Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA KIMIA EKSTRAK ETANOL HERBA ALFALFA (Medicago sativa, L)
Sri Susilowati, Maulita Cut Nuria dan Agnes Budiarti Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang
ABSTRAK Alfalfa merupakan tumbuhan yang berasal dari Iran (Medicago sativa, L), namun dapat tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Herba alfalfa secara umum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, karena kandungan gizinya yang tinggi antara lain : protein, lemak dan serat kasar. Selain itu, alfalfa juga berfungsi sebagai tanaman berkhasiat obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Tempat tumbuh dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia aktif dari suatu tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi secara kualitatif dan kuantitatif dari kandungan senyawa kimia herba alfalfa dalam bentuk sediaan ekstrak etanol. Sediaan ekstrak dibuat dengan metode perkolasi dengan pelarut etanol 96%. Identifikasi secara kualitatif dilakukan dengan pereaksi kimia yang dilanjutkan dengan Kromatografi Lapis Tipis terhadap senyawa yang diduga ada di dalam ekstrak yaitu flavonoid dan alkaloid serta kumarin. Identifikasi kuantitatif untuk senyawa flavonoid dilakukan secara spektrofotometri dengan panjang gelombang 505 nm, sedangkan alkaloid dilakukan dengan TLC densitometry dengan panjang gelombang 309 nm, dan kumarin secara TLC densitometry dengan panjang gelombang 304 nm. Hasil penelitian diperoleh ekstrak etanol herba alfalfa dengan rendemen sebesar 13,04%, dan memiliki kandungan flavonoid dengan kadar total 8,13%, alkaloid dengan kadar 48,86 ppm dan kumarin dengan kadar 229,83 ppm.
Kata Kunci : Ekstrak etanol alfalfa, flavonoid, alkaloid, dan kumarin menyebut tanaman ini sebagai “Bapak dari
PENDAHULUAN Alfalfa merupakan tumbuhan yang berasal
dari
Iran.
Masyarakat
Arab
makanan” (Astawan dan Kasih, 2008). Pertama kali tanaman alfalfa disebutkan 732
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 dalam buku yang ditulis Kaisar Cina pada
Beberapa senyawa yang mampu
tahun 2.939 SM. Alfalfa termasuk dalam
meningkatkan
family Fabaceae (suku polong-polongan).
sebagai
Nama latin dari Alfalfa adalah Medicago
alfalfa yaitu vitamin, mineral, asam amino,
sativa L. Alfalfa memiliki banyak nama
dan enzim. Alfalfa mengandung pigmen
seperti Alfalfa, buffalo herb, lucerne, purple
yaitu xanthofil (Rahmayanti dan Sitanggang,
medic, jatt, kaba yonca, mielga, mu su, sai
2006). Alfalfa juga mengandung alkaloid,
pi li ka dan yonja (Rahmayanti dan
isoflavonoid,
Sitanggang, 2006).
kumarin,
Herba
alfalfa
secara
umum
antibodi
antioksidan
karbonhidrat
lainnya
berkhasiat
terkandung
saponin, steroid
dan
senyawa dan
dalam
asam,
kandungan
seperti
vitamin,
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, karena
protein, mineral, zat warna daun, dan pectin
kandungan gizinya yang tinggi antara lain :
metilesterase (Newall et al., 1996). Alfalfa
protein, lemak dan serat kasar. Selain itu,
dipercaya dapat menyembuhkan kanker
alfalfa juga berfungsi sebagai tanaman
(Astawan dan Kasih, 2008). Dalam Journal
berkhasiat
of The Internasional Cancer Institutes
obat
berbagai Dengan
untuk
penyakit
menyembuhkan
(Subantoro,
melihat
beberapa
2009).
disebutkan
bahwa
alfalfa
membantu
kandungan
menetralkan zat penyebab kanker di usus
kimianya, alfalfa memiliki khasiat yang
dengan mengikat zat karsinogen dalam usus
sangat baik untuk tubuh yakni sebagai
besar dan membantu mempercepat eliminasi
antianemia,
(Castleman, 2001). Menurut penelitian Hong
antiinflamasi,
antiparasit,
antioksidan, analgetika, detox, diuretika,
et
pelancar
komponen fitoestrogen dari alfalfa.
