3863-7298-1-sm.pdf

  • Uploaded by: ikhsan
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3863-7298-1-sm.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,914
  • Pages: 16
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA-TERNAK SAPI DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN A.H.S. Salendu dan F.H. Elly*) Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

ABSTRACT

Kabupaten Minahasa Selatan merupakan daerah yang direncanakan untuk pengembangan agropolitan. Ternak sapi sebagai ternak andalan dikembangkan dengan cara digembalakan di bawah pohon kelapa. Permasalahannya seberapa besar alokasi tenaga kerja dan pendapatan kelapa-usaha ternak sapi di kecamatan Tenga. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis alokasi tenaga kerja dan pendapatan kelapa usaha ternak sapi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan untuk pengolahan kopra yang dialokasi oleh tenaga keluarga adalah 480 jam. Sedangkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga (sewa) adalah untuk kegiatan pengolahan kopra yaitu 1.440 jam lebih besar dari jam kerja untuk keluarga. Tenaga kerja yang digunakan untuk usaha ternak sapi adalah tenaga kerja keluarga dengan alokasinya untuk kegiatan pindahkan sapi, mencari rumput, memberi makan, minum dan memandikan sapi. Alokasi jam yang terbesar untuk pindahkan sapi. Pendapatan dari penjualan kopra tergantung dari harga kopra. Harga kopra yang dijual di tempat petani lebih rendah dibanding dijual di perusahaan minyak goreng. Rata-rata pendapatan ternak sapi sebesar Rp 1.621.854,06 per tahun per responden. Pendapatan ini diperoleh tanpa perhitungan tenaga kerja keluarga. Saran penelitian ini adalah perlu intervensi dari pemerintah untuk pengembangan ternak sapi karena dengan penjualan ternak sapi sejumlah 1,42 ekor dalam setahun sangat merugikan petani.

INCOME ANALYSIS OF COCONUTCATTLE FARMER’S IN AGROPOLITAN AREA SUBDISTRICT TENGA SOUTH MINAHASA REGENCY. South Minahasa district is an area planned for agropolitan development. Cattle as a main ruminant livestock was developed by grazing method under coconut plantation. The problems are how big the allocation of labor and the income of coconut-cattle farming in the district of Tenga. The purpose of this study was to analyze the allocation of labor and income of coconutcattle farming. The result showed that the activities for the processing of copra allocated by the family labor were 480 hours. While the use of hired labor (rent) for copra processing activity were 1,440 hours greater than work allocation time for the family. Family labors used for the cattle farming were including to move the cattle for grazing and drinking, to collect grass, to feed and to cleanse animals. The largest time allocation by household family was move cattle for grazing and drinking. Income of the copra earned by haousehold family was depend on the price of copra. Price of copra earned by households at their location was lower than the price accepted at the cooking oil company. The average income of cattle household farmers was Rp 1,621,854.06 per year per respondent. This income was obtained without including family labor. It was suggested in this study that the government policy was crucial for cattle development due to low sale of cattle per year with the average of 1.42 head. This case inflicted a loss upon the household farmers. Keywords: income, coconut-cattle farmer,

Kata Kunci : Pendapatan, kelapa, ternak sapi

*Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

mengindikasikan

PENDAHULUAN Secara

geografis,

merupakan

Sulawesi

Utara

yang

sangat

daerah

dimanfaatkan sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja ternak sapi sebenarnya merupakan alternatif pendapatan bagi

lintas keluar masuknya aneka barang

petani peternak. Menurut Santoso dan

perdagangan. Keadaan ini memberikan

Tuherkih

peluang pasar bagi usaha-usaha yang ada termasuk usahaternak sapi, dengan

daerah

melalui

perdagangan

ternak

antar

banyak. Kondisi ternak sapi lokal saat

pulau.

ini (Wijono, et al., 2003) telah mengalami degradasi produksi dan

prime mover bagi perekonomian di Utara.

ditemukan bentuk tubuhnya yang kecil.

Permasalahannya

Hal ini diakibatkan karena mutu

peran dan potensi usaha ternak sapi belum

optimal.

