Penyusunan Clinical Pathways di RSUP Fatmawati Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA Ketua Komite Medik dan Ketua Panitia Casemix RSUP Fatmawati Jakarta Pendahuluan Komite Medik RS Fatmawati telah merancang strategi pendekatan untuk 1, 2,3,4,5 mengimplementasikan Sistem Penataan Klinis (Clinical Governance) – di Rumah Sakit Fatmawati dikenal sebagai Sistem Komite Medik dan Sistem SMF 6 - telah berjalan sejak tahun 2003, mengkombinasikannya dengan 7 8, 9, 10,11 Sistem Pembiayaan Casemix melalui pendekatan mutu profesi yakni dengan memadukan sistem pelayanan berkesinambungan (continuing of care) –
Disampaikan pada Sosialisasi Penyusunan Clinical Pathways. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel Permata Bidakara, Bandung 4 Juli 2006. 1 Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, konstruksi dan implementasi manajemen medik. Disampaikan pada seminar dan business meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-based Medicine /EBM) menuju Clinical Governance” dalam rangka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di Gedung Bidakara Jakarta 30 Mei 2000. 2 Firmanda D. Professional continuous quality improvement in health care: standard of procedures, clinical guidelines, pathways of care and evidence-based medicine. What are they? J Manajemen & Administrasi Rumah Sakit Indonesia 1999; 1(3): 139-144. 3 Firmanda D. Dari penelitian ke praktik kedokteran. Dalam Sastroasmoro S dan Ismael S. Dasar dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2002. 4 Firmanda D. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit. Disampaikan pada Pendalaman materi rapat kerja RS Pertamina Jaya, Jakarta 29 Oktober 2001. 5 Firmanda D. Professional CQI: from Evidence-based Medicine (EBM) towards Clinical Governance. Presented at the plenary session in World IPA, Beijing 23rd July 2001. 6 Komite Medik RS Fatmawati. Sistem Komite dan Sistem SMF di RS Fatmawati Jakarta 2003. 7 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005. 8 Firmanda D. Key to success of quality care programs: empowering medical professional. Global Health Journal 2000; 1(1) http://www.interloq.com/a26.htm 9 Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm 10 Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J Cardiol Pediatr 1999; 1(1):43-9. 11 Firmanda D. Editorial: Profesionalisme. Medicinal 2000; 1(1):6.
1
dikenal sebagai dalam bentuk Alur Penerimaan Pasien12,13 dan Kebijakan Pelayanan secara by names14,15 yang telah ada dengan Standar Pelayanan 16 6 Medis dari seluruh 20 SMF melalui Clinical Pathways. (Lihat Gambar 1)
Health Impact Intervention (HII)
Health Resources Groups (HRG)
Gambar 1. Skema strategi pendekatan Komite Medik RS Fatmawati dalam Clinical Governance dan Sistem DRGs Casemix.6
12
Rumah Sakit Fatmawati. Kebijakan tentang Penerimaan Pasien Rawat Inap (Admission) Nomor Dokumen HK.00.07.1.256 tanggal 15 September 2003 dengan Nomor Revisi HK.00.07.1.201 tanggal 10 Mei 2005. 13 Rumah Sakit Fatmawati. Prosedur tentang Penerimaan Pasien Rawat Inap (Admission) Nomor Dokumen HK.00.07.1.257 tanggal 15 September 2003 dengan Nomor Revisi HK.00.07.1.202 tanggal 10 Mei 2005. 14 Rumah Sakit Fatmawati. Kebijakan tentang Program Pilih Dokter. Nomor Dokumen HK.00.07.1.49 tanggal 28 Februari 2003. 15 Rumah Sakit Fatmawati. Prosedur tentang Program Pilih Dokter. Nomor Dokumen HK.00.07.1.49 tanggal 28 Februari 2003. 16 Komite Medik RS Fatmawati. Standar Pelayanan Medis 20 SMF di RS Fatmawati Jakarta 2003.
