BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menciptakan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, Pemerintah Indonesia berusaha menerapkan hukum dalam berbagai aspek kerakyatan yang ada di negeri ini. Namun, tugas negara tidak hanya sekedar itu, bahkan teramat luas daripadanya. Pembangunan yang ada di dalam negeri ini tidak dapat terpisahkan daripada intervensi pemerintah, misalnya saja pembangunan dalam bidang ekonomi, baik yang bergerak di sektor mikro maupun makro. Inti permasalahan dari keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi bersumber pada politik perekonomian suatu negara. Munculnya corak sosial ekonomi dalam konsep Kedaulatan berkaitan dengan munculnya hukum yang mengatur transaksi di dalamnya. Dalam kaitan dengan cabang-cabang hukum yang beragam maka negara membuat hukum yang mengatur urusan tersebut. KUHD adalah produk yang dijadikan pedoman dasar untuk memutuskan suatu hukum yang berkembang di masyarakat. Untuk menata dan membenahi pengelolaan transaksi sehingga lebih teratur maka pemerintah mengeluarkan KUHD, di dalamnya diatur berbagai macam ketentuan khusus yang mengatur dunia usaha. Dalam kaidah-kaidah KUHPerdata dan KUHDagang mempunyai sifat yang sama, yang berlandaskan faham liberalisme. Untuk itu, ada identifikasi masalah Apa pengertian umum Hukum Dagang, bagaimana sistematika Hukum Dagang, siapa saja orang-orang perantaranya, dan pengangkutan. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui apa pengertian umum hukum dagang. 2. Mengetahui bagaimana sistematika hukum dagang. 3. Mengetahui siapa saja orang-orang perantara dalam hukum dagang. 4. Mengetahui pengangkutan dalam hukum dagang. 1.3 Ruang Lingkup Hukum Dagang Adapun ruang lingkup hukum dagang yaitu sebagai berikut : 1. Kontrak Bisnis. 2. Jual beli. 3. Bentuk-bentuk Perusahaan. 4. Perusahaan Go Public dan Pasar Modal. 5. Penanaman Modal Asing. 6. Kepailitan dan Likuidasi. 7. Merger dan Akuisisi. 8. Perkreditan dan Pembiayaan. 9. Jaminan Hutang. 10. Surat Berharga. 11. Perburuan. 12. Hak atas Kekayaan Intelaktual. 13. Anti Monopoli 14. Perlindungan Konsumen. 15. Keagenan dan Distribusi. 16. Asuransi. 17. Perpajakan. 18. Penyelesaan Sengketa Bisnis. 19. Bisnis Internasional. 20. Hukum Pengangkutan (Darat, Laut, Udara dan Multimoda). 1
BAB 2 DASAR TEORI Menurut bahasa Indonesia, istilah teori berarti pendapat yang dikemukakan suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian), misalnya asas dan hukum umum yang menjadi suatu ketentuan atau ilmu pengetahuan. Dalam lingkup ilmu-ilmu sosial, “teori” adalah seperangkat antrean melayani masyarakat, gejala sosial dan tingkah laku sosial manusia yang saling terkait secara logis dan berdasarkan keseragaman empirik yang dapat dirumuskan secara sistematik. Suatu teori adalah hasil proses akumulasi dari serangkaian pengetahuan sistematis yang mendahuluinya (Herman Soewardi dan Haryo S. Martodirjo, 1998:27). Kaitannya dengan ilmu hukum dagang sering digolongkan kedalam kelompok ilmu sosial, dengan alasan bahwa ilmu hukum dagang merupakan ilmu yang objek materinya bersamaan dengan penyatuan perilaku manusia di dalam masyarakat. Sunaryati Hartono menyatakan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang normatif. Ilmu hukum dagang memiliki ciri khas yang berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya, yaitu ilmu hukum yang didominasi oleh cara berfikir deduktif dan kebenaran koheren (terutama dalam civil law system). Olehkarena itu, teori ilmu hukum dagang dibangun dari teori kebenaran koheren (ahli coherence theory) kerena kebenaran memiliki sifat yang relatif. Relativitas tersebut disebabkan perbedaan kriteria kebenaran yang digunakan oleh manusia yang satu dengan manusia lainnya. Teori kebenaran koheren menyatakan bahwa suatu dianggap benar, baik sesuatu itu bersifat koheren atau konsisten dengan sesuatu yang telah ada sebelumnya yang dianggap benar. Contoh, semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338 ayat 1 kitab undang-undang Hukum Perdata). Kemudian, jika terjadi suatu peristiwa perjanjian sewa tersembunyi dibuat secara sah maka perjanjian sewa tersebut mengikat kedua belah pihak, sebagaimana mengikatnya sebuah undang-undang. Selain menggunakan teori kebenaran koheren, dalam tulisan ini didukung pula dengan teori kebenaran pragmatis (the pragmatic theory) dan teori kebenaran koresponden (the corespondence theory). Teori kebenaran pragmatis adalah kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut berguna (fungsional) dalam kehidupan praktis manusia. Sebagai contoh dalam ketentuan pasal 1977 ayat 1 kitab undang-undang Hukum Perdata adalah benar, karena dalam rumusan pasal tersebut berguna bagi kelancaran perdagangan benda-benda bergerak didalam dunia bsinis. Pada saat terjadinya perjanjian antara pihak-pihak yang bersangkutan, Mariam Darus Badrulzaman (2005:24) menyebutkan ada empat macam teori, yaitu sebagai berikut : 1. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalkan dengan melukiskan surat. 2. Teori pengiriman (verzend theorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirimi oleh pihak yang menerima tawaran. 3. Teori pengetahuan (vernemings theorie) mengajarkan bahwa pihak menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
