BAHAN AJAR
Kelistrikan Otomotif
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2008 Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
1
BUKU AJAR
Kelistrikan Engine (Sistem Pengapian dan Pengisian)
Penulis Dwi Widjanarko, S.Pd, ST, MT Drs. Aburrahman, M.Pd
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2008 Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
2
KATA PENGANTAR Ucap syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga buku ajar dapat terwujud meskipun dengan segala keterbatasan dan kesederhanaannya. Mudah-mudahan buku ini bisa menjadi bahan untuk menambah pengetahuan atau setidaknya dapat menjadi bahan diskusi di dalam pelaksanaan perkuliahan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penulisan buku ini. Mudah-mudahan isi buku ini dapat memenuhi harapan semua pihak yang terkait untuk tercapainya kemajuan bersama. Sumbang
saran
dan
kritik
membangun
kami
harapkan
untuk
kesempurnaan isi buku ini demi kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Semarang, Juli 2008
Penulis
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
3
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL
I
KATA PENGANTAR
Ii
HALAMAN FRANCIS
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
PETA KOMPETENSI BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
9
A. Deskripsi
9
B. Prasyarat
9
C. Petunjuk Belajar
10
D. Kompetensi dan Indikator
10
SISTEM PENGAPIAN
12
A. Kompetensi dan Indikator
12
B. Sistem Pengapian
12
1.
Pendahuluan
12
2.
Skema dan cara kerja
16
3. perhitungan tegangan sekunder
BAB III
viii
17
C. Latihan
19
D. Lembar Kegiatan
19
E.
Rangkuman
19
F.
Tes Formatif
20
SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK
22
A. Kompetensi dan Indikator
22
B. Sistem Pengapian Elektronik
23
1.
Pendahuluan
23
2.
Sistem Pengapian Elektronik
25
a. Sistem pengapian induktif
26
b. Sistem pengapian Hall Effect
29
c. Sistem pengapian iluminasi
30
d. Sistem pengapian CDI
32
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
4
BAB IV
BAB V
C. Latihan
38
D. Lembar Kegiatan
38
E. Rangkuman
38
F. Tes Formatif
38
SISTEM PENGAPIAN TERKONTROL KOMPUTER
41
A. Kompetensi dan Indikator
41
B. Sistem Pengapian Terkontrol Komputer
42
1.
Pendahuluan
42
2.
Electronic Spark Advance (distributor)
46
3.
Sistem Pengapian tanpa Distributor (DLI)
47
4.
Sistem Pengapian Langsung (DIS)
49
5.
i-DSI
50
C. Latihan
52
D. Lembar Kegiatan
52
E. Rangkuman
53
F. Tes Formatif
53
SISTEM PENGISIAN BATERAI
55
A. Kompetensi dan Indikator
55
B. Sistem Pengisian
56
1.
Pendahuluan
56
2. Regulator Tipe Konvensional
57
3. Regulator tipe IC
59
4. Brushless Alternator
64
5.
Permasalahan pada Sistem Pengisian
67
6.
Menentukan Alternator untuk Kendaraan
68
C. Latihan
69
D. Lembar Kegiatan
69
E. Rangkuman
70
F. Tes Formatif
70
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
73
5
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1 Komponen sistem pengapian
13
2.2 Detail komponen sistem pengapian
14
2.3 Diagram pembakaran pada motor bensin
15
2.4 Pemajuan saat pengapian
15
2.5 Skema sistem pengapian konvensional
16
2.6 Grafik arus primer koil
17
3.1 Perbandingan karakteristik sistem pengapian konvensional dan transistor
24
3.2 Kerja transistor
25
3.3 Diagram blok sistem pengapian elektronik
26
3.4 Diagram sistem pengapian transistor
26
3.5 Pengapian transistor model induktif
28
3.6 Prinsip Hall effect
29
3.7 Pembangkit pulsa Hall effect
29
3.8 Diagram blok dan skema sistem pengapian Hall effect
30
3.9 Pembangkit pulsa dengan sensor cahaya
31
3.10 Pengapian sistem cahaya
31
3.11 Diagram blok sistem pengapian CDI
35
3.12 Pengapian CDI dengan kontak poin
35
3.13 Rangkaian sistem pengapian CDI
37
3.14 Pengapian CI dengan magnetic pulse generator
37
4.1 Diagram blok sistem pengapian ESA
43
4.2 Penyederhanaan sistem pengapian ESA
43
4.3 Bagian-bagian dalam igniter
44
4.4 Pemajuan sinyal IGT
45
4.5 Sistem pengapian ESA dengan distributor
46
4.6 Skema sistem pengapian DLI untuk 4 silinder
47
4.7 Skema sistem pengapian DLI untuk 6 silinder
48
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
6
4.8 Sistem pengapian CDI yang dikontrol komputer
48
4.9 Koil yang terpasang pada busi
49
4.10 Skema DIS model independen
50
4.11 Letak busi pada sistem pengapian i-DSI
51
4.12 Perubahan saat penyalaan busi pada beberapa putaran engine
52
5.1 Komponen sistem pengisian
57
5.2 Regulator tipe konvensional
58
5.3 Rangkaian sistem pengisian konvensional
58
5.4 Skema dasar regulator IC
59
5.5 Alternator kompak dan regulator IC
61
5.6 Skema sistem pengisian dengan regulator IC
62
5.7 Rangkaian regulator IC
64
5.8 Rangkaian regulator IC
64
5.9 Konstruksi dan penampang alternator tanpa sikat
65
5.10 Konstruksi dan komponen alternator tanpa sikat
66
5.11 Skema sistem pengisian dengan alternator tanpa sikat
67
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
7
PETA KOMPETENSI Menguasai Sistem Kelistrikan Otomotif
Menguasai Sistem Kelistrikan Engine
Menguasai Sistem Kelistrikan Body & ACC
Menguasai Sistem Starter Menguasai Sistem Pengapian Menguasai Sistem Pengisian
Buku ajar ini sebagai penunjang untuk mencapai kompetensi di bidang kelistrikan otomotif. Kelistrikan otomotif secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem kelistrikan engine dan sistem kelistrikan bodi. Penguasaan sistem kelistrikan engine ditunjang oleh sub kompetensi sistem starter, sistem pengapian, dan sistem pengisian. Buku ini menunjang sebagaian kemampuan untuk mencapai penguasaan bidang kelistrikan engine. Posisi buku ajar ini dalam peta kompetensi kelistrikan digambarkan oleh bagan di atas. Kotak bergaris putus-putus di atas menggambarkan posisi kompetensi yang ingin dicapai oleh buku ajar ini..
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
8
BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Buku ini memuat materi sistem kelistrikan engine yang meliputi sistem pengapian (ignition system) dan sistem pengisian baterai (charging system) yang banyak mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Sistem pengapian yang dibahas dalam buku ini meliputi sistem pengapian konvensionnal dan nonkonvensional (elektronik). Pembahasan sistem pengapian konvensional tidak dibahas secara mendetil karena penekanannya di sistem pengapian nonkonvensional.
Sistem
pengapian
konvensional
dibahas
singkat
untuk
menyegarkan kembali dan sebagai dasar mempelajari sistem pengapian nonkonvensional. Sistem pengapian nonkonvensional yang dibahas dalam buku ini adalah 1) sistem pengapian elektronik dengan penghasil pulsa model induktif, Hall effect, dan iluminasi atau cahaya, 2) sistem pengapian CDI (capasitive discharge ignition), dan sistem pengapian terkontrol computer / ESA (electronic spark advance dengan distributor, tanpa distributor, dan sistem pengapian langsung). Pembahasan sistem pengisian meliputi sistem pengisian dengan regulator konvensional, regulator IC, dan alternator model tanpa sikat (brushless alternator). Kompetensi yang ingin dicapai setelah mempelajari buku ini adalah peserta dapat menjelaskan, menganalisa, menentukan penyebab, mengatasi masalah, dan mejelaskan perbedaannya pada sistem pengapian dan sistem pengisian baik model konvensional maupun nonkonvensional.
B. Prasyarat Kompetensi awal yang diperlukan untuk mempelajari buku ini adalah sudah menguasai 1) dasar-dasar kelistrikan dan rangkaian listrik, 2) dasar-dasar elektronika dan komponen elektronika, 3) alat-alat ukur kelistrikan dan penggunaannya.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
9
C. Petunjuk Belajar Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempelajari buku ini adalah sebagaii berikut. 1.
Peserta harus sudah menguasai kompetensi awal yang sudah dijelaskan pada bagian prasyarat.
2.
Sebelum mengikuti pekuliahan, materi dalam buku ini harap dipelajari untuk mempermudah dan mempercepat pencapaian kompetensi.
3.
Membuat catatan terhadap apa yang telah dibaca meliputi nama komponen, fungsi, dan cara kerja sistem serta informasi lain yang terkait.
4.
Metode belajar yang dipakai adalah 1) ceramah singkat dengan bantuan alat pembelajaran untuk mendukung semua materi agar dapat mudah dipahami, 2) tanya jawab yang bersifat hafalan atau pengetahuan, analisa kerja sistem kelistrikan, analisa penyebab dan cara mengatasi gangguan, 3) diskusi, dan 4) tugas terstruktur untuk lebih memperkaya pengetahuan bidang kelistrikan engine.
5.
Mencoba mengerjakan seluruh pertanyaan dan tugas yang terdapat pada tahap belajar.
6.
Menuliskan kembali atau membuat laporan dari kegiatan belajar yang telah dilaksanakan..
7.
Belajar dan latihan berkelompok memungkinkan peserta untuk lebih mudah dalam memahami topik yang dipelajari.
D. kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator keberhasilan dalam mempelajari buku ini adalah dijelaskan pada table di bawah ini. Perlu dijelaskan bahwa table kompetensi berikut adalah standar kompetensi umum yang dituntut setelah mempelajari buku ini. Elemen kompetensi dan indikator keberhasilan secara detail diuraikan pada setiap bab dalam buku ini
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
10
Tabel Kompetensi dan Indikator Standar Kompetensi Menguasai system pengapian konvensional Menguasai system pengapian elektronik Menguasai system pengapian terkontrol komputer Menguasai system pengisian konvensional dan elektronik (IC)
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
Indikator Dapat menguasai system konvensional Dapat menguasai system elektronik Dapat menguasai system terkontrol komputer Dapat menguasai system konvensional Dapat menguasai system elektronik (IC)
pengapian pengapian pengapian pengisian pengisian
11
BAB II SISTEM PENGAPIAN A. Kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator keberhasilan dalam mempelajari bagian ini adalah sebagai berikut. Tabel Kompetensi dan Indikator Kompetensi Menguasai system pengapian konvensional
Elemen Kompetensi Menjelaskan nama dan fungsi komponen sistem pengapian konvensional Menggambar dan menjelaskan kerja rangakaian sistem pengapian konvensional
• • • • • •
Indikator Dapat menjelaskan nama komponen sistem pengapian konvensional Dapat menjelaskan fungsi komponen sistem pengapian konvensional Dapat menjelaskan kerja sistem pengapian konvensional pada saat kontak pemutus tertutup Dapat menjelaskan kerja sistem pengapian konvensional pada saat kontak pemutus terbuka Dapat menjelaskan kerja sistem kondensor pada system pengapian konvensional Dapat menggambar rangkaian system pengapian konvensional
Menganalisa pengaruh kerusakan komponen sistem pengapian konvensional
• Dapat menganaslia pengaruh sudut dwell terhadap kemampuan sistem pengapian • Dapat menganaslia pengaruh saat pengapian terhadap kemampuan sistem pengapian • Dapat menganaslia pengaruh kerusakan komponen terhadap kemampuan sistem pengapian
Menghitung tegangan tinggi pada koil berdasarkan arus primer koil
• Dapat menjelaskan persamaan-persamaan untuk sistem pengapian • Dapat menjelaskan mernerapkan persamaanpersamaan untuk menghitung tegangan tinggi sistem pengapian
B. Sistem Pengapian 1. Pendahuluan Sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan percikan api yang kuat dan tepat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar. Secara umum komponen sistem pengapian terdiri dari baterai, kunci kontak, koil, distributor, kabel tegangan tinggi dan busi. Di dalam distributor terdapat beberapa komponen pendukung lainnya yaitu kontak pemutus (atau
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
12
pulse generator pada sistem pengapian elektronik), kondensor, cam, vakum dan sentrifugal advancer.
Gambar 2.1. Komponen sistem pengapian
Fungsi dari masing-masing komponen system pengapian adalah 1) baterai sebagai sumber arus, 2) kunci kontak untuk menghidupkan dan mematikan system pengapian, 3) koil untuk menaikan teggangan baterai menjadi tegangan tinggi di atas 10000 volt. Tegangan tinggi pada kumparan sekunder terjadi karena jumlah kumparan sekunder jauh lebih banyak dari kumparan primer, 5) distributor berfungsi untuk mendistribukan tegangan tinggi dari koil ke tiap busi sesuai dengan urutan penyalaannya, 6) kabel tegangan tinggi berfungsi untuk menghantarkan tegangan tinggi dari koil sampai ke busi, 7) busi berfungsi untuk meloncatkan bunga api.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
13
Gambar 2.2. Detail komponen system pengapian Kontak pemutus (platina) berfungsi untuk memutuskan dan menghubungkan arus ke kumparan primer koil. Lamanya arus mengalir ke kumparan primer terjadi selama kontak pemutus tertutup. Sudut yang terbentuk pada cam di mana kontak pemutus dalam keadaan tertutup disebut sudut dwell. Kondensor berfungsi untuk mengurangi percikan bungan api pada kontak pemutus akibat adanya induksi diri kumparan pada primer. Cam berfungsi untuk mendorong tumit kontak pemutus sehingga bisa terbuka dan tertutup kembali oleh pegas. Vakum dan sentrifugal advancer berfungsi untuk memajukan atau memundurkan saat pengapian sesuai dengan putaran dan beban mesin. Saat pengapian (ignition timing) pada suatu motor bensin adalah saat di mana busi memercikan bungan api dengan tepat pada akhir langkah kompresi untuk memulai pembakaran di dalam ruang bakar.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
14
Gambar 2.3. Diagram pembakaran pada motor bensin
Gamba 2.4. Pemajuan saat pengapian Pembakaran pada motor bensin diawali dengan pecikan bungan api pada busi (titik 1) sekitar 100 menjelang titik mati atas (TMA = TDC) pada akhir langkah kompresi. Pembakaran dimulai pada titik 2 dengan mulai terjadinya perambatan
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
15
api dan pembakaran maksimum terjadi di sekitar
100 setelah TMA Proses
pembakaran di dalam ruang bakar membutuhkan waktu yang relative konstan baik pada putaran lambat maupun tinggi. Oleh karena itu, pada putaran tinggi saat pengapian harus dimajukan untuk memenuhi waktu pembakaran sehingga tekanan maksimum pembakaran tetap berada sekitar 100 setelah titik mati atas baik pada putaran rendah maupun tinggi. 2. Skema dan Cara Kerja Sistem Pengapian Secara sederhana sistem pengapian konvensional dapat digambarkan dengan skema berikut.
Gambar 2.5. Skema system pengapian konvensional Prinsip kerja dari sistem pengapian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Saat kunci kontak on, platina tertutup, arus baterai mengalir ke kunci kontak,
Î (+) koil Î (-) koil
Î kontak poin Î massa. Akibatnya terjadi
kemagnetan pada coil. Saat platina terbuka, arus yang mengalir ke kumparan primer seperti dijelaskan di atas terputus dengan tiba-tiba. Akibatnya kemagnetan di sekitar koil hilang / drop dengan cepat. Karena medan magnet hilang dengan cepat, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi tegangan tinggi, dan pada kumparan primer juga terjadi tegangan induksi. Tegangan pada kumparan sekunder disalurkan ke distributor dan kabel tegangan tinggi sehingga terjadi loncatan api pada busi. Tegangan pada kumparan primer disalurkan ke kondensor dan muatan yang diserap kondensator itu
dibuang ke massa saat
kontak poin tertutup. Proses tersebut terjadi secara terus menerus.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
16
Gambar 2.6. Grafik arus primer koil Aliran arus primer koil pada saat kontak pemutus tertutup berbentuk eksponensial. Hal ini disebabkan adanya efek counter electromotor force pada saat arus mengalir pada kumparan primer koil yang menyebabkan terbentuknya medan magnet di sekitar koil. Semakin tinggi putaran mesin, maka semakin singkat kontak pemutus menutup sehingga arus primer koil juga menjadi semakin kecil bila dibandingkan dengan rendah atau sedang. Hal ini akan menurunkan kemampuan system pengapian. 3. Perhitungan Tegangan Sekunder Berdarkan Arus Primer Koil Saat kontak pemutus tertutup, arus primer koil naik berangsur-angsur (gradually) secara eksponensial (Helt, 1965 : 489). Lamanya rangkaian primer tertutup bervariasi tergantung kecepatan engine. Perubahan besarnya arus primer akibat perubahan waktu dinyatakan dengan persamaan berikut (Heywood, 1989 : 438). Ip =
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
V0 − Rt / L p (1 − e ) Amper ......................... R
1)
17
Ip adalah arus yang mengalir pada kumparan primer (Amper), t waktu rangkaian tertutup (detik), Vo tegangan sumber (Volt), R adalah tahanan total rangkaian
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
18
primer, dan Lp induktansi rangkaian primer (Henry). Arus maksimum pada kumparan primer adalah 4 Amper dengan resistensi rangkaian primer 3 Ohm dan tegangan 12 Volt. Besarnya energi magnetik yang disimpan dalam suatu induktansi yang membawa arus I adalah (Heywood, 1989 : 439) E s ,max =
1 2 LI Joule .................................. 2
2)
Apabila kontak pemutus terbuka, arus primer turun menjadi nol dan terjadi tegangan tinggi pada kumparan sekunder.
Harga puncak tegangan ini adalah
tegangan maksimum yang disebut available voltage (Va). Energi maksimum yang ditransfer ke rangkaian sekunder adalah (Heywood, 1989 : 439) 1 2 E s ,max = C sVa 2 2
Va =
Joule
............................
3)
...............................
4)
2E s ,max C s 1
⎡ 2E ⎤2 s ,max V =
Volt
⎢ C ⎥ ⎣ s ⎦ Cs adakah kapasitansi rangkaian sekunder (Farad). Berdasarkan persamaan 2, a
jika energi yang tersimpan dalam rangkaian primer koil adalah ½ LpIp2, ditransfer ke rangkaian sekunder, maka ⎡ 2(1/ 2)L p I Va = ⎢ ⎢⎣
Cs
2 p
⎤
1 2
1
⎡ Lp ⎤ 2
⎥ = Ip⎢ ⎥ ⎣ Cs ⎦ ⎦⎥
Volt ................
5)
Energi yang dapat ditransfer ke kumparan sekunder akibat adanya kerugiankerugian adalah 85% (Obert, 1973 : 540). Koil mempunyai kumparan sekunder sekitar 20000 lilit dan kumparan primer sebanyak 200 lilit, sehingga perbandingan kumparan sekunder dan primernya adalah 100. Untuk koil dengan perbandingan kumparan sekunder dan primer = 100, maka harga induktansinnya Lp = 5 mH, Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
19
dan kapasitansi Cs = 60 pF (Obert, 1973 : 540). Dengan menggunakan persamaan 2 dan besarnya arus primer misalnya 2,7A, energi yang dapat disalurkan ke kumparan sekunder sekitar 85% (Obert, 1973 : 540) adalah
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
20
0.01526 joule sehingga dengan persamaan 4 atau 5 tegangan tinggi sekunder (Va) yang terjadi adalah 19,17 kV. Berapa tegangan sekunder koil jika arus pimer koil yang mengalir adalah 3,5A ?
C. Latihan 1.
Gambar rangkaian sistem pengisian konvensional dan diskusikan dengan teman cara kerjanya.
2. Diskusikan bersama teman pengaruh penyetelan celah kontak pemutus yang terlalu besar atau terlalu kecil, buat ringkasan hasil diskusinya 3. Buat ulasan mengapa tegangan baterai 12 volt dapat berubah menjadi tegangan tinggi lebih dari 10000volt. 4. Uraikan pendapat anda mengapa pada sistem pengapian konvensional harus dipasang kondensor. 5.
Tentukan berapa tegangan sekunder koil jika arus primer koil sebesar 3 amper.
