Aas.pdf

  • Uploaded by: Ririn Syarli
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aas.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,079
  • Pages: 13
KEGIATAN BELAJAR 4: SPEKTROMETRI EMISI ATOM (SEA) DAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA) Capaian Pembelajaran: Setelah peserta didik menyelesaikan Kegiatan Belajar 4 ini diharapkan dapat: - Mengaplikasikan prinsip SEA untuk menentukan kadar ion logam dalam sampel fluida - Mengaplikasikan prinsip SSA untuk menentukan kadar ion logam dalam sampel fluida - Menganalisis data kurva kalibrasi dan absorbansi sampel untuk menentukan kadar suatu sampel.

A. SPEKTROMETRI EMISI ATOM (SEA) Bagaimana hubungan SEA dengan uji nyala? Ketika sejumlah kecil larutan ion logam ditempatkan di nyala api pembakar Bunsen, perubahan warna nyala bunsen akan berubah. Perubahan ini merupakan karakteristik dari suatu ion logam. Larutan natrium memberikan warna kuning, larutan kalium menghasilkan warna violet, larutan tembaga memberikan warna hijau, dll. Percobaan seperti ini yang disebut uji nyala, telah digunakan bersama dengan tes lain dalam banyak skema analisis kualitatif untuk ion logam. Warna apa pun yang dilihat mata kita menunjukkan keberadaan ion logam dalam sampel. Ketika lebih dari satu jenis ion logam ada dalam suatu sampel maka untuk melihat warna nyala dapat digunakan filter kaca berwarna untuk membantu menutupi adanya ion pengganggu. Fenomena yang dijelaskan pada paragraf di atas adalah fenomena "emisi atom". Alasan untuk menyebutnya emisi atom terletak pada proses yang terjadi dalam nyala api, yang salah satu prosesnya adalah atomisasi. Artinya, api mengubah ion-ion logam menjadi atom. Sebagai contoh ketika larutan natrium klorida ditempatkan dalam nyala api, pelarut menguap, meninggalkan kristal padat natrium klorida. Setelah penguapan, selanjutnya diikuti dengan proses disosiasi kristal natrium klorida menjadi atom dalam keadaan dasar yang disebut atomisasi. Jadi atom natrium ada dalam nyala api dan proses emisi cahaya sebenarnya melibatkan atom-atom, dan bukan ion. Seperti fluoresensi pada spektrometri UV/Vis, emisi atom adalah hasil dari adanya elektron yang berpindah dari keadaan tereksitasi ke keadaan tingkat energi lebih rendah. Perbedaannya adalah bahwa: (1) yang terlibat di sini, bukan molekul tapi atom, dan (2) cahaya tidak terserap sebelum terjadinya atomisasi. Setelah atomisasi, sebagian kecil atom menyerap energi yang cukup dari nyala api sehingga atom dipromosikan ke keadaan tereksitasi. Seperti 62

molekul dalam fluoresensi, atom-atom ini dengan cepat kembali ke keadaan tingkat energi lebih rendah, dengan memancarkan cahaya yang sebanding dengan besarnya energi akibat perpindahan tersebut. Contoh urutan peristiwa yang lengkap digambarkan dalam Gambar 23.

Gambar 23. Tahapan Proses pada Uji Nyala Atom Na Berbeda dengan molekul, pada atom tidak ada proses vibrasi. Hal ini yang menyebabkan emisi energi atom merupakan proses diskrit yang besarnya sesuai dengan perbedaan antara tingkat elektronik (tingkat tereksitasi dan tingkat dasar) yang berbeda-beda. Spektrum emisi garis yang berupa fenomena emisi atomik/fotometri nyala ditunjukkan pada Gambar 24. Setiap jenis atom berbeda dalam hal pemisahan antara tingkat energinya, sehingga spektrum emisi garisnya juga berbeda. Hal ini yang menyebabkan berbagai unsur ditemukan memancarkan warna yang berbeda.

