76409169-contoh-kasus-pemberdayaan-masyarakat.docx

  • Uploaded by: Syah Rijal Sinaga
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 76409169-contoh-kasus-pemberdayaan-masyarakat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,424
  • Pages: 9
ANALISIS KASUS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ARSO BARAT KABUPATEN KEEROM

Disusun Oleh: Wendi Irawan Dediarta NPM : 150310080137

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2010

PENDAHULUAN Pemberdayaan sebagai sebuah strategi sekarang telah banyak diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Di Indonesia sendiri konsep pemberdayaan sudah dianggap sebagai sebuah strategi yang dianggap positif dalam membangun berbagai aspek pembangunan oleh karena itu konsep pemberdayaan telah masuk dalam berbagai program pemerintah khususnya yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty”. (Ginanjar K., “Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan”, 1997:55). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Implementasi dari konsep pemberdayaan ini tidak hanya terfokus pada kegiatan perekonomian masyarakat saja, tetapi juga terhadap aspek lain yang menyangkut kesejahteraan masyarakat misalnya kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam masyarakat dan bisa menjadi salah satu indikator dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengeluarkan masyarakat dari kondisi kemiskinan dan keterbelakangan, maka masyarakat pula harus diberdayakan dalam aspek kesehatanya.

PEMBAHASAN Proses pemberdayaan posyandu telah berjalan dengan cukup baik, hal ini ditunjukan dengan adanya kemandirian kader dalam perencanan sederhana dan mempunyai

kemampuan

dalam

mengembangkan

organisasi,

koordinasi,

penanggulangan hambatan program dan pendelegasian kegiatan serta bekerja sama. Pengangkatan dan pelatihan kader baru serta juga dilakukan secara mandiri oleh kader. Jiwa kepemimpinan, kemampuan komunikasi interpersonal dan cara meningkatkan motivasi anggota dimiliki oleh ketua kader. Mereka juga sudah terbiasa melakukan pengawasan dan evaluasi sederhana. Namun implementatation gap masih dijumpai, dalam penentuan pelaksanaan posyandu, pengelolaan PMT pemulihan yang tidak melibatkan kader, pemberdayaan kader dukun bayi terlatih tidak sesuai dengan keahliannya, menurunnya jumlah kader yang termotivasi melakukan penyuluhan serta kemampuan kader yang tidak merata di semua posyandu. Pelaksana mempunyai kapasitas baik, yang ditandai oleh sebagian besar terlatih, berpengalaman dan cukup memahami konsep pemberdayaan, hal ini ada terkait dengan implementasi pemberdayaan masyarakat yang baik di posyandu. Komunikasi tidak berjalan baik, yang ditandai oleh tidak berfungsinya mini lokakarya, koordinasi lintas program dan lintas sektor, hal ini ada keterkaitan dengan implementation gap dalam pemberdayaan masyarakat di posyandu. Pembiayaan dibawah batas anggaran minimal, yang ditandai oleh penggunaan dana hanya untuk biaya transportasi pelaksana, pembuatan PMT pemulihan balita BGM selama 3 bulan, biaya administrasi posyandu serta pembuatan bubur PMT. Hal ini berkaitan dengan implementation gap dalam pemberdayaan masyarakat di posyandu. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dalam proses pemberdayaan kader

posyandu

agar

tidak

terjadi

implementation

gap

dalam

pengimplementasiannya, kemudian apa yang menjadi tujuan dari pemberdayaan kader posyandu ini dapat diimplementasikan sepenuhnya di lapangan. Dalam Paradigma pemberdayaan yang terjadi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang pertama adalah partisipasi dari masyarakat dalam

pengambilan keputusan sudah terlaksana dengan baik, ada banyak keputusan yang telah diambil oleh masyarakat yang diwakili oleh kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu. Tetapi keputusan-keputusan yang diambil masih dibatasi oleh kepentingan-kepentingan dari puskesmas, sehingga masyarakat tidak sepenuhnya memutuskan suatu keputusan berdasarkan aspirasi mereka. Kemudian yang kedua adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh posyandu telah merata dirasakan oleh masyarakat, tetapi dalam segi kualitas pelayanaan memang tidak merata pelayanannya, hal ini dikarenakan belum meratanya keterampilan dari kader posyandu yang ada. Yang ketiga adalah teknologi yang dipakai adalah teknologi yang memang sesuai dengan masyarakat. Kebutuhan akan obat-obatan dan peralatan kesehatan untuk kegiatan posyandu telah tersedia dengan baik, kader pelaksanapun telah mampu mengaplikasikan teknologi ini kepada masyarakat. Keempat adalah kontol dari masyarakat sudah cukup baik, pengawasan biasanya dilakukan oleh kader kepada anggotanya yang melakukan kesalahan. Yang kelima adalah masyarakat sekitar mampu melaksanakan kegiatan posyandu ini dengan segala tanggung jawab yang ada, masyarakat ikut berpartisipasi aktif untuk memajukan kesehatan anggota masyarakatnya secara bersama-sama. Ada beberapa prinsip pemberdayaan yang terimplementasi dalam proses pemberdayaan masyarakat di posyandu ini. Yang pertama adalah kegiatan pemberdayaan ini bertujuan baik yakni membangun kesadaran masyarakat akan kesehatan ibu dan anak melalui kegiatan yang dilakukan oleh posyandu melalui kader-kadernya yang telah diberdayakan. Dengan semakin baiknya kegiatankegiatan yang dilakukan oleh posyandu, maka diharapkan masyarakat dapat berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Kedua adalah masyarakat mempunyai kewenangan dalam menentukan laju dan arah kegiatan dari posyandu walaupun masih ada beberapa kepentingan dari puskesmas yang seharusnya menjadi kewenangan dari kader posyandu. Ketiga kegiatan pemberdayaan ini dilakukan kepada sekita 75 kader aktif yang dibawahi oleh 6 puskesmas pembantu dan 11 posyandu. Potensi-potensi yang ada pada masyarakat diberdayakan untuk kemudian diwujudkan dalam pemilihan kader-kader posyandu. Keempat adanya dorongan atau kesempatan kepada masyarakat untuk mengusulkan atau member