D. Lembar Kegiatan Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman Sistem pengapian digunakan untuk menghasilkan percikan bungan api yang kuat dan pada saat yang tepat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar. Sistem pengapian yang baik akan menghasilkan performa engine yang baik sehingga kondisi sistem pengapian harus selalu dijaga. Penyetelan celah kontak pemutus yang tidak tepat menyebabkan kurang optimumnya medan magnet yang terbentuk pada koil sehingga dapat mempengaruhi besar kecilnya api pada busi.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
21
F. Tes Formatif Soal pilihan ganda : 1. Fungsi kontak pemutus dalam sistem pengapian adalah untuk .......... A. mengaktifkan pengapian
B. membangkitkan medan magnet
C. mengatur saat pengapian
D. memutus arus primer koil
2. Pada saat kontak pemutus tertutup terjadi .........., kecuali A. arus primer mengalir
B. terjadi tegangan tinggi
C. terjadi medan magnet di koil
D. tidak terjadi tegangan tinggi
3. Pada saat kontak pemutus terbuka terjadi .........., kecuali A. pembuangan muatan kondensor C. arus primer terputus
B. kondensor terisi D. terjadi tegangan tinggi
4. Terminal positif koil pada rangkaian sistem pengapian dihubungkan dengan A. kontak pemutus
B. kondensor
C. Ig kunci kontak
D. B kunci kontak
5. Jika celah kontak pemutus terlalu kecil, maka .........., kecuali A. sudut dwell terlalu besar
B. koil panas
C. arus primer mengalir lebih lama
D. ignition timing menjadi maju
6. Ignition timing terlambat dapat disebabkan oleh........ A. celah kontak pemutus terlalu besar C. membran vakum advancer bocor
B. kontak pemutus aus D. pegas sentrifugal advancer lemah
7. Fungsi oktan selector adalah .........., kecuali A. menyesuaikan nilai oktan bensin C. menyetel sudut dwell
B. memajukan/memundurkan timing D. menggeser posisi kontak pemutus
8. Percikan api pada busi terjadi pada saat ........., kecuali A. kontak pemutus terbuka
B. medan pada magnet koil hilang
C. 80 sebelum TMA
D. Kondensor menerima arus induksi diri
9. Pola aliran arus primer koil berbentuk eksponensial, karena ..... A. ada counter electromotor force
B. ada resistor pada koil
C. medan magnet tiba-tiba hilang D. kerja kontak pemutus terbuka-tertutup
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
22
10. Urutan penyalaan busi adalah .......... A. 1-3-2-4
B. 1-3-4-2
C. 1-2-4-3
D. 1-4-2-3
Soal essay: 1. Jelaskan fungsi vakum dan sentrifugal advancer 2. Apa efek dari celah kontak pemutus yang sudah aus? 3. Gambar dan jelaskan cara kerja rangkaian sistem pengapian 4. Bagaimana kondensor pada sistem pengapian bekerja? 5. Jelaskan fungsi resistor pada koil sistem pengapian
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
23
BAB III SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK A. Kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator keberhasilan dalam mempelajari bagian ini adalah sebagai berikut. Tabel Kompetensi dan Indikator Kompetensi Menguasai system pengapian elektronik
Elemen Kompetensi Menjelaskan perbandingan system pengapian konvensional dan elektronik
• • •
Menjelaskan kerja transistor yang dipakai pada sistem pengapian
• • •
Menjelaskan dan • membedakan sistem pengapian elektronik model induktif, Hall • effect, dan iluminasi • • •
Menjelaskan dan • membedakan sistem pengapian CDI dengan • lainnya • • •
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
Indikator Dapat menjelaskan karakteristik system pengapian konvensional Dapat menjelaskan karakteristik system pengapian elektronik Dapat membandingkan system pengapian konvensional dan elektronik Dapat menjelaskan konstruksi transistor jenis PNP dan NPN Dapat menjelaskan prinsip kerja transistor jenis PNP dan NPN Dapat menjelaskan aplikkasi transistor jenis PNP dan NPN pada sistem pengapian Dapat menjelaskan prinsip pembangkitan pulsa untuk memicu kerja transistor pada igniter Dapat menjelaskan rangkaian sistem pengapian dengan pembangkit pulsa induktif Dapat menjelaskan rangkaian sistem pengapian dengan pembangkit pulsa hall effect Dapat menjelaskan rangkaian sistem pengapian dengan pembangkit pulsa iluminasi Dapat membedakan system pengapian elektronik model induktif, Hall effect, dan iluminasi dengan Dapat menjelaskan bagian-bagian sistem pengapian CDI Dapat menjelaskan proses pengisian dan pembuangan muatan kapasitor Dapat membedakan prinsip dasar sistem pengapian CDI dengan system pengapian lainnya Dapat menganalisa kerja system pengapian CDI dengan kontak pemutus Dapat menjelaskan bagian-bagian berbagai rangkaian system pengapian CDI dengan pembangkit pulsa elektronik
24
B. Sistem Pengapian Elektronik 1. Pendahuluan Sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan percikan api yang kuat dan tepat untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar. Beberapa macam sistem pengapian diantaranya sistem pengapian kontak point, pengapian transistor, CDI dan pengapian terkontrol komputer. Metode pengapian transistor menggunakan cara dimana arus yang mengalir di coil primari pada ignition coil di interupsi (dimatikan sebentar) dengan menjalankan switching transistor untuk menginduksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Untuk jenis kontak pemutus, begitu arus primer pada ignition coil diputus oleh kontak pemutus, maka akan terjadi percikan api pada saat kontak poinnya terbuka. Karena itulah tegangan sekunder yang dihasilkannya tidak akan stabil dan menimbulkan misfiring dengan mudah.
Tabel 3.1. Perbandingan sistem pengapian Kontak pemutus Full transistor Computer control Pengapian contact point pada kecepatan tinggi bisa berubah atau tidak stabil
Performa pada kecepatan rendah dan tinggi cukup aman
Performa pada kecepatan rendah dan tinggi sangat aman.
Terjadi percikan api, maka kontak pemutus harus diperiksa dan diganti secara berkala
Tidak mempunyai kontak pemutus, maka tidak diperlukan lagi pemeriksaan
Tidak mempunyai kontak pemutus, maka tidak diperlukan lagi pemeriksaan
Bila vacuum dan centrifugal timing control tidak normal, maka pengipan mesin kurang pas
Sama seperti gajala yang ada pada jenis kontak pemutus
Karena waktu pengapiannya diatur oleh computer, maka sangat efisien.
Sebagai perbandingan, untuk jenis pengapian transistor, arus primer diputus sebentar oleh transistor sehingga interupsi terhadap arusnya adalah stabil pada kecapatan rendah dan kumparan sekunder bisa mengasilkan tegangan tinggi dengan stabil. Karena adanya pembatasan gas buang, maka diperlukan peningkatan energi pembakaran agar pengapiannya akurat tanpa terjadi misfire meskipun kecepatannya rendah. Untuk melakukan hal tersebut, maka arus primer
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
25
harus dinaikkan. Untuk jenis interruption contact, hal ini sulit dilakukan namun untuk jenis transistor, hal ini dapat dimungkinkan. Sebagai tambahan, untuk meningkatkan performa pengapian pada kecepatan tinggi, jumlah gulungan pada ignition coil primer harus dikurangi sehingga tahanan dan induksi pada kumparan primer dapat diturunkan.
Gambar 3.1. Perbandingan karakteristik pengapian konvensional dan transistor Sistem pengapian dengan kontrol komputer menggunakan metode mendeteksi kondisi mesin menggunakan berbagai sensor dan input ke computer (ECU), kemudian computer menghitung waktu pengapian dan mengirimkan sinyal arus primer ke power transistor untuk menginduksikan tegangan tinggi ke ignition coil. Ignition coil yang dipakai adalah jenis mold. Yang terdiri dari tipe high-energy ignition (HEI) dan tipe distributor-less ignition (DLI). Keunggulan dari tipe ini adalah sebagai berikut; a. Api pembakarannya sangat stabil pada kecepatan rendah dan tinggi. b. Ketika terjadi knocking, waktu pengapiannya secara otomatis dimundurkan untuk menekan knocking. c. Mendeteksi kondisi mesin, mesin dikontrol melalui pengoptimalan waktu pengapiannya.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
26
d. Apabila
menggunakan
ignition
coil
yang
outputnya
tinggi,
maka
pembakarannya dapat sempurna.
Tabel 3.2. Perbandingan struktur masing-masing sistem pengapian Interrupter contacting
Full transistor
Computer control
Arus primer diputus oleh interrupter contact point.
Arus primer diputus melalui switching pada transistor.
Arus primer pada power transistor diputus oleh computer.
Ignition coil yang dipakai adalah tipe open magnetic circuit
Ignition coil yang dipakai adalah tipe open magnetic circuit
Ignition coil yang dipakai adalah tipe Mold
Status buka-tutup interrupter contact point dilakukan oleh cam yang ada pada poros distributor.
Pemutusan arus primer dilakukan melalui putaran signal rotor yang dipasang pada distributor shaft.
Signalnya dihasilkan dari pemutusan cahaya melalui putaran disk yang dipasang pada distributor shaft diantara LED dan photo diode atau sensor Ne, G dan ECM
2. Sistem Pengapian Elektronik Sistem pengapian ini memanfaatkan transistor untuk memutus dan mengalirkan arus primer koil. Simbul dan kerja transistor digambarkan sebagai berikut.
(a)
(b)
Gambar 3.2. Kerja transistor Untuk transistor (a) jenis PNP, bila ada arus mengalir dari E ke B, maka transistor akan on sehingga E dan C nya terhubung yang mengakibatkan arus (lebih besar) juga dapat mengalir dari E ke C. Untuk transistor (b) jenis NPN, bila ada arus mengalir dari B ke E, maka transistor akan on sehingga C dan E nya terhubung
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
27
yang mengakibatkan arus (lebih besar) juga dapat mengalir dari C ke E. Diagram sistem pengapian transistor adalah sbb.
Gambar 3.3. Diagram blok sistem pengapian elektronik a. Sistem Pengapian Model Induktif Sistem pengapian dengan pembangkit pulsa model induktif terdiri dari penghasil pulsa, ignitier, koil, distributor dan komponen pelengkap lainnya. Sistem pembangkir pulsa induktif terdiri dari kumparan pembangkit pulsa (pick up coil), magnet permanen, dan rotor pengarah medan magnet. Secara sederhana rangkaian sistem pengapian ini digambarkan seperti skema berikut.