Hal

inilah

sapi potong

jumlah ternak sapi yang dipotong

Ternak sapi dapat dinyatakan sebagai

Sulawesi

perkembangan ternak

yang ada sedikit namun disisi lain

pasar yang menggembirakan. Ternak

pendapatan

lambatnya

bertentangan yaitu populasi ternak

mempunyai masa depan dan potensi

sumber

(2003),

disebabkan oleh dua faktor yang

demikian ternak sapi di Sulawesi Utara

merupakan

genetik sapi

yang

sapi

semakin menurun yang diikuti dengan

walaupun

produksi

permasalahan lain. Populasi ternak

bibit

dapat

selanjutnya

untuk Sulawesi adalah 10 %, dengan

lokal

tetapi

ditingkatkan

pendapatan

dapat

meningkat.

konsumsi sebesar 8 % berarti selisih

Pemberian

antara populasi dan konsumsi hanya 2

pakan

juga

mempengaruhi produktivitas ternak.

% (Yusdja dan Ilham, 2004 dalam

Pakan

Daryanto, 2007).

yang

menyebabkan

Penelitian tentang usaha ternak

semakin

baik

produktivitas

ternak

semakin meningkat. Pakan merupakan

sapi di beberapa daerah menunjukkan

sarana produksi yang sangat penting

bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi Hal

yang semakin

merupakan bibit hasil seleksi maka

penurunan produksi daging sapi serta

ekstensif.

lokal

menurun. Semakin baik bibit ternak

menyebabkan populasi ternak yang

masih

laju

yang disebabkan ternak sapi dewasa

yang merupakan pintu gerbang lalu

juga

bahwa

pertumbuhan populasi ternak lambat

strategis untuk kawasan Asia Pasifik

sapi

ISSN 0852-2626

bagi ternak karena berfungsi sebagai

ini 2

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

pemacu

pertumbuhan.

Usaha

berasal

ISSN 0852-2626

dari

ternak

sapi

dan

penggemukan sapi dalam hal ini tidak

penanganan pasca panen yang belum

terbatas pada penggunaan input pakan

memadai. Keadaan usaha ternak sapi

saja.

yang masih tradisional tersebut dapat

Hal

perhatian

yang adalah

pemeliharaan kandang

perlu

mendapat

perbaikan

berupa

aspek

perbaikan

dan pemanfaatan

untuk pakan.

Selain

dinyatakan belum dapat mendukung

itu

program

limbah

untuk

keberlanjutan

menurut

2010 bahkan tahun 2014.

penanaman

Beberapa

mengantisipasi usaha

tanaman

dapat memberikan kontribusi terhadap

dan

pendapatan petani peternak. Besarnya

pembuatan hay (rumput dan jerami).

kontribusi tergantung jenis ternak yang

Karakteristik petani peternak selain

beternak

juga

penelitian

menunjukkan bahwa usaha ternak

melalui pakan

untuk

swasembada daging sapi pada tahun

Hendayana dan Yusuf (2003), perlu upaya

pemerintah

digunakan, cara pemeliharaan dan

melakukan

alokasi sumberdaya yang tersedia di

kegiatan pertanian seperti perkebunan

masing-masing

(kelapa), menanam padi, palawija dan

Saxena, 1994 dalam International

tanaman musiman lainnya. Hal yang

Center

menarik disini bahwa usaha ternak sapi

Development (1998), Sugeha (1999),

yang ada di Kecamatan Tenga sampai

Hoda (2002), Somba (2003) dan

saat

ini

tradisional.

masih

for

wilayah

(Rao

Integreted

dikelola

secara

Taufel et al., (2005).

Permasalahan

yang

Berdasarkan

and

Mountain

pemikiran

dan

dihadapi peternak yang tradisional

kenyataan tersebut di atas, maka

diantaranya

belum

tantangan ke depan adalah apakah

memperhatikan budidaya ternak baik

usaha ternak sapi di Kecamatan Tenga

bibit, pakan, penyakit, pengelolaan.

dapat memberikan kontribusi bagi

Keberhasilan usaha ternak sapi dapat

pendapatan petani peternak sapi di

dicapai bila memperhatikan masalah

Kawasan

breeding, feeding dan management.

kaitannya dengan pendapatan petani

Permasalahan lain menurut Daryanto

peternak

(2007)

penelitian

permodalan,

peternak

diantaranya kurangnya

lemahnya standar

Agropolitan.

maka untuk

telah

Dalam

dilakukan menganalisis

pendapatan petani kelapa-ternak sapi

kualitas dan keamanan pangan yang 3

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

di Kawasan Agropolitan Kecamatan

usaha tani kelapa-ternak sapi dan

Tenga Kabupaten Minahasa Selatan.

menganalisis pendapatan petani yang

Seperti yang dinyatakan Imam

diperoleh dari usaha tani kelapa-ternak

(2003) bahwa pola pengembangan

sapi di Kecamatan Tenga Kabupaten

peternakan yang dapat dikembangkan

Minahasa Selatan.

adalah diversifikasi ternak sapi dengan

MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian yang telah dilakukan

lahan persawahan, perkebunan dan tambak.