2
Sedangkan deviasi dari isi komponen Clinical Pathways dicatat sebagai dalam kolom varians dan ditindak lanjuti sebagai variance tracking dengan st nd menggunakan mekanisme audit medis tingkat pertama atau kedua (1 and 2 Party Medical Audit) sesuai dengan Pedoman Audit Medis Komite Medik RS Fatmawati 17,18,19,20 dan Panduan Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan/ Keselamatan Pasien (Clinical Risks Management and Patient Safety) Komite 21 Medik RS Fatmawati dengan cara Root Cause Analysis (RCA), Failure Mode of Effective Analysis (FMEA) atau Probability Risks Assessment (PRA) serta Panduan Health Impact Intervention Komite Medik RS Fatmawati.22 Jadwal Rencana Program Sedangkan untuk pilot project Sistem Casemix di RS Fatmawati, Panitia Casemix telah menyusun jadwal rencana kerja dengan jadwal ujicoba di 5 SMF sebagaimana dalam Tabel berikut:
17
Firmanda D. Pedoman Audit Medis Komite Medik RS Fatmawati. Jakarta 1999. Firmanda D. Pelaksanaan Audit Medik. Disampaikan dalam Semiloka Pelaksanaan Audit Medik di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya pada tanggal 11 Desember 2003. 19 Firmanda D. Pengalaman Komite Medis RS Fatmawati dalam melaksanakan Audit Medis. Disampaikan dalam Temu Karya I: Implementasi Good Clinical Governance di bidang Pelayanan Medis, Jakarta 27 September 2004. 20 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. 21 Firmanda D. Panduan Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan/Keselamatan Pasien ( Clinical Risks Management and Patient Safety ) Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2005. 22 Firmanda D. Panduan Health Impact Intervention Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2006. 18
3
Tabel. Rencana Kerja Pilot Project Casemix dan Ujicoba 5 SMF RS Fatmawati
4
Clinical Pathways Komite Medik RS Fatmawati Komite Medik RS Fatmawati telah membuat fomat umum Clinical Pathways dan melakukan revisi sebanyak 3 kali sehingga terbentuk format yang dapat diterima oleh seluruh 20 SMF melalui Sidang Pleno Komite Medik. I. Definisi Clinical Pathways (CP) Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. 2,23,24,25 II. Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah sakit harus bersifat: a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan (continuing of care) b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis) c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi).
23
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober 2005. 24 Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005. 25 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006 (dalam pencetakan).
5
d. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis. e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit. f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors) . g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan. Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang merangkum: a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang. b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan c. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit. III.
Langkah langkah penyusunan Clinical Pathways
Langkah langkah dalam menyusun Format Clinical Pathways yang harus diperhatikan: 1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways 2. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi 26 setempat seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien) yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit27 dan sensus harian untuk: a. Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat. 26
Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: indikator mutu rekam medik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006. 27 Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.
6
b. Penetapan lama hari rawat. 3. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit setempat, Bila perlu standar standar tersebut dapat dilakukan revisi.2,5,7 4. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing.26 Sebagai contoh ilustrasi pengalaman Komite Medik RS Fatmawati dalam rangka penyusunan dan implementasi Sistem Casemix rumah sakit sebagai upaya meningkatkan kinerja dan mutu profesi. Dalam pelaksanaan tahap kodefikasi diagnosis ICD 10 dan prosedur tindakan ICD 9 CM yang dilakukan oleh Bagian Rekam Medik sebagai Unit Coding Panitia Casemix RS Fatmawati, Komite Medik RS Fatmawati melakukan analisis dan deteksi validitas data tersebut. Bila data tersebut ‘dubious’ , akan dikembalikan untuk klarifikasi; bila ada laporan data ketidaklengkapan akan disampaikan kepada individu dokter melalui Ketua SMF masing masing, bila ada ‘curiousity’ dan atau ‘suspicious’ akan ditindaklanjuti melalui Tim Tim terkait di Komite Medik dan bila perlu dapat disampaikan dalam agenda Sidang Pleno Komite Medik yang diadakan setiap hari Senin jam 12.30 – 13. 00 WIB. Berdasarkan hasil analisis data tersebut Ketua Komite Medik mendapatkan ide masukan bahwa kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM tersebut dapat dipergunakan sebagai salah satu alat indikator untuk monitoring dan bahan cross check untuk proses audit medis lebih lanjut sesuai Panduan Audit Medis Komite Medik melalui Tim Etik dan Mutu Profesi 2,28, 29(Gambar 2).