Gambar 24. Fenomena spektrum Garis dari Emisi Beberapa Atom Transisi dari uji nyala sederhana ke teknik instrumental saling berhubungan. Dalam instrumental teknik fotometri nyala/Spektrometri Emisi Atom (SEA), monokromator menggantikan filter kaca berwarna, dan detektor/pembacaan fotocell menggantikan mata kita. Selain itu, desain burner api lebih canggih sehingga sampel secara terus menerus (kontinu) dapat dimasukkan ke dalam nyala api oleh aspirator. Skema desain ini ditunjukkan pada Gambar 25.

63

Gambar 25. Skema Instrumen SEA Karena setiap unsur memancarkan spektrum garis yang karakteristik, analisis kualitatif dapat

dilakukan

dengan

mengamati

panjang

gelombang

yang

dipancarkan

dan

membandingkannya dengan standar. Namun karena detektor juga mampu mengukur intensitas cahaya maka SEA ini mampu digunakan untuk analisis kuantitatif serta analisis kualitatif. Intensitas cahaya (I) yang dipancarkan meningkat sesuai dengan konsentrasi (C), dan hubungannya linier: I=KC Dengan demikian, konsentrasi analit dalam sampel yang tidak diketahui dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan satu atau serangkaian stándar. Cara ini sama seperti yang dijelaskan untuk teknik molekuler dalam spektroskopi absorbsi UV-Vis.

B.

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA) Penyerapan atom bersama dengan emisi atom, pertama kali digunakan oleh Guystav

Kirchhoff dan Robert Bunsen pada tahun 1859 dan 1860, sebagai sarana untuk identifikasi kualitatif atom. Awalnya teknik análisis berdasarkan emisi atom jauh lebih berkembang daripada serapan/absorbsi atom. Spektroskopi serapan atom modern mulai diperkenalkan pada tahun 1955 oleh A. Walsh dan C. T. J. Alkemade dan baru dikomersialisasi pada awal 1960an.

INSTRUMENTASI Bagian alat dari SSA ditunjukkan pada Gambar 26.

64

Gambar 26. Skema Instrumen SSA Penjelasan bagian-bagian dari instrumen SSA adalah sebagai berikut. 1. Sumber Sinar Sumber sinar yang digunakan pada SAA adalah Hollow Cathode Lamp (HCL)/lampu katoda berlubang. Skema lampu tersebut ditunjukkan pada Gambar 27.

Gambar 27. Skema Lampu Katoda Berlubang (HCL) Katoda pada HCL terbuat dari logam yang jenisnya sesuai dengan logam yang akan dianalisis. Anoda terbuat dari logam wólfram, nikel atau zirkonium. Katoda diisolasi dari anoda dengan pelindung terbuat dari kaca. HCL ini diisi dengan gas neon atau argón dengan tekanan sangat rendah dan pada ujung lampu terdapat jendela Pirex tempat keluarnya sinar radiasi menuju ruang atomisasi. Bagaimana mekanisme yang terjadi dalam HCL? Ketika HCL dinyalakan, elektron berkecepatan tinggi akan tertarik ke elektroda bermuatan positif (anoda) melewati gas argon (bisa juga neon) sehingga atom argon akan 65

terionisasi menjadi Ar+.

Ion Ar+ ini akan membombardir permukaan katoda (elektroda

bermuatan negatif) sehingga atom-atom logam di katoda naik ke keadaan tereksitasi. Ketika atom kembali ke keadaan dasar akan dipancarkan spektrum garis yang khas untuk setiap atom. Selanjutnya cahaya yang diemisikan ini diarahkan pada nyala api yang telah berisi atom-atom dari unsur yang sama. menyerap radiasi dan menjadi dirinya sendiri diangkat ke keadaan tereksitasi. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, absorbansi diukur dan terkait dengan konsentrasi.

