Kajian sore Ulul’ Azmi Kamis, 17 Mei 2018 Ustadz Afri Andiarto “Agar Cinta Kian Bersemi Di antara Kita” Segala puji bagi Allah memberi taufiq kita bertemu dan puasa di Bulan Ramadhan, saling berbagi ilmu, bersilaturrami, dan mengingat Allah. Allah membanggakan Ramadhan di Al-quran, sebagai bulan diturunkannya Al-qur’an, bulannya disebut jelas tanpa kias, kemuliyaannya Bulan Ramadhan disandingkan pula dengan kemuliyaan Al-qur’an. Orang yang menghidupkan ramadhan, merupakan tanda adanya ketaqwaaan dalam diri orang tersebut, siapa yang mengagungkan yang diagungkan Allah, syiar Allah, perasaan mengagungkannya merupakan tanda telah ada benih ketaqwaan dalam dirinya. Siapa yang mengisi Ramadhan dengan kebaikan, maka ketika keluar dari ramadhan, keluar dari diri orang tersebut dosa hingga seperti bayi yang baru lahir, menjadi orang bertaqwa. Ulama’ mengatakan Ramadhan sebagai bulan “madrasah imaniah” madrasah keimanan, “mambaus sa’adah rohaniyah” sebagai sumber kebahagiaan rohani, orang yang berpuasa dididik Allah dengan berbagai jenis mujahadah, sebab Allah ingin kita hidup bahagia dalam beragama, di dunia dan di akhirat. Dalam Bulan Ramadhan terdapat puasa, sholat witir, tarawih, tadarus, majelis ilmu, infaq, sedekah, mencegah hawa nafsu, mengendalikan sifat tama’ rakus. Kurikulum itu tak akan cukup jika sekedar dengan mendapat referensi dari ulama’, Ramadahan menjadi laboratorium tempat praktek melaksanakan segala kebaikan sebagaimana referensi yang didapat untuk mengoptimalkan ibadah, dengan begitu niscaya keluar ramadhan jadi orang bertaqwa. Ciri orang yang bertaqwa adalah takut pada Allah. Puasa ibadah yang urusannya pribadi sendiri dengan Allah, maka Allah yang tahu balasannya, sehingga takutnya pada Allah, ketika puasa mekipun dikamar mandi sendirian, tak rela meminum air sedikitpun. Sayyidina Abu bakar Asshidiq, sahabat muliya, dicintai Allah dan Rasul, disebut di Al-qur’an, beliau merenung bagaimana pedihnya akhirat, kiamat, sulitnya hisab, beratnya lewat di sirot, padahal beliau dijamin masuk surga, beliau khawatir dan takut luar biasa, lalu tak sengaja sayyidina Abu Bakar melihat pepohonan, seketika itu beliau berfikir “enak jadi daun hijau itu tak merasakan pedihnya hari kiamat, tak merasakan pedihnya neraka, hisab”, setelah itu tiba-tiba keledai datang dan turun makan daun tersebut atas kehendak Allah, kemudian Sayyidina Abu bakar mengungkapkan “Takut saya dikunyah keledai, lebih baik Allah tak usah ciptakan saya, saya takut dengan semua ini”, lalu turun ayat “Wa liman khoofa robbihi jannataan, fabiayyi aala irobbikumaa tukadzzibaan” orang yang takut khawatir sebab banyak dosanya sehingga menggebu beribadah dan mendekatkan diri pada Allah maka baginya surga, sebab takutnya tak semakin menjauhkan diri dari Allah. Bersyukur kita sebagai ummat Nabi Muhammad, kewajiban Allah bagi kita membawa banyak kebaikan. Ulama’ menyebut pula ramadhan syahrul qurban (bulan mendekatkan diri kepada Allah),