ASI,
pencahar,
probiotik,
mempercepat penyerapan gizi, regulator pH darah,
dan
Coumestrol
merupakan
Sekarang ini, telah ada sediaan yang terbuat dari klorofil alfalfa. Kandungan
Sitanggang, 2006). Alfalfa juga diketahui
klorofil yang tinggi dalam alfalfa merupakan
mengandung vitamin, mineral yang biasa
salah satu kehebatan alfalfa yang telah
digunakan pada keadaan avitaminosis dan
terbukti membantu memperbaiki sistem
hypoprothrombinaenic
serta
kekebalan tubuh, dan menangkap radikal
fungitosik
bebas (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006).
efek
(Rahmayanti
(2011),
dan
mempunyai
tonikum
al.
purpura,
antikanker,
(Newall et al., 1996).
Alfalfa yang tumbuh di Indonesia yang merupakan daerah tropis, kemungkinan 733
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 berbeda dengan alfalfa yang tumbuh di
yang diperoleh kemudian diuapkan dengan
daerah sub tropis asalnya, terutama tentang
Rotary Evaporator hingga diperoleh ekstrak
kandungan senyawa kimianya baik secara
kental. Setelah diperoleh ekstrak kental
kualitatif
kemudian dihitung rendemennya.
ataupun
kuantitatif.
Tempat
tumbuh dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia aktif dari suatu tanaman.
Identifikasi golongan senyawa kimia yang
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
terkandung dalam ekstrak etanol herba
terhadap kandungan senyawa kimia baik
alfalfa
secara kualitatif ataupun kuantitatif dari
Identifikasi
tanaman alfalfa yang tumbuh di daerah
ekstrak etanol herba alfalfa dilakukan
tropis dalam bentuk sediaan ekstrak etanol.
analisis kualitatif dan kuantitatif dengan
kandungan
senyawa
aktif
Kromatografi Lapis Tipis. METODE PENELITIAN
A. Pemeriksaan kandungan kimia secara
Pembuatan ekstrak etanol herba alfalfa
kualitatif dengan KLT
Herba alfalfa dicuci bersih dengan air
Ekstrak etanol pekat ditimbang 25 mg
mengalir untuk menghilangkan pengotor
dilarutkan
yang menempel, kemudian dikeringkan
ditotolkan pada fase diam yang sesuai untuk
dengan oven pada suhu 400C. Setelah kering
tiap kandungan yang akan diperiksa dan
simplisia diblender untuk
dielusi dengan fase gerak yang sesuai.
mendapatkan
dalam
10
ml
etanol
80%
serbuk yang halus. Pembuatan ekstrak pada
a. Uji flavonoid
penelitian ini dilakukan dengan menyari
Digunakan fase diam silica gel 60 F254
serbuk herba alfalfa menggunakan metode
dengan fase gerak BAW (n-butanol-
perkolasi. Pelarut yang digunakan etanol
acetic acid- water) (3:1:1) v/v (Wagner et
96%. Serbuk herba alfalfa diletakkan dalam
al, 1984). Deteksi dilakukan dengan sinar
tabung
mengalami
UV 254, UV 366, dan uap ammonia.
96% kurang
Sebagai pembanding digunakan quercetin
perkolator
dan
penjenuhan dengan etanol
lebih selama 3 jam. Setelah simplisia jenuh
(Harborne, 1987).
kemudian dialiri dengan pelarut etanol 96%
b. Uji Alkaloid
yang selalu baru, tetesan ekstrak cair (filtrat)
Digunakan fase diam silica gel 60 F254,
ditampung
Proses
fase gerak Metanol-NH4OH (100:1,5) v/v
perkolasi dilakukan hingga 14 hari. Filtrat
dengan deteksi UV 254 dan UV 366 serta
dalam
Erlenmeyer.