2. Atomisasi Perbedaan terpenting antara SSA dengan serapan molekul adalah diperlukannya komponen yang mengubah analit menjadi atom-atom bebas. Proses mengubah analit dalam bentuk cairan atau larutan ke bentuk atom bebas berfasa gas disebut atomisasi. Dalam kebanyakan kasus, sampel yang mengandung analit mengalami beberapa perubahan bentuk. Proses atomisasi mengharuskan sampel berada dalam bentuk cair atau larutan. Sampel dalam bentuk padat yang akan analisis dengan alat SSA harus dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Proses pelarutan dapat dilakukan dengan cara pemanasan langsung atau dengan microwave, maupun dengan asam HNO3, H2SO4, atau HClO4. Alternatif lainnya, analit dapat diekstrak melalui ekstraktor Soxhlet. Sampel cair dapat dianalisis secara langsung atau dapat juga diencerkan atau diekstraksi.

Bagaimana proses atomisasi terjadi? Ada dua metode umum atomisasi, yaitu: atomisasi api dan atomisasi elektrothermal. Beberapa unsur diatomisasi menggunakan metode lain. Atomizer Nyala Api Dalam atomisasi nyala api, sampel pertama kali diubah menjadi bentuk kabut berupa tetesan kecil larutan. Proses ini dilakukan menggunakan nebulizer rakitan seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Sampel diaspirasi ke dalam ruang semprot melalui ujung selang kapiler yang terendam dalam sampel dengan cara melewatkan aliran gas-gas pembakaran bertekanan tinggi. Mula-mula sampel larutan dibentuk menjadi kabut aerosol, selanjutnya energi termal api akan menghancurkan kabut aerosol menjadi aerosol kering berupa partikel kecil dan padat. Selanjutnya, energi termal menguapkan partikel, menghasilkan uap yang terdiri dari spesies molekuler, spesies ionik, dan atom bebas.

66

Gambar 28. Unit atomisasi nyala api dilengkapi dengan ruang semprot dan pembakar slot serta bagian nebulizer. Energi termal dalam atomizer nyala api dihasilkan oleh pembakaran campuran bahan bakar dan oksidan. Bahan bakar dan oksidan yang umum digunakan serta rentang suhu normalnya tercantum pada Tabel 24. Dari jumlah ini, api dari udara-asetilen dan nitrous oksidaasetilen paling sering digunakan. Biasanya, bahan bakar dan oksidan dicampur dengan perbandingan yang stoikiometris. Desain paling umum untuk burner atomizer berupa celah memanjang seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Pembakar ini menyediakan jalur yang panjang untuk proses absorbansi yang memadai serta nyala yang stabil.

Tabel 24. Bahan Bakar dan Oksidan yang Digunakan pada Atomizer Nyala Bahan Bakar Gas Alam Hidrogen Asetilena Asetilena Asetilena

Oksidan Udara Udara Udara Oksida Nitrogen Oksigen

67

Kisaran Suhu (˚C) 1700-1900 2000-2100 2100-2400 2600-2800 3050-3150

Burner dipasang sedemikian rupa sehingga memungkinkan seluruh unit burner dapat bergerak secara horizontal dan vertikal. Penyesuaian secara horisontal diperlukan untuk memastikan bahwa api sejajar dengan jalur optik dari instrumen. Penyesuaian secara vertikal diperlukan untuk menyesuaikan ketinggian atom-atom dalam nyala ketika absorbansi diukur. Kedua proses tersebut berpengaruh terhadap konsentrasi atom bebas dalam nyala api. Peningkatan waktu tinggal analit dalam nyala api akan meningkatkan efisiensi atomisasi, sehingga produksi atom bebas sangat meningkat. Di sisi lain, waktu tinggal yang lebih lama dapat menyebabkan pembentukan oksida logam yang akan menyerap sinar pada panjang gelombang berbeda dengan atomnya. Untuk logam yang mudah teroksidasi (seperti Cr) konsentrasi atom bebas paling besar di bagian atas kepala burner. Untuk logam yang sukar teroksidasi (seperti Ag), konsentrasi atom bebas meningkat pada api yang tinggi. Atom-atom lainnya menunjukkan profil konsentrasi atom yang maksimal pada tinggi api yang khas. Cara yang paling umum untuk memasukkan sampel ke alat penyemprot api adalah aspirasi sampel secara terus menerus, biasanya membutuhkan volume sekitar 2-5 mL. Aspirasi kontinu dari sampel padatan terlarut yang konsentrasinya tinggi (seperti air laut) dapat menyebabkan penumpukan endapan padat di burner-head. Tumpukan endapan ini dapat menghalangi nyala api serta menurunkan absorbansi.