Syahrul makhabbah (bulan cintanya Allah). Kisaran umur ummat Rasulullah Muhammad 60-70 tahun, sedangkan umur ummat terdahulu ratusan tahun, akan tetapi sebagai ummat Nabi Muhammad memiliki keistimewaan, Rasulullah bersabda “Tidaklah umat terdahulu masuk surga, melainkan seluruh ummatku telah masuk surga”. Sebagai ummat Nabi Muhammad memiliki usia minimal tapi amalnya optimal, diantaranya sebab ada bulan Ramadhan, setiap amal kebaikan dilipat gandakan, betapa bahagianya sekali membaca dzikir, sedekah, dilipatgandakan pahalanya. Tidak masuk surga seseorang melainkan sebab rahmat, maka sekalipun masuk surga karena amal, sungguh amal itu bagian dari rahmat, maka maksimalkan amal, bicara dan beraktivitas yang bermanfaat, sebentar saja mendapat perhatian Allah didunia di haramkan neraka menyentuhnya, jadikanlah ramadhan mengundang perhatian Allah dengan beramal sholeh. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-baqoroh ayat 183. Syaikh Muhammad Muthawwali Asy’syarowi di tafsirnya mengatakan, seolah Allah itu berkata “wahai kalian yang beriman dan mengaku cinta kepadaku, aku mewajibkan puasa pada kalian” Allah memanggil dengan cinta dan kasih sayang, “yaa ayyuhal ladzziina aamanu”, sebagaimana ayah memerintahkan kebaikan pada anaknya mempersuasi dengan panggilan kasih sayang. Di bahasa arab ada “ya ibniyy” ada “yaa bunaiyy”a, digunakannya yaa bunaiyya (krama inggil kalau di bahasa jawa) artinya wahai ananda, sedangkan ya ibniyy (ngoko kalau di bahasa jawa) artinya wahai anakku, sebagaimana yang diungkapkan Nabi Ibrahim saat hendak menyembelih nabi ismail adalah kata persuasi kasih sayang “yaa bunaiyya”, sebagaimana pula diksi yang digunakan lukman kepada anaknya “yaa bunayya laa tusyrik billah”, sebab ada perkara besar dan kebaikan dibalik itu. Laksana kebaikan itu diketahui oleh sang ayah, tapi bisa jadi belum sampai kebaikan itu oleh nalar sang anak. Contoh : anak kecil berfikir lebih baik dirumah daripada disekolah ada tugas dan bisa dimarahi guru pula, sedang orangtua mempersuasi dengan bahasa rayuan, yang mana anak akan tahu kebaikan itu dikemudian hari. Bagi manusia bisa saja minum es degan di siang hari, tapi Allah tau yang lebih baik, Rasulullah bersabda “jika kau tau kebaikan yang didapat bulan ramadhan akan memohon agar 12 bulan itu semua sebagaimana bulan ramadhan”. Didalam puasa mungkin ada kebaikan yang kalian ketahui, tapi banyak kebaikan yang masih belum kalian ketahui, banyak yang seperti itu, sebagaimana Rasul bersabda “seandainya kalian tahu kebaikan dalam sholat subuh berjamaah, niscaya kalian akan pergi sholat subuh berjamaah meski walau dengan merangkak”. Maka hendaknya kita taat dan patuh akan perintah Allah meski kita sudah tahu atau belum manfaat dari perintah itu, sebab pasti ada kebaikan didalamnya. Perintah puasa beda dengan perintah sholat dan zakat yang langsung menggunakan kalimat perintah (fiil amar), karena puasa dan ramadhan amat dicintai Allah, orang yang mengagungkan Ramadhan maka diagungkan pula oleh Allah. Orang beriman mendamba dan rindu bulan ramadhan, beda dengan orang munafik yang gelisah dengan datangnya ramadhan, sebagaimana dari bulan rojab sudah meminta diberkahi di bulan rajab dan ramadahan serta supaya dipertemukan dengan ramadhan, sebab detik demi detiknya rahmat dari Allah, jangan mubadzirkan jamuan Allah Bulan Ramadhan ini dengan berbagai macam ibadah. Sebab ini bulan ulangtahunnya Al-qur’an, maksimalkan baca Al-qur’an, sebagaimana 17 Agustus hari kemerdekaan di tanggal 1 Agustusnya kita sudah pasang umbul umbul maka menjelang 17 Ramadhan saat diperingati
