VISI (2011) 19 (1) 399-416 HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN ADVERSITY INTELLIGENCE SUATU STUDI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Asina Christina Rosito Pasaribu ABSTRACT The research has three major goals. First, to describe the self esteem of students of HKBP Nommensen University. Secondly, to describe the adversity intelligence of students of HKBP Nommensen University. Thirdly, to find out the the correlation between self-esteem and adversity intelligence. The samples are 475 students of HKBP Nommensen University Medan from various departements. This research used two scales in collecting data. They are self-esteem scale and adversity intelligence scale. The result of the research are : 1). Most of the students are categorized in high level of self-esteem. 2). Most of the students are categorized in high level of adversity intelligence. 3).There is a positive correlation between selfesteem and adversity intelligence with correlation coeffisien (r) is 0.677. It means that the higher self esteem, the higher adversity intelligence. Conversely, the lower self esteem, the lower adversity intelligence. -----------Keyword : self esteem, adversity intelligence.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global menimbulkan semakin banyaknya persaingan dan tantangan hidup. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghadapi masalah kebutuhan hidup sehari-hari tak jarang menimbulkan frustasi dan depresi. Maka dari itu, semakin banyak juga orang-yang mengalami gangguan jiwa atau gangguan perilaku. Beberapa contoh kasus bunuh diri tercuat di media massa. Selain itu, pembunuhan terhadap orang-orang terdekat seperti orangtua, mertua, bahkan pasangan atau anak sendiri terus terjadi. Secara psikologis, berbagai stressor yang dialami secara terus menerus tanpa dibarengi kemampuan untuk mengelola diri dan masalah, akan menimbulkan gangguan perilaku tertentu. Tak dapat dipungkiri, di masa semakin banyak tantangan, semakin dibutuhkan kemampuan untuk bertahan dan mengatasinya. Adversity Intelligence atau kecerdasan menghadapi rintangan adalah kemampuan mengubah tantangan menjadi peluang keberhasilan mencapai tujuan (Stoltz, 2008). Pada kalangan remaja, yang identik dengan masa perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sering terjadi konflik yang berkaitan dengan perubahan itu. Ketika remaja mencoba untuk menunjukkan eksistensi dirinya, mereka terbentur dengan nilai-nilai sosial dan tidak jarang mereka mencari upaya pelarian dengan terjerumus ke narkotika dan obat-obatan terlarang, atau pada perilaku seks bebas. Kasus bunuh diri pada remaja pun tidak jarang terjadi. 143 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 Penyebabnya pada umumnya berkaitan dengan ketidakmampuannya atau orangorang sekitarnya untuk memenuhi apa yang menjadi keinginannya. Salah satu kelompok remaja yang penting untuk diperhatikan adalah para mahasiswa, mengingat mereka merupakan tonggak pembangunan bangsa yang berkelanjutan di masa depan. Universitas HKBP Nommensen merupakan salah satu perguruan tinggi swasta terbesar di Sumatera Utara yang berpusat di kota Medan. Rata-rata penerimaan mahasiswa baru sebesar 2.500 orang per tahun. Universitas HKBP Nommensen kampus Medan memiliki jumlah mahasiswa sekitar 8.329 orang mahasiswa (per Nopember 2009). Berbagai fenomena yang muncul dalam kehidupan mahasiswa mengindikasikan bagaimana kemampuan mereka untuk bertahan dalam menghadapi berbagai hambatan atau rintangan. Hambatan ini berkaitan dengan tantangan yang dialami dalam proses perkuliahan. Terdapat mahasiswa yang tekun dan disiplin dalam mengerjakan hal-hal yang menjadi tugasnya sebagai mahasiswa. Namun sebaliknya, terdapat mahasiwa yang tidak peduli berapapun pencapaian prestasinya dan memilih untuk tidak mengikuti perkuliahan meskipun dia terhitung sebagai mahasiswa aktif. Beberapa program studi memiliki rata-rata waktu studi yang panjang dalam pemerolehan gelar Sarjana yaitu sekitar 4.5 tahun. Berdasarkan pengakuan yang diperoleh dari mahasiswa program studi tersebut, mereka sendiri yang cenderung malas dan enggan untuk menghadapi berbagai tugas perkuliahan yang menurut mereka sulit. Terdapat juga mahasiswa yang mengerjakan tugas dengan sistem copy paste, alias menyalin dari pekerjaan temannya. Mahasiswa seperti ini enggan untuk menunjukkan orisinalitas hasil pekerjaannya sendiri. Menurut mereka, yang penting adalah penyelesaian tugas sesuai tenggat waktu. Kualitas pekerjaan merupakan hal yang tidak terlalu penting untuk diperhatikan. Berbagai fenomena di atas, memberi indikasi lemahnya Adversity Intelligence mahasiswa untuk menghadapi rintangan atau hambatan di dalam perkuliahan. Ketika peneliti mencoba menelaah lebih lanjut terhadap mahasiswa, mereka sering merasa diri mereka tidak bisa mengerti akan materi pelajaran yang diberikan. Hal ini bukannya mendorong mereka untuk bertanya dari sumber lain seperti temannya yang lebih paham ataupun dosen yang bersangkutan, melainkan bertanya kepada sesama teman yang kurang memahami materi tersebut. Mahasiswa juga cenderung tidak berani bertanya baik di dalam kelas ataupun di luar kelas, dikarenakan alasan malu, takut salah atau takut ditertawakan oleh teman-teman. Hal ini menunjukkan kecenderungan mereka menilai diri mereka tidak mampu untuk menghadapi tantangan tersebut. Penilaian individu mengenai