334622272-wrap-up-muskulo-sk-3-nyeri.docx

  • Uploaded by: nabila aurelia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 334622272-wrap-up-muskulo-sk-3-nyeri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,741
  • Pages: 32
WRAP UP “NYERI PANGGUL”

Kelompok A-10

Ketua

:

Ahmad Mukthar Labib

(1102015011)

Sekretaris

:

Desy Indriani

(1102014069)

Anggota

:

Dini Pela Rudia

(1102014076)

Adinda Savitri

(1102015008)

Ali Akbar Mecca

(1102015016)

Fathimah Ayu Rahimah

(1102015075)

Fitri Hidayatul Hasanah Siregar

(1102015083)

Irviana Adyada

(1102015103)

Khalfia Khairin

(1102015116)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2015/2016 Jalan Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

1

Telp. 62.21.4244574 Fax.62.21.4244 SKENARIO ................................................................................................................................................... 4 KATA SULIT .............................................................................................................................................. 5 BRAINSTORMING .................................................................................................................................... 6 JAWABAN ................................................................................................................................................... 6 HIPOTESA .................................................................................................................................................. 7 SASARAN BELAJAR ................................................................................................................................. 8 LI. 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI FEMORIS DAN ARTIKULASI COXAE .................................................................................................................................................... 9 LO 1.1 Memahami Dan Menjelaskan Makroskopis ................................................................................. 9 LO 1.2 Memahami Dan Menjelaskan Mikroskopi .................................................................................... 11 LO 1.3 Memahami Dan Menjelaskan Kinesiologi ..................................................................................... 13 LI. 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FRAKTUR ................................................................... 14 LO 2.1 Memahami Dan Menjelaskan Definisi .......................................................................................... 14 LO 2.2 Memahami Dan Menjelaskan Etiologi ......................................................................................... 16 LO 2.3 Memahami Dan Menjelaskan Klasifikasi ..................................................................................... 17 LO 2.4 Memahami Dan Menjelaskan Patofisiologi .................................................................................. 19 LO 2.5 Memahami Dan Menjelaskan Manifestasi Klinis ......................................................................... 20 LO 2.6 Memahami Dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 21 LO 2.7 Memahami Dan Menjelaskan Tatalaksana ................................................................................... 24 LO 2.8 Memahami Dan Menjelaskan Prognosis ...................................................................................... 26 LO 2.9 Memahami Dan Menjelaskan Pencegahan ................................................................................... 26 LO 2.10 Memahami Dan Menjelaskan Faktor Resiko .............................................................................. 27 LO 2.11 Memahami Dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding .............................................. 29 LO 2.12 Memahami Dan Menjelaskan Komplikasi .................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 33

2

SKENARIO 3 “NYERI PANGGUL” Seorang perempuan berusia 60 tahun dating ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri panggul kanannya setelah jatuh di kamar mandi. Sejak terjatuh tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang sangat pada panggul kanannya.

3

Kata Sulit : 1. Krepitasi

:Bunyi yang terdengar akibat pergeseran dari ujung patahan tulang

2. Hematom

: Penggumpalan darah yang berlokalisasi umumnya menggumpal pada organ rongga dan jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah.