Penelitian

yang

mirip

mengikuti

dilakukan oleh Suwandi (2005) yaitu

potong.

langkah pertama: metode penelitian,

Pengembangan

kedua : pengumpulan data, ketiga :

usahaternak sapi dengan sistem ini dapat

penentuan sampel, keempat: penentuan

meningkatkan produksi dan

responden;

keuntungan bagi petani dengan lahan

dan kelima

:

metode

analisis.

sempit.

Penelitian dilakukan dengan Usaha ternak sapi merupakan

menggunakan metode survei pada

tumpuan rumahtangga pedesaan dalam peningkatan

kesejahteraan

Berkaitan

dengan

pendapatan

sampel

mereka.

rumahtangga

dilakukan

petani

Kecamatan

Tenga

yang

digunakan

series, dari sumber data primer dan data sekunder. Data primer (cross section

pendapatan petani yang diperoleh dari sapi

menggunakan

adalah data cross section dan data time

kerja

kelapa-ternak sapi dan sejauhmana

kelapa-ternak

dengan

Jenis data

keluarga petani dalam usaha tani

tani

di

kuesioner yang telah disiapkan.

arah yang lebih baik. Permasalahannya tenaga

sapi

petani peternak dan menggunakan

usaha tersebut dapat dikembangkan ke

alokasi

peternak

metode wawancara kepada responden

ke peningkatan kesejahteraan maka

sejauhmana

petani

Kecamatan Tenga. Pengumpulan data

peningkatan

peternak yang selanjutnya mengarah

usaha

seperti

yang dinyatakan Neuman (2000) yaitu

adanya penerapan pola usahatani padi sawah-sapi

langkah-langkah

setahun)

wawancara

di

diperoleh

langsung

dari dengan

responden. Sedangkan data sekunder

Kabupaten

(time series tahunan) diperoleh dari

Minahasa Selatan. Tujuan penelitian

instansi yang terkait dengan penelitian

ini adalah untuk menganalisis alokasi

ini serta data hasil penelitian yang

tenaga kerja keluarga petani dalam

dipublikasi (Sinaga, 1996). 4

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

Desa

di

ISSN 0852-2626

Kecamatan Tenga

responden (28,95%), kemudian kisaran

ditentukan secara purposive, yaitu desa

umur 25-34 tahun yaitu berjumlah 7

Molinow

dan Sapa yang dominan

responden (18,42%), kirasan umur 55-

usaha tani kelapa dan mempunyai

64 berjumlah 6 responden (15,79%)

jumlah ternak sapi terbanyak. Petani

dan kisaran umur 65-74 tahun adalah

peternak disetiap desa sampel dibatasi

yang

untuk petani peternak yang memiliki

responden).

ternak sapi minimal 2 (dua) ekor dan

penelitian

pernah

sebagian

menjual

ternak

sapi.

terkeci

yaitu

5,26%

Berdasarkan menunjukkan besar

(2 hasil

bahwa responden

Berdasarkan jumlah petani peternak

dikategorikan dalam umur produktif.

sapi di setiap desa sampel ditentukan

Kondisi

dengan

random

penunjang pengembangan peternakan

Tujuan

sapi.

dengan

mengemukakan

metode

sampling

simple

(Sinaga,

penelitian

1995).

dijawab

menggunakan analisis deskriptif.

ini

sebagai

Kiswanto

salah

et

al

satu

(2004)

bahwa

umur

merupakan salah satu faktor yang dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

mempengaruhi

produktivitas

usaha penggemukan sapi potong.