kemampuannya untuk menghadapi tantangan dan bahwa dirinya pantas dan layak untuk memperoleh kesuksesan adalah pengertian dari self-esteem (Branden, 1992). Menurut Rosenberg, self-esteem adalah penilaian/orientasi, suatu evaluasi menyeluruh terhadap nilai atau harga diri negatif atau positif terhadap diri sendiri dan ini diperoleh melalui pengalaman hidup individu. Pada masa remaja, selfesteem cenderung berubah. Menurut Coopersmith (Branden, 1992), self-esteem 144 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 adalah suatu penilaian yang dibuat dan dijaga individu mengenai dirinya, yang menunjukkan sikap penerimaan dan penolakan terhadap diri sendiri. Self-Esteem juga menunjukkan sejauh mana individu meyakini dirinya sebagai orang yang mampu, berarti, sukses dan berharga. Mahasiswa yang memiliki self-esteem negatif tidak akan mengembangkan konsep diri yang positif dan hal ini akan menghalangi mereka untuk dapat berkembang, bersaing secara sehat baik dalam perkuliahan maupun kelak dalam dunia pekerjaan. Berdasarkan pemaparan fenomena di atas, dimana pentingnya self-esteem dan adversity intelligence dalam kehidupan mahasiswa, disamping masih terbatasnya penelitian tentang hal ini di Indonesia khususnya di kalangan mahasiswa di Sumatera Utara, maka peneliti ingin memperoleh gambaran selfesteem dan adversity intelligence pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen dan bagaimana hubungan diantara keduanya. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin diteliti adalah : 1. Bagaimanakah gambaran self-esteem mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan ? 2. Bagaimanakah gambaran adversity intelligence mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan ? 3. Apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan adversity intelligence pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Memperoleh data empiris yang menggambarkan self-esteem dan adversity intelligence pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan 2. Memperoleh data empiris mengenai ada atau tidak adanya hubungan antara self-esteem dan adversity intelligence pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SELF ESTEEM 2.1.1. Pengertian Self-Esteem Self-esteem (Branden, 1992) is the disposition to experience oneself as competent to cope with the challenges of life and as deserving of happiness (kecenderungan untuk mengalami diri sendiri berkompeten mengatasi tantangantantangan dalam hidup dan berhak akan kebahagiaan). 2.1.2. Aspek-aspek dalam Self-Esteem Self-esteem (Branden, 1992) terdiri atas dua komponen : 145 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 a. self-efficacy : percaya, yakin dalam kemampuan untuk berpikir, belajar, memilih, dan membuat pilihan yang sesuai, dan dalam tingkat lebih lanjut , mampu untuk menguasai tantangan dan mengelola perubahan b. self-respect : percaya dan yakin akan hak seseorang untuk hidup bahagia, dalam tingkat lebih lanjut, percaya dan yakin bahwa prestasi, sukses, persahabatan,penghargaan, kasih sayang dan pemenuhan adalah pantas, sesuai bagi seseorang Self-esteem adalah jumlah dari self-confidence dan self-respect. Ini adalah keyakinan bahwa seseorang itu kompeten untuk hidup dan berharga di dalam kehidupan. Kebutuhan manusia terhadap self-esteem adalah warisan alamiah. Namun manusia tidak lahir dengan pengetahuan tentang apa yang dapat memuaskan kebutuhan itu atau pengetahuan tentang standar yang digunakan,manusia harus menemukannya sendiri. 2.1.2.1. Self-Confidence : The Sense of Efficacy Sejak realitas hidup menghalangi dengan berbagai alternatif secara terusmenerus, sejak manusia harus memilih tujuannya dan tingkah lakunya, hidupnya dan kebahagiaannya menuntutnya untuk benar-benar dalam kesimpulan yang diambil dan benar dalam pilihan yang dibuat. Apa yang dibutuhkannya adalah apa yang ada didalam kekuatannya :keyakinan atau pendirian bahwa metodenya dalam memilih dan membuat keputusan adalah benar, benar dalam prinsip dan sesuai dengan kenyataan. Manusia adalah satu-satunya mahkluk hidup yang mampu menolak, mensabotase, dan menyingkapkan apa yang digunakannya untuk bertahan hidup, yaitu pikirannya (mind). Manusia adalah satu-satunya mahkluk hidup yang harus membuat dirinya berkompetensi untuk hidup-dengan latihan yang sesuai terhadap rasionya. Ada beberapa asumsi : 1. Seorang manusia dapat membedakan antara pengetahuan dan perasaan, membiarkan penilaiannya diarahkan oleh inteleknya, bukan oleh emosinya-atau dia dapat menunda pemikirannya di bawah tekanan perasaan (hasrat-hasrat atau ketakutan) 2 Seorang manusia dapat menampilkan tingkah laku analisis yang mandiri, dalam menimbang benar atau salahnya suatu pernyataan ata hal-atau dia dapat menerima, dalam kepasifan tanpa kritikan, pendapat dan tingkah laku asertif dari orang lain. Self-confidence adalah keyakinan terhadap pemikiran sendiri-dalam reliabilitasnya sebagai alat dari kognisi. Keyakinan seperti ini bukanlah keyakinan bahwa seseorang tidak pernah membuat suatu kesalahan. Ini adalah keyakinan bahwa seseorang itu berkompetensi untuk berpikir, untuk menilai, untuk mengetahui (dan untuk mengkoreksi kesalahan)-bahwa seseorang itu berkompeten dalam prinsip. Ini adalah keyakinan dalam mengetahui bahwa seseorang tidak akan meletakkan nilai atau pertimbangan lebih tinggi daripada realitas. 146 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 2.1.2.2.