Gambar 3.4. Diagram sistem pengapian transistor
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
28
Rangkaian pada igniter sebenarnya tidak sesederhana seperti yang diperlihatkan padagambar di atas karena di dalam igniter tersebut sebenarnya terdapat beberapa bagian,
yaitu penstabil tegangan
(voltage stabilizer),
pembentuk pulsa (pulse shaper), pengatur sudut dwell (dwell angle control), penguat pulsa (amplifier), dan transistor power atau rangkaian Darlington. Pada beberapa model terdapat juga rangkaian pembatas arus primer (current limiting circuit). Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut. 1) Pada saat engine mati Pada saat kunci kontak ON arus mengalir menuju titik P. Besarnya tegangan pada titik ini (yang diatur oleh pembagi tegangan R1 dan R2) berada di bawah tegangan basis yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor (melalui pick up coil). Hal ini menyebabkan transistor tidak aktif (OFF) selama engine mati sehingga tidak terjadi aliran arus pada kumparan primer koil. 2) Pada saat engine hidup Saat engine sudah hidup, rotor sinyal berputar (mendekati pick up coil) dan menyebabkan terjadinya pulsa tegangan AC pada pick up coil. Bila tegangan yang dihasilkan adalah positif, maka tegangan ini ditambahkan dengan tegangan yang terdapat pada titik P sehingga tegangan di titik Q naik dan besarnya melebihi tegangan basis transistor. Adanya arus basis ini menyebabkan transistor menjadi aktif (ON) sehingga kaki kolektor dan emitornya terhubung yang menyebabkan arus dari baterai mengalir ke kunci kontak, ke kumparan primer koil, ke kaki kolektor, ke emitor, kemudian ke massa. Aliran arus ke kumparan primer koil ini menyebabkan terjadinya medan magnet pada koil. Rotor selalu berputar, sehingga pada saat gigi rotor meninggalkan pick up coil terjadi tegangan AC dengan polaritas berbeda (negatif). Tegangan ini jika ditambahkan dengan tegangan yang terdapat dalam titik P menjadi tegangan yang besarnya di bawah tegangan kerja transistor. Akibatnya adalah transistor menjadi tidak aktif (OFF) dan antara kaki kolektor dan emitor transistor menjadi tidak terhubung. Hal ini menyebabkan aliran arus primer dengan cepat berhenti dan medan magnet pada koil dengan cepat berubah (collapse). Perubahan garis
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
29
gaya magnet dengan cepat ini menyebabkan terjadinya tegangan induksi pada kumparan sekunder. Tegangan tinggi ini diteruskan ke distributor dan dibagikan ke tiap-tiap busi sesuai dengan urutan penyalaan (firing order). Salah satu model sistem pengapian transistor dengan rangkaian lengkap ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 3.5. Pengapian transistor model induktif Bagian-bagian sistem pengapian tersebut dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu 1)
sistem pembangkit pulsa, 2)
penstabil tegangan (voltage stabilizer), 3)
pembentuk pulsa (pulse shaping stage), 4)
pengontrol sudut dwell, dan 5) bagian
driver dan Darlington output. Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
30
b. Sistem Pengapian Model Hall Effect Model pengapian di atas adalah model induktif. Model lainnya adalah Hall effect dan model iluminasi. Pembangkit pulsa untuk mengaktifkan power transistor dengan model hall effect digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.6. Prinsip Hall effect Apabila bahan semikonduktor dialiri arus listrik dari sisi kiri ke kanan dan semikonduktor tersebut berada dalam suatu medan magnet, maka pada arah tegak lurus terhadap aliran arus itu akan timbul tegangan yang disebut dengan tegangan Hall Vh (Hall adalah nama ilmuwan yang meneliti fenomena tersebut). Apabila medan magnet yang berada di sekitar semikonduktor tersebut dihilangkan, maka tegangan yang tegak lurus terhadap aliran arus itu juga akan hilang. Pada gambar di atas (a) medan magnet dihalangi oleh plat logam sehingga tidak melewati semi konduktor, dalam hal ini Vh = 0. Bila bilah logam dihilangkan (gambar b), maka medan magnet dapat melewati semikonduktor dan Vh ≠ 0. Bila bilah logam itu secara teratur melintasi medan magnet maka pada tegangan Hall akan muncul dan hilang membentuk pulsa tegangan kotak-kotak. Pulsa inilah yang digunakan untuk mentriger rangkaian transistor untuk memutus dan mengalirkan arus primer koil.
Gambar 3.7. Pembangkit pulsa Hall effect
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
31
Pembangkit pulsa model Hall Effect mempunyai tiga buah kabel atau terminal. Satu kabel merupakan sumber arus untuk dialirkan ke bahan semikonduktor yang terdapat di dalam system Hall, satu kabel ground, dan satu kabel adalah output tegangan. Bagian lainnya dari system ini adalah rotor yang berbentuk bilah dan magnet permanen.
Gambar 3.8. Diagram blok dan skema sistem penggapian Hall effect c. Sistem Pengapian Model Iluminasi / Cahaya Pada
sistem
pengapian
iluminasi,
cahaya
dimanfaatkan
untuk
mengaktifkan dan menonaktifkan phototransistor sehingga menghasilkan sinyal yang kemudian diperkuat oleh bagian amplifier untuk mentrigger power transistor. Pada saat power transistor ON, arus mengalir melalui kumparan primer koil
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
32
sehingga terbentuk medan magnet pada koil. Pada saat transistor OFF, arus primer terputus sehingga medan magnet dengan cepat hilang yang menyebabkan terjadinya induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder koil.
Gambar 3.9. Pembangkit pulsa dengan sensor cahaya Sumber cahaya bisanya berasal dari diode bercahaya yang menghasilkan sinar infra merah, dan cahaya tersebut diterima oleh phototransistor yang dapat aktif atau bekerja apabila terkena cahaya. Untuk menghalangi cahaya agar phototransistor OFF digunakan rotor yang berbentuk bilah-bilah dengan lebar coakan / celah sebesar sudut dwell. Bila cahaya tidak terhalangi dan mengenai phototransistor, hal ini identik dengan saat kontak pemutus tertutup (pada system pengapian konvensional) atau saat terjadi aliran arus pada kumparan primer koil. Saat cahaya terhalangi oleh bilah rotor identik dengan kontak pemutus terbuka dan arus primer koil terputus.
Gambar 3.10. Pengapian sistem cahaya
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
33
Berdasarkan rangkaian di atas, secara garis besar cara kerjanya adalah sebagai berikut. Saat cahaya mengenai phototransistor, phototransistor menjadi aktif sehingga transistor 1 dan transistor 2 aktif. Kondisi ini menyebabkan transistor 3 OFF sehingga transistor 4 ON. Dengan demikian arus dari baterai dapat mengalir ke kumparan primer koil sehingga pada koil timbul medan magnet. Pada saat bilah rotor menutupi cahaya, phototransistor menjadi OFF sehingga transistor 2 dan 3 menjadi OFF. Hal ini menyebabkan transistor menjdi ON dan transistor 4 menjadi OFF. Akibatnya OFFnya transistor 4, arus primer koil terputus dengan tiba-tiba yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Perubahan garis gaya magnet pada koil dengan sangat cepat tersebut menyebabkan terjadinay tegangan tinggi pada koil dan diteruskan ke distributor dan ke busi sesuai dengan urutan penyalaannya. d. Sistem Pengapian CDI Kepanjangan dari CDI adalah Capasitive Discharge Ignition, yaitu sistem pengapian yang bekerja berdasarkan pembuangan muatan kapasitor. Konsep kerja sistem pengapian CDI berbeda dengan sistem pengapian penyimpan induktif (inductive storage system). Pada sistem CDI, koil masih digunakan tetapi fungsinya hanya sebagai transformator tegangan tinggi, tidak untuk menyimpan energi. Sebagai pengganti, sebuah kapasitor digunakan sebagai penyimpan energi. Dalam sistem ini kapasitor diisi (charged) dengan tegangan tinggi sekitar 300 V sampai 500 V, dan pada saat sistem bekerja (triggered), kapasitor tersebut membuang (discharge) energinya ke kumparan primer koil pengapian. Koil tersebut menaikan tegangan (dari pembuangan muatan kapasitor) menjadi tegangan yang lebih tinggi pada kumparan sekunder untuk menghasilkan percikan api pada busi. Ada perbedaan yang sangat penting dari sistem pengapian CDI dengan sistem pengapian induktif atau inductive storage system lainnya (yaitu sistem pengapian konvensional, dan transistor). Pada sistem pengapian induktif (selain CDI), tegangan tinggi pada coil dihasilkan saat arus pada kumparan primer
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
34
diputus (oleh kontak pemutus, atau transistor), sedangkan pada sistem pengapian CDI tegangan tinggi pada koil dihasilkan saat arus dari pembuangan muatan kapasitor mengalir dengan cepat ke kumparan primer koil (Derato, 1982 : 95). Waktu yang diperlukan oleh tegangan tinggi untuk mencapai tegangan tertingginya disebut rise time. Pada sistem pengapian CDI, rise time sangat singkat, sekitar 0,1 sampai 0,3 ms (Heywood, 1989 : 441). Hal ini menguntungkan karena percikan api akan tetap terjadi meskipun busi kotor.
Gambar 3.11. Diagram blok system pengapian CDI Secara sederhana sistem pengapian CDI digambarkan dengan skema seperti pada gambar di atas, dan rangakaian tersebut jika dikelompokkan menjadi elemen-elemen yang lebih kecil sesuai dengan kerjanya masing-masing maka dapat dikelompokkan menjadi enam blok seperti pada gambar. Keenam bagian utama dari sistem pengapian CDI tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. DC to DC converter. Bagian ini berfungsi untuk mensuplai tegangan untuk pengisian kapasitor. Bagian ini pada prinsipnya terdiri dari rangkaian pengubah arus searah (DC) dari baterai menjadi (seolah-olah) arus bolakbalik (AC) dengan rangkaian flip-flop. Arus AC yang dihasilkan kemudian dinaikan tegangannya oleh transformator step up menjadi sekitar 300 sampai 500 Volt dan kemudian disearahkan kembali dengan dioda sistem jembatan.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
35
Tegangan tinggi inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa bagian ini berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi AC kemudian dinaikan tegangannya dan kemudian disearahkan kembali menjadi DC. b. Kapasitor. Bagian ini berfungsi untuk menyimpan energi listrik yang disuplai oleh DC to DC converter. c. Contact point atau pick up coil. Bagian ini berfungsi sebagai pemicu (trigger) atau penghasil sinyal untuk mengaktifkan thyristor. d. Amplifier. Bagian ini berfungsi sebagai penguat sinyal yang dihasilkan oleh bagian pembangkit sinyal sehingga sinyal tersebut cukup kuat untuk mengaktifkan thyristor. e. Thyristor switch. Bagian ini berfungsi untuk mengalirkan energi dari kapasitor ke koil pengapian. Thyristor ini merupakan komponen semikonduktor yang akan bekerja (ON) oleh adanya pulsa tegangan pada kaki gate-nya. Pada saat distributor berputar, pulsa tegangan dihasilkan oleh pick up coil. Pulsa ini dikuatkan oleh amplifier untuk kemudian meng-ON-kan thyristor. Pada saat ON inilah kapasitor mengeluarkan energinya ke kumparan primer koil. Kemudian thyristor kembali OFF dan kapasitor terisi kembali. f. Koil. Koil pengapian dalam hal ini berfungsi sebagai transformator yang menghasilkan tegangan tinggi untuk disalurkan ke busi. Metode pembuangan muatan kapasitor untuk menghasilkan tegangan tinggi sehingga terjadi percikan api pada busi dapat dicapai dengan menyimpan energi listrik dalam sebuah kapasitor. Apabila saat pengapian sudah tepat dan api siap untuk dipercikan, thyristor power akan aktif dan membentuk suatu rangkaian tertutup antara kapasitor dan kumparan primer koil. Kapasitor dengan cepat akan melepaskan energinya melalui kumparan primer koil. Aliran arus yang sangat cepat dalam kumparan primer ini akan menyebabkan terjadinya tegangan yang sangat tinggi pada kumparan sekunder dan tegangan tinggi ini akan disalurkan ke busi untuk menghasilkan loncatan bunga api di antara elektroda busi (Heisler,
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
36
1995 : 454). Berikut ini adalah gambar salah satu model sistem pengapian CDI yang masih menggunakan kontak pemutus.