Atomizer Elektrotermal Peningkatan sensitivitas secara signifikan dapat dicapai ketika menggunakan atomizer berupa alat penyemprot elektrotermal yang khas, yang dikenal sebagai tungku grafit. Tungku grafit terdiri atas silinder dengan panjang kira-kira 1–3 cm, dan diameter 3-8 mm (Gambar 29). Ujung dari tabung silinder berupa jendela transparan optik, untuk mengeluarkan produkproduk gas yang dihasilkan selama atomisasi. Power Supply digunakan untuk melewatkan arus melalui tabung grafit, yang menghasilkan energi panas yang besar.

Gambar 29. Skema Atomizer Elektrotermal

68

Sampel sebanyak 5 - 50 mL disuntikkan ke dalam tabung grafit melalui lubang berdiameter kecil yang terletak di bagian atas tabung. Atomisasi dicapai dalam tiga tahapan. Pada tahap pertama sampel dikeringkan menggunakan arus yang menaikkan suhu tabung grafit sampai sekitar 110°C, sehingga terjadi desolvasi yang meninggalkan sampel sebagai padatan residu. Pada tahap kedua proses pengabuan, suhu dinaikkan menjadi 350–1200°C. Pada suhu ini setiap bahan organik dalam sampel diubah ke CO2 dan H2O dan bahan anorganik yang mudah menguap diuapkan. Gas-gas ini dihilangkan oleh aliran gas inert. Pada tahap akhir, sampel diatomisasi oleh suhu yang meningkat cepat hingga 2000–3000°C. Hasilnya adalah terbentuk puncak absorbansi yang ketinggian atau luasnya sebanding dengan jumlah analit yang disuntikkan ke dalam tabung grafit. Tiga tahap tersebut berlangsung kira-kira 45–90 detik. Atomisasi elektrotermal memberikan peningkatan sensitivitas yang signifikan dengan cara menjebak analit gas dalam volume kecil tabung grafit. Konsentrasi analit dalam fase uap yang dihasilkan bisa mencapai 1000 kali lebih besar dari yang dihasilkan oleh atomisasi dengan nyala api. Peningkatan sensitivitas, dan peningkatan yang dihasilkan dalam batas deteksi, diimbangi oleh penurunan yang signifikan dalam presisi. Efisiensi atomisasi sangat dipengaruhi oleh kontak sampel dengan tabung grafit, yang sulit dikendalikan secara konstan. Pemilihan metode atomisasi terutama ditentukan oleh konsentrasi analit dalam sampel yang dianalisis. Kelebihan penggunaan teknik atomisasi elektrotermal adalah sensitivitasnya yang lebih besar, sehingga batas deteksi untuk sebagian besar unsur secara signifikan lebih rendah; sedangkan teknik atomisasi nyala api memiliki kelebihan berupa presisi yang lebih baik, tetapi batas deteksinya lebih besar. Atomisasi elektrotermal adalah metode pilihan ketika konsentrasi analit lebih rendah dari batas deteksi untuk atomisasi nyala api. Atomisasi Electrotermal juga berguna ketika volume sampel terbatas.