28
Firmanda D. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam Sosialisasi Pedoman Audit Medik di Rumah Sakit, diselenggarakan oleh Dirjen Bin Yan Medik DepKes RI, Cisarua 7 September 2005. 29 Fimanda D. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan pada Hospital Management Refreshing Course and Exhibition (HMRCE): Change Management in Healthcare Services. Diselenggarakan oleh Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN) di Hotel Borobudur, Jakarta 21 – 23 Februari 2006.
7
1
2 3
4
7
5
6
Gambar 2. Alur proses mekanisme data dan umpan balik (feed back)
30
Setiap rumah sakit membuat dan mengirimkan secara berkala sesuai dengan jenis formulirnya masing masing (RL 1 sampai RL 6) sesuai dengan dengan 31 Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit sebagaimana berikut: 1. Data Kegiatan Rumah Sakit (Formulir RL 1) setiap triwulan 2. Data Keadaan Morbiditas Pasien (Formulir RL 2) setiap triwulan: a. Morbiditas Rawat Inap (Formulir RL 2a) b. Morbiditas Rawat Jalan (Formulir RL 2b) c. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2a1) d. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2b1) e. Status Imunisasi (Formulir RL 2c) f. Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap (Formulir RL 2.1, RL 2.2 dan RL 2.3) Komite Medik RS Fatmawati. Sistem Komite Medik dan Sistem SMF di RS Fatmawati, Jakarta 2003. 31 Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005. 30
8
3. Data Dasar Rumah Sakit (RL 3) setiap akhir tahun 4. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit (Formulir RL 4) setiap semester (6 bulan) 5. Data Peralatan Medik Rumah Sakit dan Data Kegiatan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (Formulir RL 5) setiap akhir tahun 6. Data Infeksi Nosokomial Rumah Sakit (Formulir RL 6) setiap bulan. Maka khusus untuk proses pengolahan data, Ketua Komite Medik RS Fatmwati menggabungkan skema pendekatan Gambar 1 dengan Gambar 2 di atas menjadi sebagaimna dapat dilihat dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Skema pendekatan Ketua Komite Medik RS Fatmawati dalam 26 proses pengolahan data untuk penyusunan Clinical Pathways.
9
IV.
Format Umum Clinical Pathways Komite Medik RS Fatmawati
Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum Clinical Pathways sebagai ‘template’ untuk setiap profesi untuk membuat clinical pathways masing masing sesuai dengan bidang keahliannya dan melibatkan multidisiplin profesi medis, keperawatan dan farmasis/apoteker sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Format Umum Clinical Pathways yang telah disepakati bersama dalam Sidang Pleno Komite Medik untuk seluruh 20 SMF di RS Fatmawati.7 10
Dalam kolom obat obatan harus sesuai dengan yang dari Standar Formularium Rumah Sakit (Gambar 5) yang telah disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Penyimpangan (deviasi) obat obatan (jenis, dosis dan cara pemberian) dapat diperkenankan bila memang diperlukan setelah mengisi Formulir Lampiran 1 Formularium Rumah Sakit Edisi III 2003 (Gambar 6) dan harus dicatat dalam kolom varians serta dapat dipertanggungjawabkan st melalui audit medis tingkat pertama (1 party medical audit) sebagaimana dalam Form 1 Audit Medis sebagai salah satu unsur dari variance tracking.
Gambar 5. Buku Standar Formularium RS Fatmawati Edisi-III 2003.
