Acara Vi Pengemas Aktif.docx

  • Uploaded by: DindaAnggie
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Acara Vi Pengemas Aktif.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,236
  • Pages: 16
ACARA VI PEMBUATAN PENGEMAS KERTAS AKTIF

A. Tujuan 1. Mempelajari proses pembuatan pengemas kertas aktif. 2. Mengetahui karakteristik fisik pengemas kertas aktif meliputi ketebalan, kadar air, warna, aroma, dan tekstur. B. Tinjauan Pustaka Makanan dapat mengalami kontaminasi mikrobial yang disebabkan oelh bakteri, yeast dan fungi. Banyak mikroorganisme yang menyebabkan reaksi yang tak terduga dan perubahan organoleptik dan karakteristik nutrisi pada bahan pangan. Antimikroba biasanya ditambahkan pada bahan pangan untuk meminimalisir kerusakan oleh mikroorganisme. Namun strategi ini memiliki beberapa kerugian seperti, peningkatan konsumsi bahan tambahan sintetis, penggunaan yang tidak efektif untuk bahan pangan yang tebal (bulk) karena kerusakan hanya pada permukaan, flavor yang berubah. Meskipun demikian pengemas antimikrobial merupakan metode yang diharapkan dapat memjaga makanan dari kontaminasi mikroba tanpa penggunaan tambahan sintetis pada komposisi makanannya (Ramos et al. 2013) Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber cita rasa dan aroma. Rempah-rempah ini mengandung oleoresin sehingga cita rasa dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari-hari, rempah-rempah ini digunakan untuk memasak serta meramu jamu tradisional. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri parfum, farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain. Dalam pengelompokkan rempah secara konvensional, kayu manis termasuk dalam kelompok rempah aromatik. Pengolahan dasar yang sering dilakukan pada rempah-rempah adalah dengan pengeringan. Pada kebanyakan jenis rempahrempah, cara pengeringan dihadapkan pada faktor pembatas tingginya suhu,

karena

rempah-rempah

mengandung

aroma

yang

mudah

menguap

(Muchtadi dkk. 2011). Komponen aktif alami dapat ditambahkan seperti asam organik, enzim, bakteriosin, fungisida, ekstrak alami, ion dan etanol ke dalam bahan kemasan seperti kertas, plastik, logam atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Sistem aktif ditempatkan pada kemasan luar utama, antara kemasan utama yang berbeda bagian atau dalam kemasan utama. Sistem ini hanya dapat kontak langsung dengan udara sekeliling, permukaan, dan dalam bahan itu sendiri (untuk bahan liquid) (Yadav, et al. 2015). Oleoresin adalah senyawa aktif yang diketahui bersifat antioksidan (oxygen-free radical scavenger) dan dapat membantu kerja enzim-enzim antioksidan endogen seperti superoksidadismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase dalam mencegah, menghambat, memutus dan menghentikan rantai reaksi radikal bebas (Prasetyawati, 2004). Sebagai senyawa antioksidan, oleoresin bekerja seperti antioksidan endogen dalam melindungi sel terhadap gangguan oksidan atau radikal bebas pada oksidasi lipid yang dapat menyebabkan penuaan. Antioksidan ini secara tidak langsung juga dapat memelihara keseimbangan beberapa oksigen yang bersifat toksik. Kulit batang kayu manis mengandung senyawa fenol, yaitu oleoresin dengan kadar 8,48%, lebih besar dibandingkan bagian yang lain. (Sunarno dan Isdadiyanto, 2010). Menurut Sulaswaty (2002) dalam Jos dkk. (2011), penggunaan produk oleoresin yang berasal dari ekstraksi kulit kayu manis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan kulit kayu manis itu sendiri, diantaranya lebih ekonomis, lebih mudah dikontrol dan lebih bersih. Keuntungan lain dibandingkan penggunaan minyak atsiri yaitu flavor stabil terhadap panas selama pengolahan. Tanaman kayu manis (C.burmanii) telah lama dikenal masyarakat sebagai tumbuhan obat dan penyedap makanan, minuman maupun sebagai bahan pewangi. Indonesia merupakan penyedia 66% kebutuhan kayu manis dunia. Akan tetapi semuanya berasal dari kulit kayu manis yang berupa