A
B
E
D
C
Gambar 3.12. Pengapian CDI dengan kontak point Bagian A dalam kotak putus-putus merupakan bagian DC to DC converter yang berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi AC kemudian dinaikan tegangannya dan kemudian disearahkan kembali menjadi DC. Bagian B adalah kapasitor utama, bagian C adalah sistem penghasil pulsa atau arus pemicu kerja thyristor, bagian D adalah thyristor, dan bagian E adalah koil pengapian. Secara singkat kerja dari rangkaian tersebut adalah sebagai berikut. Pada saat kunci kontak ON arus mengalir ke rangkaian A, dan akibat kerja rangkaian multivibrator yang dibentuk oleh kedua transistor yang ON dan OFF secara bergantian dan cepat, maka arus listrik dengan cepat dan bergantian mengalir ke transistor kiri dan kanan sehingga arus juga mengalir secara bergantian dengan cepat melalui kumparan di atas dan di bawah terminal 0 pada transformator. Hal ini menyebabkan pada kumparan akan timbul medan magnet dengan arah kutub yang berubah-ubah pula. Efek ini akan menghasilkan tegangan induksi pada kumparan sekunder dengan tegangan yang jauh lebih besar dibanding tegangan pada kumparan primer karena jumlah kumparan sekunder
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
37
lebih banyak. Tegangan yang dihasilkan adalah tegangan AC dan kemudian disearahkan oleh dioda sistem jembatan. Output dari dioda berupa tegangan DC yang kemudian dialirkan untuk mengisi kapasitor. Sementara itu, apabila kontak pemutus dalam keadaan tertutup, arus dari baterai akan mengalir Î kunci kontak ÎdiodaÎ R 47 Î kontak pemutus Î massa. Pada kondisi ini tidak ada sinyal atau arus yang menuju thyristor sehingga kapasitor belum mengeluarkan muatannya. Pada saat kontak pemutus terbuka, arus dar R 47 mengalir dioda Î kapasitor 47 nF Î kaki gate thyristor. Arus ini akan menyebabkan thyristor aktif sehingga kaki anoda dan katodanya terhubung dan membentuk rangkaian tertutup antara kapasitor utama, thyristor, kumparan primer koil, dan kaki negatif kapasitor utama. Akibat adanya rangkaian tertutup ini maka kapasitor akan mengeluarkan muatannya (discharge) dengan sangat cepat melalui kumparan primer koil yang dengan cepat pula menyebabkan terjadinya medan magnet pada koil sehingga terjadi tegangan induksi pada kumparan sekunder koil. Apabila kontak pemutus kembali tertutup, arus akan mengalir ke massa lagi dan tidak ada arus yang masuk ke kaki gate sehingga menyebabkan thyristor OFF sehingga terjadi rangkaian terbuka pada kapasitor. Pada saat ini pengisian kapasitor kembali terjadi dengan cepat dan sampai kembali kontak pemutus terbuka muatan kapasitor kembali dibuang dengan cepat ke koil. Kejadian ini terjadi terus menerus selama sistem pengapian dan engine bekerja. Model lain rangkaian CDI dengan pemicu model induktif nampak seperti gambar di atas. Secara garis besar rangkaian tersebut juga tetap terdiri dari lima blok yaitu DC to DC converter (dalam kotak bergaris putus-putus), kapasitor (C6), pembangkit pulsa (induction pulse generator), rangkaian penguat pulsa (amplifier), dan thyristor (Th).
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
38
Gambar 3.13. Rangkaian sistem pengapian CDI Secara umum, kerja dari rangkaian di atas sama dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya, namun arus pemicu kerja thyristor berasal dari pulsa induktif yang diperkuat oleh rangkaian transistor untuk memperkuat dan membentuk pulsa yang dihasilkan oleh pulse generator. Model lain rari rangkaian pengapian CDI diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.14. Pengapian CDI dengan magnetic pulse generator
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
39
C. Latihan 1. Diskusikan denga teman anda perbedaan prinsip sistem pengapian CDI dengan pengapian lainnya. 2. Gambar diagram blok sistem pengapian CDI dan jelaskan masing-masing bagiannya. 3.
Buat resume proses pengisian dan pembuangan muatan kapasitor pada sistem pengapian CDI.
4. Cari referensi lain tentang thyristor, buat penjelasan tentang komponen tersebut, dan bagaimana pemanfaatan thyristor tersebut dalam sistem pengapian CDI
D. Lembar Kegiatan Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman Sistem pengapian elektronik memamfaatkan kerja transistor untuk memutus dan mengalirkan arus primer koil. Kerja transistor ini dikontrol oleh pulsa tegangan yang berasal dari pembangkit pulsa yang telah dikuatkan untuk mentriger transistor. Sistem pengapian CDI bekerja dengan memanfaatkan kerja pengisian dan pembuangan muatan kapasitor. Tegangan yang diisikan ke kapasitor adalah tegangan tinggi (300 – 500 volt). Pada sistem pengapian ini tegangan baterai dinaikan oleh rangkaian converter untuk mencapai tegangan tinggi tersebut. Proses pembuangan muatan kapasitor terjadi pada saat terjadi rangkaian tertutup kapasitor dan kumparan primer koil melalui thyristor.
F. Tes Formatif 1. Tegangan tinggi sekunder pada sistem pengapian CDI terjadi pada saat
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
40
A. medan magnet pada koil hilang
B. kapasitor terisi
C. kapaitor mengeluarkan muatan
D. kontak pemutus tertutup
2. DC to DC converter berfungsi untuk A. menghasilkan tegangan tinggi busi
B. membuang muatan kapasitor
C. mengisi kapasitor
D. menghasilkan percikan api
3. Transistor NPN akan aktif pada saat .... A. ada arus mengalir dari B ke E
B. ada arus mengalir dari E ke B
C. ada arus mengalir dari B ke C
D. ada arus mengalir dari C ke B
4. Transistor PNP yang sudah aktif dapat mengalirkan arus yang besar .... A. dari B ke E
B. dari E ke B
C. dari E ke C
D. dari C ke E
5. Pengganti kontak pemutus pada sistem pengapian elektronik adalah .... A. pemangkit pulsa
B. magnet
C. kumparan
D. phototransistor
6. Yang langsung memutus arus primer koil pada pengapian elektronik adalah A. transistor
B. pulsa tegangan
C. thyristor
D. breaker point
7. Pulse generator terdiri dari.........., kecuali A. magnet
B. kumparan
C. transistor
D. rotor
8. Koil yang difungsikan sebagai transformator adalah pada sistem pengapian.. A. induktif
B. transistor
C. hall effect
D. CDI
9. Bilah rotor pada sistem pengapian cahaya digunakan untuk .... kecuali A. membuka-tutup cahaya
B. mematikan pototransistor
C. memutus arus primer koil
D. mengaktifkan pototransistor
10. Pada sistem pengapian transistor, arus primer koil mengalir pada saat ... A. transistor ON
B. transistor OFF
C. kunci kontak ON
D. breaker point menutup
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
41
Soal essay : 1. Jelaskan tentang Hall effect 2. Jelaskan kerja dari DC to DC converter 3. Jelaskan proses pengisian dan pembuangan muatan kapasitor pada sistem pengapian CDI 4. Jelaskan perbedaan atau persamaan proses pembangkitan tegangan tinggi koil pada sistem pengapian konvensional dan transistor 5. Jelaskan tentang pembangkitan pulsa pada sistem induktif.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
42
BAB IV SISTEM PENGAPIAN TERKONTROL KOMPUTER A. Kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator keberhasilan dalam mempelajari bagian ini adalah sebagai berikut. Tabel Kompetensi dan Indikator Kompetensi Menguasai system pengapian terkontrol computer
Elemen Kompetensi Menggambar dan menjelaskan diagram blok system pengapian terkontrol computer (ESA) Menjelaskan sensor-sensor pada system pengapian terkontrol komputer Menjelaskan sinyal yang masuk dan keluar dari sistem pengapian
Indikator • •
• • • • • •
Menjelaskan sistem pengapian ESA dengan distributor
• •
Menjelaskan sistem • pengapian ESA tanpa distributor / • DLI (distributorless • igniton system)
Menjelaskan sistem pengapian direct ignition system (DIS)
• • •
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
Dapat menggambar diagram blok system pengapian terkontrol komputer Dapat menjelaskan diagram blok system pengapian terkontrol komputer
Dapat menjelaskan macam-macam sensorsensor pada system pengapian terkontrol komputer Dapat menjelaskan efek masukan dari sensor terhadap system pengapian Dapat menjelaskan sinyal masukan IGT ke sistem pengapian Dapat menjelaskan sinyal keluaran IGF dari sistem pengapian Dapat menjelaskan proses pemajuan dan pemunduran saat pengapian Dapat menjelaskan proses pemutusan dan pengaliran arus primer koil pada sistem pengapian ESA Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem pengapian ESA dengan distributor Dapat menjelaskan sinyal yang keluar dari sistem pengapian ESA dengan distributor Dapat menjelaskan konstruksi sistem pengapian ESA tanpa distributor / DLI Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem pengapian ESA tanpa distributor distributor Dapat menjelaskan prinsip pengaturan urutan penyalaan sistem pengapian tanpa distributor distributor Dapat menjelaskan konstruksi sistem pengapian DIS Dapat menjelaskan prinsip kerja sistem pengapian DIS Dapat menjelaskan prinsip pengaturan urutan penyalaan sistem pengapian tanpa distributor
43
•
Menjelaskan prinsip sistem pengapian intelegent Dual Squential Idgnition (i-DSI)
• •
distributor Dapat membedakan sistem pengapian DIS model independent ignitiondan simultaneous ignition Dapat menjelaskan penempatan busi pada sistem pengapian i-DSI Dapat menjelaskan prinsip penyalaan pada kedua busi di sistem pengapian i-DSI
B. Sistem Pengapian Terkontrol Komputer 1. Pendahuluan Sistem pengapian terkontrol komputer merupakan sistem pengapian yang ada pada engine yang sudah menggunakan sistem bahan bakar injeksi (EFI). Pengontrolan pengapian dilakukan oleh komputer (electronic control unit) yang juga sebagai pengontrol sistem penginjeksian bahan bakar. Pengontrolan ini terutama pada sistem pemajuan / pemunduran saat pengapian (ignition timing) yang disesuaikan dengan kondisi kerja engine. Pada sistem pengapian yang dikontrol komputer, engine dilayani dengan sistem pengapian yang sangat mendekati karakteristik saat pengapian yang ideal. Komputer unit menentukan saat pengapian berdasarkan masukan-masukan dari sensor dan memori internalnya yang memiliki data saat pengapian yang optimal untuk setiap kondisi putaran engine. Setelah menentukan saat pengapian, komputer unit memberikan sinyal saat pengapian ke igniter. Bila sinyal tersebut dalam posisi OFF, igniter akan memutus aliran arus primer koil dengan cepat sehingga terjadi tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Sistem pengapian terkontrol komputer terbagi menjadi beberapa kategori dasar, yaitu : 1) sistem pengapian dengan distributor, 2) sistem pengapian tanpa distributor / distributorless ignition system (DLI), 3) sistem pengapian langsung / direct ignition system (DIS). Komponen utama sistem pengapian terkontrol komputer terdiri dari 1) sensor poros engkol (sinyal Ne), 2) sensor poros nok (sinyal G), 3) igniter, 4) koil, kabel-kabel, dan busi, 4) Komputer (ECM) dan input-inputnya. Diagram blok dari sistem pengapian terkontrol komputer / electronic spark advance (ESA) adalah sebagai berikut. Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
44
Gambar 4.1. Diagram blok sistem pengapian ESA Distributor pada gambar di atas diberi garis putus-putus berarti distributor pada sistem tersebut bisa tidak ada. Bila tidak terdapat distributor, maka sistem tersebut termasuk pada sistem pengapian DLI, sedangkan jika ada distributor maka sistem tersebut sistem pengapian ESA dengan menggunakan distributor.