masukan dan ide dalam mengembangkan kegiatan posyandu dan pemberdayaan kader, walaupun dorongan atau kesempatan ini masih belum optimal dikarenakan ketidaksesuaian dalam mengkomunikasikannya. Kelima, para kader diberi kewenangan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, mereka bisa menilai kesuksesannya dari umpan balik yang diterimanya. Pada kader juga merasa diperlakukan sebagai relasi dan mendapatkan berbagai kompensasi walaupun hanya dalam jumlah kecil dan terbatas. Dan yang ke enam adalah proses yang dilakukan ini dapat berjalan secara berkelanjutan, walupun adakala mengalami penurunan motivasi dari para kader karena proses pemberdayaan yang kurang berjalan dengan baik serta perhatian yang kurang dari pemerintah setempat. Walaupun berjalan dengan segala keterbatasan tetapi kader-kader dapat mengoperasionalkan posyandu dan memberikan pelayanan secara konsisten. Dalam proses perencanaan kegiatan posyandu, kader mempunyai peran

yang signifikan. Walaupun semua posyandu belum mempunyai

perencanaan tahunan, namun kader sudah mandiri dan rutin dalam merencanakan kegiatan posyandu setiap bulan tanpa mengharapkan kehadiran petugas kesehatan. Kemampuan kader dalam pengorganisasian di posyandu terlihat dengan digabungnya 2 posyandu menjadi 1 posyandu dengan tetap mempertahankan 2 kepengurusan masing-masing dalam satu koordinasi, hal itu berdampak pada tugas di posyandu dapat terselesaikan lebih cepat. Mereka juga membentuk semacam asosiasi kader yang bernama IKPABA (Ikatan Kader Posyandu Arso Barat) dengan tujuan agar mudah dalam koordinasi kegiatan kader, walaupun akhirnya terhenti karena tidak mendapatkan dukungaan politik dari pemerintah distrik. Proses pelaksanaan kegiatan posyandu sebagian besar dilakukan oleh para kader, sebagian peran dari kader ini masih dilakukan oleh petugas puskesmas yang seharusnya hanya berperan sebagai pengawas dan pengontrol implementasi dari program-program posyandu. Hal ini menyebabkan implementation gap sehingga tujuan dari diberdayakannya kader posyandu belum dapat terwujud sepenuhnya, oleh karena itu perlu ada perbaikan dalam hal ini. Monitoring dalam proses kegiatan pemberdayaan kader ini dilakukan oleh para petugas kesehatan puskesmas, para petugas kesehatan terus memonitor

perkembangan dari para kader dalam kegiatan posyandu dan hasil kegiatan yang telah dilakukan oleh para kader. Dengan demikian para petugas dapat mengetahui keefektifan dari kegiatan yang dilakukan oleh para kader. Sedangkan untuk monitoring kegiatan posyandu dilakukan oleh para kader atas arahan dari para petugas kesehatan dari puskesmas. Monitoring dalam proses pemberdayaan kader dilakukan oleh petugas kesehatan secara berkala, dan monitoring kegiatan posyandu dimonitor oleh para kader dengan berhubungan langsung kepada masyarakat. Evaluasi dari proses kegiatan posyandu biasanya dilakukan oleh para kader yang sifatnya sederhana, Evaluasi sederhana dilakukan kader setelah perekapan hasil penimbangan di posyandu selesai dilakukan. Sementara untuk proses pemberdayaan kader evaluasi dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas yang dilakukan secara berkala. Petugas puskesmas secara berkala turun langsung berhubungan dengan para kader untuk mengevaluasi hasil dari kegiatan posyandu kemudian menilainya, apakan kegiatan yang dilakukan para kader ini telah berhasil meningkatkan taraf kesehatan masyarakat atau belum.

PENUTUP  Kesimpulan Pemberdayaan masyarakat di puskesmas Arso Barat Kabupaten Keerom sudah berjalan cukup baik, namun masih ada implementation gap dalam proses pengimplementasiannya. Puskesmas yang seharusnya hanya menjadi fasilitator masih menjalankan aktivitas kegiatan posyandu yang seharusnya dikerjakan oleh para kader posyandu. Cara penyampaian atau komunikasi dari para petugas kesehatan masih kurang sesuai dengan mayarakat. Pemerintah setempat khusunya Dinas Kesehatan kurang begitu aktif dalam mendukung

kegiatan

pemberdayaan

kader

posyandu

ini

sehingga

pengimplementasian kader terhadap kegiatan-kegiatan menjadi terhambat.  Saran Berbagai hal yang mengakibatkan implementation gap dalam proses pemberdayaan kader posyandu ini harus segera diatasi agar tidak menghambat proses pelayanan kesehatan melaui kegiatan posyandu. Peran dari puskesmas harus benar-benar hanya sebagai fasilitator agar kader posyandu dapat berkembang sepenuhnya tanpa ada intervensi dari pihak puskesmas. Komunikasi

yang baik

menjadi

modal penting dalam

mengarahkan kader posyandu agar bisa bekerja secara efektif dan efisien. Kemudian Pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap proses pemberdayaan kader posyandu ini khususnya dalam segi pendanaan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

More Documents from "Syah Rijal Sinaga"