gulungan dan patahan (95%) serta bubuk (5%). Selain itu bentuk komersial produk kayu manis yang lain adalah minyak atsiri dan oleoresin. Pada tanaman kayu manis bagian-bagian yang mengandung minyak atsiri adalah kulit batang kayu manis dan daun kayu manis. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada bagian kulit batang mengandung sekitar 1-2% minyak atsiri dengan kandungan utama sinamaldehida (70-80%) sedangkan pada bagian daun kayu manis mengandung sekitar 0,5-0,7% dengan kandungan utamanya adalah eugenol sekitar 70-95% dan sinamilasetat 3-4%. Minyak atsiri daun kayu manis mempunyai sifat aroma rempah yang wangi khas kayu manis, agak manis dan pungent (tajam). Pemanfaatan aroma minyak atsiri daun kayu manis (C.burmanii) untuk bahan industri pangan dan non pangan sejauh ini masih jarang dilakukan (Khasanah dkk. 2013). Pada umumnya minyak atsiri alami mengandung beberapa jenis senyawa

monoterpena,

seskuiterpena

dan

turunan

fenol.

Menurut

Tampubolon (2011) dalam Khasanah dkk. (2013), senyawa sinamaldehida memiliki kandungan tertinggi pada minyak atsiri daun kayu manis yaitu sebesar 63,61%. Sedangkan menurut Hasanah dkk. (20004) dalam Khasanah dkk. (2013) kandungan senyawa minyak atsiri daun kayu manis yang tertinggi adalah 1,8-cineole yaitu sekitar 28,5% dan tidak terdapat sinamaldehida. Berbedanya jumlah dan senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri daun kayu manis (Cinnamomun burmanii) disebabkan karena adanya faktor eksternal yaitu kondisi dan daerah tumbuh tanaman kayu manis yang menyebabkan perbedaan kandungan kimianya. Selain faktor eksternal tersebut keragaman dalam sifat-sifat minyak murni ini tergantung sebagian besar kepada keadaan bahan baku dan umur bahan baku. Cinnamomum burmannii (Kayu Manis) merupakan salah satu jenis dari famili Lauraceae yang dipilih untuk penelitian ini. Tumbuhan ini banyak terdapat di daerah sub tropis dan tropis. Komponen mayor minyak atsiri yang terkandung adalah transsinamaldehid (60,72%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%) (Wijayanti, 2010).

Kertas dapat berfungsi sebagai pengemas produk pangan, karena dapat mewadahi dan melindungi produk yang dikemasnya. Pengemas merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan selamat secara kuantitas maupun kualitas. Fungsi pengemas adalah mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengonsumsi bahan pangan. Tujuan pengemasan adalah membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang, mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan, memudahkan distribusi /pengangkutan bahan pangan, menambahkan estetika dan nilai jual bahan pangan (Dahlan, 2011 dalam Destiana, 2015). Pengemas aktif didefinisikan sebagai kemasan yang mempertahankan kondisi bahan pangan yang dikemas untuk memperpanjangkan umur simpan atau meningkatkan keamanan serta mempertahankan kualitas. Pada pengemas kertas aktif digunakan minyak atsiri atau oleoresin rempah sebagai antomikroba. Beberapa bahan digunakan seperti cengkih, kayu manis, dan oregano. Penambahan kayu manis yang mengandung sinamaldehid dapat melawan beberapa jenis jamur seperti C. albicans, A. flavus, P. nalgiovense, P. roqueforti, and E. repens). pengemas kertas aktif berbasis lilin paraffin yang diinkorporasi dengan minyak atsiri kayu manis mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Rhizopusstolonifer. Minyak atsiri kayu manis 6% (b/b) dalam pengemas kertas aktif mampu menghambat pertumbuhan Rhizopusstolonifer, sedangkan konsentrasi 4% masih memiliki aktivitas antimikroba yang kuat dalam kondisi in vitro. Selanjutnya, kertas aktif dievaluasi secara nyata pada produk pangan (irisan roti) menggunakan waktu penyimpanan yang berbeda. Setelah 3 hari penyimpanan, penghambatan mikroba yang hampir lengkap diperoleh pada minyak atsiri kayu manis 6%. Minyak atsiri merupakan sumber terpen dan fenol, sehingga mempunyai sifat antimikroba yang kuat. Selain itu, senyawa alami ini secara signifikan tidak memiliki dampak terhadap medis dan lingkungan, sehingga senyawa tersebut