Gambar 4.2. Penyederhanaan sistem pengapian ESA Sinyal IGT digunakan untuk mengatur aliran arus primer koil melalui ECM (electronic control module) atau ECU (electronik control unit). Sinyal IGT adalah suatu tegangan untuk meng-on dan off –kan transistor utama (power transistor) di dalam igniter. Bila sinyal IGT masuk ke ignitier, sinyal tersebut menyebabkan power transistor menjadi ON sehingga arus dari baterai mengalir ke kumparan
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
45
primer koil kemudian ke massa yang mengakibatnya timbul kemagnetan pada koil. Bila tegangan IGT menjadi 0V, transistor dalam igniter menjadi off sehingga arus primer terputus yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Akibatnya, pada kumparan sekunder timbul tegangan tinggi yang kemudian di salurkan ke busi. Sinyal IGF digunakan oleh ECM untuk untuk menentukan apakah sistem pengapian bekerja atau tidak. Berdasarkan sinyal IGF, ECM akan tetap memberikan arus ke pompa bahan bakar dan injektor.
Gambar 4.3. Bagian-bagian dalam igniter Igniter merupakan komponen sistem pengapian yang langsung menerima perintah dari komputer (ECM) melalui sinyal IGT untuk melakukan pengapian. Fungsi utama igniter adalah untuk memutus dan menghubungkan arus primer koil berdasarkan sinyal IGT, namun ada beberapa fungsi lainnya dari igniter, yaitu sebagai 1) unit pembangkit sinyal konfirmasi pengapian (IGF), 2) dwell angle control, yang berfungsi untuk mengontrol lamanya power transistor ON atau lamanya arus primer mengalir, 3) lock prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan transistor jika arus mengalir ke kumparan primer koil dalam waktu yang lama, 4) over voltage prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan transistor jika tegangan power supply terlalu tinggi, 5) current limiting control, rangkaian yang dapat menjamin arus primer yang konstan
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
46
setiap saat baik pada putaran rendah maupun tinggi sehingga tegangan sekunder selalu tinggi, 6) tachometer signal. Sinyal Ne dan sinya G merupakan sinyal putaran poros engkol poros nok. Meskipun ada perbedaan pada sistem pengapian, penggunaan sinyal Ne dan G konsisten atau sama. Sinyal Ne menunjukkan posisi poros engkol dan putaran engine. Sinyal G (juga disebut sinyal VVT) memberikan identifikasi posisi tiap silinder. Dengan membandingkan sinyal G dan sinyal Ne ECM mampu mengidentifikasi silinder yang sedang melakukan langkah kompresi. Hal ini diperlukan untuk menghitung sudut poros engkol (sudut saat pengapian), saat sistem pengapian bekerja. Pengaturan maju mundurnya saat pengapian dilakukan dengan mengatur sinyal IGT oleh ECU.
Gambar 4.4. Pemajuan sinyal IGT Sinyal IGT merupakan sinyal untuk mengaktifkan igniter sehingga koil dapat bekerja menghhasilkan tegangan tinggi. Oleh karena itu, memajukan atau memundurkan
saat
pengapian
dilakukan
dengan
mempercepat
atau
memperlambat sinyal IGT ke igniter. Dengan berubahnya saat pemberian sinyal IGT, maka tegangan tinggi koil untuk menghasilkan percikan api dari busi juga menjadi maju atau mundur. ECM menghitung dan menetapkan sinyal IGT berdasarkan mode dan kondisi kerja engine. Pemberian sinyal IGT didasarkan terutama pada sinyal sensor posisi poros engkol, sinyal sensor posisi poros nok, beban engine, temperatur, sensor knock, dll. Secara global kontrol saat pengapian terbagi menjadi dua, yaitu 1) kontrol pengapian saat engine di start, dan 2) kontrol pengapian setelah start.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
47
Kontrol pengapian saat start adalah saat pengapian yang diset pada waktu yang tetap tanpa memperhatikan kondisi kerja engine dan disebut initial timing angle (5 – 100 sebelum TMA). Kontrol saat pengapian setelah start di dalamnnya meliputi 1) kontrol pengapian saat engine di start, 2) sudut pengajuan pengapian dasar (basic ignition advence angle), dan 3) kontrol pemajuan pengapian korektif (didasarkan pada warm up correction, over temperature correction, stable idling corection, EGR correction, AFR feedback correction, knocking correction, torque control correction, other correctionn, maximum and minimum advance angle control) 2. Elelectronic Spark Adavance (ESA) dengan Distributor Sistem pengapian ini masih menggunakan distributor untuk membagikan tegangan tinggi dari koil ke tiap busi sesuai dengan urutan penyalaannya (FO = firing order). Distributor memberikan masukan kepada ECM melalui sinyal Ne dan G. berdasarkan masukan itu, ECM mengolahnya dan memberikan input kepada igniter untuk melakukan pengapian. Pengaturan pembagian tegangan tinggi sepenuhnya dilakukan oleh distributor, pengaturan saat pengapian dilakukan oleh ECM dengan mengatur sinyal IGT yang masuk ke igniter.
Gambar 4.5. Sistem pengapian ESA dengan distributor
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
48
3. Pengapian Tanpa Distributor / Distributorless Ignition System (DLI) Sistem pengapian ini adalah system pengapian ESA yang sudah tidak menggunakan distributor. Dengan menghilangkan distributor, akan meningkatkan reliabilitas system pengapian dengan mengurangi sejuml untukah komponen mekanik. Keuntungan lainnyaadalah 1) lebih banyak waktu untuk koil dalam menghasilkan medan magnet yang cukup untuk menghasilkan bunga api untuk membakar campuran udara bahan bakar di dalam silinder sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya missfiringi, 2) koil pengapian dapat ditempatkan pada atau
dekat
dengan
busi
sehingga
mengurangi
interferensi
listrik
dan
meningkatkan reliabilitasnya, 3) saat pengapian dapat dikontrol dengan range yang lebih lebar karena tidak ada lagi rotor pada distributor yang dapat menyebabkan salah pengapian ke silinder yang lain.
Gambar 4.6. Skema sistem pengapian DLI untuk 4 silinder Berdasarkan skema di atas, ECM memberikan sinyal IGT ke power transistor yang ada pada igniter dan tiap transistor akan memutus dan mengalirkan arus primer koil untuk menghasilkan percikan api pada busi. Pada sistem ini satu koil melayani dua busi yang akan menyala secara bersamaan. Percikan api busi yang bersamaan ini terjadi pada dua silinder pada proses yang berbeda, satu busi memercik pada saat akhir langkah kompresi, dan busi pasangannya memercik pada saat langkah buang. Pemberian sinyal IGT seperti Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
49
sudah dijelaskan sebelumnya, tentu saja berdasarkan masukan dari sensorsensor.
Gambar 4.7. Skema sistem pengapian DLI untuk 6 silinder Gambar di atas adalah sistem pengapian DLI model indutive storage. Pada model pengapian CDI (gambar di bawah), DC to DC converter tetap berdiri sendiri sebagai penghasil tegangan tinggi untuk mengisi kapasitor. Kapasitor terletak setelah DC to DC converter dan terhubung langsung dengan salah satu ujung kumparan primer koil. Thyristor terpasang pada ujung lain kumparan primer koil. Kaki G dari thyristor terhubung dengan salah satu output microprocessor. Pulsa untuk mengaktifkan thyristor diperoleh dari crankshaft angle sensor yang kemudian dikuatkan dan diolah di dalam microprocessor untuk selanjutkan sinyal tersebut keluar melalui R1 atau R’1 untuk mengaktifkan thyristor.
Gambar 4.8. Sistem pengapian CDI yang dikontrol komputer Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
50
Gambar di atas merupakan rangkaian sistem pengapian CDI yang saat pengapiannya (ignition timing) dikendalikan oleh microprocessor berdasarkan sensor-sensor operasi engine. Sistem di atas termasuk dalam tipe pengapian distributorless ignition system (DLI) dengan satu koil untuk melayani dua busi. Pemberian sinyal melalui R1 atau R’1 untuk mengaktifkan thyristor diatur oleh microprocessor berdasarkan sensor posisi poros engkol sehingga saat penyalaan akan selalu tepat sesuai dengan kondisi operasi engine. 4.
Sistem Pengapian Langsung / Direct Ignition System (DIS) Sistem pengapian langsung (DIS) memiliki koil yang terpasang langsung
pada busi. Sistem pengapian DIS dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu 1) independent ignition, satu koil tiap silinder, dan 2) simultaneous ignition, satu koil untuk dua silinder. Pada model yang kedua, sebuah koil dipasangkan pada satu busi dan sebuah kabel tegangan tinggi dipasangkan pada busi lainnya. Loncatan bunga api terjadi pada kedua silinder secara bersamaan.