3. Fraktur

: Patahan suatu bagian, khususnya tulang

4. Pemendekan Eksremitas : ekskremitas memendek 5. Kompos Mentis

: Keadaan normal, sadar sepenuhnya

4

BRAINSTORMING : 1. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi dalam scenario tersebut ? Jawab : Usia, jenis kelamin, aktifitas dan riwayat penyakit 2. Mengapa hematon dapat timbul pada pasien ? Jawab : karena saat fraktur tulang menyebabkan kerusakan jaringan disekitar sehingga pembuluh darah pecah dan terjadi hematom 3. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan ? Jawab : Pemeriksaan fisik: look, feel dan move di dapatkan ada pembengkakan disetelah dilakukan inspeksi dan palpasi. 4. Apa pertolongan pertama pada fraktur ? Jawab : Bidai, Imobilisasi. Pada fraktur terbuka di berikan Nacl dan obat analgesic. 5. Apakah ada hubungan fraktur dengan Usia ? Jawab : ada karena seiring bertambahnya usia dapat menyebabkan tinggi resiko rapuh tulang terutama wanita 6. Mengapa tanda vital meningkat ? Jawab : karena pasien shook 7. Mengapa ditemukan pemendekan ekskremitas ? Jawab : karena ada fraktur di femur 8. Apa penanganan yang dapat dilakukan ? Jawab : oprasi, pemasangan gips, pemasangan pen, recovery 9. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan ? Jawab : pemeriksaan Rontgen, MRI 10. Apa saja klasifikasi Fraktur ? Jawab : Fraktur terbuka : tulangnya keluar dari kulit Fraktur tertutup : tulangnya tidak terlihat 11. Pencegahan dari fraktur tulang ? Jawab : mengkonsumsi makanan dan minuman tinggi kalsium.

5

HIPOTESA : Seorang pasien perempuan berusia lanjut terjatuh. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan adanya krepitasi dan hematom dan pemendekan ekskremitas. Kemudian pasien diberikan penanganan pertama berupa balut bidai, diberikan analgesic, diberikan obat penurun tensi, setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang dengan rontgen, ditemukan adanya fraktur femoris tertutup. Setelah itu dilakukan, rujukan kedokter bedah tulang untuk dilakukan oprasi. Pencegahan dari fraktur dapat dilakukan dengan mengkomsumsi makanan dan minuman tinggi kalsium.

6

SASARAN BELAJAR : LI. 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI FEMORIS DAN ARTIKULASI COXAE LO 1.1 Memahami Dan Menjelaskan Makroskopis LO 1.2 Memahami Dan Menjelaskan Mikroskopis LO 1.3 Memahami Dan Menjelaskan Kinesiologi LI. 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FRAKTUR LO 2.1 Memahami Dan Menjelaskan Definis LO 2.2 Memahami Dan Menjelaskan Etiologi LO 2.3 Memahami Dan Menjelaskan Klasifikasi LO 2.4 Memahami Dan Menjelaskan Patofisiologi LO 2.5 Memahami Dan Menjelaskan Manifestasi Klinis LO 2.6 Memahami Dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang LO 2.7 Memahami Dan Menjelaskan Penanganan LO 2.8 Memahami Dan Menjelaskan Prognosis LO 2.9 Memahami Dan Menjelaskan Pencegahan LO 2.10 Memahami Dan Menjelaskan Faktor Resiko LO 2.11 Memahami Dan Menjelaskan Diagnosis LO 2.12 Memahami Dan Menjelaskan Komplikasi

7

LI. 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI FEMORIS DAN ARTIKULASI COXAE LO 1.1 Memahami Dan Menjelaskan Makroskopis Femur

(Sumber: Sobotta)

8

Coxae

(Sumber: clinically oriented anatomy) Melalui evolusi & perkembangannya tulang femur mengalami pembengkokan (sudut inklinasi) dan terpuntir (rotasi medial dan torsi sehingga lutut dan semua sendi di sebelah inferiornya fleksi ke posterior) untuk mengakomodasi posisi tegak kita dan memungkinkan pola berjalan dengan dua kaki dan berlari. Sudut inklanasi pelekatan abductor dan rotator pada trochanter mayor merupakan pengungkitan bertambah, penempatan superior abductor, dan orientasi oblik femur dan paha. Bersama dengan sudut torsi, gerakan rotatori oblik pada articulation coxae diubah menjadi gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi (masing-maing pada bidang sagittal dan coronal) serta rotasi.