secara

efektif

menjadi

agen

antimikroba

konvensional

(Rodriguez et al. 2008). Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungai bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik pembeli (Harris, 2001). Salah satu cara untuk meningkatkan laju disolusi adalah dengan menambahkan surfaktan. Surfaktan merupakan molekul yang diadsorpsi oleh permukaan partikel untuk mencegah terjadinya gumpalan. Tween 80 adalah salah satu surfaktan yang masuk dalam golongan non-ionik, dan pada konsentrasi

1-10%

berfungsi

sebagai

bahan

penambah

kelarutan

(Nofitasari dan Cahyaningrum, 2015). Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Semua bahan pangan mudah rusak, yang berarti bahwa setelah suatu jangka waktu penyimpanan tetrtentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan segar dengan bahan pangna yang telah disimpan selama jangka waktu tertentu. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang telah dikemas adalah sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan mengalami kerusakan, ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya, kondisi atmosfer dan ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas atmosfer dan bau (Buckle et al. 2010). Pembuatan pengemas dari campuran pulp dan kitosan mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Margaretha (2013) dan Hadi (2008) dalam Wiastuti (2015). Mula-mula empat macam bahan disiapkan terlebih dahulu, yaitu pulp, larutan kitosan dalam asam asetat, larutan pati tapioka serta emulsi ekstrak ampas jahe dalam aquades. Potongan kertas saring (ukuran sekitar 2 mm x 2

mm) sebanyak 15 gram direndam dalam 250 mL aquades selama 24 jam. Rendaman potongan kertas ditambah lagi dengan aquades 250 mL dan dihancurkan dalam blender selama 5 menit hingga menjadi pulp dan ditambahkan pati tapioka 30% dari berat kertas yang dilarutkan dengan 50 ml aquades. Bubuk kitosan sebanyak 0,45gram ditambahkan ke dalam gelas beker berisi 100 mL asam asetat 1% dan diaduk hingga terbentuk larutan kitosan dalam asam asetat. Dalam gelas beker terpisah, oleoresin ampas jahe dengan konsentrasi 2%; 4%; dan 6% ditambahkan ke dalam 50 mL aquades, ditambahkan Tween 80 sampai oleoresin larut dalam air, dan diaduk dengan bantuan magnetic stirrer hingga terbentuk emulsi oleoresin ampas jahe dalam aquades. Sedangkan satu sampel dijadikan sebagai kontrol, tanpa penambahan oleoresin ampas jahe. Ketiga bahan, yaitu pulp, larutan kitosan dan emulsi ekstrak ampas jahe dalam aquades dicampur secara perlahan-lahan menggunakan blender selama 5 menit, lalu dituang ke permukaan saringan dalam alat pencetak hingga rata dan terbentuk lembaran kertas basah berukuran 20 cm x 30 cm di atas nampan berukuran 30 cm × 40 cm. Lembaran kertas basah di atas permukaan saringan diratakan, lalu diangkat untuk penirisan dan dilapisi kain di atasnya untuk ditekan (di roll) di antara permukaan kaca hingga rata. Lalu lembaran kertas basah dikeringkan pada suhu kamar (30-33)⁰C dengan metode kering angin selama 48 jam, dengan diselingi dengan pembalikan kertas setelah 24 jam pengeringan. Pengemas kertas aktif yang diperoleh, dilakukan uji kadar air, ketebalan, ketahanan tarik, ketahanan lipat, aktivitas antimikroba, dan sensoris sehingga diperoleh pengemas kertas aktif yang terpilih. Kemudian karakterisasi gugus fungsi pengemas kertas aktif terpilih dan dibandingkan dengan pengemas kertas aktif tanpa perlakuan.