turunnya Al-qur’an hendaknya kita juga sudah menyambutnya dari 1 ramadhan menyemarakkan dan meramaikan masjid musholla surau dengan berbagai ibadah, dan bacaan Al-qur’an. Ramadhan semakin akhir semakin besar diskonnya, namun jika semakin sepi, berarti masih menganggap bulan Ramadhan hanya euphoria belaka. Masih memandang sesuatu yang nampak dari kehidupan ini, maka jangan lelah mohon taufiq. Habib Ali bin Abdurrahman Al-jufri mengatakan, setidaknya ada hal supaya senantiasa menjaga istiqomah dalam ibadah, lebih utama seperti Rasulullah yakni semakin meningkat ibadahnya, untuk menjaga istiqomah ibadah yakni dengan : 1. Jaga mata dan lisan dari yang dilarang Allah, bagi laki-laki pada perempuan maupun sebaliknya, jika kecanduan film korea tekan berhenti dulu. Jaga mulut dari dusta dan sumpah palsu, jaga dari sebar hoax, jiga tak tahu pasti lebih baik diam, jangan ghibah, jangan namimah (adu domba), jaga dari berkata kotor. Jaga ucapan dari yang tak harus. 2. Nikmati ibadah yang dilakukan, hadirkan Allah tiap ibadah, jangan jadikan beban, kata kyai Abdurrahman Nafis “sekarang sudah berkurang perdebatan 8atau 20 rokaat, bukan karena dalilnya, tapi cepatnya”, nafsu sudah yang bicara. Pengetahuan itu untuk mengoreksi diri sendiri, bukan untuk melihat mengoreksi yang disekitar. Ciri orang yang tak khusyu’ ibadah adalah tak menikmati ibadah. Nikmati ibadah, diantara besarnya pahala puasa adalah ketika merasakan lapar. Diantara ciri orang berbuka puasa orang khusus, buka puasa dengan sekadarnya saja, tak berlebihan, sehingga tak berat dan ngantuk untuk ibadah dan tarawih. Bahkan ulama’ ada yang buka dan sahurnya hanya dengan air putih dan kurma, meski kita belum sampai seperti itu, hendaknya tak berlebihan dalam berbuka. Rasulullah bersabda “2 kebahagiaan bagi orang puasa, yakni ketika berbuka dan tatkala mampu berjumpa pada Allah nanti”. Bertemu dengan guru di dunia saja bahagia luar biasa, apabila berjumpa dengan Allah tentu akan lebih luar biasa bahagianya. Maka ketika berbuka puasa doa yang tenang, sebab ada waktu di ijabahnya doa, bacalah bismillah lalu makan kurma atau minum air putih kemudian membaca Allahumma lakasumtu … dst. Baca bismillah kemudian setelah 1 tegukan baca Alhamdulillah hingga lakukan 3 kali adalah sunnah Rasulullah, diungkapkan Syaikh muthawwali Asy-sya’rowi “jika orang yang minumnya seperti itu, maka selama air itu dalam tubuhnya maka Allah akan menjaga tubuhnya untuk berat bermaksiat pada Allah”. Doa sifatnya mutlaq, kau boleh minta doa apapun, meskipun doa itu tak ditemukan dalam hadist, misal : doa lancar skripsi, doa upaya bisa umrah habis ramadhan dsb. Ramadhan adalah bulan kasih sayang, jika ada yang menyulut masalah pada kalian maka katakan “inniy sooim” saya puasa. Ada pertanyaan, lebih utama mana mencari dunia untuk kebaikan atau meninggalkannya samasekali? Maka yang aman yakni, menghimpun keduanya : mencari rezeki halal dan mengarahkannya untuk kebaikan. Tapi jika dikhawatirkan dunia membelenggu, maka fokuslah dengan ibadah.