734
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 penyemprotan
dengan
Dragendorf
(Harborne, 1987).
didih, ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N. Kemudian direfluks selama 30 menit dan didinginkan.
c. Uji Kumarin
Selanjutnya
dilakukan
Digunakan fase diam silica gel 60 F254
dengan 10 ml dietil eter, diambil fase
dengan fase gerak toluene:eter (1:1,
dietil eter. Ekstraksi diulangi 2 kali.
saturasi dengan asam asetat 10%) deteksi
Fase dietil eter diuapkan dengan
dengan UV 254 dan UV 366 dan deteksi
hembusan
dengan KOH metanolik 3% (Wagner, et
kering, lalu ditambahkan 0,3 ml
al, 1984).
natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit
gas
ekstraksi
nitrogen
hingga
ditambahkan 0,6 ml alumuminium B. Pemeriksaan kandungan kimia secara
chloride 10%, ditunggu 5 menit,
kuantitatif dengan spektrofotometri untuk
ditambahkan
flavonoid dan KLT densitometry untuk
hidroksida
alkaloid dan kumarin.
aquades hingga 10 ml pada labu
2
ml
natrium
1 M. diadd-kan dengan
takar. Larutan tersebut dipindahkan
a. Uji total flavonoid - Pembuatan kurva standar
ke dalam kuvet, ditetapkan serapan
Baku standar quercetin ditimbang
pada panjang gelombang 510 nm.
10,0
mg,
ditambahkan
0,3
ml
natrium nitrit 5%. Setelah 5 menit ditambahkan
0,6
equivalen
aluminium
Sampel uji ditara, dimasukkan ke
chloride 10%, ditunggu 5 menit,
dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml
ditambahkan
amoniak
2
ml
b. Penetapan kadar alkaloid
ml
natrium
10%,
digojog.
ekstraksi
Kemudian
hidroksida 1 M. di add-kan dengan
dilakukan
dengan
aquades hingga 10 ml dengan labu
kloroform, digojog, dituang ke dalam
takar. dipindahkan ke dalam kuvet,
corong pisah, diambil fase kloroform,
ditetapkan serapannya pada panjang
diulangi ekstraksi sebanyak 2x. Fase
gelombang 510 nm.
kloroform
-Penetapan sampel uji total flavonoid
dievaporasi, diadd-kan dengan 200 μl
50 mg sampel uji ditimbang dengan
metanol.
seksama, dimasukkan dalam labu
pada plate TLC dengan micro syringe,
dicampurkan,
1
ml
kemudian
Dilakukan spoting sampel
735
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 dieluasikan hingga batas. disertakan kurva
standar
Dilakukan
Serbuk kering herba alfalfa yang
densito pada panjang gelombang 309
dipakai pada penelitian ini sebanyak 985
nm, dihitung kadar alkaloid equivalen
gram. Kadar air simplisia yang diperoleh 3,3
dengan quinine.
%. Ekstrak kental yang didapatkan sebanyak
c. Penetapan Kadar Coumarin
124,8 gram, sehingga didapatkan rendemen
Sampel
quinine.
HASIL DAN PEMBAHASAN
uji
ditimbang
dengan
ekstrak sebesar 13,04 %. Ekstrak kental
seksama, ditambahkan etanol 2 ml
yang diperoleh berwarna hijau kehitaman,
digojog
memiliki bau seperti gula serta sukar untuk
dengan
disentrifus.
vortex,
Fase
kemudian
etanol
diambil,
diulangi perlakuan ekstraksi pada residu
dituang. Standarisasi
ekstrak
dilakukan
sebanyak 2 kali. Kemudian fase etanol
melalui uji kandungan kimia dalam ekstrak
dievaporasikan diaddkan menjadi 200
etanol herba alfalfa yang dihasilkan. Uji
μl dengan etanol. Hasilnya ditotolkan
kandungan kimia dilakukan secara kualitatif
pada plate silikagel 60 F254, disertakan
untuk mengetahui golongan senyawa yang
standar coumarin, dimasukkan ke dalam
terdapat pada ekstrak kemudian dilanjutkan
chamber yang telah berisi jenuh fase
uji kuantitatif untuk mengetahui kadar dari
gerak,
batas,
kandungan senyawa aktif tersebut. Sebagai
Densito
uji pendahuluan dilakukan pengujian dengan
dilakukan pada panjang gelombang 304
pereaksi kimia, dimana hasilnya tercantum
nm.
dalam Tabel I.
diangkat
dieluasikan dan
hingga
dikeringkan.