Metode pembuatan pengemas kertas aktif dapat dilakukan dengan mencampurkan senyawa antimikroba dengan bahan pengemas, baik secara imobilisasi maupun pelapisan tergantung sistem pengemasan yang digunakan. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang pengemas aktif yang efektif, yaitu aktivitas spesifik dari mikroba, mekanisme kimia yang terjadi, sifat bahan pangan dan senyawa antimikroba, kondisi penyimpanan dan distribusi, kondisi fisik dan sifat mekanis pengemas, sifat

organoleptik, serta sifat toksisitas antimikroba. Film PP dengan penambahan minyak atsiri kayu manis dan oregano menunjukkan bahwa bahan pangan dapat disimpan selama 2 bulan lebih, tidak memiliki efek negatif terhadap kesehatan, namun sifat organoleptik mengalami perubahan akibat dari senyawa aktif yang dikeluarkan. Dengan demikian senyawa atsiri yang ditambahkan pada pengemas dapat memperpanjang masa simpan karena adanya senyawa antimikroba (Lopez dkk. 2007 dalam Wiastuti, 2015). Dari beberapa penelitian dalam Wiastuti (2014), salah satu jenis pengemas yang sering digunakan adalah pengemas kertas karena harga yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya luas. Pengemas kertas sering digunakan sebagai pengemas primer yang dapat kontak langsung dengan bahan pangan maupun pengemas sekunder dalam bentuk paperboard (box karton). Di Jepang pengemas kertas dengan penambahan senyawa antimikrobia telah dikomersialkan sebagai pengemas bahan segar, seperti buah. Pemakaian konsentrasi dari berbagai antimikroba alami di berbagai kemasan. Untuk carvacrol sekitar 0-60% dipakai dalam penelitian pengemas kertas dengan cara coating. Pemakaian minyak kayu manis sekitar 4-6% dengan coating pada kertas aktif yang diaplikasikan pada potongan roti (Rodriguez dkk., 2008), inkoorprasi minyak atsiri 3 dan 6% batang maupun daun kayu manis pada kertas aktif dengan parrafin yang diaplikasikan pada tomat cherry (Rodriguez dkk., 2010) dan sinamaldehid 1-8% dicoating pada kertas dengan aplikasi pada strawberry. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penambahan bahan antimikrobia pada kertas dengan konsentrasi tertentu mampu memperlama daya simpan bahan pangan. Dari beberapa penelitian dalam Destiana (2015), sebagian besar sistem kemasan aktif melibatkan penggunaan film plastik. Akan tetapi karena adanya masalah lingkungan dari penggunaan plastik yang berlebihan, maka digunakanlah bahan yang ramah lingkungan yaitu kertas. Kertas memiliki beberapa keunggulan seperti mudah diperoleh, harganya murah dan mudah diuraikan. Kemasan kertas aktif mampu mempertahankan keamanan buahbuahan selama transportasi dengan bertindak sebagai absorben yang