yang
4. Teori kepercayaan (vertrowens theorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.
2
BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Hukum Dagang Hukum dagang secara umum ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badanbadan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : • •
tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang merupakan hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum). Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada : 1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan : a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K) b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW) 2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihakpihak yang mengadakan perjanjian. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
3
3.2 Sistematika Hukum Dagang Sistem hukum dagang menurut arti luas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: Hukum dagang tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh: hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata, sedangkan hukum dagang ditulis dalam KUHDagang. Hukum dagang tidak tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh: hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu. 3.3 Orang Orang Perantara A. Agen Dagang 1) Pengertian Agen agen perusahaan adalah orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara dengan pihak ketiga. Orang ini mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan wakilnya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungannya dengan pengusaha bukan merupakan hubungan perburuan, dan juga bukan hubungan pelayanan berkala. Bukan hubungan perburuan karena hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha tidak bersifat subordinasi, bukan hubungan seperti majikan dan buruh, tetapi hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, jadi sama tinggi sama rendah. Sebab hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha bersifat tetap,sedangkan dalam pelayanan berkala hubungan itu bersifat tidak tetap,ingat hubungan antara pengusaha dengan notaris atau pengacara. Karena agen perusahaan juga mewakili pengusaha maka disini juga ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa ini diatur dalam bab xvi, buku iii, kuhper, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 kuhper) dalam hal ini agen perusahaan sebagaipemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha. mengenai hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha ini ada bebarapa pendapat diantaranya: a. Molengraaff yang mengatakan bahwa hubunghan itu bersifat pelayanan berkala b. Polak, tidak menyatakan dengan tegas sifat hukum hubungan antara agen perusahaan dengan pengusaha. Beliau menunjuk adanya putusan hakim yang senada dengan pendapat molengrraff, dan ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu semacam perburuhan. 2) Jenis-jenis keagenan: a. Agen manufaktur (manufacturer’s agent) Adalah agen yang berhubungan langsung dengan pabrik (manufactur) untuk melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksipabrik tersebut. b. Agen penjualan Agen penjualan (selling agent) adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertugas untuk menjual barang-barang milik pihak prisipal kepada pihak konsumen. c. Agen pembelian Agen pembelian (buying agent) adalah agen yang meruapakan wakil dari pembeli yang bertugas untuk membeli barang-barang untuk pihak pinsipal. d. Agen umum 4
Agen umum (genereal agent) adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan. e. Agen khusus Agen khusus (special agent) adalah agen yang diberi wewenang khusus kasus per kasus atau melakukan sebagian saja dan transaksi tersebut. f. Agen tunggal Agen tunggal/ekslusif (sole agent, exclusive agent) adalah penunjukan hanya 1 (satu) agen untuk mewakili prinsipal suatu wilayah tertentu B. Makelar menurut pengertian undang-undang, seorang makelar pada pokoknya adalah seorang perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan pembagi perjanjian. Dalam pasal 64 disebutkan secara contoh (enuntiatief atau demostratief) bebrapa macam perjanjian, misalnya: perjanjian jual beli barang dagangan,kapal-kapal, obligasi-obligasi, efek-efek, wesel, aksep dan surat berharga lainnya, mengusahakan diskonto, asuransi, pengankutan dengan kapal,pinjaman dan lain lain.makelar mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu: a. Makelar harus mendapat pengankatan resmi dari pemerintah(c.q menteri kehakiman)- (pasal 62 ayat 1) b. Sebelum menjalankan tugasnya, makelar harus bersumpah dimuka ketua pengadilan negeri, bahwa dia akan menjalakan kewajibannya dengan baik ( pasal 62 ayat (2)). Mengenai makelar ini diatur dalam kuhd, buku 1 pasal 62 sampai 72dan menurut pasal 62 ayat (1) makelar mendapatkan upahnya yang disebut provisi atau courtage.