9

Sudut inklinasi diantara sumbu panjang collum femoris dan corpus femoris itu berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan perkembangan femur. Sudutnya pun dapat berubah sesuai dengan patologisnya. Bila sudut inklinasi bertambah disebut coxa valra bila bertambah menjadi coxa valga. Coxa valra mengakibatkan sedikit pemendekan ekstremitas dan membatasi abduksi pasif. (Keith L. Moore, 2013) LO 1.2 Memahami Dan Menjelaskan Mikroskopis

Tulang dewasa dan yang sedang berkembang mengandung 4 jenis sel berbeda. Yaitu : 

Osteoprogenitor adalah sel induk pluripotent tidak berdiferensiasi yang berasal dari jaringan ikat mesenkim. Sel ini terletak di lapisan dalam jar ikat periosteum dan di lapisan endosteum dalam melapisi rongga sumsum, osteon

10

(havers) dan kanalis. Fungsi utama kedua lapisan ini untuk menutrisi tulang dan memberikan suplai bagi osteoblast baru untuk pertumbuhan. Dan kemudian berdiferensiasi menjadi osteoblast yang menyekresi serat kolagen dan matriks tulang.  Osteoblast terdapat pada permukaan tulang yang berfungsi menyintesis, mengekskresi, dan mengendapkan osteoid komponen tulang baru. Osteoid tidak mengandung mineral namun, osteoid segera mengalami mineralisasi menjadi tulang.  Osteosit adalah bentuk matur osteoblast dan merupakan sel utama tulang. Sel ini berukuran lebih kecil dari osteoblast. Osteosit terperangkap dalam matriks tulang yang diproduksi oleh osteoblast. Lokasinya berada di bawah lacuna dan sangat dekat dengan pembuluh darah. Karena matriks tulang sudah mengalami mineralisasi, nutrient dan metabolit tidak dapat bebas berdifusi menuju osteosit. Karena itu, tulang sangat vascular dan memiliki system saluran khusus atau kanal halus yang disebut kanalikuli yang bermuara kedalam osteon. Kanalikuli mengandung cairan ekstraseluler yang memudahkan masing masing osteosit berhubungan dengan yang lainnya dan material dipembuluh darah. Ini bertujuan untuk membentuk hubungan kompleks dengan sekitar pembuluh darah di osteon dan terjadi pertukaran yang efisien. Kanalikuli menjaga osteosit tetap hidup dan osteosit sebaliknya . jika osteosit mati, matriks tulang disekitarnya direabsorbsi oleh osteoklas.  Osteoklas adalah sel multinukleus besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat terjadinya resorpsi, remodeling dan perbaikan tulang. Osteoklas berasal dari penyatuan sel sel progenitor homeopetik atau darah di sumsum tulang. Fungsi utamanya yaitu reabsorpsi tulang selama remodeling.osteoklas sering terdapat didalam lekuk dangkal pada matriks tulang yang disebut lacuna howship. Enzim lisosom yang dikeluarkan oleh osteoklas mengikis cekungan ini (Victor P. Eroschenko, 2010) Terdapat dua macam proses penulangan: 1. Penulangan intramembranosa / desmal (tanpa dimulai dengan pembentukan tulang rawan) 2. Penulangan intrakartilaginosa / endokondral (dimulai dengan pembentukan tulang rawan)

11

a. Zona Istirahat : terdapat di lempeng epifisis,terdiri atas sel tulang rawan primitif yang tumbuh kesegala arah b. Zona proliferasi : terletak di metafisis,terdiri atas kondrosit yang membelah,dan menghasilkan sel berbentuk gepeng atau lonjong yang tersusun berderet-deret longitudinal seperti tumpukan uang logam,sejajar dengan sumbu panjang model tulang rawan. c. Zona maturasi dan hipertrofi kondrosit : ukuran kondrosit beserta lakunanya bertambah besar d. Zona klasifikasi : terjadi endapan kalsium fosfat didalam matriks tulang tawan.Matriks menjadi basofil dan kondrosit banyak yang mati (perlekatan zat kapur,nutrisi kurang) e. Zona degenerasi : kondrosit berdegenerasi,banyak yg pecah,lakuna kosong dan saling berhubungan satu dnegan yang lainnya.Daerah matriks yang hancur diisi oleh sel osteoprogenitor f. Zona penulangan (osifikasi) : sel progenitor yang mengisi lakuna yang telah kosong berubah menjadi osteoblas,yang mulai mensekresi matriks tulang,sehingga terbentuklah balok-balok tulang. (dihancurkan oleh osteoklas)