permeabel terhadap gas. Pengemas aktif yang belakangan ini telah dikembangkan adalah pengemas kertas aktif dengan penambahan senyawa antimikroba. Amerika Serikat dan Jepang telah berhasil mengembangkan pengemas aktif dengan sistem antimikroba. Pengemas aktif antimikroba dapat diperoleh dengan cara menambahkan senyawa alami dari tanaman meliputi ekstrak rempah-rempah: kayu manis, cengkeh, thyme, rosemary, oregano dan beberapa yang telah menunjukkan aktivitas antimikroba. Dalam penelitian Rodriguez dkk. (2008), penambahan minyak atsiri kayu manis 6% (b/b) yang dilapiskan pada pengemas kertas aktif berbasis lilin parafin mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Rhizopusstolonifer. Hal ini karena minyak atsiri merupakan sumber terpenoid dan fenol, sehingga mempunyai sifat antimikroba yang kuat. Selain itu, senyawa alami ini secara signifikan tidak memiliki dampak terhadap medis dan lingkungan, sehingga senyawa tersebut secara efektif menjadi agen antimikroba konvensional. Pada pembuatan pengemas kertas aktif perlu dipertimbangkan karakteristik dari pengemas yang dibuat. Ini karena setiap penambahan bahan tambahan misalnya antimikroba ke dalam pengemas dapat mempengaruhi karakteristik fisik pengemas. Penambahan minyak atsiri ke dalam film pengemas berbasis alginat dapat mempengaruhi sifat fisik film seperti kekuatan tarik, elongasi, dan modulus elastisitas film. Penambahan minyak atsiri pada film berbasis kitosan dapat berpengaruh terhadap karakteristik fisik film yaitu menurunkan kekuatan tarik film. Penggunaan persentase antioksidan (L-asam askorbat dan L-tirosin) yang berbeda pada film selulosa asetat menyebabkan perubahan yang berbeda pada sifat mekanik film. Dari beberapa penelitian dalam Destiana (2015), mekanisme aksi penghambatan bakteri dengan minyak atsiri diselidiki secara signifikan merupakan gangguan membran sel oleh molekul konstituen dalam minyak atsiri. Mekanisme gangguan mengakibatkan ekspansi membran, peningkatan fluiditas

dan

permeabilitas

membran,

gangguan

protein

membran,

penghambatan respirasi dan perubahan proses transpor ion. Penambahan bahan tambahan seperti agen antimikroba ke dalam pengemas dapat

mempengaruhi karaktersitik pengemas. Kekuatan tarik kertas menurun ketika dilakukan pelapisan dengan kalium sorbat, potasium metabisulfit dan natrium permanganat. Ini disebabkan karena terjadinya pembengkakan serat selulosa selama pelapisan. Penambahan minyak atsiri ke dalam film pengemas dapat meningkatkan kekuatan tarik, elongasi dan modulus elastisitas. Sifat fisikokimia film polisakarida (kitosan) yang diperkaya minyak atsiri mengalami

penurunan

kekuatan

tarik

dan

peningkatan

persentase

pemanjangan. Kertas saring umumnya terbuat dari bahan selulosa asetat dan ukuran standar pori kertas saring adalah 0,45 μm. Tween 80 merupakan agen pembentuk busa yang dapat mempercepat proses pengeringan, sehingga tidak merusak senyawa-senyawa penting pada bahan yang dikeringkan. Kitosan juga memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menekan pertumbuhan bakteri dan kapang. Dengan begitu kitosan dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba. Penambahan kitosan dalam pembuatan kertas berfungsi untuk meningkatkan penghambatan terhadap gas dan menambah kekuatan kertas. Penambahan kitosan saat pencampuran menghasilkan kertas yang lebih kuat daripada yang dihasilkan dengan cara pencelupan kertas ke dalam larutan kitosan. Tapioka berfungsi sebagai binder yang dapat mengikat komponenkomponen penyusun kertas. Pati merupakan binder yang berasal dari bahan alam dan juga termasuk jenis perekat dalam. Pati mampu mengikat bahanbahan penyusun kertas untuk meningkatkan kualitas kertas. Pati ditambahkan dalam pembuatan pulp sebelum dibuat menjadi kertas. Pati akan meningkatkan jumlah kertas yang dihasilkan serta keelastisan kertas yang diproduksi. Pati akan mengisi pori kertas serta menghaluskan permukaan kertas (Destiana, 2015). Menurut Sucipto dkk. (2009), untuk membentuk suatu lembaran kertas yang kuat dengan ketahanan sobek dan ketahanan tarik yang tinggi maka diperlukan bahan perekat tapioka. Ketahanan tarik dari kertas pelepah pisang ini sangat dipengaruhi oleh adanya pati atau tapioka yang tergelatinisasi pada proses pulping dan berfungsi sebagai perekat. Adanya perekat ini