Karakteristik petani peternak

Tingkat

pendidikan

petani

sapi sebagai responden menyangkut

peternak sebagai kepala keluarga di

umur,

petani,

wilayah penelitian mulai dari tidak

jumlah anggota keluarga, pemilikan

tamat SD sampai dengan Perguruan

ternak sapi dan penguasaan lahan

Tinggi,

kelapa. Umur merupakan salah satu

pendidikan

faktor

dapat

Sebagian besar petani peternak sebagai

dalam

responden berpendidikan SD (tamat)

tingkat

sosial

pendidikan

petani

mempengaruhi

yang

keputusan

dengan

rata-rata

sebesar

yaitu

terendah adalah 25 tahun dan umur

(47,37%). Petani peternak yang tidak

tertinggi adalah 69 tahun. Umur petani

tamat SD merupakan urutan kedua

peternak terbanyak berkisar pada umur

yaitu masing-masing berjumlah 10

35-44

responden (26,31 %), kemudian diikuti

yaitu

berjumlah

12

responden

responden (31.58%). Kisaran umur 45-

dengan

54 tahun merupakan urutan kedua

(tamat)

terbanyak

(15,79%) dan SLTA (tamat) berjumlah

yaitu

berjumlah

11 5

tingkat

18

tahun.

proses produksi. Umur petani peternak

tahun

berjumlah

7,18

lama

pendidikan

berjumlah

6

SLTA

responden

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

4 responden (10,58 %). Data ini

sebagai responden berstatus sebagai

menunjukkan bahwa rata-rata tingkat

pemilik lahan yaitu berjumlah 18

petani di wilayah penelitian masih

responden

dikategorikan sangat rendah. Kondisi

petani peternak sebagai peminjam

tersebut sangat mempengaruhi pola

berjumlah 13 responden (34,21 %) dan

pikir petani peternak dalam melakukan

petani penggarap kelapa berjumlah 7

pengembangan

sapi

responden (18,42 %). Kondisi ini

kearah yang lebih baik. Semakin tinggi

menunjukkan bahwa walaupun petani

tingkat

petani

tidak memiliki lahan kelapa tetapi

peternak akan lebih mudah menyerap

mereka memanfaatkan lahan kelapa

inovasi teknologi. Kiswanto et al

milik orang lain atau milik perusahaan

(2004) mengemukakan bahwa tingkat

perkebunan

pendidikan

usaha

usaha

pendidikan

yang

ternak

maka

makin

tinggi

(47,37

%).

untuk

ternak

sapi.

Sedangkan

pengembangan Ternak

sapi

memungkinkan dapat mengubah sikap

digembalakan di bawah pohon kelapa

dan perilakunya untuk bertindak lebih

dan dipindah-pindah dari lahan yang

rasional.

satu ke lahan lainnya.

Pekerjaan

responden

Luas pemilikan lahan bervariasi,

sebagian besar adalah petani (on farm)

demikian pula luas lahan garapan dan

yaitu berjumlah 21 responden (55,27

lahan yang dipinjam bervariasi yaitu

%), kemudian diikuti oleh buruh tani

sekitar 0,5-10 ha. Total luas lahan

(off

11

kelapa milik petani, luas lahan yang

responden (28,95 %). Pekerjaan petani

digarap dan dipinjam sebesar 67 ha

peternak bukan usahatani (non farm)

atau rata-rata 1,76 ha. Luas pemilikan

yaitu terdiri dari pedagang berjumlah 3

lahan milik sendiri 31,60 ha atau rata-

responden

pegawai

rata 1,66 ha per responden pemilik,

swasta/pensiunan 2 responden (5,26%)

luas lahan yang digarap 24,20 ha atau

dan nelayan 1 responden (2,63 %).

rata-rata

Kondisi

pekerjaan

sebagai

terbesar) per responden penggarap dan

petani

menunjukkan

pengalaman

luas lahan yang dipinjam 11,20 ha atau

petani

dalam

farm)

utama

yaitu

berjumlah

(7,89%),

utama

melakukan

proses

rata-rata

produksi usahatani.

3,46

0,93

ha

ha

(rata-rata

per

yang

responden

peminjam. Kondisi ini menunjukkan

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa lahan di bawah pohon kelapa

bahwa sebagian besar petani peternak

milik petani yang dimanfaatkan untuk 6

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

ternak sapi cukup luas. Tetapi ternak

daerah, daerah yang lebih dekat pantai

sapi hanya

buahnya lebih besar (informasi dari

mengkonsumsi limbah

pertanian dan rumput liar yang tumbuh

petani kelapa).

di bawah pohon kelapa tersebut.

Penggunaan tenaga kerja untuk

Jumlah pohon kelapa berkisar

mengolah kopra adalah penggunaan

antara 30 – 1000 pohon dengan total

tenaga kerja keluarga dan luar keluarga

keseluruhan 6.341 pohon atau rata-rata

(sewa).