11
Gambar 6. Formulir Lampiran 1 Formularium Rumah Sakit Edisi III 2003 Untuk memprioritaskan judul/topik Clinical Pathways yang dibuat di seluruh SMF dapat dimanfaatkan informasi dari data dalam Gambar 3 di atas, disamping itu juga dapat dihitung rencana lama hari rawat rerata (means ±SD; means ± SE dan 95% CI) dan varians lama rawat setiap kasus berdasarkan kodefikasi ICD 10 dari Laporan Bulanan 10 penyakit terbesar di rumah sakit dan SMF sebagaimana contoh Gambar 7 sampai 10 berikut.32, 33
32
Firmanda D. ICD 10 dan ICD 9 CM: sebagai indikator mutu rekam medik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem
12
Gambar 7. Data 10 besar penyakit dengan Kode ICD 10 dan lama hari rawat untuk bulan Januari 2006 Maka atas kesepakatan bersama melalui Sidang Pleno tingkat SMF sebagai mekanisme pengambilan keputusan tertinggi di SMF Kesehatan Anak RS
Informasi Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006. 33 Firmanda D. Pelaksanaan audit medik di rumah sakit. Disampaikan pada Pertemuan Komite Medik Rumah Sakit . Diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat di Hotel Permata Bidakara, Bandung 30 Mei 2006.
13
Fatmawati dibuat Clinical Pathways untuk Demam sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Berdarah
Dengue
Gambar 8. Clinical Pathways untuk Demam Berdarah Dengue dari Buku Clinical Pathways SMF Kesehatan Anak RS Fatmawati Edisi 2006.34 34
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.
14
Bahkan SMF Kesehatan Anak RS Fatmawati dengan seluruh SubBagian (Divisi) telah menyusun buku mengenai Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem Casemix sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 9.
Gambar 9. Buku Clinical Pathways Kesehatan Anak RS Fatmawati Edisi 2006. 34
15
Sedangkan SMF Orthopedik berdasarkan data 10 penyakit terbesar sebagaimana pada Gambar 10 membuat Clinical Pathways untuk Fraktrur Tibia (Gambar 11).
Gambar 10. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah Ortopedik untuk bulan Januari dan Februari 2006.
16
Gambar 11. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah Orthopedik untuk Fraktur Tibia. Contoh lain format Clinical Pathways dari SMF Penyakit Dalam, SMF Bedah dan SMF Kebidanan-Kandungan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 12, 13 dan 14 berikut.
17
Gambar 12. Contoh Format Clinical Pathways SMF Penyakit Dalam untuk Gagal Ginjal Kronik.
18
Gambar 13. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah untuk Tumor Rektum.
19
Gambar 14. Contoh Format Clinical Pathways SMF Kebidanan dan Kandungan.
20
Untuk mempermudah setiap SMF dalam pembuatan Clinical Pathways SMF untuk menyusun kodefikasi diagnosis ICD 10 dan tindakan prosedur ICD 9 CM dapat merujuk kepada data 10 penyakit terbesar di setiap SMF dan laporan bulanan tindakan operasi yang paling sering, sehingga SMF tersebut lebih mudah dan waktu relatif singkat menyusun kodefikasi diagnosis dan prosedur tindakan dalam Clinical Pathways masing masing sebagaimana contoh dalam Gambar 15 dan 16 berikut.
Gambar 15. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Mata bulan Maret 2006.
21
Gambar 16. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Bedah (Umum) bulan Maret 2006.