menyebabkan tiap lembaran kertas menjadi kuat dan tidak mudah putus ketika direntangkan dan ditarik pada sisi–sisi yang berlawanan. Penggunaan antimikrobial alami dari bahan herbal dan minyak atsiri mulai berkembang. Zat volatil pada bahan herbal dan minyak atsiri bertindak sebagai aksi antimikrobial. Terjadi peningkatan umur simpan yang terjadi karena dampak sinergis antara perlakuan modifikasi udara dalam kemasan dan komponen zat volatil pada bahan. Dalam bidang pangan pengemas kertas aktif dapat diaplikasikan dalam pengemasan buah, produk bakery, telur, daging, dan ikan (Cooksey, 2010). Proses asetilasi diawali dengan melakukan tahap aktivasi yang bertujuan untuk menarik air yang masih tersisa di dalam selulosa dan dapat menggembungkan serat-serat selulosa sehingga dapat meningkatkan reaktivitas selulosa. Pada penelitian ini dilakukan variasi volume asam asetat glasial yaitu 16 mL dan 32 mL, dimaksudkan dapat mempengaruhi kecepatan reaksi asetilasi yang berlangsung dan bentuk dari pencetakan membran selulosa asetat. Penambahan katalis H2SO4 bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gugus hidroksil pada selulosa. Reaksi asetilasi bersifat eksoterm, sehingga suhu yang digunakan tidak boleh lebih dari 50⁰C dan penambahan anhidrida asetat dilakukan tetes demi tetes. Tahap akhir dari proses asetilasi adalah tahap hidrolisis, yang bertujuan untuk menghilangkan sebagian gugus asetil dari selulosa. Pada tahap ini selulosa asetat mengalami penggumpalan. Pengeringan padatan selulosa asetat dilakukan pada suhu 45⁰C bertujuan untuk menjaga seratserat selulosa asetat agar tidak terdegradasi pada suhu tinggi (Natalia dkk. 2012).

C. Metodologi 1. Alat a. Blender b. Gelas Beker c. Magnetic Stirrer d. Alat Pencetak Kertas e. Plat Kaca 2. Bahan a. Kertas Whatman b. Aquades c. Bubuk Kitosan d. Asam asetat 1% e. Tween 80 f. Oleoresin Kayu Manis

3. Cara Kerja Kertas Saring (2mm x 2mm 15 g)

Perendaman dalam 250 ml aquades (24 jam)

Bubuk Kitosan 0,45 g

Pelarutan dalam 100 ml asam asetat 1%

Penambahan 250 ml aquades

Penghancuran 5 menit Oleoresin 0, 2, 4, 6, 8 %

Pengadukan 5 menit

Pulp Penambahan 50 ml aquades

Larutan Kitosan dalam asam asetat

Pencampuran 5 menit Pengadukan (2 menit)

Suspensi tapioka (4,5 gram/50 ml aquades)

Pencampuran 5 menit

Pencampuran 5 menit

Pencetakan (20 cm x 30 cm)

Penekanan dengan beban 2,0 kg (10 menit)