3. Monokromator Monokromator pada SSA umumnya berbentuk grating ataupun kristal pendifraksi. Monokromator ini diperlukan untuk memilih dan mengisolasi radiasi yang berasal dari sumber sinar (lampu katoda berlubang/HCL).

4. Detektor Detektor yang umumnya digunakan dalam alat SSA sama dengan detektor yang digunakan pada spektrometer UV/Vis, yakni Tabung pengganda foton (Photo Multiplier Tube, PMT). Detektor PMT ini dapat membaca isyarat sinyal yang insensitasnya sangat rendah. 69

5. Readout/Sistem Pembacaan Spektrum Seperti dalam spektrofotometri molekuler, pembacaan data absorbansi dan transmitansi dapat terdiri atas alat pengukur, perekam, dan pembacaan digital. Alat pengukur dapat dikalibrasi baik dalam % transmitansi ataupun absorbansi, atau mungkin keduanya. Jika luarannya berupa % T tentu saja harus dikonversi terlebih dahulu ke absorbansi.

C. Aplikasi Kuantitatif Penyerapan atom baik menggunakan atomizer nyala api ataupun electrothermal banyak digunakan untuk analisis kadar logam dalam berbagai matriks sampel. Sebagai contoh untuk análisis serapan atom seng, prosedur telah dikembangkan untuk berbagai sampel yang beragam seperti air dan air limbah, udara, darah, urin, otot, jaringan, rambut, susu, sereal sarapan, shampoo, alloys, industri plating, bensin, minyak, sedimen, dan batuan. Untuk mengembangkan metode penyerapan atom secara kuantitatif memerlukan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut meliputi pemilihan metode atomisasi, pemilihan panjang gelombang dan lebar celah, penyiapan sampel untuk analisis, meminimalkan interferensi spektral dan kimia, serta memilih metode standardisasi. Sama halnya dengan teknik spektrometri lainnya, análisis kuantitatif dengan SEA dan SSA menggunakan dasar hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linier antara serapan dengan jumlah analit. A=εbC A = absorbansi, ε = absorptivitas molar, dan C = Konsentrasi (M). Penggunaan hukum Lambert-Beer dapat diaplikasikan baik untuk metode kurva kalibrasi biasa maupun untuk metode adisi standar. 1. Metode Kurva Kalibrasi Pada metode ini disiapkan sejumlah larutan stándar yang konsentrasinya berada pada range kerja (konsentrasi larutan yang menghasilkan nilai absorban ideal) serta larutan blanko sebagai pembanding. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi larutan blanko dan stándar serta dibuat kurva hubungan absorbansi dengan konsentrasi estándar, yang disebut kurva kalibrasi standar (Gambar 30). Penentuan konsentrasi analit dalam sampel dilakukan dengan cara ekstrapolasi terhadap kurva kalibrasi standar .

70

Gambar 30. Kurva Kalibrasi Standar 2. Metode Adisi Standar Akibat adanya konstituen lain (selain analit) dalam sampel, maka kemungkinan akan terjadi gangguan matriks dalam pengukuran. Gangguan/kesalahan pengukuran ini timbul jika kita menggunakan metode kurva kalibrasi biasa, karena adanya perbedaan matriks standar dengan matriks sampel. Solusi untuk masalah ini adalah menggunakan metode penambahan/ adisi standar. Dalam metode adisi standar, sejumlah kecil larutan standar dari unsur yang ditentukan ditambahkan ke sampel dan absorbansi sampel diukur bersamaan dengan standar yang ditambahkan. Dengan cara ini matriks sampel dan stándar menjadi sama, sehingga kesalahan pengukuran dapat dihindari. Selain itu metode adisi stándar dapat dimanfaatkan untuk mengukur analit yang memiliki kadar yang rendah dalam suatu sampel. Pada prosedur adisi stándar penggunaan kurva untuk mendapatkan konsentrasi sampel agak berbeda dengan kurva kalibrasi biasa. Adanya komponen analit dalam sampel yang tidak ditambahkan larutan standar menghasilkan kurva kalibrasi yang berbeda, yaitu kurva yang tidak berpotongan dengan titik nol (Lihat Gambar 31). Ekstrapolasi kurva ke titik absorbansi nol menyebabkan adanya perpanjangan sumbu x pada sisi negatif dari nol. Besarnya perpanjangan tersebut sebanding dengan konsentrasi analit dalam sampel.