Self –Respect : The Sense of Worthiness Karakter manusia adalah jumlah dari prisip-prinsip dan nilai-nilai yang mengarahkan dan membimbing tingkah lakunya dalam menghadapi pilihan moral. Dalam perkembangannya, seperti seorang anak yang menjaadi sadar akan kekuatannya untuk memilih tingkah lakunya, seperti dia memperoleh the sense of being a person, dia mengalami kebutuhan untuk merasakan bahwa dia adalah “benar”sebagai seseorang, “benar dalam karakteristiknya bertingkah laku-bahwa dia adalah”baik”/”good” Manusia membutuhkan self-respect karena dia harus bertingkah laku untuk mencapai nilai-nilai-dan dalam kaitannya dengan tingkah laku, dia membutuhkan untuk menilai keuntungan dari tingkah lakunya. Manusia membuat dirinya berharga dalam kehidupan dengan membuat dirinya berkompetensi untuk hidup, dengan mendedikasikan mind terhadap tugas menemukan mana yang benar dan yang tidak, dan dalam mengarahkan dan mengatur tingkah laku. Bagaimana seseorang mengalami dirinya sendiri akan mempengaruhi keberadaan mereka setiap saat. Self-evaluation adalah konteks dasar bagaimana mereka berperilaku dan bereaksi, memilih nilai mereka, menentukan tujuan, dan menghadapi tantangan hidup. Respon mereka terhadap peristiwa-peristiwa dibentuk oleh bagaimana mereka melihat dirinya sendiri dan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Self-eteem merupakan kebutuhan dasar manusia yang berarti bahwa hal ini memberikan kontribusi terhadap proses kehidupan, bahwa hal ini sangat diperlukan dalam perkembanagn hidup yang normal dan sehat, bahwa ini mepunyai nilai dalam bertahan hidup. Tanpa self-esteem yang positif, pertumbuhan psikologis akan mengalami hambatan. Self-esteem yang positif beroperasi sebagai suatu immune system of consciousness, menyediakan pertahanan, kekuatan dan kapasitas untuk regenerasi. Ketika self-esteem rendah, ketahanan dalam menghadapi kesengsaraan hidup terkurangi. Mereka cenderung lebih terpengaruh oleh hasrat untuk menghindari rasa sakit daripada menghadapinya, rasa negatif lebih menguasai daripada rasa yang positif. Hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak mampu dalam mencapai nilai yang sebenarnya. Beberapa orang mungkin saja memiliki bekat dan dorongan untuk mencapai sesuatu yang baik dikarenakan self-concept yang rendah. Sebagai contoh adalah seorang yang sangat produktif dan workaholic yang terdorong oleh oleh keinginan untuk membuktikan keberadaannya terhadap sang ayah yang mengatakan bahwa dirinya tidak akan bisa melakukan apapun. Bagaimana pun, orang dengan self-esteem yang rendah akan kurang efektif, kurang kreatif dari pada yang mereka sanggup lakukan, mereka juga akan lumpuh dalam kemampuan mereka dalam memperoleh kebahagiaan dalam prestasi mereka. Orang yang menunjukkan kepercayaan diri yang realistik dalam pemikiran maupun nilai mereka-merasa aman dengan diri mereka sendiri-cenderung mengalami bahwa dunia ini terbuka bagi mereka dan mereka cenderung memberi respon sesuai terhadap tantangan dan kesempatan. self-esteem akan menguatkan, mendorong 147 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 dan memotivasi. Ini akan memberi inspirasi terhadap individu untuk berprestasi dan membawa mereka untuk merasa bangga dan memperoleh kebahagiaan atas prestasi tersebut. Hal ini mengijinkan mereka untuk merasakan kepuasan. Orang yang memiliki self-esteem yang tinggi, akan mencari tantangan dan stimulus-stimulus yang berguna dan banyak tuntutannya. Mencapai tujuan yang seperti itu akan memelihara self-esteem dengan cara yang sehat. Orang yang selfesteem rendah mencari keamanan dari hal yang sudah biasa dan tidak terlalu banyak tuntutan, yang pada gilirannya akan memperlemah self-esteem. Orang yang self-esteem tinggi cenderung dapat mengatasi penderitaan yang dihadapi, lebih ambisius, tidak hanya dalam karir atau dalam hal keuangan tetapi juga dalam hal-hal yang berkaitan dengan harapan dalam menghadapi hidup sehari-hari – secara emosional, intelektual, kreatif, spiritual. Mereka lebih terbuka dan jujur, mampu dalam berkomunikasi, yang akan menguatkan self-concept yang positif. Mereka cenderung membangun hubungan bersifat memelihara daripada yang bersifat merugikan, mereka mandiri, menghargai orang lain, adil, tidak melihat orang lain sebagai ancaman ( self-respect adalah dasar terhadap penghargaan terhadap orang lain). Demikian sebaliknya bagi yang memiliki self-esteem yang rendah. The Six Pillars of Self-Esteem (Branden, 1992) antara lain : 1. The Practise of Living Consciously 2. The Practise of Self-Acceptance 3. The Practise of Self-Responsibility 4. The Practise of Self-Assertiveness 5. The Practise of Living Purposefully 6. The Practise of Integrity 2.1.2.3. Penelitian tentang Self Esteem Penelitian yang dilakukan oleh Rachapoom, Sombat, et.al(2009) yang berjudul Causal Factors Influencing Adversity Quotient of Twelfth Grade and Third Year Vocational Students di Thailand menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi Adversity Quotient pada siswa tingkat 12 dan siswa tahun ketiga sekolah kejuruan antara lain ; dominance, sense of personal freedom, self-esteem, enthusiasm, self-confidence, ambition dan achievement motivation. Penemuan lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi secara langsung Adversity quotient siswa tingkat 12 adalah self-confidence sementara variabel yang mempengaruhi Adversity quotient baik secara langsung dan tidak langsung adalah dominance, self esteem, enthuisasm, dan sense of personal freedom. Penelaahan lebih lanjut pada siswa tahun ketiga sekolah kejuruan menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi Adversity quotient secara langsung adalah achievement motivation, sementara yang mempengaruhi secara tidak langsung adalah dominance. Variabel yang mempengaruhi Adversity quotient baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sense of personal freedom, self-esteem, enthusiasm, self-confidence dan ambition. 