736
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 Tabel I. Hasil pengujian kualitatif kandungan flavonoid dan alkaloid dalam ekstrak etanol herba alfalfa dengan pereaksi kimia Golongan senyawa
Pengujian
Hasil
Ekstrak+FeCl3
Ada endapan biru tua (Positif)
Ekstrak + Pb Asetat
Ada endapan hijau (Positif)
Flavonoid
Alkaloid
Ekstrak + NaOH Perubahan larutan menjadi 0,2N kecoklatan (Positif) Ekstrak + pereaksi Ada endapan coklat jingga Dragendorf (Positif) Ekstrak + pereaksi Ada endapan berwarna Mayer kekuningan (Positif)
Berdasarkan hasil pengujian KLT diketahui bahwa ekstrak etanol herba alfalfa mengandung senyawa flavonoid, alkaloid dan kumarin (Gambar 1, 2, 3).
Gambar 1. Profil KLT hasil pengujian flavonoid dari ekstrak etanol herba alfalfa. Keterangan : S = Sampel: Ekstrak Etanolik Herba Alfalfa P= Pembanding : Quercetin Fase diam : Silica gel 60 F254 (Al - Sheet) Fase gerak : Butanol : Asam Asetat : Air (3:1:1) Deteksi : Amoniak Warna spot flavonoid di visibel : kuning Rf. flavonoid terdeteksi : 0,88
737
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2
Gambar 2. Profil KLT hasil pengujian alkaloid dari ekstrak etanol herba alfalfa. Keterangan: S= Sampel : Ekstrak Etanolik Herba Alfalfa P = Pembanding: Quinine Fase diam: Silica gel 60 F254 (Al - Sheet) Fase gerak : Metanol – Amoniak (100:1,5) Deteksi : Dragendorff Warna spot alklaoid di visibel : kuning orange Rf alkaloid terdeteksi : 0,61
Gambar 3. Profil KLT hasil pengujian kumarin dari ekstrak etanol herba alfalfa. Keterangan : S = Sampel : Ekstrak Etanolik Herba Alfalfa P = Pembanding: Coumarin Fase Diam : Silicagel 60 F254 (Al - Sheet) Fase gerak : Toluen – Ether (1-1, saturated with 10% acetic acid) Deteksi : KOH Metanolik 3% Warna spot coumarin di UV 365 nm di visibel : biru muda Rf. coumarin terdeteksi : 0,76
738
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 Gambar 1 memperlihatkan bercak
muda pada sinar UV 365 setelah disemprot
sampel berwarna kuning setelah diuapi
dengan KOH metanolik. Warna bercak
amonia ketika dilihat pada sinar tampak. Hal
sampel terlihat lebih terang dan sangat jelas
ini menunjukkan adanya senyawa golongan
dibandingkan standar coumarin, hal ini
flavonoid.
menunjukkan
menunjukkan bahwa kandungan coumarin
kromatogram identifikasi senyawa alkaloid
dalam ekstrak etanol herba alfalfa cukup
setelah disemprot dragendorf menunjukkan
banyak.
Gambar
2
bercak berwarna kuning orange pada sinar
Hasil standarisasi ekstrak etanol
tampak. Warna bercak ini identik dengan
herba alfalfa secara kuantitatif diperoleh
warna standar quinine, walaupun intensitas
kadar total flavonoid yang setara dengan
warnanya
kuersetin
sebesar
8,13%
sedangkan
kadar
alkaloid
tersebut
tidak
seterang
menunjukkan
quinine.
bahwa
Hal
sampel
(Tabel yang
II), setara
mengandung senyawa golongan alkaloid.
dengan kinin sebesar 48,86 ppm (Tabel IV),
Profil KLT untuk identifikasi kumarin
dan
(Gambar 3) menunjukkan warna bercak biru
(Tabel VI).
kadar kumarin sebesar 229,83 ppm
Tabel II. Kadar Total Flavonoid dalam Ekstrak Etanol Herba Alfalfa yang Setara dengan Quersetin
Hasil penelitian secara kuantitatif
tersebut bisa dikatakan cukup banyak untuk
menunjukkan bahwa kadar total flavonoid
suatu golongan senyawa aktif walaupun
dalam ekstrak
tidak dominan di dalam ekstrak tersebut.
sebesar
8,13%. Jumlah
739
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 Tabel III. Kurva baku standar Quinine
Tabel IV. Kadar Alkaloid dalam Ekstrak Etanol Herba Alfalfa yang Setara dengan Quinine metode TLC Densitometri
Kandungan
alkaloid
dan
kumarin
dalam
ekstrak
karena
dalam
proses
dalam ekstrak etanol herba alfalfa adalah
identifikasi ini memiliki kadar paling kecil.