166,87 pohon per responden. Lahan

pengolahan kopra paling besar yaitu

kelapa yang dikelola baik oleh pemilik

480

penggarap

jam/kwartal.

maupun

peminjam

Alokasi

jam

jam kerja untuk

atau Buah

rata-rata

19,32

kelapa

diolah

berjumlah 6.341 pohon. Jumlah pohon

menjadi kopra membutuhkan waktu

kelapa yang dikelola oleh pemiliknya

sekitar 2-3 hari untuk memanggang

sebanyak 2.781 pohon atau 154,50

buah kelapa tersebut. Alokasi jam

pohon per responden. Lahan yang

kerja untuk kupas kelapa merupakan

dipinjam untuk penggembalaan ternak

urutan

sapi berjumlah 1.150 pohon atau rata-

jam/kwartal

rata 344,29 pohon kelapa dan yang

jam/kwartal/responden. Alokasi waktu

dikelola oleh petani peternak sapi

untuk kupas kelapa lebih banyak

sebagai penggarap berjumlah 2.410

dilakukan sendiri oleh petani. Angkut

pohon atau rata-rata 344,29 pohon per

kelapa merupakan urutan ketiga yaitu

responden.

83 jam/kwartal atau 2,18 jam per

Hasil kelapa dipanen tiap 3

kwartal

kedua

per

terbesar

yaitu

108

atau

responden,

2,84

hal

ini

bulan (satu tahun 4 kali panen). Tetapi

disebabkan karena sebagian petani

sebagian

memiliki gerobak yang digunakan

petani

peternak

sapi

melakukan panen kelapa setiap 4 bulan

untuk

sekali (dalam satu tahun 3 kali panen).

menggunakan

Buah kelapa sesuai hasil penelitian

untuk panjat tetapi hanya sekitar 6 jam

diolah menjadi kopra. Produksi buah

atau rata-rata 0,16 per responden

kelapa per pohon sekitar 20-40 buah.

karena pekerjaan memanjat kelapa

Kopra

membutuhkan

100

kg

yang

dihasilkan

mengangkut jam

kelapa. kerja

keterampilan

Petani keluarga

khusus

membutuhkan 400-450 buah kelapa,

dan berisiko tinggi. Sebagian besar

tergantung

petani dalam hal ini memanfaatkan

Besarnya

besarnya buah

buah

kelapa

kelapa.

tergantung 7

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

tenaga kerja luar (sewa) yang memiliki

pemilik lahan kelapa sebanyak 18

keterampilan dalam memanjat kelapa.

responden. Sistem pengupahan bagi

Penggunaan tenaga kerja sewa

hasil 2/3 untuk pemilik adalah sistem

yang terbesar untuk pengolahan kopra

yang paling banyak dilakukan oleh

yaitu sekitar 1.440 jam per kwartal

petani peternak

atau

yaitu sebesar

12

rata-rata

37,89

responden (66,66 %). Sisanya sistem

jam/kwartal/responden.

Penggunaan

sewa panjat pohon oleh 3 responden

tenaga kerja sewa untuk pengolahan

(16,66 %), bagi hasil ½ masing-masing

kopra jauh lebih besar dibanding

untuk pemilik dan pekerja, sewa

alokasi tenaga kerja keluarga. Hal ini

harian, menggunakan tenaga kerja

disebabkan pengolahan kopra oleh

keluarga

tenaga

oleh 1 responden (5,56 %).

sewa

pembayaran

dengan

bagi

hasil.

sistem Pekerjaan

masing-masing

Biaya

tenaga

kerja

yang

mengolah kopra juga membutuhkan

terbesar

keterampilan

yang

pengolahan kopra yaitu sebesar 97,71

digunakan untuk pekerjaan tersebut

%, sedangkan biaya panjat kelapa

cukup lama.

hanya 2,29 %. Biaya pengolahan kopra

dan

waktu

Pembayaran upah untuk panjat

selama

Hasil penelitian menunjukkan

kwartal.

bahwa harga kopra yang berlaku di

Sedangkan upah untuk pengolahan

wilayah penelitian adalah berkisar

kopra sebagian petani menggunakan

antara Rp 570.000 sampai dengan Rp

sistem ½ atau 2/3 untuk pemilik. Ada

980.000 per 100 kg kopra. Harga kopra

juga petani yang membayar sewa hari

tersebut berlaku bila petani peternak

dan sebagian kecil petani mengerjakan

menjual

sendiri (menggunakan tenaga kerja

penelitian berbeda dengan harga kopra

keluarga). Pembagian hasil tergantung

bila petani menjual di pabrik minyak

lokasi perkebunan kelapa. Semakin

goreng. Harga kopra akan semakin

tinggi

untuk

tinggi apabila petani sebagai responden

pengolahan kelapa maka semakin kecil

menjual di pabrik minyak yang ada di

bagian yang diperoleh petani pemilik.