22
V. Hubungan Clinical Pathways dengan Mutu Profesi (Quality) Implementasi CP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan Clinical Governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau,35,36,37,38,39, 40,41,42 sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 1 di atas. Sedangkan secara sederhana Clinical governance adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien.1, 2,43 Catatan: Istilah ‘Clinical governance’ itu sendiri yang berasal dari negara Inggris. ‘Clinical
governance’ ini merupakan salah satu sumbang saran BAMM ( British Association of Medical Manager ) yang berhasil dan diterima oleh pemerintah ( Labour Party) setelah melalui perdebatan publik akibat beberapa kasus pelayanan kesehatan/kedokteran yang muncul ke permukaan menjadi sorotan dan tuntutan masyarakat serta merupakan kasus untuk CNST – Clinical Negligence Scheme for the Trusts – (‘risk management’). Meskipun sebelumnya telah mempunyai beberapa program pendekatan dalam upaya peningkatan mutu melalui – (Small) Hospitals Accreditation , Patients’ Charter, BSI 5751/ISO 9002, Quality Assurance, maupun TQM. Pada tahun 1997 bertepatan dengan peluncuran kebijakan baru dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh NHS (National Health Services) dan recana kerjanya untuk 10 tahun mendatang - A First Class Service: Quality in the new NHS dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (kedokteran) serta sekaligus mengantisipasi (‘hidden agenda’ – for the unpicking process) era pasar terbuka Masyarakat Ekonomi Eropa/EEC.44 , 45 35
Campbell H et al. Clinical pathways. BMJ 1998:316;133-4. Johnson S. Pathways of care. Blackwell Science, Oxford 1997. 37 Edwards J. Clinical Care Pathways: a model for effective delivery of health care? J of Integrated Care 1998:2; 59-62 38 Hale C. Case Management and Managed Care. Nursing Standard 1995: 9(19); 33-5 39 Kitchener D et al. Integrated Care Pathways; Effective Tools for Continuous Evaluation of Clinical Practice. J Evaluation in Clinical Practice 1996:2(1); 65 -9 40 Petryshen PR, Petryshen PM. The case management model: an approach to the delivery of patient care. J Advance Nursing 1992:17;1188-94 41 Wall M. Managed Care: Development of an Integrated Care Pathway in Neurosciences. NT Research 1997: 2(4); 290-1 42 Wilson J, Integrated Care Management: The Pathway to Success? Oxford Butterworth Heimeman 1997 43 Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements, and implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm 44 British Department of Health. Clinical Governance: Quality in the New NHS. London: NHS Executive, 1999. 45 Scally G, Donaldson LJ. The NHS's 50 anniversary. Clinical governance and the drive for quality improvement in the new NHS in England. BMJ. 1998 Jul 4;317(7150):61-5. 36
23
Clinical Pathways (CP) merupakan salah satu komponen dari Sistem DRGCasemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baik secara top down costing atau activity based costing maupun kombinasi keduanya).7,8,9 CP dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan audit medis dan manajemen baik untuk tingkat pertama maupun kedua (1 st Party and 2nd Party Audits) dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu 46,47, 48,49,50 pelayanan. CP dapat digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent / system errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management ) dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien (patient safety). 51, 52 Sebagai ilustrasi contoh kasus adalah sebagai berikut: selama ujicoba penerapan Clinical Pathways di SMF Kesehatan Anak pada bulan Desember 2005 lalu dalam Sistem SMF Kesehatan Anak sebagaimana dalam Gambar 17 berikut.
46
Firmanda D. Pedoman Audit Medis. Komite Medis RS Fatmawati Jakarta 2003. Firmanda D. Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya 2003. 48 Firmanda D. Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam rangka Penyusunan dan Penyempurnaan Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Depkes RI, Jakarta 2004. 49 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. 50 Firmanda D. Key to success of quality care programs: empowering medical professional. Global Health Journal 2000; 1(1) http://www.interloq.com/a26.htm 51 Firmanda D. Pedoman dan Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamnan Pasien ( Clinical Risks Management and Patients Safety ). Pleno Komite Medik RS Fatmawati 21 Juni 2005. 52 Firmanda D. Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks Management and Patients Safety). Disampaikan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien ( Clinical Risks Management and Patients Safety ) dan uji coba di 4 propinsi di Depkes RI Jakarta 2005. 47
24
Gambar 17. Uji coba Clinical Pathways sebelum revisi. Terjadi ‘delayed’ pemulangan pasien selama 1 hari, setelah dilakukan 1st Party Managerial Audit, yang mengakibatkan terjadi stagnasi pasien masuk di Unit Emergensi yang melampaui batas waktu yang ditentukan. Kasus tersebut dilakukan variance tracking dengan cara 1st Party Managerial Audit sesuai
25
dengan Pedoman Audit Medis komite Medik RS Fatmawati – ditemukan adanya keterlambatan dalam proses administrasi billing keuangan yang memakan waktu cukup lama. Maka Ketua Komite Medik memberikan masukan usul kepada: 1. Direktur Keuangan untuk membenahi sistem billing rumah sakit. 2. Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan mendesain sistem triage di Unit Emergensi yang lebih baik sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 18 di bawah. 3. Kepala Instalasi Rawat Inap untuk menyediakan ruangan khusus semacam transisi selama pengurusan administrasi pulang dan tidak tetap di ruang inap. 4. Ketua SMF dan Kepala Instalasi Gawat Darurat untuk membuat Clinical Pathways kasus kasus di Unit Emergensi sebagaimana Format dalam Gambar 19 di bawah.