Makelar dilarang berdagang dalam lapangan perusahaan, dimana dia diangkat Menurut pasal 65 ayat (2), makelar dilarang untuk: a. Berdagang dalam lapangan perusahaan,dimana dia diangkat b. Menjadi penjamin dalam perjanjian yang dubuat dengan perantaraanya. C. Komisioner komisioner adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjianperjanjian atas namanya sendiri, mendapat provisi atas perintah dan pembiayaan orang lain (pasal 76). Orang yang memberi perintah disebut komiten. Mengenai komisioner itu diatur dalam bab v, bagian 1 pasal 76 sampai dengan 85 a, buku 1 kuhd. Adapun ciri-ciri khas komisioner adalah : 1. Tidak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya makelar 2. Komisioner menghubungkan komiten dengan pihak ketiga atas namanya sendiri (pasal 7) 3. Komisioner tidak berkewajiban untuk menyebut namanya komiten (pasal 77 ayat (1)). Dia di sini menjadi pihak dalam perjanjian(pasal 77 ayat (2)). 4. Tetapi komisioner juga dapat bertindak atas nama pemberi kuasanya (pasal 79). Dalam hal ini maka dia tunduk pada bab xvi, buku iii kuhper tentang pemberian kuasa, mulai pasal 1972 dan seterusnya. Sebagai pelaksana perintah, komisioner harus memberikan pertanggungjawababan segera mungkin kepada komitmen setelah selesai melaksanakan tugasnya (pasal 1802 bw). 5
Dalam pertanggung jawaban itu komisioner dapat memberitahukan kepada komitmen dengan siapa dia mengadakan perjanjian. 3.4 Pengangkutan 1.
Pengertian Pengangkutan
Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut : 1. Ada sesuatu yang diangkut. 2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan. 3. ada tempat yang dapat dilalui oleh angkutan. Menurut pendapat R. Soekardono, SH, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri . Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan/ dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan . Sehingga Secara umum dapat didefinisikan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masingmasing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan . 2.
Asas-Asas Pengangkutan
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Yang bersifat perdata; dan 2. Yang bersifat public Asas-asas yang bersifat publik terdapat pada tiap-tiap Undang-Undang pengangkutan baik darat, laut dan udara. Dalam pengangkutan udara terdapat dalam Pasal 2 UndangUndang No.15 Tahun 1992. Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata menurut Abdulkadir Muhammad (1998: 18-19) adalah sebagai berikut:
6
a. Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.
b. Koordinatif Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa. c. Campuran Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan. d. Retensi Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. e. Pembuktian dengan dokumen Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.
7
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hukum dagang terdapat peraturan – peraturan yang mengatur jalannya suatu aktivitas dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku pelaku dalam usaha dagang masing masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan demi kelancaran dalam berdagang 4.2 Saran Setelah membaca makalah kami, di harapkan mahasiswa mampu memahami isi makalah tersebut, dan mampu untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang di timbulkan serta mampu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
8
DAFTAR PUSTAKA Kansil, C.S.T., dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. 2002. Jakarta: Sinar Grafika. Muhammad , Abdulkadir, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Pt Citra Aditya Bakti. Kansil,Chrstine S.T.. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. 2002. Jakarta: Sinar Grafika.
9