148 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 2.2. ADVERSITY INTELLIGENCE 2.2.1. Pengertian Adversity Intelligence Menurut Stoltz (2008), Adversity Intelligence adalah kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. Surekha (2000) menyatakan bahwa adversity adalah kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan. Kesulitan yang dihadapi itu beragam dalam variasi bentuk dan kekuatan, dari sebuah tragedi yang besar sampai kelalaian kecil. 2.2.2. Dimensi-dimensi Adversity Intelligence Menurut Stoltz (2008), terdapat 4 dimensi dari Adversity Intelligence yaitu : CO2RE (Control. Origin Ownership, Reach, Endurance). Berikut penjelasan untuk masing-masing dimensi : 1. Control (C) Dimensi ini mengacu pada seberapa banyak kendali yang dapat kita rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Sejauh mana individu dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan seperti mampu mengendalikan situasi tertentu, dan sebagainya. 2. Origin dan Ownership (O2) Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan dan sejauh mana seseorang menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sebagai penyebab dan asal usul kesulitan seperti penyesalan, pengalaman, dan sebagainya. 3. Reach (R) Dimensi ini mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu seperti hambatan akibat panik, hambatan akibat malas, dan sebagainya. 4. Endurance (E) Dimensi ini dapat diartikan sebagai ketahanan yaitu simensi yang mempertanyakan dua hal yang berkaitan dengan berapa lama penyebab kesulitan itu akan terus berlangsung dan tanggapan individu terhadap waktu dalam menyelesaikan masalah seperti waktu bukan masalah, kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, dan sebagainya. Menurut Stoltz (2000), ada tiga respon terhadap kesulitan yaitu : 1. Mereka yang berhenti (Quitters), yaitu individu yang memilih keluar menghindari kewajiban, mundur dan berhenti. Mereka meninggalkan dorongan untuk mendaki, dan kehilangan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Mereka dalam bekerja memperlihatkan sedikit ambisi, motivasi yang rendah dan mutu di bawah standar. Mereka mengambil resiko sedikit mungkin dan biasanya tidak kreatif, kecuali pada saat harus menghindari tantangan yang besar. 2. Mereka yang berkemah (Campers), yaitu individu yang dikarenkan oleh rasa bosan kemudian menghindari pendakiannya sebelum sampai dipuncak dan 149 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 mencari tempat yang datar dan rata serta nyaman sebagai tempat untuk bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka puas terhadap apa yang mereka raih dan telah merasa dirinya sebagai individu yang berhasil. Mereka tidak lagi mengembangkan dirinya melainkan hanya mempertahankan agar apa yang mereka raih dapat tetap mereka miliki. Campers masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedikit motivasi dan beberapa usaha. Campers bisa melakukan pekerjaan yang menuntut kreativitas dan mengambil resiko dengan penuh perhitungan, tetapi mereka biasanya mengambil resiko dengan jalan yang aman. Kreativitas dan kesediaan mengambil resiko hanya dilakukan di dalam bidang-bidang yang ancamannya kecil. Lama kelamaan Campers akan kehilangan keunggulannya, menjadi lamban dan lemah, serta kinerjanya terus merosot. 3. Para pendaki (Climbers), pemikir yang selalu memikirkan kemungkinankemungkinan dan tidak pernah membiarkan usia, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya menghambat pendakiannya. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan maupun kerugian, nasib baik atau nasib buruk, mereka akan terus mendaki. Mereka menyambut baik tantangantantangan dan mereka bisa memotivasi diri sendiri, serta selalu mencari caracara baru untuk berkembang dan berkontribusi pada organisasi sehingga tidak berhenti pada gelar atau jabatan saja. Mereka bekerja dengan visi, penuh inspirasi dan selalu menemukan cara untuk membuat sesuatu menjadi yang terbaik dalam pekerjaannya. 2.3. Hubungan antara Self Esteem dengan Adversity Intelligence Self-esteem (Branden,1992) adalah kecenderungan untuk mengalami diri sendiri berkompeten mengatasi tantangan-tantangan dalam hidup dan berhak akan kebahagiaan. Dua aspek di dalam self-esteem adalah pemahaman individu akan kapasitasnya untuk menghadapi rintangan dan tantangan (self- efficacy) dan pemahamannya akan penghargaan terhadap dirinya sebagai individu yang bisa, dan berhak memperoleh kesuksesan (self-respect). Integrasi dari self-efficacy dan self-respect akan memberikan rasa yakin dalam diri individu untuk mengendalikan kesulitan atau masalah yang dihadapi (Control), mengenali asal-usul masalah dan mengakui bagaimana diri berperan dalam mengatasinya (Origin and Ownership), mengenali jangkauan masalah yang dialami (Reach) dan mendorong individu untuk bertahan dalam hadapi tantangan (Endurance). Keempat aspek tersebut merupakan dimensi dari adversity intelligence. Menurut Stoltz (2008), adversity intelligence adalah kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. Seorang individu yang memiliki self-esteem yang tinggi akan mampu mengembangkan cara yang efektif dalam menghadapi tantangan dalam hidupnya sebagai perwujudan dari keyakinannya akan kemampuan dirinya dan keyakinannya bahwa dirinya berhak memperoleh prestasi dan kebahagiaan. Maka 150 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 dari itu, ia akan mengembangkan adversity intelligence. Bagan di bawah ini menggambarkan hubungannya. Self Efficacy