Gambar 18. Skema usul Ketua Komite Medik tentang stagnasi di Unit Emergensi. 26
Gambar 19. Contoh format Clinical Pathways untuk Unit Emergensi.
27
Ilustrasi contoh lain adalah:
a
Gambar 20. Data 10 Besar Jenis Penyakit Rawat Inap dengan ICD 10, Jumlah Pasien dan Jumlah Hari Rawat untuk bulan Januari 2006. Gambar 20 tanda b data Januari 2006 bayi lahir dengan sectio caesaria ( P 03.4 ICD 10) menempati urutan ke tiga dan menimbulkan ‘curiousity’. Ketua Komite Medik membuat disposisi kepada Ketua SMF Kebidanan dan Kandungan untuk melakukan audit medis tingkat pertama (1st Party Medical Audit) bersama Koordinator Pelayanan Medik dan Koordinator Etik dan Mutu dari SMF Kebidanan dan Kandungan terhadap 48 tindakan sectio caesaria tersebut. (Alur 3 Gambar 2). Pada saat yang bersamaan dengan 2 di atas, Ketua Komite Medik membuat disposisi kepada Bagian Rekam Medik untuk klarifikasi data 48 kasus tersebut dengan Laporan Operasi Bulan Januari 2006 sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 4 dimana ada 59 kasus Kode Operasi ICPM 5-741 dan 4 kasus Kode Operasi ICPM 5-749. (Alur 2 Gambar 2).
28
Berdasarkan 2 dan 3 di atas, Ketua Komite Medik menugaskan Tim Etik dan Mutu Profesi Komite Medik untuk melakukan audit medis tingkat ke dua (2nd Party Medical Audit ) sesuai dengan Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit dalam Sistem Komite Medik. (Alur 4 Gambar 2). Sebagai catatan Unit Coding Panitia Casemix dan Bagian Rekam Medik RS Fatmawati mulai menggunakan kodefikasi prosedur tindakan ICD 9 CM terhitung bulan Maret 2006, sebelumnya masih menggunakan kodefikasi operasi ICPM. Berdasarkan ilustrasi di atas, Komite Medik mengikuti perkembangan monitoring dan tindak lanjut dengan hasil sebagaimana dalam Gambar 21 berikut yang menunjukkan adanya perbaikan ( improvement) dari kinerja (performance ) SMF Kebidanan dan Kandungan dalam hal indikasi tindakan operasi sectio caesaria kode ICD 9 CM 74.4 dan 74.99 pada bulan Maret 2006.
Gambar 21. Kode Tindakan ICD 9 CM di SMF Kebidanan dan Kandungan bulan Maret 2006.
29
Secara rutin setiap bulan SMF Kebidanan dan Kandungan memberikan laporan tertulis kepada Ketua Komite Medik mengenai kinerja dari seluruh kegiatan yang dilakukan sebagaimana contoh dapat dilihat dalam Gambar 22.
Gambar 22. Laporan Kegiatan SMF Kebidanan dan Kandungan Maret 2006.
30
Ilustrasi contoh dimana Clinical Pathways dapat mengubah/revisi Standar Pelayanan Medis (SPM)/Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam penatalaksanaan pasien di ruangan berdasarkan kaidah Evidence-based Medicine (EBM) yakni tentang pemberian vitamain K 1 kepada bayi baru lahir53 sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 23 berikut.