48,86
Bila
Kumarin merupakan golongan senyawa
dibandingkan dengan jumlah sampel yang
terbanyak kedua setelah flavonoid karena
sama (sekitar 0,05 gram), kadar kumarin
kadarnya lebih kecil dibandingkan total
dalam ekstrak lebih besar 4X lipat dari
flavonoid.
kandungan alkaloid. Hal ini menunjukkan
maupun
bahwa alkaloid merupakan minor compound
turunan senyawa fenolik di alam.
ppm
dan
229,83
ppm.
Namun, kumarin
senyawa keduanya
flavonoid merupakan
Tabel V. Kurva Baku Standar Kumarin
740
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 Tabel VI. Kadar Kumarin dalam Ekstrak Etanol Herba Alfalfa dengan metode TLC Densitometri
Senyawa fenolik berupa flavonoid maupun kumarin yang ada di produk alam merupakan
senyawa
yang
diketahui
memiliki banyak aktivitas biologis seperti antibakteri,
antivirus,
anti
kanker
dikembangkan lebih lanjut untuk melihat potensi herba alfalfa sebagai calon obat tradisional yang dapat bermanfaat bagi manusia.
Adanya
beberapa
golongan senyawa aktif seperti turunan alkaloid
dan
fenolik
dapat
Astawan, M., dan Kasih, A.L., 2008, Khasiat Warna Warni Makanan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 212-214
dan
sebagainya. Maka hasil penelitian ini dapat
kehidupan
DAFTAR PUSTAKA
digunakan
sebagai dasar penelitian uji aktivitas obat di bidang farmakologi maupun bidang-bidang lainnya.
KESIMPULAN
Bo-ping, W., Yong-mei, Z., Zhi-Zhong, C., and Yong-zhil, T., 2010, Study on Extraction of Flavonoids in Alfalfa Assisted With Ultrasonic Wave, Acta Agrestia Sinica, 6. Castleman, M., 2001, The New Healing Herb ; the classic guide to nature’s best medicines featuring the top 100 time-tested herb, 57, Rodale Inc, Amerika Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia, diterjemahkan oleh Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Institut Teknologi Bandung Press, Bandung, 69-94, 142-158, 234238.
Hasil penelitian diperoleh ekstrak etanol herba alfalfa memiliki rendemen sebesar 13,04%, dan memiliki kandungan flavonoid dengan kadar total 8,13%, alkaloid dengan kadar 48,86 ppm dan kumarin dengan kadar 229,83 ppm.
Hong, Y.H., Wang, S.C., Hsu, C., Lin, B.F., Kuo, Y.H., and Huang, C.J., 2011, Phytoestrogenic Compounds in Alfalfa Sprout (Medicago sativa) beyond Coumesterol, J. Agric. Food. Chem, 59 : 131-137. Newall, A.P., 1996. Herbal Medicines, The Pharmaceutical Press, London, 2324.
741
Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2 Pitot, H. C., and Dragan, Y. P., 2001, Chemical Carcinogenesis, in Curtis D. Klaasen, Casarett & Doull’s : Toxicology, The Basic Science of Poisons, 6th ed, Mc.Graw Hill. Medical Publishing Division, New York: 241-280 Pusztai, L., Lewis, C.E., and Yap, E., 1996, Cell Proliferation in Cancer: Regulatory Mechanisms of neoplastic Cell Growth, Oxford University Press, New York Subantoro, R., 2009, Mengenal Karakter Alfalfa (Medicago sativa L.), Mediagro Jurnal Ilmu Pertanian, 5, 2, 50-62 Winarsi, H., 2005, Isoflavon, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 53, 58
742