Gambar 4.9. Koil yang terpasang pada busi Gambar di bawah ini memperlihatkan skema sistem pengapian DIS model independen. ECM memberikan sinyal IGT sejumlah silinder dan masing-masing sinyal IGT digunakan untuk mengaktifkan tiap transistor yang ada pada igniter sesuai dengan FO-nya.Transistor ini berfungsi untuk memutus dan mengalirkan
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
51
arus primer masing-masing koil. Pengaturan sinyal IGT pada sistem pengapian ini juga tetap berdasarkan masukan sensor-sensor ke ECM.
Gambar 4.10. Skema DIS model independen 5.
i-DSI (Intelegent Double Sequential Ignition) Sistem pengapian iDSI menggunakan dua busi untuk tiap silinder. Kedua
busi itu manyala secara berurutan atau bersamaan tergantung dari kondisi kerja engine. Sistem dapat mengoptimalkan saat pengapian tiap busi berdasarkan pada putaran dan beban engine. Pembakaran yang intensif pada semua putaran engine tidak hanya mengotrol knocking tetapi memungkinkan juga penggunaan rasio kompresi yang lebih tinggi untuk mencapai output yang lebih tinggi dengann konsumsi
bahan
bakar
yang
lebih
ini
adalah
kecil
dibandingkan
dengan
engine
lebih
intensif,
konvensional. Keuntungan
sistem
pembakaran
yang
menggunakan dua busi yang dipasang secara diagonal berlawanan satu sama lain, sangat
kompak,
ruang
bakar
yang
high-swirl.
Setiap
pasang
busi
memercikan api secara sekuensial dengan interval antara keduannya tergantung pada putaran dan beban engine. Busi yang terletak dekat saluran masuk menyala lebih dulu kemudian saat api merambat / propagasi, busi yang dekat pipa buang Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
52
(exhaust) menyala (sebelum TMA). Api berekspasi dengan cepat ke seluruh bagian untuk menghasilkan pembakaran yang komplit. Hal ini menghasilkan pembakaran yang lebih cepat dan tekanan silinder yang lebih tinggi yang memberikan output engine yang tinggi.
Gambar 4.11. Letak busi sistem pengapian iDSI Pemrograman peta saat pengapian menghasilkan keseimbangan antara keekonomisan dengan power output. Pada pembukaan throttle yang besar (putaran sekitar 2600 rpm) pengapian di sisi saluran masuk (intake) dimajukan dan di sisi exhaust sedikit dimundurkan. Pada kecepatan tinggi pengapian hamper bersamaan untuk mencapai output yang optimum. Di bawah ini adalah perubahan saat pengapian dan penyalaan tiap busi pada beberapa tingkat putaran engine.
1000 rpm
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
2000 rpm
53
3000 rpm
5000 rpm
4000 rpm
6000 rpm
Gambar 4.12. Perubahan saat penyalaan busi pada beberapa putaran engine
C. Latihan 1. Gambar dan diskusikan bersama teman diagram blok prinsip kerja sistem pengapian ESA 2. Analisalah kaitan antara sensor-sensor yang ada pada engine dengan sistem pengapian 3. Buat analisis jika sinyal IGF tidak keluar dari sistem pengapian. 4. Jelaskan proses penyalaan busi pada sistem pengapian i-DSI.
D. Lembar Kegiatan Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
54
E. Rangkuman Sistem pengapian terkontrol komputer (ESA) merupakan sistem pengapian yang proses pemajuan dan pemunduran saat pengapian dikontrol oleh komputer. Sistem pengapian model ini terdiri dari beberapa model, yaitu sistem pengapian ESA dengan distributor, sistem pengapian ESA tanpa distributor (DLI), sistem pengapian langsung (DIS), dan sistem pengapian i-DSI.
F. Tes Formatif 1. Output ECM yang diperlukan sebagai sinyal untuk system pengapian ESA adalah A. sinyal IGF
B. sinyal GT
C. pulsa tegangan
D. sinyal Ne
2. Jika ECM menerima sinyal Ne dengan frekuensi yang makin tinggi, maka A. saat pengapian dimundurkan
B. saat pengapian dimajukan
C. sinyal IGF terlambat
D. sinyal IGF dipercepat
3. Fungsi igniter adalah………..., kecuali A. pengontrol sudut dwell
B. memutus/menghubungkan arus primer koil
C. lock prevention circuit
D. memajukan/memundurkan saat pengapian
4. Jika sinyal IGF tidak muncul, maka A. sinyal IGT diperkuat
B. sinyal IGT dipercepat
C. pompa bensin berhenti
D. injector menyemprot lebih lama
5. Berikut adalah peryataan yang benar tentang system pengapian DLI, kecuali A. FO diatur oleh ECM
B. satu koil melayani dua busi
C. distributor menghasilkan sinyal Ne dan G
D. busi 1 berpasangan
dengan busi 4 6. Pada pengapian ESA, posisi langkah tiap silinder ditentukan berdasarkan A. sinyal Ne dan G
B. saat penyemprotan injektor
C. sinyal prosisi throttle
D. sinyal knocking
7. Prinsip pemajuan saat pengapian pada system ESA dengan distributor, DLI, dan DIS …..
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
55
A. sama
B. berbeda
C. DIS lebih efisien
D. menggunakan vakum dan sentrifugal advancer
8. Jika ECM menerima sinyal dari sensor knocking, maka A. saat pengapian dimundurkan
B. saat pengapian dimajukan
C. sinyal IGF terlambat
D. sinyal IGF dipercepat
9. Pada pengapian i-DSI ……….. A. kedua busi menyala bersama putaran tinggi
B. kedua busi menyala bersama pada
C. pada putaran rendah hanya satu busi menyala
D. pada putaran lambat pengapian lebih optimum 10. ECM kependekan dari A. engine control module
B. electronic control module
C. electronic control unit
D. tidak ada yang benar
Soal essay : 1. Jelaskan hubungan kerja antara sensor-sensor, ECM, dan system pengapian. 2. Mengapa sinyal IGF dari system pengapian sangat diperlukan oleh ECM? 3. Jelaskan fungsi distributor dalam system pengapian ESA model distributor. 4. Jika system pengapian ESA tidak menggunakan distributor, bagaimana pengaturan penyalaan atau FO engine tersebut? 5. Jika koil terpasang pada busi seperti pada system pengapian DIS, bagaimana proses pemutusan dan pengaliran arus primer koilnya?
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
56
BAB V SISTEM PENGISIAN BATERAI (CHARGING SYSTEM) A. Kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator keberhasilan dalam mempelajari bagian ini adalah sebagai berikut. Tabel Kompetensi dan Indikator Kompetensi Menguasai system pengisian konvensional dan IC
Elemen Kompetensi Menjelaskan nama dan fungsi komponen sistem pengisian model konvensional dan elektronik
• • • •
Menggambar rangkaian menjelaskan kerja pengisian konvensional elektronik
• dan cara sistem model dan
• • • •
Menganalisa • pengaruh kerusakan komponen sistem pengisian model • konvensional dan elektronik • • • Menentukan penyebab gangguan dari gejala yang terjadi sistem pengisian model konvensional dan elektronik (IC)
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
• • • •
Indikator Dapat menjelaskan nama dan fungsi komponen alternator konvensional. Dapat menjelaskan nama dan fungsi komponen serta terminal-terminal regulator konvensional. Dapat menjelaskan nama dan fungsi komponen alternator IC. Dapat menjelaskan nama dan fungsi terminal regulator IC. Dapat menggambar rangkaian pengisian model konvensional. Dapat menjelaskan cara kerja sistem pengisian model konvensional Dapat menggambar rangkaian dasar IC regulator. Dapat menjelaskan cara kerja rangkaian dasar IC regulator. Dapat menjelaskan cara kerja rangkaian sistem pengisian dengan IC regulator. Dapat menganalisa pengaruh kerusakan komponen alternator konvensional terhadap output sistem pengisian Dapat menganalisa pengaruh kerusakan komponen regulator konvensional terhadap output sistem pengisian Dapat menganalisa pengaruh kerusakan komponen alternator IC terhadap output sistem pengisian Dapat menganalisa pengaruh kerusakan regulator IC terhadap output sistem pengisian Dapat menjelaskan cara menguji regulator IC pada alternator Dapat menentukan penyebab gangguan tidak ada pengisian pada sistem pengisian konvensional Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian berlebihan pada sistem pengisian konvensional Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian terlau rendah pada sistem pengisian konvensional Dapat menentukan penyebab gangguan tidak ada pengisian pada sistem pengisian IC
57
• • Mengatasi masalah sistem pengisian model konvensional dan elektronik
• • • • • •
Membedakan beberapa macam sistem pengisian model konvensional dan elektronik Menjelaskan sistem pengisian dengan alternator tipe tanpa sikat (brushless alternator)
• •
• • •
Menentukan besarnya alternator yang harus dipasang pada kendaraan
• • •
Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian berlebihan pada sistem pengisian IC Dapat menentukan penyebab gangguan pengisian terlau rendah pada sistem pengisian IC Dapat mengatasi masalah tidak ada pengisian pada sistem pengisian konvensional Dapat mengatasi masalah pengisian berlebihan pada sistem pengisian konvensional Dapat mengatasi masalah pengisian terlau rendah pada sistem pengisian konvensional Dapat mengatasi masalah tidak ada pengisian pada sistem pengisian IC Dapat mengatasi masalah pengisian berlebihan pada sistem pengisian IC Dapat mengatasi masalah pengisian terlau rendah pada sistem pengisian IC Dapat membedakan kerja sistem pengisian model konvensional dan elektronik Dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian sistem pengisian model konvensional dan elektronik Dapat menjelaskan komponen alternator tipe tanpa sikat (brushless alternator) Dapat menggambar dan menjelaskan rangkaian sistem sistem pengisian dengan alternator tipe tanpa sikat (brushless alternator) Membedakan konstruksi alternator tipe tanpa sikat dengan alternator konvensional Dapat menentukan power input untuk semua beban listrik tetap dan tidak tetap Dapat menentukan arus minimum yang diperlukan untuk semua beban listrik Dapat menentukan aman tidaknya alternator yang harus dipasang pada suatu kendaraan berdasarkan perhitungan dan pengujian lapangan
B. Sistem Pengisian (Charging System) 1. Pendahuluan Sistem pengisian berfungsi untuk 1) mengisi arus listrik ke battery, dan 2) Mensuplai arus listrik ke seluruh sistem kelistrikan setelah mesin hidup. Komponenkomponen pada system pengisian adalah seperti ditunjukkan pada gambar 1 terdiri dari baterai, kunci kontak, alternator, dan regulator. Alternator berfungsi untuk mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Tegangan yang dihasilkan oleh alternator bervariasi tergantung dari kecepatan putaran dan besarnya beban. Terminal-terminal yang ada pada alternator adalah terminal E, Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
58
F, N (atau ada juga yang menggunakan P), dan B, dan ada juga alternator dengan terminal E, F, N, A, dan B. Karena tegangan alternator bervariasi akibat putaran, maka digunakan regulator yang berfungsi untuk menjaga tegangan output alternator tetap konstan dengan mengatur besar kecilnya arus listrik atau kuat lemahnya medan magnet pada kumparan rotor (rotor coil). Regulator ada dua macam, pertama tipe konvensional atau tipe kontak point, kedua tipe regulator IC.