Kabupaten

Petani peternak yang berstatus sebagai

Perbedaan

tingkat

satu

untuk

kumpul kelapa dan kupas kelapa.

dengan sistem bagi hasil yaitu 1/10 hasil

biaya

sudah termasuk biaya angkut kelapa,

kelapa dan angkut buah dilakukan

dari

adalah

dilakukan

kesulitan

8

kopranya

di

Minahasa ini

tentu

wilayah

Selatan. saja

sangat

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

mempengaruhi

pendapatan

peternak

sebagai

ISSN 0852-2626

petani

dikonsumsi adalah rumput australia

responden.

(10,59 %), rumput gajah (6,01 %) dan

Pendapatan usahatani kelapa yang

rumput lainnya (6,21 %). Rata-rata

diperoleh petani peternak sapi sebagai

konsumsi

responden

kg/ekor/hari.

sapi

adalah

sebesar

Rp

rumput

sebesar

Konsumsi

ini

15,26 belum

9.127.412,20 per tahun per responden.

sesuai dengan yang dianjurkan yaitu

Besarnya pendapatan tergantung pada

konsumsi rumput sebesar 10 % dari

harga jual kopra, untuk biaya tenaga

berat badan ternak sapi, sehingga

kerja relatif tidak bervariasi.

produktivitas ternak sapi rendah.

Sistem

ternak

Biaya pakan merupakan biaya

penelitian

terbesar yaitu 99,78 % dari total biaya

menunjukkan bahwa 100 % ternaknya

dan biaya obat-obatan adalah yang

diikat/digembalakan di bawah pohon

paling kecil yaitu 0,22 %. Perhitungan

kelapa. Ternak dipindah-pindah di

biaya di atas tanpa perhitungan biaya

sekitar lahan di bawah pohon kelapa

tenaga kerja, karena tenaga kerja yang

yang

ataupun

digunakan adalah biaya tenaga kerja

dipinjam oleh petani peternak sebagai

keluarga. Biaya pakan dan biaya obat-

responden. Pada saat musim kemarau

obatan dihitung berdasarkan jumlah

panjang petani peternak memotong

ternak sapi yang terjual dengan asumsi

rumput

oleh

: (1) jumlah konsumsi rumput rata-rata

ternaknya. Ternak sapi mengkonsumsi

15,26 kg/ekor/hari; (2) harga pakan

jerami jagung, jerami padi, rumput

diasumsikan Rp 1000 per kg; (3) biaya

australia, rumput lapang, rumput gajah

obat-obatan dikonversi dari biaya obat-

dan rumput lainnya dalam memenuhi

obatan ternak sapi yang hidup.

sapi

sesuai

dimiliki,

untuk

pemeliharaan hasil

digarap

dikonsumsi

kebutuhan hidupnya.

Ternak

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi

tertinggi

adalah

sapi

yang

terjual

sejumlah 68 ekor atau rata-rata 1.42

untuk

ekor. Penjualan ternak sapi dilakukan

limbah jagung yaitu sekitar 58,76 %

di pasar blantik (di desa Ongkaw), atau

dari konsumsi rumput per ekor/hari.

pedagang

Konsumsi rumput kedua terbanyak

peternak dan ada yang dijual kepada

adalah rumput lapangan yaitu sebesar

petani lain. Harga tergantung pada

18,43 % dari total konsumsi rumput

harga daging sapi yaitu sekitar Rp

per ekor per hari. Rumput lain yang

50.000-Rp 70.000 per kg daging. Rata9

yang

datang

di

lokasi

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

ISSN 0852-2626

rata pendapatan usaha ternak yang

sapi yang terjual (68 ekor) setahun

diperoleh

sebelum

adalah

sebesar

Rp

penelitian

adalah

Rp

1.621.854,06 per tahun per responden.

