BEM FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN SOSIAL DAN POLITIK JL.Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya
ADVOKASI PKL Dalam perjalanannya, konflik PKL ada di Surabaya dengan Satpol PP sebagai alat Pemerintah kota dalam menjalankan Peraturan Daerah no 10 tahun 2000 tentang jalan. Peraturan tersebut mengutarakan bahwa tempat umum atau jalan dilarang digunakan untuk transaksi perdagangan. Dalam hal ini Pemerintah mempunyai antitesis terhadap permasalahan sosial PKL melalui Peraturan Daerah no 3 tahun 2003 yang berbunyi penempatan PKL harus dipindahkan dalam sebuah lahan yang dimiliki oleh pemerintah kota. Akan tetapi Peraturan Daerah ini memiliki kejanggalan terhadap aplikasi di lapangannya, hal ini dikarenakan jika Pemerintah kota ingin menggunakan lahan tersebut untuk kepentingan lain maka para PKL yang terkoordinir harus mau untuk direlokasi di tempat yang lain. Perda ini sudah tidak berlaku lagi, terakhir kali perda ini berlaku dalam advokasi PKL yang ada di sekitar lapangan Softball Dhamawangsa dan untuk selajutnya perda ini sudah tidak berlaku lagi karena sudah dicabut kembali pada November 2007. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi perjuanagan para PKL yang ada disekitar Universitas Airlangga. Diawali dengan penggusuran PKL yang terjadi setiap harinya ditambah adanya beberapa elemen masyarakat dalam hal ini mahasiswa yang mebutuhkan PKL untuk konsumsi sehari-hari, para PKL ini memutuskan untuk membuat organisasi PKL yang berbentuk Paguyuban. Dan tepat pada 15 Desember 2007 Paguyuban tersebut berdiri dan kemudian dinamai Paguyuban PKL Gotong royong. Menurut beberapa mahasiswa yang telah dimintai keterangan untuk tugas Sosiologi oflik ini, mahasiswa mempunyai kebutuhan tersendiri mngenai PKL. Mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi kampus seperti BEM Hukum UA, BEM FISIP UA, GMNI FISIP UA, GMNI Hukum UA,PMII UA, FORSAMM, dan SKMR ini sepakat untuk mengadvokasi PKL ini. Kebutuhan mahasiswa kepada PKL ini adalah kebutuhan mahasiswa untuk mencari makanan dan minuman dengan harga yang murah. Hal ini dilengkapi dengan adanya anggota PKL yang menjual jasa Tambal Ban. Kebetulan mamahasiswa yang berkuliah di Unversitas Airlanggga ini adalah Mahasiswa kos yang uang sakunya dirasa pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-harinya. Selain dari mahasiswa advokasi PKL ini juga didukung oleh LKHI Surabaya yang memang mempunyai dasar Hukum yang jelas mengingat alat yang digunakan untuk melawan PKL ini adalah Perda atau yang biasa kita kenal Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Satpol PP yang terkadang melampaui batas-batas kemanusiaan dalam menegakkan Perda ini. Sementara itu dalam perjalanannya para PKL ini mempunyai kebutuhan tersendiri dalam permasalahannya. Dalam satu sisi para PKL dituntut untuk Hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya akan tetapi disisi yang lain PKL menghadapi permasalahan yang rumit karena mereka menyalahi Peraturan Daerah yang telah disebutkan diatas. Konflik yang terjadi ini memiliki tingkat kerumitan dalam penyelesaianya. Hal ini dikarenakan tempat yang mereka gunakan untuk berjualan merupakan wilayah politik Universitas Airlangga. Sehingga Universitas Airlangga sendiri mempunyai wewenang terhadap penyelesaian konflik ini. Terbukti sudah dua periode Camat Wilayah Gubeng menjadi Satpol PP Surabaya, terakhir pada awal Juni 2009.
