injeksi No.I Cum dispossible syringe cc 3 No. I Cum dispossible syringe cc 1 No. I ∫ imm
R/ Paracetamol tab mg 500 No X ∫ prn (1-3) dd tab I
Pro : Tn. S (43 th)
26
BAB IV PEMBAHASAN
Sebagian besar ISK disebabkan oleh imvasi bakteri Escherichia coli secara ascending ke saluran kemih. Pathogenesis ISK dipengaruhi oleh patogenesitas bakteri (perlekatan mukosa dan vaktor virulensi), faktor tuan rumah (host), dan bacterial entry. Pilihan terapi untuk pasien ISK adalah antibiotic yang sensitive terhadap kuman pathogen penyebab. Penanganan yang dini dapat menghindari komplikasi dan pasien dapat sembuh sempurna.
Tabel 1. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi Antimikroba
Dosis
Lama Terapi
Trimetoprim-Sulfametoksazol
2 x 160/800 mg
3 hari
Trimetoprim
2 x 100 mg
3 hari
Siprofloksasin
2 x 100-250 mg
3 hari
Levofloksasin
2 x 250 mg
3 hari
Sefiksim
1 x 400 mg
3 hari
Sefpodoksim proksetil
2 x 100 mg
3 hari
Nitrofurantoin makrokristal
4 x 50 mg
7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal
2 x 100 mg
7 hari
Amoksisilin/Klavulanat
2 x 500 mg
7 hari
Pada pasien rawat inap, antibiotik yang digunakan biasanya parenteral karena langsung masuk ke dalam pembuluh darah melalui jalur vena. Hal ini memudahkan petugas medis dalam pemberian obat, karena terjadwal dengan baik dan tidak tergantung pada kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat oral. Antibiotik yang digunakan adalah ceftriaxone, yaitu golongan sefalosporin broad-spectrum yang banyak tersedia di rumah sakit dengan sediaan parenteral. Dosis yang digunakan adalah 1000 mg dengan interval 12 jam. Berikut adalah daftar antibiotik parenteral yang dapat digunakan untuk terapi ISK. 27
Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi Antimikroba
Dosis
Interval
Seftriakson
1 gram
12 jam
Siprofloksasin
400 gram
12 jam
Levofloksasin
500 gram
24 jam
Ofloksasin
400 gram
12 jam
Gentamisin (+ ampisilin)
3-5 mg/kgBB
24 jam
1 mg/kgBB
8 jam
Ampisilin (+ gentamisin)
1-2 gram
6 jam
Tikarsilin-klavulanat
3,2 gram
8 jam
Piperasilin-tazobaktam
3,375 gram
2-8 jam
Imipenem-silastatin
250-500 mg
6-8 jam
A. CEFTRIAXONE 1. KOMPOSISI Tiap vial Ceftriaxone mengandung ceftriaxone sodium setara dengan ceftriaxone 1 gram. 2. FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT) Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin. Ceftriaxone mempunyai spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. 3. INDIKASI Indikasi Ceftriaxone adalah infeksi-infeksi berat dan yang disebabkan oleh bakteri gram positif maupun gram negatif yang resisten atau kebal terhadap antibiotika lain :
Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran kemih
Infeksi gonore
Sepsis
Meningitis 28
Infeksi tulang dan jaringan lunak
Infeksi kulit
4. KONTRAINDIKASI Hipersensitif terhadap Ceftriaxone atau sefalosporin lainnya. 5. CARA PENGGUNAAN Injeksi intravena dan intramuskuler. 6. EFEK SAMPING
Gangguan pencernaan : diare, mual, muntah, stomatitis, glositis.
Reaksi kulit : dermatitis, pruritus, urtikaria, edema, eritema multiforma, dan reaksi anafilaktik.
Hematologi : eosinofil, anemia hemolitik, trombositosis, leukopenia, granulositopenia.
Gangguan sistem syaraf pusat : sakit kepala.
Efek samping lokal : iritasi akibat dari peradangan dan nyeri pada tempat yang diinjeksi.
Gangguan fungsi ginjal : untuk sementara terjadi peningkatan BUN.
Gangguan fungsi hati : untuk sementara terjadi peningkatan SGOT atau SGPT.
7. PERINGATAN DAN PERHATIAN
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, kadar plasma obat perlu dipantau.
Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil (khususnya trimester I).
Tidak boleh diberikan pada neonatus (terutama prematur) yang mempunyai resiko pembentukan ensephalopati bilirubin.
Pada penggunaan jangka waktu lama, profil darah harus dicek secara teratur.
29
B. PARACETAMOL 1. FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT)
Paracetamol atau acetaminophen adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik). Parasetamol
mengurangi
nyeri
dengan
cara
menghambat
impuls/rangsang nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan demam dengan cara menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
Paracetamol (parasetamol) sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti sakit kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit gigi, flu dan demam. Parasetamol mempunyai efek mengurangi nyeri pada radang sendi (arthritis) tapi tidak mempunyai efek mengobati penyebab peradangan dan pembengkakan sendi.
2. INDIKASI
Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab demam itu sendiri.
3. KONTRAINDIKASI
Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi terhadap Paracetamol.
Penderita gangguan fungsi hati berat.
4. PERINGATAN DAN PERHATIAN
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak menghilang, segera hubungi Unit Pelayanan Kesehatan.
Gunakan Parasetamol berdasarkan dosis yang dianjurkan oleh dokter. Penggunaan paracetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan efek samping yang serius dan overdosis.
Hati-hati penggunaan parasetamol pada penderita penyakit hati/liver, penyakit ginjal dan alkoholisme. Penggunaan parasetamol pada 30
penderita yang mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi hati.
Hati-hati penggunaan parasetamol pada penderita G6PD deficiency.
Hati-hati penggunaan parasetamol pada wanita hamil dan ibu menyusui. Parasetamol bisa diberikan bila manfaatnya lebih besar dari pada risiko janin atau bayi. Parasetamol dapat dikeluarkan melalui ASI namun efek pada bayi belum diketahui pasti.
5. EFEK SAMPING
Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan.
Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati.
Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001 2. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2006. 3. Gardjito W, Puruhito, Iwan A et all. Saluran Kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC;2005. 4. Widayati A, Wirawan IPE, Kurharwanti AMW. Kesesuaian Pemilihan Antibiotika Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya Berdasarkan Parameter Angka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli – Desember 2004). Yokyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma;2005. 5. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2004. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI;2004. 6. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI;2006. 7. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto;2003. 8. Liza. Buku Saku Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta : FKUI;2006. 9. Pattman R, Snow M, Handy P et al. Oxford Handbook of Genitourinary Medicine, HIV, and AIDS. 1st Edition. Newcastle : Oxford University Press;2005. 10. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA : The McGraw-Hill Companies;2008. 11. Hecht
F,
Shiel
WC.
Urinary
Tract
Infection.
Disitasi
dari
:http://www.emedicinehealth.com/urinary_tract_infections/article_em.htm%2 3Urinary%2520Tract%2520Infections%2520Overview.htm. Pada tanggal 24 Agustus 2008. Perbaharuan terakhir [Januari 2009] 12. Siregar P. Manfaat Klinis Urinalisis dalam Nefrologi. Disampaikan pada 32
:Pertemuan Ilmiah Nasional VII PB. PABDI. Medan;2009. 13. Sukandar E (2006). Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. pp:29-72
33