77.946.206,25 per tahun atau rata-rata

Pendapatan

Rp

yang

diperoleh

ini

dianggap sangat rendah dibanding

1.623.879,30

per

tahun

per

responden.

hasil penelitian Rundengan (2008).

Hasil penelitian menunjukkan

Tenaga kerja yang dialokasikan

bahwa

ternak

sapi

dimanfaatkan

untuk usaha ternak sapi merupakan

sebagai tenaga kerja untuk lahan

tenaga

sendiri ataupun disewa oleh petani

kerja

keluarga.

Hal

ini

disebabkan karena usaha ternak sapi di

lain.

wilayah penelitian hanya merupakan

dialokasikan untuk angkut kelapa milik

usaha sambilan sehingga mereka tidak

sendiri, bajak dan disewa oleh petani

menyewa tenaga kerja. Tenaga kerja

lain. Jam kerja tenaga kerja ternak sapi

keluarga untuk usaha ternak sapi

yang terbesar adalah jam kerja untuk

dialokasikan

kegiatan

disewa petani lain, yaitu sebesar 90,15

memindahkan sapi, mencari rumput,

% dari kegiatan tenaga kerja ternak

memberi makan, memberi minum dan

sapi. Kondisi ini mengindikasikan

memandikan ternak sapi. Jam kerja

bahwa tenaga ternak sapi merupakan

yang dialokasikan untuk memindahkan

alternatif

ternak adalah paling besar yaitu 18,50

peternak sebagai responden apabila

jam per hari. Hal ini disebabkan dalam

ternak tersebut disewa oleh orang lain.

sehari

sapi

Pendapatan dari tenaga kerja ternak

kali.

sapi yang disewa orang lain di wilayah

untuk

petani

memindahkan

peternak

ternaknya

2-3

Tenaga

kerja

ternak

pendapatan

penelitian

Rp 7.500 per jam maka biaya tenaga

93.920.000/tahun atau rata-rata Rp

kerja

2.471.578,95/tahun/responden.

tahunnya

sebesar

Rp

sebesar

petani

Apabila diasumsikan upah tenaga kerja

per

adalah

bari

sapi

Rp

175.555.875,- atau rata-rata sebesar Rp KESIMPULAN

3.657.414,06 per responden per tahun. Biaya tenaga kerja ini adalah biaya

Berdasarkan hasil penelitian

yang digunakan untuk memelihara

dapat

ternak sapi sebanyak 177 ekor (jumlah

tenaga kerja luar keluarga dalam usaha

ternak sapi saat penelitian). Biaya

perkebunan kelapa untuk kegiatan

tenaga kerja untuk pemeliharaan ternak

pengolahan kopra lebih besar (1440 10

disimpulkan

bahwa

alokasi

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

jam per tahun) lebih besar dibanding

ISSN 0852-2626

Hendayana, R dan Yusuf. 2003. Kajian

alokasi tenaga kerja keluarga (480 jam

Adopsi

per tahun).

Penggemukan

Sapi

Pengembangan

Tenaga ternak

sapi

Tehnologi Potong

kerja

untuk

usaha

Mendukung

adalah

tenaga

kerja

Agribisnis Peternakan Di Nusa

keluarga dengan alokasinya untuk

Tenggara

kegiatan

Seminar Nasional Teknologi

pindahkan

sapi,

mencari

rumput, memberi makan, minum dan

Peternakan

memandikan sapi. Alokasi jam yang

Bogor.

terbesar untuk pindahkan sapi.

Timur.

dan

Prosiding.

Veteriner,

Hoda, A. 2002. Potensi Pengembangan

Harga kopra yang dijual di

Sapi Potong Pola Usaha Tani

tempat petani lebih rendah dibanding

Terpadu Di Wilayah Maluku

dijual di perusahaan minyak goreng.

Utara. Tesis Magister Sains.

Rata-rata

Program Pascasarjana Institut

pendapatan

ternak

sapi

sebesar Rp 1.621.854,06 per tahun per

Pertanian Bogor, Bogor.

responden, tanpa perhitungan tenaga

Imam, H.M.S. 2003. Strategi Usaha

kerja keluarga.

Pengembangan

Peternakan

Berkesinambungan. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi

SARAN

perlu

Saran penelitian ini adalah

Peternakan

intervensi

Bogor.

pemerintah untuk

pengembangan ternak sapi karena

Kiswanto.,

A.

dan

Veteriner.