Kelak dihari kiamat tidak bergeser kita dari mahkamah Allah melainkan telah mampu menjawab darimana memperoleh rezeki dan untuk apa. Kalau para sahabat, ada 2 kelompok : 1. Memilih sederhana. Sahabat yang meninggalkan mencari rezeki (tak mengejar dunia), menyibukkan mencari ilmu dan mencari ibadah, beliau terdepan dalam ibadah dan riwayat hadist, sebagaimana Abu Hurairoh. 2. Terdepan urusan kekayaan, yang hartanya untuk perjuangan dijalan Allah, sebagaimana sayyidina Usman bin Affan, Sayyidina Abdurrahman bin Auf. Sayyidina Usman menyiapkan 1000 ekor unta dan 70.000 ekor kuda untuk pasukan islam pada perang tabuk, Selain itu membawa 10.000 dinar pada Rasul, 1 dinarnya saat ini samadengan 2 juta 400 sekian, maka doa Rasul “wahai usman dosa yang kau laukan secara terangterangan maupun sembunyi diampuni Allah hingga hari kiamat”. Di Arab sulit air tawar, airnya sulingan dari laut, melainkan air zam-zam dan kecuali sumur bi’ru rumah milik orang yahudi yang kemudian dibeli separuh oleh sayyidina usman bin Affan seharga 20.000 dirham, dalam riwayat lain 35.000 dirham, dengan pemanfaatan separuh waktu, kekayaan itu untuk kemaslakhatan ummat, tidak untuk diri sendiri, dibeli separuh (waktu pagi sampai sore milik sayyidina Usman untuk ummat muslim), yang mana sebelumnya ummat muslim harus membeli jika ingin mengambil air disumur tersebut, karena yahudi merasa bangkrut sebab sepi diwaktu sore sampai malam, akhirnya dilepas seluruhnya oleh orang yahudi sumur tersebut. Kalau Sayyidina Abdurrahman bin Auf sedekah dengan separuh hartanya (4000 dinar), beliau juga bersedekah 500 ekor kuda, juga 500.000 harta benda diberikan, 1\3 hartanya digunakan untuk orang kurang mampu, 1/3 lain untuk membayari hutang orang madinah, 1/3 lain untuk mempersaudarakan antar satu dengan lain. “Sebaik-baik harta dalam genggaman orang sholeh”, tasarrufnya senantiasa untuk kebaikan. Bahkan menghadiahkan untuk ummul mukminin (istri Rasulullah) berupa taman. Menggunakan harta untuk agama Allah adalah bagian cara mengundang cinta Allah. Bagaimana cinta agar bersemi pada sesama manusia? Sahabatpun bertanya pada Rasulullah. Jawabannya Rasulullah adalah “bersikap zuhudlah engkau atas apa-apa dalam diri manusia, niscaya manusia akan mencintai engkau”, jangan rakus dan tama’, jangan hasud pada kebaikan orang lain, jangan ingin menguasai milik orang lain. Secara naluriyah dengan kita baik pada orang lain, maka oranglainpun baik pada kita. Barangsiapa merasa tak ingin mencelakakan oranglain, hasud, bersikap biasa saja, lebih bersyukur pada diri, orang beriman itu lebih fokus mencari anugrah Allah yang belum disyukuri, bukan sibuk mencari apa yang belum Allah anugerahkan padanya. Dengan sibuk mensyukuri, Allah tambah anugerahnya. Imam Hasan berkata “orang itu tetap muliya senantiasa dalam kemmuliyaan, selama orang itu tidak tama’ pada dunia, tetapi jika ia ”. Apa yang menjadikan ilmu ulama’ hilang dari hatinya? Yang menjadikan hilangnya wibawa, ilmu, adalah sebab : tama’ dunia, merasa nutuh banyak pada manusia, maka Imam Abdullah Alhaddad mengatakan “qod kafaani ilmu robby min suaali
wakhtiyari” telah cukup bagiku ilmu dari Allah, dari setiap skebutuhan dan usaha pencarianku dalam kehidupan ini”. Manusia akan saling mencintai selama tak tama’ pada yang ada diri saudaranya yang lain. Semoga bermanfaat, semoga Allah beri kecukupan bekal untuk berjumpa denganNya, Allah terima amal ibadah kita, semoga Allah limpahkan taufiq untuk senantiasa terus melakukan kebaikan, semoga Allah beri kecukupan hati bahwa Allah lah yang Maha kaya sehingga tidaklah bagi kita ada keinginan pada yang lainnya.