Gambar 23. Contoh Clinical Pathway Bayi Baru Lahir di SMF Kesehatan Anak 34 RS Fatmawati. 53
American Academy of Pediatrics. Policy Statement – Controversies concernng Vitamin K and the newborn. Pediatrics 2003;112(1):191-2.
31
Kesimpulan 1. Clinical Pathways (CP) sebagai kunci utama untuk masuk ke dalam sistem pembiayaan yang dinamakan DRG-Casemix. 2. Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. 3. Clinical Pathways (CP) merupakan salah satu komponen dari Sistem DRG-Casemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baik secara top down costing atau activity based costing maupun kombinasi keduanya). 4. Implementasi CP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan Clinical Governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau. 5. Dalam menyusun Format Clinical Pathways harus diperhatikan: i. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways ii. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat seperti data Laporan RL1 sampai dengan RL6 dan sensus harian untuk: a. Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat. b. Penetapan lama hari rawat. iii. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit setempat, Bila perlu dapat dilakukan revisi. iv. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing. 6. Variabel varians dalam CP dapat digunakan sebagai alat ( entry point) untuk melakukan audit medis dan manajemen baik untuk tingkat st nd pertama maupun kedua ( 1 Party and 2 Party Audits ) dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. 7. Variabel tindakan dalam CP dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan surveilans Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial
32
(Lihat Pedoman dan format surveilans Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial Komite Medik RS Fatmawati) dan selanjutnya untuk menilai Health Impact Intervention (Lihat Pedoman Health Impact Intervention Komite Medik RS Fatmawati). 8. Variabel obat obatan dalam CP dapat digunakan sebagai alat (entry point) untuk melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring dari 5 Langkah 12 Kegiatan Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RS Fatmawati (Lihat Pedoman Mekanisme Kerja Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RS Fatmawati). Sekaligus secara tidak langsung menggalakkan penggunanan obat secara rasional dan dapat melihat cermin dari penggunaan obat generik. 9. CP dapat digunakan sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten ( latent / system errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien ( patient safety ) (Lihat Pedoman Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk Management) dan Keamanan Pasien (Patient Safety) Komite Medik RS Fatmawati). 10. Hasil dan revisi CP dapat digunakan juga sebagai alat ( entry point) untuk melakukan perbaikan dan revisi Standar Pelayanan Medis dan asuhan Keperawatan yang bersifat dinamis dan berdasarkan pendekatan Evidence-based Medicine (EBM) dan Evidence-based Nurse (EBN). 11. Partisipasi aktif, komitmen dan konsistensi dari seluruh jajaran direksi, manajemen dan profesi harus dijaga dan dipertahankan demi terlaksana dan suksesnya program Casemix di rumah sakit. 12. Bila Sistem Casemix Rumah Sakit telah berjalan, maka untuk selanjutnya akan lebih mudah untuk masuk ke dalam sistem pembiayaan lebih lanjut yakni Health Resources Group (HRG) yang saat ini sedang dalam penggarapan Komite Medik Rumah Sakit Fatmawati.
33
Penjelasan Penyusunan Format Clinical Pathways
1
2
3 5
6
7
8
11 14
4 9
10 13
12 15
16
17
18
19
20
21 22 23 24 25 26 27 28 29
29 30 31
32 33
36
34
35
37
38
34
No 1. 2.
Penjelasan
Keterangan
3. 4.
Lambang atau Logo Rumah Sakit Nama SMF atau Departemen membuat Nama Rumah Sakit Nama Judul/Topik penyakit
5.
Tahun pembuatan
6.
Nama pasien: sesuai dengan yang ditulis pada Rekam Medik Umur: ditulis dalam satuan tahun
7.
yang
8.
Berat badan: kilogram.
ditulis
dalam
satuan
9.
Tinggi badan: centimeter.
ditulis
dalam
satuan
10.
Nomor Rekam Medik: ditulis dengan nomor rekam medik
11.