Control Origin dan Ownership
Self Esteem
Adversity Intellig ence
Reach Self Respect
Endurance
Gambar 2.1. Hubungan Self-Esteem dan Adversity Intelligence
2.4. Hipotesis Penelitian Penelitian ini memiliki hipotesis : terdapat hubungan positif antara selfesteem dan adversity intelligence pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan, dengan asumsi bahwa semakin tinggi (positif) self-esteem maka akan semakin tinggi adversity intelligence. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah (negatif) self-esteem maka akan semakin rendah adversity intelligence. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling Populasi adalah seluruh subyek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau subyek paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi, 2004). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan yang berjumlah 8.329 orang (berdasarkan Laporan EPSBED per Nopember 2009). Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel juga harus memiliki sifat yang sama dan bersifat representatif (mewakili populasi), sehingga hasil dari pengukuran terhadap sampel dapat digeneralisasikan kepada populasi (Sudjana, 1996). Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proporsi dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Issac & Michael dalam Arikunto (1998) :
X2 NP (1-p) S= D2 (N-1) – X2 P (1-p) Dimana :
S = ukuran sampel N = ukuran populasi P = proporsi dalam populasi 151
_____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 D = derajat ketelitian X2 = harga tabel Chi-Kuadrat untuk ∞ tertentu Menurut Usman (2000), apabila menggunakan rumus ini, maka Krejcie&Morgan telah memberikan tabel yang dikenal dengan Tabel Krejcie&Morgan, dengan α = 0.05. Menurut Tabel Krejcie&Morgan ini (dalam Usman, 2000), apabila jumlah populasi sebanyak 8.329 orang, maka jumlah sampel minimal adalah 367 orang. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam pengumpulan sampel adalah teknik purposive sampling. Pengertian purposive sampling adalah pemilihan sampel berdasarkan sifat, karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi yang telah diketahui sebelumnya (Sudjana, 1996). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Terhitung sebagai mahasiswa aktif Universitas HKBP Nommensen Medan. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif sedang dalam proses menghadapi berbagai tantangan perkuliahan. 2. Minimal sedang menempuh semester kedua. Hal ini didasari asumsi bahwa pola belajar dalam menghadapi tantangan perkuliahan sudah mulai stabil setelah melewati satu semester perkuliahan. Dalam penelitian ini, sampel penelitian sebanyak 475 orang mahasiswa dari berbagai fakultas dengan persentase sebagai berikut :
Tabel 3.1. Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Fakultas Fakultas Hukum Ekonomi Psikologi FKIP Medan Ilmu Sosial&Politik (Fisipol) Teknik Bahasa&Sastra Peternakan Pertanian TOTAL
N 125 140 48 39 31 29 22 21 20 475
% 26 30 10 8 7 6 5 4 4 100
3.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi sebagai alat ukur untuk mengungkap aspek-aspek psikologis (Azwar, 2005). Penelitian ini menggunakan dua jenis skala psikologi yaitu skala self-esteem dan skala adversity intelligence yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang telah dikemukakan. Kedua skala ini menggunakan format skala Likert. Kedua skala ini terdiri dari pernyataan yang sifatnya favourable (mendukung/positif) dan unfavourable (tidak mendukung/negatif) yang dapat 152 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 dipilih subyek melalui pilihan jawaban SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). 3.3. Uji Validitas Alat Ukur Penelitian ini menggunakan model uji coba alat ukur terpakai, yang berarti pengambilan data dilakukan satu kali (dengan jumlah sampel 475 orang) dimana kemudian dilakukan analisis reliabilitas, validitas dan analisis item terhadap data penelitian dari 475 orang sampel penelitian tersebut. Validitas adalah ketepatan dan kecermatan alat ukur, dalam hal ini skala, dalam menjalankan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, sejauh mana skala tersebut mengukur atribut psikologi yang ingin diukur. Validitas skala Self Esteem dan Adversity Intelligence dilakukan melalui upaya peneliti untuk mengikuti kaidah dan langkah-langkah konstrusi skala psikologi yang tepat antara lain dengan menetapkan defenisi operasional, menentukan format skala yang digunakan, menyusun kisi-kisi atau blue print skala, dan melakukan analisa item pada data penelitian. 3.4. Uji Reliabilitas Alat Ukur Reabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Suryabrata, 2009). Dalam penelitian ini, reliabilitas self-esteem dan adversity intelligence diuji dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan menggunakan bantuan analisis program SPSS (Statistical Package for Science) for Windows Release 17.00. Adapun rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut :
3.4.1. Uji Reliabilitas Skala Self Esteem Setelah dilakukan analisis reliabilitas skala self-esteem secara keseluruhan, diperoleh nilai α = 0.799 (sebelum analisis item). Setelah dilakukan analisis item, reliabilitas skala self-esteem meningkat menjadi α = 0.805. Dengan demikian reliabilitas skala ini tergolong tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa skala ini dapat diandalkan. 153 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 3.4.2. Uji Reliabilitas Skala Adversity Intelligence Analisis reliabilitas skala adversity intelligence secara keseluruhan menghasilkan nilai α = 0.757 (sebelum analisis item). Setelah dilakukan analisis item, reliabilitas skala adversity intelligence meningkat menjadi α = 0.795. Dengan demikian reliabilitas skala ini tergolong tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa skala ini dapat diandalkan. 3.5. Analisis Item Analisis item dilakukan untuk mengetahui manakah item yang baik dan mana item yang buruk. Demi mengetahui hal ini, dilakukan analisis terhadap item dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Science) for Windows Release 17.00. Dari hasil analisis tersebut dihasilkan nilai item-total corelation yang berada pada rentang -1 sampai dengan +1. Semakin mendekati +1 semakin baik item tersebut sehingga dapat digunakan. Sebaliknya, semakin menuju 0 menunjukkan semakin tidak dapat digunakannya item tersebut atau dapat direvisi. Sementara itu, item dengan nilai item-total corelation negatif harus dibuang (Friedenberg, 1995). Kriteria yang dipakai dalam menentukan gugur atau sahihnya suatu item diperoleh dengan menentukan item dengan nilai r ≤ 0.25 dinyatakan gugur. Sementara itu item dengan nilai r > 0.25 dinyatakan sahih atau dapat digunakan. 3.5.1. Analisis Item Skala Self-Esteem Dari hasil analisis item untuk skala self esteem, diperoleh hasil bahwa dari 49 item pernyataan, terdapat sebanyak 23 item yang gugur. Jumlah item sahih sebanyak 26 item. 3.5.2. Analisis Item Skala Adversity Intelligence Dari hasil analisis item, diperoleh hasil bahwa dari 28 item pernyataan, terdapat sebanyak 10 item yang gugur. Jumlah item sahih sebanyak 18 item. 3.6. Tingkat Keeratan Hubungan Untuk menentukan besarnya tingkat keeratan hubungan dari nilai Koefisien Karl Pearson (rs) yang telah diperoleh, maka digunakan kriteria Guilford (1956, dalam Sitepu, 1994) : 0 r 0,2 = hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan 0,2 r 0,4 = hubungan yang kecil (tidak erat) 0,4 r 0,7 = hubungan yang moderat 0,7 r 0,9 = hubungan yang erat 0,9 r 1 = hubungan yang sangat erat Pemaparan di atas merupakan interpretasi kualitatif dari besarnya koefisien korelasi yang diperoleh.
154 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 3.7. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian juga dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal uji coba yaitu 25 Mei 2010-3 Juni 2010 dan berlokasi di Universitas HKBP Nommensen Medan. Hal ini dikarenakan uji coba yang digunakan adalah uji coba terpakai yaitu uji coba yang dilakukan dengan menggunakan subjek yang juga merupakan sampel dalam penelitian. Artinya pelaksanaan uji coba ini juga sudah merupakan pelaksanaan penelitian karena sampel yang diikutsertakan dalam uji coba juga merupakan sampel penelitian. Jumlah subjek penelitian sebanyak 475 orang. 3.8. Metode Analisa Data Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson dengan bantuan analisis program SPSS (Statistical Package for Science) for Windows Release 17.00. Teknik ini digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara Self-esteem dan Adversity Intelligence. Data penelitian yang digunakan dalam pengolahan data adalah data yang telah melalui proses uji validasi, uji reliabilitas dan analisis item terhadap 475 data yang diperoleh. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Deskripsi Kategori Self Esteem dan Adversity Intelligence Sampel Penelitian Berdasarkan Fakultas Tabel 4.1. Rangkuman Deskripsi Kategori Self Esteem dan Adversity Intelligence Sampel Penelitian Berdasarkan Fakultas Fakultas Mean Self Kategori Mean Adversity Kategori Esteem Intelligence Hukum 81.24 Tinggi 54.34 Tinggi Ekonomi 80.39 Tinggi 53.74 Sedang Psikologi 84.98 Tinggi 56.79 Tinggi FKIP Medan 80.72 Tinggi 53.82 Sedang Fisipol 81.0 Tinggi 53.16 Sedang Teknik 81.76 Tinggi 55 Tinggi Bahasa dan Sastra 78.14 Tinggi 52.18 Sedang Peternakan 84.48 Tinggi 55.29 Tinggi Pertanian 81.4 Tinggi 56.05 Tinggi Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua sampel penelitian yang merupakan mahasiswa dari 9 (Sembilan) fakultas di Universitas HKBP Nommensen Medan, berada pada kategori yang tinggi dalam self-esteem. Demikian juga adversity intelligence dari sampel penelitian, menunjukkan kecenderungan yang sama walaupun terdapat tiga fakultas dengan kategori sedang yaitu fakultas Ekonomi, FKIP Medan dan fakultas Bahasa dan Sastra. 155 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 Mahasiswa dari Fakultas Psikologi memiliki nilai mean self-esteem yang tertinggi, menyusul mahasiswa fakultas Peternakan dan mahasiswa fakultas Hukum. Nilai mean adversity intelligence yang tertinggi dimiliki oleh mahasiswa fakultas Psikologi, menyusul mahasiswa fakultas Pertanian dan mahasiswa fakultas Peternakan. 4.1.2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotetis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson berdasarkan program SPSS for Windows Release 17.00. Berdasarkan hasil analisis korelasi antara self-esteem dengan adversity intelligence diperoleh koefisien korelasi product moment (rxy) = 0.677 dengan p sebesar 0.00 (p< 0.01). Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat signifikan antara self esteem dengan adversity intelligence. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka hipotesis yang sebelumnya diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara self esteem dengan adversity intelligence, diterima. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Korelasi ADVERSITY INTELLIGENCE
SELF ESTEEM SELF ESTEEM