LO 1.3 Memahami Dan Menjelaskan Kinesiologi Articulatio coxae Tulang : Antara caput femoris dan acetabulum Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea Penguat sendi : terdapat tulang rawan pada facies lunata, kelenjar Havers terdapat pada acetabula Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. coxae tetap extensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi regak. Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna. Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi externa. Selain itu diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis. Capsula articularis: membentang dari lingkaran acetabulum ke linea intertrochanterica dan crista intertrochanterica. Gerak sendi: Fleksi : m. iliopsoas, m. pectinus, m. rectus femoris, m. adductor longus, m. adductor brevis, m. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata Ekstensi : m. gluteus maximus, m. semitendinosis, m. semimembranosus, m. biceps femoris caput longum, m. adductor magnus pars posterior

12

Abduksi

: m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. pirirformis, m. sartorius, m. tensor fasciae lata Adduksi : m. adductor magnus, m. adductor longus, m. adductor brevis, m. gracilis, m. pectineus, m. obturator externus, m. quadratus femoris Rotasi medialis : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. tensor fasciae latae, m. adductor magnus (pars posterior) Rotasi lateralis : m. piriformis, m. obturator internus, mm. gameli, m. obturator externus, m. quadratus femoris, m. gluteus maximus dan mm. adductores. Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os. coxae menyebar ke latero-inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat pada linea introchanterica bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior colum femoris kira-kira sebesar jari di aytas crista introchanterica. Oleh karena itu, bagian lateral dan distal belakang colum femoris adalah di luar capsula articularis. Sehubungan dengan itu fraktur colum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular. Dislokasi anterior dan posterior Dislokasi anterior : bila caput femoris terletak di depan ilium maka pada art. Coxae terjadi fleksi, eksorotasi, dan abduksi Dislokasi posterior : bila caput femoris terletak di belakang maka pada art. Coxae terjadi fleksi, endorotasi, adduksi. Pada orang tua terutama perempuan sering terjadi fraktur collum femoris 10 kali lebih banyak daripada laki-laki. Selain daripada kondisi tulang itu sendiri (osteoporosis) juga LI. 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FRAKTUR LO 2.1 Memahami Dan Menjelaskan Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jarongan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. ( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ) Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis

13

14

LO 2.2 Memahami Dan Menjelaskan Etiologi Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis Menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu: 1. Cidera atau benturan 2. Fraktur patologik: Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis. 3. Fraktur beban: Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari. Peristiwa Trauma (kekerasan) 1. Kekerasan langsung Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah. 3. Kekerasan akibat tarikan otot Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. Peristiwa Patologis 1. Kelelahan atau stres fraktur Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang – ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih

15

berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang. 2. Kelemahan Tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur. LO 2.3 Memahami Dan Menjelaskan Klasifikasi 

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). 1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:  Grade I : luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.  Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.  Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak Ekstensif.

 Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur. 1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:  Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)  Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.  Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.  Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. 1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

16

5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.  Berdasarkan jumlah garis patah. 1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.  Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:  Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).  Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).  Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).  Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : 1. 1/3 proksimal 2. 1/3 medial 3. 1/3 distal

Fraktur femur. a. Klasifikasi menurut Garden  Tingkat I : fraktur impaksi yang tidak total  Tingkat II : fraktur total tetapi tidak bergeser

17

 

Tingakt III : fraktur total isertai dengan sedikit pergesekan Tingkat IV : fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

b. Klasifikasi menurut Pauwel Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur  Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30 derajat  Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50 derajat  Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70 derajat

LO 2.4 Memahami Dan Menjelaskan Patofisiologi Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari yang dapat tulang serap. Fraktur muncul sebagai akibat dari berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur

:

 Mekanisme direct force : energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur.  Mekanisme indirect force : energi kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan. Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan  terjadi perdrahan pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat  Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum Jaringan

18

tulang berubah menjadi tulang yang mati  Kemudian jaringan nekrotik menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya  Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut. Patah tulang dipengaruhi oleh 2 faktor : 1.) Faktor ekstrinsik: gaya dari luar yang bereaksi pada tulang, tergantung dari besar tekanan, waktu dan arah gaya tersebut dapat menyebabkan patah tulang. 2.) Faktor intrinsik : Beberapa sifat sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur:    

kapasitas absorbsi dari energy daya elastisitas daya terhadap kelelahan densitas/kepadatan

LO 2.5 Memahami Dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. 3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). 4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,

19

tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. LO 2.6 Memahami Dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang 1. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi (look)  Kulit, meliputi warna kulit, tanda peradangan dan tekstur kulit  Jaringan lunak, pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringanlemak, fasia, kelenjar limfe.  Tulang dan sendi  Sinus dan jaringan parut b. Palpasi (feel)  Suhu kulit, denyutan arteri  Jaringan lunak, mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot  Nyeri tekan,  Tulang, perhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang  Pengukuran anggota gerak  Penilaian deformitas c. Pergerakan (move)  Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif, apakah gerakanmenimbulkan sakit dan disertai krepitasi  Stabilitas sendi  ROM, abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorsofleksi, plantar fleksi, inversi,eversi. Pemeriksaan Radiologi pada Fraktur Tujuan pemeriksaan : a) Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi b) Konfirmasi adanya fraktur c) Menentukan teknik pengobatan d) Melihat adanya benda asing e) Melihat adanya keadaan patologis Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: - Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral - Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, diatas dan dibawah sendi yang mengalami fraktur - Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis. - Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang. - Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Pemeriksaan Penunjang

20

Plain radiografi Radiografi polos sebagai langkah awal dalam hasil pemeriksaan patah tulang panggul. Tujuan utama film x-ray adalah untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. radiografi polos memiliki kepekaan yang kurang. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan fraktur stres, namun, radiograf polos mungkin tampak normal pada pasien dengan fraktur leher femur stress. Radiografi dapat menunjukkan garis fraktur pada aspek superior dari leher femur, yang merupakan lokasi ketegangan patah tulang. tensionfraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada aspek inferior dari leher femur. Pemeriksaan radiografi standar pinggul mencakup pandangan anteroposterior panggul dan lateral panggul. Jika fraktur leher femur disarankan untuk melakukan rotasi internal panggul sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi dampak nondisplaced atau patah tulang impaksi. Jika patah tulang pinggul namun tidak terlihat pada film x-ray standar, scan tulang atau magnetic resonance imaging (MRI) harus dilakukan. Bone scanning Bone scan dapat membantu ketika patah stres, tumor, atau infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari stres tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan. Shin et al melaporkan bahwa scan tulang memiliki prediksi positif 68%.Bone scan dibatasi oleh resolusi spasial relatif kurang pada anatomi pinggul. Di masa lalu, bone scan dianggap tidak dapat dipercaya sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, namun, sebuah studi oleh Pemegang et al menemukan sensitivitas 93%, tanpa memandang waktu dari cedera. MRI MRI telah terbukti akurat dalam penilaian okultisme patah tulang dan dapat diandalkan apabila dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun mahal. Dengan MRI, fraktur stres biasanya muncul sebagai garis patahan pada korteks dikelilingi oleh zona intens edema di rongga medula. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, T1-tertimbang MRI temuan yang ditemukan menjadi 100% sensitive. MRI menunjukkan bahwa temuan yang 100% sensitif, spesifik, dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur leher femur.