71

Gambar 31 Kurva Kalibrasi Adisi Standar Sensitivitas dari SSA secara karakteristik ditunjukkan oleh nilai konsentrasi yang memberikan absorbansi sebesar 0,00436 (⁓ transmitansi 99%). Selain itu, panjang gelombang juga bisa digunakan untuk kesensitifan terhadap jenis atom tertentu. Misalnya, atomisasi menghasilkan atom yang tidak hanya analit, tetapi juga komponen lain yang ada di dalam sampel matriks. Kehadiran atom lain dalam nyala api relatif tidak menyebabkan adanya gangguan dalam pengukuran. Jika hal ini terjadi gangguan dapat dihindari dengan memilih panjang gelombang lain yang dapat diserap oleh analit, tetapi tidak diserap oleh atom lain (interferant/pengganggu). Berikut ini contoh aplikasi dari SSA, tentang Penentuan Cu dan Zn dalam Sampel Jaringan. Secara ringkas metode preparasi sampel jaringan untuk pengukuran dengan SSA ini dilakukan dengan mengisolasi tembaga dan seng setelah mengekstrak semua jaringan lemak. Konsentrasi tembaga dan seng dalam supernatan ditentukan dengan SSA menggunakan atomizer nyala api-acetylene. Prosedur rinci: Sampel jaringan diperoleh dengan jarum biopsi otot dan dikeringkan pada 105°C selama 24– 30 jam. Jaringan lemak pada sampel kering dihilangkan dengan cara mengekstraksinya semalaman dengan eter anhidrat. Setelah éter dihilangkan, sampel dikeringkan untuk mendapatkan berat jaringan kering bebas lemak (Fat-Free Dry Tissue Weight, FFDT). Selanjutnya sampel dilarutkan dalam 3 mL 0,75 M HNO3 pada suhu 68°C selama 20-24 jam. Setelah disentrifugasi pada 2500 rpm selama 10 menit, supernatan dipindahkan ke labu volumetrik 5 mL. Perlakuan ini diulang dua kali, masing-masing selama 2-4 jam menggunakan 0,9 mL larutan HNO3 0,75M. Supernatan tersebut ditambahkan ke labu ukur 5 mL, selanjutnya ditepatkan volumenya dengan larutan HNO3 0,75M. Konsentrasi Cu dan Zn dalam supernatan 72

yang diencerkan ditentukan dengan SSA menggunakan api-acetylene dan metode standar eksternal. Tembaga dianalisis pada panjang gelombang 324,8 nm dengan lebar celah 0,5 nm, dan seng dianalisis pada 213,9 nm dengan lebar celah 1,0 nm. Koreksi latar belakang digunakan untuk seng. Hasilnya dilaporkan sebagai mikrogram Cu atau Zn per gram FFDT. Pertanyaan: 1. Apa matriks yang tepat untuk larutan standar eksternal dan blanko? Matriks untuk larutan standar dan blanko harus sesuai dengan sampel, maka digunakan matriks larutan HNO3 0,75 M. Adanya gangguan dari yang komponen matriks sampel lainnya diminimalkan dengan koreksi latar belakang. 2. Mengapa koreksi latar belakang diperlukan untuk analisis Zn, tetapi tidak untuk analisis Cu? Koreksi latar belakang digunakan untuk mengimbangi serapan latar belakang dan hamburan karena adanya interferen dalam sampel. Gangguan semacam itu paling sering terjadi untuk analit, yang menyerap pada panjang gelombang kurang dari 300 nm, seperti Zn. 3. Tabel berikut ini menyajikan informasi besarnya absorbansi untuk konsentrasi Cu stándar