1
Kamis, 16 Juli 2009
BEM FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN SOSIAL DAN POLITIK JL.Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya Re-Solusi Permasalahan Pada perjalanan berdirinya Paguyuban PKL Gotong Royong ini tak sedikit masalah yang dihadapi. Banyak permasalahan yang kemudian sangat berpengaruh terhadap peta politik yang ada di universitas Airlangga pada Khususnya dan Kota Surabaya pada Umumnya. Pada lima bulan pertama aktifitas Paguyuban PKL Gotong Royong yang diketuai oleh Pedagang Batagor, Abidin, berjalan sesuai apa yang diinginkan oleh Organisasi Paguyuban. Hal ini terbukti dengan adanya pembuatan Kartu Tanda Anggota Paguyuban PKL Gotong Royong, Pembuatan jadwal kerja bakti selama 2 minggu sekali, iuran anggota, ditambah dengan rapat Koordinasi ditiap awal Bulan. Akan tetapi pasca itu anggota payuban yang awalnya mencapa 69 anggota ini mengahadapi permasalahan yang sangat rumit. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain : 1. Adanya Pungutan Liar (Pungli) Satpol PP, 2. Penggusuran dikarenakan Perda, 3. Penggusuran yang dikarenakan Surabaya akan mengikuti Lomba kebersihan Kota yang kita kenal dengan Adipura, 4. Penggusuran yang diakibatkan oleh proyek Kota Surabaya, yaitu Sparkling Surabaya, 5. Penggusuran yang dikarenakan tempat PKL berjualan banyak digunakan untuk kegiatan negative seperti balapan liar atau konsumsi Miras, 6. Penggusuran yang dulakukan oleh pihak Rektorat dalam hal ini yang berwenag adalah Manager Kampus B, Joko. Hal inilah yang mengurungkan niat beberapa anggita PKL untuk berjuang bersama sehingga hingga saat ini anggota Paguyuban PKL Gotong Royong hanya berjumlah 49 anggota. Minimnya koordinasi karena setiap hari mereka harus menyelamatkan dagangan mereka yang terus menerus terkena obrakan menjadikan banyak anggota menjadi terpecah belah karena merasa iri karena ada beberapa dari para anggota yang tidak mau untuk berjuang secara bersama-sama. Akan tetapi dengan kesadaran para pengurus paguyuban yang dengan rela hati mampu memperjuangkan hak anggotanya dan dengan dibantu para advokator yang mengawal paguyuban kemudian permasalahan ini dapat diatasi walaupun sudah mengorbankan banyak anggota yang keluar dari paguyuban ini. Permasalahan semakin memuncak ketika dalam konflik intern yang terjadi, terdapat penggusuran PKL besar-besaran yang dilakukan oleh segenap jajaran Petugas keamanan dan ketertiban seperti Polisi, Petugas Linmas, dan Satpol PP. Hal yang jarang perjadi selama kurun waktu 1 tahun terbentuknya paguyuban. Hal ini dikarenakan adanya proyek lingkungan yang telah dikerjakan oleh Pemerintah kota dan bekerjasama dengan pihak Luar Negeri. Hal ini telah merembet ke Paguyuban PKL yang lain seperti Paguyuban PKL jalan Semarang, Paguyuban PKL Gembong, PKL di Jalan Nias, PKL di Jagir dan Para Korban penertiban yang merupakan salah satu bagian Proyek tersebut seperti Penertiban yang dilakukan di Sepanjang Sungai Jagir seperti Warga Kompleks Jagir dab Barata Jaya serta warga Kampung baru yang terletakdi Kecamatan Wonokromo. Kembali ke permasalahan yang di alami oleh Paguyuban PKL Gotong Royong, konflik yang dihadapi semakin meluas ke arah tim advokator yang kemudian hari 2
Kamis, 16 Juli 2009