Prabowo

dan

dengan penjualan ternak sapi sejumlah

Widyantoro.

1,42

Transformasi struktur Usaha

ekor

dalam

setahun

sangat

merugikan petani.

2004.

Penggemukan Sapi Potong di Lampung Tengah. Sistem dan

DAFTAR PUSTAKA Daryanto, A. 2007. Peningkatan Daya

Kelembagaan

Usahatani

Tanaman-Ternak.

Prosiding

Saing Industri Peternakan. PT

Seminar. Balai Penelitian dan

Permata

Lestari.

Pengembangan

Trobos,

Departemen Pertanian. p:111-

Penerbit

Wacana Majalah

Jakarta.

121.

11

Pertanian

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

Neuman, W.L. 2000. Social Research Methods.

Qualitative

Sosial Ekonomi di Cisarua,

and

Bogor

Quantitative Fourth

Edition.

Swasta,

Allyn and Bacon, Singapore. and

19-23

Direktorat

Approaches.

Rao

ISSN 0852-2626

Saxena.

1994.

International

In

Center

Integreted

Juni

1995.

Perguruan Tinggi Direktorat

Jenderal

Perguruan Tinggi, Departemen :

Pendidikan dan Kebudayaan,

For

Jakarta.

Mountain

Sinaga,

B.M.

1996.

Metode

Development. 1989. Livestock

Pengumpulan Data. Makalah

Development in Mixed Crop

Disampaikan pada Pelatihan

Farming System.

Singkat

Mountain

Issues

in

Metodologi

dan

Development.

Manajemen Penelitian Bidang

http://international center for

Pertanian, Cisarua Bogor 16-23

integrated

Desember

mountain

development. Rundengan,

1996.

Proyek

Pengembangan

M.

2008.

Sebelas

Analisis

Lembaga Pendidikan Tinggi

Pengaruh Penerimaan Terhadap

Bekerjasama dengan Institut

Produksi Sapi di Desa Lolayan.

Pertanian Bogor, Bogor.

Jurnal Zootek Vol 27, Juli

Somba,

2008, p : 168-178

Lahan

Desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan. Skripsi. Fakultas

Memacu

Peternakan. Universitas Sam

Untuk

Ruminansia.

Ternak

Ratulangi, Manado.

Prosiding.

Sugeha,

H.S.

Seminar Nasional Teknologi

Usahatani

Peternakan

Kaitannya

dan

Veteriner,

Bogor.

1999.

Optimasi

Terpadu

Dalam dengan

Pengembangan Ternak Sapi di

Sinaga, B.M. 1995. Metode Sampling. Disampaikan

Penataran DosenPerguruan

Strategi

Pengelolaan

Pengembangan

Makalah

2003.

Pengembangan Ternak Sapi Di

Santoso, D and E. Tuherkih. 2003. Meningkatkan

S.S.

Tinggi

Kecamatan Lolayan Kabupaten

pada

Bolaang Mongondow. Skripsi.

Dosen

Fakultas

Swasta.

Universitas

Materi Metodologi Penelitian

Manado. 12

Peternakan. Sam

Ratulangi,

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

Suwandi.

2005.

Keberlanjutan

Usahatani terpadu Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu Di Kabupaten Sragen : Pendekatan RAP-CLS.

Disertasi

Doktor.

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Taufel, N; K. Kuettner and C. Gall. 2005.

Contribution

of

Goat

Husbandry to Household Income in

the

Punjab:

A

Review.

University of Hohenheim In : Small Ruminant Research, Band 28 Helf 2. http://Contribution of Goat Husbandry to Household (30-7-2005). Wijono, D.B., D.E. Wahyono., P.W. Prihandini., A.R. Siregar., B. Setiadi dan L. Affandhy. 2003. Performans

Sapi

Peranakan

Ongole Muda Pascacreening. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan

dan

Veteriner, Bogor.

13

ISSN 0852-2626

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

14

ISSN 0852-2626

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

15

ISSN 0852-2626

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal) Vol 34 No 1: 1-13 (Januari 2014)

16

ISSN 0852-2626

More Documents from "ikhsan"

3863-7298-1-sm.pdf
July 2020 34
Terowong Smart
May 2020 35
Lampiran 5.doc
July 2020 21
1_1_4.pdf
December 2019 34