Berapa konsentrasi tembaga (dalam mikrogram per gram FFDT), untuk 11,23mg sampel jaringan FFDT yang menghasilkan absorbansi 0,023? Regresi linear dari standar kalibrasi memberikan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi sebagai A = –0.0002 + 0,0661 (ppm Cu) Dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan hubungan A dengan ppm Cu, diperoleh konsentrasi Cu dalam larutan adalah 0,351 ppm (µg/mL). Karena massa sampel jaringan FFDT sebesar 11,23 mg dan volume sampel 15 mL, maka konsentrasi Cu dalam sampel jaringan, adalah:

73

D. Pemeliharaan Alat SSA Pembersihan burner-head dan nebulizer secara berkala diperlukan untuk memastikan tingkat kesalahan pengukuran akibat masuknya kotoran ke nyala api seminimal mungkin. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggores slot di burner-head dengan pisau tajam untuk menghilangkan endapan karbon, atau melepas burner-head untuk direndam dalam alat ultrasonik. Nebulizer harus dibongkar dan diperiksa dan dibersihkan secara berkala untuk menghilangkan kotoran yang mungkin terkumpul.

E. Induktif Coupled Plasma (ICP), sebagai metode baru pada SEA Salah satu metode emisi atomik yang telah banyak mendapat perhatian baru-baru ini adalah metode ICP (Induktif Coupled Plasma) . Metode ICP ini menggunakan plasma induktif yang terdiri atas koil/kumparan induksi dan plasma, sebagai sumber emisi atom. Kumparan induksi adalah kumparan kawat yang memiliki arus bergantian (berosilasi) yang mengalir melaluinya. Kumparan ini melilit tabung kuarsa yang dilaluinya sehingga mengalir "plasma". Plasma adalah kumpulan partikel bermuatan yang mampu berinteraksi dengan medan magnet. Secara khusus, plasma terdiri atas aliran gas argon yang telah terionisasi sebagian oleh kumparan "Tesla" sebelum memasuki tabung. Interaksi medan magnet induksi dengan argon plasma menghasilkan lebih banyak argón terionisasi dan api emisi yang sangat panas. Untuk pengukuran sampel larutan, dilakukan prosedur aspirasi seperti dalam fotometri nyala dan absorbsi atom (SSA). Larutan disedot ke dalam aliran argon sebelum memasuki tabung kuarsa yang memiliki suhu sangat tinggi (9.000-10.000 K), yang mampu menghasilkan emisi yang sangat kuat dari atom yang dikabutkan dan tereksitasi dari larutan sampel. Sebagai teknik emisi, metode ICP ini sangat berguna untuk analisis kualitatif, terutama mengingat intensitas pancaran spektrum garis yang lebih besar dibandingkan dengan fotometri nyala. Namun, keunggulan utamanya terletak pada analisis kuantitatif, karena jangkauan linieritas untuk plot Intensitas vs. Konsentrasi lebih besar. Hal ini menyebabkan análisis dapat dilakukan secara akurat pada rentang konsentrasi yang lebih luas. Selain itu, adanya peningkatan intensitas emisi pada suhu yang lebih tinggi menyebabkan sensitivitasnya jauh lebih besar, serta analisis "multielement" dari satu sampel secara bersamaan dapat dilakukan. Kerugiannya adalah tingginya biaya peralatan dibandingkan SSA dan fotometer nyala.

74

More Documents from "Ririn Syarli"

727-1059-1-pb.pdf
October 2019 4
Makalah.docx
October 2019 4
Aas.pdf
October 2019 5
Askep Anak.docx
December 2019 47
1-19-1-pb.pdf
June 2020 31