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N ADVERSITY INTELLIGENCE
Pearson Correlation
.677** .000
475
475
**
1
.677
Sig. (2-tailed)
.000
N
475
475
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
4.2. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai self-esteem mahasiswa Universitas HKBP Nommensen, gambaran mengenai adversity intelligence mahasiswa Universitas HKBP Nommensen serta untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara self esteem dan adversity intelligence. Gambaran mengenai self esteem mahasiswa diperoleh dari deskripsi statistik self esteem mahasiswa per fakultas dan secara keseluruhan, serta dengan menggolongkannya pada kategorisasi tertentu. Prosedur yang sama dilakukan juga dalam upaya mendapatkan gambaran adversity intelligence mahasiswa. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi self esteem mahasiswa Universitas HKBP Nommensen (baik dilihat per fakultas maupun secara keseluruhan) berada dalam kategori tinggi. Pada tabel 4.1, dapat dilihat bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki tingkat self esteem tertinggi dengan ratarata (mean) untuk Self-Esteem = 84.98. 156 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 Adversity Intelligence mahasiswa Universitas HKBP Nommensen secara keseluruhan berada pada kategori tinggi, namun jika dilihat secara mendetail, diperoleh bahwa pada beberapa fakultas, mahasiswa memiliki tingkat adversity intelligence yang tergolong sedang. Hal ini terjadi antara lain pada kelompok mahasiswa Fakultas Ekonomi, FKIP, Fisipol dan Fakultas Bahasa&Sastra (tabel 4.1). Sementara itu, mahasiswa mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki tingkat adversity intelligency tertinggi dengan rata-rata (mean) sebesar = 56.79. Hasil uji korelasi menunjukkan koefisien korelasi antara self esteem dan adversity intelligence (rxy) adalah sebesar 0.677 dengan p sebesar 0.00 (p< 0.01). Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat signifikan antara self esteem dengan adversity intelligence. Self esteem yang semakin tinggi (positif) akan dibarengi dengan adversity intelligence yang semakin tinggi juga. Demikian sebaliknya, ketika self esteem semakin rendah (negatif) maka adversity intelligence semakin rendah juga. Berdasarkan kriteria Guilford (1956, dalam Sitepu, 1994), tingkat keeratan hubungan antara self esteem dan adversity intelligence berada dalam kategori moderat. Koefisien determinasi untuk memperoleh gambaran kontribusi dari self esteem terhadap adversity intelligence diperoleh dari menghitung rxy2 = 0.458. Dengan demikian kontribusi dari self esteem terhadap adversity intelligence sebesar 45.8%. Sementara itu, 54.2% selebihnya lebih dipengaruhi oleh faktor lain. Self esteem (Branden, 2000) merupakan kecenderungan untuk mengalami diri sendiri sebagai individu yang berkompeten mengatasi tantangan-tantangan dalam hidup dan berhak akan kebahagiaan. Self esteem mengandung unsur adanya penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Ini merupakan penilaian yang paling penting bagi manusia. Penilaian atau perkiraan ini dialami sendiri oleh individu, bukan dalam bentuk suatu kesadaran, penilaian verbal, namun dalam bentuk perasaan, perasaan yang bisa jadi sangat sulit untuk dipisahkan dan diidentifikasi karena individu mengalaminya secara konstant. Self-evaluation telah memberi dampak terhadap proses berpikir manusia, emosi, keinginan, nilai dan tujuannya. Ini merupakan satu kunci yang signifikan terhadap tingkah lakunya. Self esteem mengandung dua komponen yaitu keyakinan individu akan kemampuan diri untuk menghadapi rintangan dan tantangan (self efficacy) yang dibarengi dengan penghargaan terhadap diri sebagai bentuk dari keyakinan bahwa diri berhak untuk memperoleh kebahagiaan (self respect). Kedua komponen ini secara berkesinambungan memberikan energi yang mendorong individu untuk mampu menghadapi situasi-situasi sulit baik yang berasal dari kelemahan pribadi ataupun dari kondisi lingkungan sekitar. Keyakinan tersebut memberikan rasa yakin dalam diri individu untuk mengendalikan kesulitan atau masalah yang dihadapi (Control), mengenali asal-usul masalah dan mengakui bagaimana diri berperan dalam mengatasinya (Origin and Ownership), mengenali jangkauan masalah yang dialami (Reach) dan mendorong individu untuk bertahan dalam 157 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 hadapi tantangan (Endurance). Keempat aspek tersebut merupakan dimensi dari adversity intelligence. Dalam konteks dunia perkuliahan yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan, situasi-situasi sulit dipersepsikan oleh mahasiswa berasal dari salah satunya tantangan akademik dalam perkulihan yang mereka ikuti. Tugas-tugas yang frekuensinya besar dan intensitas kesulitannya semakin tinggi memberikan tekanan tertentu kepada mahasiswa. Tantangan lain berkaitan dengan relasi dengan teman sebaya di kampus atau sekitar tempat tinggal. Hal ini dikarenakan mahasiswa akan lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya selama masa perkuliahan berlangsung. Mahasiswa yang menilai dirinya sanggup untuk mengerjakan dan melalui setiap situasi demi situasi sulit tersebut, akan terdorong untuk mengatasi persoalan demi persoalan yang dihadapi dengan pendekatan yang didahului dengan pemahaman akan situasi sulit kemudian melakukan langkahlangkah yang tepat untuk memecahkan setiap permasalahan. Dengan kata lain, self esteem yang semakin tinggi (positif) akan diri akan memberikan kontribusi bagi daya tahan pribadi dalam menghadapi situasi sulit (adversity intelligence). Mereka dapat membangun rencana-rencana strategis demi memecahkan persoalan yang dihadapi. Hal sebaliknya dapat juga terjadi. Mahasiswa yang menilai dirinya tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah-masalah dalam perkuliahan akan memiliki motivasi yang rendah untuk mencoba terus mencari cara efektif dalam memecahkan persoalan dalam kegiatan akademik. Kemungkinan yang terjadi adalah mereka mencari cara tidak jujur seperti mencontek atau melakukan plagiat, bolos dari pertemuan-pertemuan perkuliahan, malu atau enggan untuk mencari tahu atau mengeksplorasi hal-hal yang berhubungan dengan materi-materi perkuliahan atau tugas-tugas akademik dengan bertanya pada dosen atau teman atau melakukan studi pustaka, dan lain-lain. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rachapoom, Sombat, et.al (2009) yang berjudul Causal Factors Influencing Adversity Quotient of Twelfth Grade and Third Year Vocational Students di Thailand. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi Adversity Quotient pada siswa tingkat 12 dan siswa tahun ketiga sekolah kejuruan antara lain ; dominance, sense of personal freedom, self-esteem, enthusiasm, selfconfidence, ambition dan achievement motivation. Dengan demikian dapat disimpulkan betapa pentingnya peran dari self esteem bagi mahasiswa dalam membangun daya tahan mereka menghadapi tantangan-tantangan akademik di perkuliahan. Hal ini akan berkontribusi juga dalam kesiapan mereka menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia pekerjaan kelak. 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 158 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 1. Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen memiliki self esteem dan adversity intelligence yang tergolong tinggi Terdapat hubungan positif yang signifikan antara self esteem dan adversity intelligence. Hal ini disimpulkan dari nilai koefisien korelasi antara self esteem dan adversity intelligence (rxy) adalah sebesar 0.677 dengan p sebesar 0.00 (p< 0.01). Self esteem yang semakin tinggi (positif) akan dibarengi dengan adversity intelligence yang semakin tinggi juga. Demikian sebaliknya, ketika self esteem semakin rendah (negatif) maka adversity intelligence semakin rendah juga. Koefisien determinasi untuk memperoleh gambaran kontribusi dari self esteem terhadap adversity intelligence diperoleh dari menghitung r xy2 = 0.458. Dengan demikian kontribusi dari self esteem terhadap adversity intelligence sebesar 45.8%. Sementara itu, 54.2% selebihnya lebih dipengaruhi oleh faktor lain. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan saran-saran praktis pada pihak-pihak terkait : 1. Bagi para dosen sebagai pihak yang berhubungan erat dengan keberhasilan akademik mahasiswa, agar terus mengembangkan metode belajar efektif, mendorong pengembangan self-esteem dan adversity intelligence mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh kesempatan yang dimiliki oleh dosen sebagai significant person diluar anggota keluarga mahasiswa. Beberapa cara misalnya dengan memberikan reinforce positive (penguatan positif) yang tepat dengan kondisi mahasiswa, menyusun tugas-tugas perkuliahan yang sistematis dan mendorong mereka untuk mengembangkan cara belajar yang efektif. 2. Bagi para mahasiswa terkait, supaya terus mengeksplorasi kapasitas belajar yang dimiliki sebagai bagian dari usaha mengenali kemampuan diri dan mengatasi persoalan-persoalan yang dialami dalam dunia perkuliahan. Mahasiswa perlu membangun persepsi bahwa diri mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan dan dengan berani menghadapi tantangan-tantangan dalam perkuliahan dengan berani. Hal ini dikarenakan bahwa hal itu merupakan kesempatan untuk membangun kapasitas diri dan memperkuat daya tahan diri dalam mengatasi tantangan-tantangan hidup. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. (1998). Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta : Jakarta Azwar, Saifuddin, Drs. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta Branden, Nathaniel, Ph.D (1992). The Power of Self-Esteem. Health Communications, Inc. : Florida, USA
159 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 Branden, Nathaniel, Ph.D (1985). Honoring The Self, Self Esteem and Personal Transformation. Bantam Publisher : New York Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological Testing. Allyn&Bacon : Massachusetts Pangma . R, et. Al. 2009. Causal Factors Influencing Adversity Quotient of Twelfth Grade and Third Year Vocational Students. Journal of Social Sciences 5 (4), p : 466-470 Sitepu, Nirwana SK. 1994. Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung : Unit Pelayanan Statistika, Jurusan Statistika, FMIPA UNPAD Sudjana, DR. Prof, MA., M.Sc., 1996. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito : Bandung Stoltz, Paul G. (2008). Adversity Advantage, Mengubah Masalah Menjadi Berkah. PT. Gramedia Utama : Jakarta Ummah, Khairul, Dimitri Mahayana, dkk. (2003). Kecerdasan Milyuner. Penerbit Ahaa : Bandung Usman, Husaini. (2000). Metodologi Penelitian Sosial. PT. Bumi Aksara : Jakarta Wijaya, Toni. (2007). Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Jurusan Ekonomi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, edisi September 2007, Volume 9, No.2, hal. 117-127
160 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2011) 19 (1) 399-416 Asina Christina Rosita Pasaribu, lahir di Sitonong Bangun, 19 Oktober 1982, menyelesaikan S1 pada Fakultas Psikologi tahun 2006 dai Universitas Padjajaran Bandung. Staf Pengajar Fakultas Psikologi di Universitas HKBP Nommensen dari tahun 2007 sampai sekarang.
161 _____________ ISSN 0853-0203