Diagnosis Awal: diagnosis kerja pada waktu masuk dirawat. Kode ICD 10: bila ada sesuai nomor kode diagnosis awal. Rencana rawat: ditulis hari rawat perkiraan.
12. 13.
14. 15. 16. 17. 18. 19.
sesuai
Ruang Rawat: ditulis nama ruangan tempat pasien dirawat. Ditulis tanggal dan jam pasien masuk dirawat inap. Ditulis tanggal dan jam pasien keluar rawat inap (pulang). Ditulis lama hari rawat dengan formula: (Tgl keluar + 1) – Tgl masuk Ditulis junis kelas ruang perawatan. Ditulis tarif kelas ruang perawatan/hari.
-
Dapat dicantumkan juga kode Rumah Sakit Dapat juga diagnosis kerja saat masuk, contoh: 1. Observasi Febris 2. Observasi Kejang dsb Ditulis oleh SMF terkait. Bila perlu dapat ditulis nomor dan revisi. Diisi oleh SMF terkait. Diisi oleh perawat dinas. Untuk bayi dalam bulan dan untuk neonatus dalam hari. Diisi oleh perawat dinas. Untuk berat dibawah 10 Kg – ditulis dalam satuan Gram. Diisi oleh perawat dinas. Untuk bayi dan noenatus adalah Panjang Badan dalam centimeter. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Hari rawat rerata dapat diperoleh dari data morbid itas rumah sakit (RL2a dan 2b) atau kesepakatan/ konsensus seluruh profesi di SMF. Diisi oleh dokter SMF terkait. Dapat ditulis nomor kamar. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh perawat dinas.
35
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
32. 33.
34.
35.
36. 37. 38.
Seluruh kolom ini diisi oleh petugas perincian biaya/kasir. Hari sakit ditulis berdasarkan keluhan dari anamnesis Diagnosis Utama ditulis berdasarkan ICD 10 Diagnosis Penyerta ditulis berdasarkan ICD 10 Diagnosis Komplikasi ditulis berdasarkan ICD 10 Ditulis nama dokter atau kode dokter yang memeriksa Ditulis nama dokter atau kode dokter yang memeriksa Ditulis seluruh pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien Ditulis seluruh obat obatan yang diberikan kepada pasien Ditulis seluruh nutrisi yang diberikan kepada pasien Ditulis seluruh kegiatan mobilisasi kepada pasien. Ditulis seluruh gejala klinis, obat, tindakan operasi dan hasil pemeriksaan penunjang yang menjadi indicator dalam monitoring (follow up) pasien. Ditulis seluruh kegiatan pendidikan, penyuluhan maupun rencana pulang.
Diisi oleh petugas yang diberi kewenangan.
Ditulis seluruh deviasi dari rencana: diagnosis, asesmen klinis, pemeriksaan penunjang, tindakan, obat, nutrisi, mobilisasi dan pendidikan/penyuluhan/ rencana pemulangan.. Ditulis seluruh diagnosis utama, penyerta dan komlikasi sesuai dengan Kode diagnosis ICD 10. Ditulis seluruh tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai Kode Tindakan Prosedur ICD 9 CM Ditulis nama lengkap perawat. Ditulis nama lengkap dan atau kode dokter yang merawat. Ditulis nama petugas yang diberi kewenangan untuk melakukan verikasi biaya.
Varians tersebut dianalisis dan dilakukan audit medis maupun audit manajerial. Dilakukan oleh dokter SMF terkait dan atau perawat dinas sesuai kapasitas kewenangannya. Diisi oleh dokter SMF terkait dan atau perawat dinas sesuai kapasitas kewenangannya. Diisi oleh dokter SMF terkait dan atau perawat dinas sesuai kapasitas kewenangannya. Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh dokter SMF terkait.
Diisi oleh perawat dinas. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh dokter SMF terkait. Diisi oleh perawat dinas dan atau petugas rehabilitasi medis. Diisi oleh dokter SMF terkait.
Diisi oleh dokter SMF terkait dan perawat dinas.
Diisi oleh petugas yang diberi kewenangan untuk melakukan verikasi biaya.
36