BEM FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN SOSIAL DAN POLITIK JL.Dharmawangsa Dalam 4-6 Surabaya banyak dari mereka yang mengundurkan diri dan hanya tinggal 3 organisasi saja antara lain BEM FISIP UA, SKMR, dan LKHI. Konflik tim advokator-pun semakin hari semakin parah. Hal ini dikarenakan perbedaan pendapat yang terjadi antara mereka. BEM FISIP UA menginginkan untuk mengusulkan re-solusi konflik ini sampai ke tahap penyelesainnya dilakukan oleh pihak rektorat. Alasannya Paguyuban PKL ini terletak dalam wilayah politik Universita Airlangga sehingga penyelesaiannya harus melalui tahap tersebut karena jika melalui Pemkot maupun DPRD Surabaya akan terlalu jauh melibatkan mereka dan lawan yang kita hadapi adalah Perda yang merupakan Produk Hukum dari mereka. Sementara itu SKMR menginginkan re-solusi konflik ini dilakukan oleh pihak DPRD Kota. Alasannya adalah para PKL yang langsung berhadapan dengan perda yang moment serta waktunya tepat yaitu moment Pemilu Legislatif yang momentnya pada waktu itu para anggota Legislatif bisa membawa PKL tersebut dalam program kerja mereka. Konflik tersebut mengakibatkan BEM FISIP akan keluar dari Aliansi tersebut. Akan tetapi peran LKHI yang cenderung menengahi konflik ini mengeluarkan statetemen agar Aliansi ini tidak kehilangan anggota aliansi yang menjadi tim advokator seperti yang telah terjadi di masa lalu. Dan jalan tengah yang diambil adalah kedua cara tersebut akan dilakukan oleh aliansi, walaupun memang yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut adalah masing-masing organisasi. Sampai pada tahapan re-solusi ini para PKL lebih sepakat menjalankan cara yang diusulkan oleh BEM FISIP Universitas Airlangga yang diwakili oleh Amanu Raharjo, koordinator sosial BEM FISIP pada waktu itu. Solusi dan Penyelesaian Konflik Akhirnya mereka sepakat membentuk team yang akan berangkat ke rektorat untuk menyelesaikan konflik ini. Team ini terdiri dari wakil-wakil organisasi serta anggota Paguyuban PKL Gotong Royong. LHKI diwakili oleh Agus “Mbah” Wibowo, BEM FISIP diwakili oleh Amanu Raharjo, SKMR diwakili oleh Hendrik Kecenk, dan Paguyuban PKL Gotong Royong diwakili oleh Ketua Paguyuban Pak Abidin dan Sekjend Paguyuban Ibu Sulasih. Team ini akan merumuskan akan dibawa ke mana Paguyuban PKL ini. Pada awalnya rektorat tidak setuju jika PKL tetap berjualan di sekitar Universitas terutama di Kampus B. Akan tetapi tahapan negosiasi terus berlanjut sampai negosiasi politik diangkat dalam beberapa rapat yang dilakukan antara mahasiswa dan rektorat, salah satunya adalah saat melakukan aksi waktu kenaikan SPP pada April 2009 yang lalu. Pada akhir dari Konflik ini bulan Mei direktur PSDM UniversitasAirlangga Prof. dr. Fendi mau menerima mereka dan akan merelokasi mereka ke dalam kampus jika Parkir tingkat antara Fakultas Ilmu Budaya dan FISIP telah jadi dan akan menempatkan mereka di lantai Pertama. Dan sembari proses ini berlangsung gerakan Paguyuban Gotong Royong ini akan tetap berlangsung untuk menghadapi Satpol PP yang terus menerus melaksanakan Perda dan beberapa dari mereka yang melakukan kecurangan praktek seperti operasi penertiban yang mereka gunakan untuk pungutan liar. Karena pihak rektorat tidak menjamin penuh Paguyuban PKL Gotong Royong ini dalam tahapan pra-relokasi di dalam kampus.
3
Kamis, 16 Juli 2009