21



Gambar 7.1. MRI stress fraktur leher femur

Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Fraktur Riwayat menetapkan diagnosis pada atlet yang mengalami nyeri pangkal paha atau pinggul dengan dimulai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Riwayat dasar harus mencakup gejala temporal pasien dan deskripsi lengkap tentang keluhan. Dokter harus menanyakan pasien apakah gejala yang terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat olahraga harus diperoleh, dan perubahan terbaru dalam tingkat aktivitas, peralatan, tingkat intensitas, dan teknik harus dicatat. Riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita. Amenore sering dikaitkan dengan kadar serum estrogen yang menurun. Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias atlet wanita adalah amenore, osteoporosis, dan makan tidak teratur mempengaruhi banyak wanita aktif. Tanda dan gejala dari trias wanita meliputi: a. Kelelahan b. Anemia c. Depresi d. Intoleransi dingin e. Lanugo f. Pengikisan enamel gigi g. Penggunaan obat pencahar Kebiasaan makan yang kurang dapat menyebabkan gangguan sistem endokrin, kardiovaskular, dan gastrointestinal dan kehilangan tulang ireversibel. Dokter harus waspada terhadap stres patah tulang dan memahami tanda-tanda yang mungkin terjadi dari trias atlet wanita, terutama mencatat patah tulang yang tidak biasa yang terjadi karena trauma minimal. Fitur umum untuk stres semua fraktur adalah sebagai berikut: a. Partisipasi dalam kegiatan rutin b. Onset nyeri yang membahayakan c. Perubahan terbaru dalam aktivitas atau peralatan d. Riwayat tidak pernah mengalami trauma e. Nyeri dengan beban yang berat f. Relief sakit dengan istirahat g. Kelainan menstruasi h. Predisposisi osteopenia Pasien biasanya melaporkan riwayat nyeri panggul, pangkal paha, atau lutut nyeri yang memburuk dengan olahraga. Ciri khas dari fraktur stres adalah riwayat nyeri setempat terkait latihan yang keras dan dengan istirahat atau tetap dengan aktivitas kurang kuat. Nyeri semakin memburuk dengan olahraga yang terus-menerus. Rasa sakit ini diakibatkan oleh karena aktivitas berulang-ulang, dan berkurang dengan istirahat. (4) Pemeriksa harus menanyakan apakah gejala ini telah terjadi di masa lalu, dan, jika demikian, apakah pasien mencoba menggunakan es atau panas atau obat (misalnya asetaminofen, aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid [NSAIDs]).

22

Pertanyaan yang harus ditanyakan tentang partisipasi sebelumnya dalam program terapi fisik, dan dokter harus berusaha untuk memahami rencana pengobatan yang digunakan. LO 2.7 Memahami Dan Menjelaskan Tatalaksana Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. 1. Rekognisi (Pengenalan ) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. 2. Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002). 3. Retensi (Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).

23

Gambar 3 : Pemasangan OREF pada tibia dan fibula Sumber : www.google.com Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).

4. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000). TINDAKAN PEMBEDAHAN 1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur Fraktur diperiksa dan diteliti Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku Keuntungan: Reduksi akurat Stabilitas reduksi tinggi Pemeriksaan struktu neurovaskuler

24

Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat Rawat inap lebih singkat Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal Kerugian Kemungkinan terjadi infeksi Osteomielitis 2. EKSTERNAL FIKSASI Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain: Obsevasi letak pen dan area Observasi kemerahan, basah dan rembes Observasi status neurovaskuler distal fraktur RADIOLOGI • Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 1. Dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral 2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur 3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.  Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans  Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.  CCT kalau banyak kerusakan otot.  Darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. LO 2.8 Memahami Dan Menjelaskan Prognosis Tergantung pada sifat fraktur, atlet mungkin atau mungkin tidak kembali ke premorbid berfungsi. Sebuah fraktur stres dari leher femoralis dapat mengakhiri karir atlet meskipun dirawat dengan benar. Diagnosis dini dan pengobatan dapat mencegah dislokasi fraktur dan dengan demikian meningkatkan prognosis. LO 2.9 Memahami Dan Menjelaskan Pencegahan Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu

25

tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap. LO 2.10 Memahami Dan Menjelaskan Faktor Resiko Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga dan massa tulang. 1. Umur Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau

26

jatuh dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda. Penderita patah tulang pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebanyak 14% dan pada kelompok umur 21 – 30 tahun sebanyak 38% orang. 2. Jenis Kelamin
 Laki – laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada umumnya Laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah tulang umumnya lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat kecelakaan lalulintas pada laki – laki dikarenakan laki – laki mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169 kasus dimana jumlah penderita laki –laki sebanyak 68% dan perempuan sebanyak 32%. 3. Aktivitas Olahraga
 Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar pemain. Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari, pendaki gunung ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang berisiko terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang. 4. Massa Tulang
 Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah tulang karena massa tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan tersebut. Massa tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa kanak – kanak dan remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh. Pengurangan massa tulang terlihat jelas pada wanita yang menopause. Hal ini terjadi karena pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan baik mengontrol proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen. a) Faktor Perantara
 Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan peristiwa penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan sebagai suatu

27

perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu menahan daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah. Kekuatan dan arah benturan akan mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang mengalami fraktur. Meski jarang terjadi, benturan yang kecil juga dapat menyebabkan fraktur bila terjadi pada tulang yang sama pada saat berolahraga atau aktivitas rutin yang menggunakan kekuatan tulang di tempat yang sama atau disebut juga stress fraktur karena kelelahan. b) Faktor lingkungan
 Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan kecelakaan fraktur akibat terjatuh. Aktivitas pengendara yang dilakukan dengan cepat di jalan raya yang padat, bila tidak hati – hati dan tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak menimbulkan fraktur. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami fraktur adalah sekitar 20%. Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang licin dapat mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang cenderung akan mengalami fraktur bila terjatuh. Data dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173 kasus pergelangan tangan, dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga. LO 2.11 Memahami Dan Menjelaskan Diagnosis Dan Diagnosis Banding Diagnosis: 

Anamnesis

Pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan. 

Pemeriksaan fisik

- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka - Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan - Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

28



Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan dengan sinar X harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang. a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma. d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. Diagnosis Banding Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut : a. Osteitis Pubis b. Slipped Capital Femoral Epiphysis c. Snapping Hip Syndrome LO 2.12 Memahami Dan Menjelaskan Komplikasi Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain: Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis. a. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra. b. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah. c. Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi

29

kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk). d. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 19 e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia . 2. Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto Rontgen, ialah: Osteomielitis, Nekrosis avascular, Mal union, Delayed union, dan Non union dan Atrofi Sudeck. a. Osteomielitis terutama pada fraktur terbuka. b. Nerkrosis Avaskular hilangnya/terputusnya suppiy darah pada suatu bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut. Sesuai anatomi vaskuler, maka nekrosis avaskuler pascatrauma sering terjadi pada caput femoris yaitu pada fraktur collum femoris pada, naviculare manus dan talus. c. Malunion Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. d. Delayed Union Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. e. Non-union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

30

palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. f. Atrofi Sudeck Suatu komplikasi yang relative jarang pada fraktur ekstemitas, yaitu adanya disuse osteoporosis yang berat pada tulang distal dan fraktur disertai pembengkakan jaringan lunak dan rasa nyeri.

31

Daftar Pustaka

Eroschenko, victor p. 2012. Atlas Histologi difiore. Edisi 11. Jakarta : EGC http://www.histology-world.com/ Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi edisi revisi 3. Jakarta : EGC. Kamus Kedokteran, Dorland. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit buku II ed.4. Jakarta : EGC. http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/ Syamsir, HM. 2011. Kinesiologi Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Bagian Anatomi. Walker, Brad. 2007. The Anatomy of Sports Injuries. California: North Atlantic Books http://digilib.unimus.ac.id/files http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf Moore, K. L., Dalley, A. F., Agur, A. M. R. (2013). Clinically Oriented Anatomy, Ed.7. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. Patel, P. R. (2007). Lecture Notes: Radiologi Ed.2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta: EGC. Tambayong. J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

32

More Documents from "nabila aurelia"