Pengeringan (30oC; 48 jam; pembalikan setiap 24 jam

Kertas aktif

Penambahan tween-80 2-3 tetes/sampai terbentuk emulsi

Emulsi oleoresin

DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., et al. 2010. Ilmu Pangan. UI-press. Jakarta. Cooksey, Kay. 2010. Food Packaging and Shelf Life. Taylor and Francis Group, LLC. Destiana, Noreka. 2015. Karakterisasi Pengemas Kertas Aktif dengan Penambahan Oleoresin Ampas Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Harris, Helmi. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 3, No. 2 Hal. 99-106. Jos, Bakti, Bambang Pramudono, dan Aprianto. 2011. Ekstraksi Oleoresin dari Kayu Manis Berbantu Ultrasonik dengan Menggunakan Pelarut Alkohol. Jurnal Reaktor, Vol. 13 No. 4 Hal. 231-236. Khasanah, Lia Umi, Rohula Utami, Baskara Katri Ananditho, Arsella Erstya Nugraheni. 2013. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan (Segar, Fermentasi Padat dan Fermentasi Cair) terhadap Rendemen dan Karakteristik Mutu Minyak Atsiri Daun Kayu Manis (Cinnamon leaf oil). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Natalia, Dena, dkk. 2012. Pengaruh Perbandingan Selulosa dan Asam Asetat Glasial serta Jenis Pelarut pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat dari Limbah Kertas. Universitas Negeri Malang. Nofitasari, Amanah Firdausa, dan Sari Edi Cahyaningrum. 2015. Uji Disolusi Pirazinamid Terenkapsulasi Pada Alginat-Kitosan-Tween 80 . UNESA Journal of Chemistry Vol. 4 No. 3. Ramos, et al. 2013. Active Packaging For Fresh Food Based On The Release Of Carvacrol And Thymol. Journal Chemistry and Chemical Technology Vol. 7 No. 3. Rodriguez, A., C. Ner´In, and R. Batlle. 2008. New Cinnamon-Based Active Paper Packaging Against Rhizopusstolonifer Food Spoilage. Journal Agriculture Food Chemistry Vol. 56 No. 15 Hlm 6364-6369. Sucipto, Susinggih Wijana, dan Erly Wahyuningtyas. 2009. Optimasi Penggunaan Naoh dan Tapioka pada Produksi Kertas Seni dari Pelepah Pisang. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1 Hlm. 46 – 53. Sunarno, dan Sri Isdadiyanto. 2010. Profil Kadar Kolagen Kulit dan Tulang Tikus Wistar pada Berbagai Umur yang Mendapat Perlakuan Stres Oksidatif Hiperkolesterolemia dan Oleoresin Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum sp). Jurnal Bioma Vol. 12, No. 2, Hal. 56-62.

Wiastuti, Tri. 2015. Karakterisasi Pengemas Kertas Aktif dengan Penambahan Oleoresin Ampas Jahe CV Intrafood. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Wijayanti, Wahyu Agustina, Yulfi Zetra, dan Perry Burhan. 2010. Minyak Atsiri dari Kulit Batang Cinnamomum Burmannii (Kayu Manis) dari Famili Lauraceae sebagai Insektisida Alami, Antibakteri, dan Antioksidan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Yadav, Shivalkar, Prabha R., and K. Renuka. 2015. Active Packaging: Concepts and applications. International Journal of Food Scince and Nutritional Sciences Vol. 4 Iss. 1.

LAMPIRAN

Gambar 6.1 Larutan Kitosan dalam Asam Asetat Glasial 1%

Gambar 6.2 Larutan Oleoresin Kayu Manis 8%

Gambar 6.3 Proses Pengurangan Kadar Air pada Kertas Basah

Gambar 6.4 Proses Pencampuran Pengemas Bahan

Gambar 6.5 Proses Pencetakan Kertas Pengemas

Gambar 6.6 Kertas Aktif Kering

Related Documents

Vi
November 2019 54
Vi
November 2019 58
Vi
November 2019 55
Vi
May 2020 31

More Documents from ""