Gambar 5.1. Komponen sistem pengisian 2. Regulator Tipe Konvensional Regulator tipe kontak point terdiri dari : 1) kumparan voltage regulator yang berfungsi
untuk
mengatur
arus
yang masuk
ke
rotor coil
agar agar
kemagnetannya bisa diatur sehingga tegangan output alternator tetap konstan, dan 2) kumparan voltage relay yang berfungsi untuk mematikan lampu CHG dan menghubungkan arus dari terminal B ke voltage regulator. Terminal yang terdapat pada regulator ini adalah terminal IG, N, F, E, L, dan B.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
59
Gambar 5.2. Regulator tipe konvensional Rangkaian sistem pengisian konvensional digambarkan pada skema di bawah ini. Secara singkat cara kerja dari sistem pengisian konvensional ini dijelaskan sebagai berikut (aliran arus ke tiap komponen tidak dijelaskan secara rinci di sini).
Gambar 5.3. Rangkaian sistem pengisian konvensional a. Pada saat kunci kontak on, mesin mati. Fenomena yang terjadi pada kondisi ini adalah lampu pengisian menyala dan terjadi medan magnet pada rotor coil. b. Mesin berputar lambat. N mengalirkan arus, lampu indikator pengisian mati. Kontak Pl0 menempel pada Pl1 karena medan magnet pada kumparan voltage regulator lemah, arus besar mengalir ke rotor coil,
medan magnet kuat.
Output alternator cukup untuk mengisi baterai.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
60
c. Pada putaran sedang, Pl0 lepas dari Pl1 (mengambang) karena medan magnet pada kumparan voltage regulator (VR) menguat. Arus ke rotor coil (RC) melewati resistor R sehingga kemagnetan pada RC melemah. Karena putaran naik, meskipun medan magnet melemah output alternator tetap cukup untuk mengisi baterai. d. Kecepatan tinggi. Pl0 menempel dengan Pl2 karena medan magnet pada kumparan VR makin kuat. Arus dari R langsung ke massa, kemagnetan pada RC drop. Akibatnya tegangan output pada B alternator turun sehingga medan magent pada VR juga melemah, Plo lepas lagi dari Pl2. Arus mengalir lagi ke RC melalui R sehingga kemagnetan pada RC menguat lagi. Pl0 lepas dan terhubung dengan Pl2 secara periodik tergantung tegangan yang masuk ke VR sehingga output alternator tetap stabil. 3. Regulator Tipe IC Dibandingkan dengan alternator yang memakai regulator tipe kontak point, alternator dengan IC regulator mempunyai keuntungan: tahan terhadap getaran dan tahan lama, tegangan output lebih stabil, tahanan kumparan rotor lebih kecil sehingga arus dapat diperbesar. Komponen aktif dalam regulator IC adalah transistor dan dioda zener. Secara sederhana sistem pengisian non konvensional dapat digambarkan dengan skema berikut.
Gambar 5.4. Skema dasar regulator IC
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
61
Transistor bekerja untuk memutus atau menghubungan arus yang menuju ke rotor coil sesuai dengan kondisi output alternator sehingga pengaturan medan magnet pada rotor coil dapat terjadi. Dioda zener bekerja sebagai pendeteksi tegangan yang dihasilkan oleh alternator. Dioda zener akan mengalirkan arus pada saat ada tegangan yang bekerja padanya melebihi tegangan kerja dari dioda zener tersebut. Pada dasarnya, kerja regulator IC sama dengan kerja regulator tipe konvensional, yaitu mengatur arus yang masuk ke rotor coil sehingga medan magnet pada rotor coil juga dapat diatur sesuai dengan kondisi kerjanya. Prinsip kerja dari sistem pengisian IC di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Kunci Kontak on, mesin belum hidup Arus mengalir dari baterai ke FL → Kunci Kontak (KK) → R1 → BTr1 → ETr1 → massa. Akibatnya Tr1 on. Hal ini menyebabkan arus dari baterai juga mengalir ke slip ring positif → rotor coil → slip ring negatif → CTr1 → ETr1 → massa. Akibatnya pada rotor coil timbul medan magnet. b. Mesin hidup, output alternator kurang dari 14 V Setelah mesin hidup, stator coil menghasilkan arus listrik. Tegangan dari stator coil disearahkan oleh dioda → terminal B → baterai → terjadi pengisian. Selain ke baterai, arus juga mengalir ke KK→ R1 → BTr1 → ETr1 → massa. Akibatnya Tr1 tetap on, sehingga arus dari terminal B alternator juga mengalir ke slip ring positif → rotor coil → slip ring negatif → CTr1 → ETr1 → massa. Akibatnya pada rotor coil tetap timbul medan magnet. c. Mesin hidup, output alternator lebih dari 14 V Apabila putaran mesin makin tinggi, maka tegangan output alternator akan naik juga. (1)* Bila output alternator lebih dari 14 V, maka dioda zener ZD akan tembus atau dapat mengalirkan arus karena tegangan yang ada pada ZD tersebut melebihi tegangan kerjanya. Akibatnya, arus dari R2 dapat mengalir ke ZD → BTr2 → ETr2 → massa. Hal menyebabkan ini Tr2 menjadi on. Arus yang semula dari R1 mengalir ke BTr1 akan pindah dan mengalir ke massa melalui CTr2 → ETr2 → massa. Akibatnya BTr1 tidak mendapatkan
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
62
arus picu sehingga Tr1 menjadi off. Dengan demikian arus dari terminal B alternator tidak dapat mengalir ke rotor coil karena Tr1 off. Akibatnya adalah medan magnet pada rotor coil drop. Efek dropnya medan magnet ini menyebabkan output dari stator coil menjadi drop juga. Apabila tegangan pada terminal B alternator drop dan harganya kurang dari 14 V, maka ZD menjadi posisi blocking karena tegangan yang ada kurang dari tegangan kerjanya. Hal ini menyebabkan Tr1 menjadi off, dan arus dari R1 kembali mengalir ke Tr1 sehingga Tr1 on lagi. Tr1 on mengakibatkan arus mengalir lagi ke rotor coil dan medan magnet pada rotor coil akan menguat lagi, sehingga tegangan output alternator akan naik lagi. Bila tegangan tersebut melebihi 14 V maka proses akan kembali ke (1)*. Proses (1)* dan (2)* akan terjadi secara terus menerus sehingga tegangan output alternator akan stabil sekitar 14 V.
(b)
(a) Gambar 5.5. Alternator kompak dan regulator IC Konstruksi alternator dengan regulator IC terpasang di dalamnya dan regulator ICnya dapat dilihat pada gambar 5. Fungsi tiap komponen alternator kompak ini sama dengan fungsi komponen alternator konvensional. Skema sistem pengisian dengan regulator IC dapat dilihat pada gambar berikut.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
63
.
Gambar 5.6. Skema sistem pengisian dengan regulator IC Regulator IC pada alternator kompak berfungsi untuk mengatur arus listrik yang mengalir ke rotor coil melalui transistor berdasarkan output alternator dari terminal B yang terdeteksi melalui terminal S. Terminal-terminal yang terdapat pada regulator IC (tipe M) adalah terminal E, P, F, S, L, IG, dan B (gambar 5.5.b). Terminal E terpasang pada ground, terminal P terpasang pada salah satu ujung kumparan stator sebagai input untuk IC bahwa alternator sudah menghasilkan tegangan, terminal F tidak terhubung (menggantung) yang difungsikan untuk pengujian IC, terminal S (yang di dalam IC terhubung dengan dioda zener) terpasang pada terminal positif baterai berfungsi untuk mendeteksi besarnya tegangan yang masuk ke baterai, terminal L dihubungkan dengan lampu pengisian, terminal IG terpasang pada kunci kontak untuk memberi power pada IC, dan terminal B terpasang pada terminal B alternator. Secara singkat cara kerja rangkaian pada gambar 5.6 adalah sebagai berikut.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
64
a. Kunci Kontak on, mesin belum hidup Arus dari terminal positif baterai mengalir ke kunci kontak ÎIG Îmemberi power ke IC dan mengaktifkan Tr1 dan Tr3 sehingga terjadi medan magnet pada rotor coil dan lampu pengisian menyala. b. Mesin hidup Rotor coil berputar, stator coil menghasilkan tegangan. Salah satu ujung stator coil memberikan arus ke terminal P dan dan arus ini sebagai masukan untuk IC. Berdasarkan input ini IC meng-off-kan Tr3 dan mengaktifkan Tr2 sehingga lampu pengisian padam. c. Output alternator kurang dari 14 V Jika output alternator yang terdeteksi pada terminal positif baterai kurang dari 14V, maka dioda zener yang terdapat di dalam MIC tidak dapat tembus karena tegangan yang ada di bawah tegangan kerja dioda zener sehingga IC mempertahankan Tr1 tetap bekerja sehingga arus mengalir ke rotor coil dan medan magnet pada rotor coil kuat sehingga tegangan output alternator cenderung naik. d. Output alternator lebih dari 14 V Jika output alternator yang terdeteksi pada terminal positif baterai lebih dari 14V, maka dioda zener akan tembus (dapat mengalirkan arus) karena tegangan yang ada di atas tegangan kerja dioda zener sehingga IC menonaktif-kan Tr1 sehingga arus mengalir ke rotor coil terhenti dan medan magnet pada rotor coil hilang. Hal ini menyebabkan tegangan output alternator turun atau drop. Bila tegangan output turun, proses kembali ke bagian (c). Proses (c) dan (d) terjadi secara berulang-ulang sehingga output alternator akan berada pada besaran yang stabil (±14 V). Model lain rangkaian sistem pengisian IC digambarkan pada gambar 5.7 dan 5.8.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
65
Gambar 5.7. Rangkaian regulator IC
Gambar 5.8. Rangkaian regulator IC 4. Brushless Alternator Kelemahan alternator tipe konvensional maupun alternator dengan regulator IC salah satunya adalah brush atau sikat cepat aus karena selalu bergesekan dengan slip ring saat alternator bekerja. Untuk itu, maka alternator tipe tanpa sikat (brushless alternator) dibuat. Pada alternator tipe ini tidak
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
66
terdapat rotor coil. Fungsi untuk menghasilkan medan magnet dipenuhi oleh kumparan medan (stationary field coiI) yang terpasang di dalam alternator tetapi tidak bisa berputar. Untuk memenuhi syarat adanya pemotongan medan magnet saat poros alternator berputar, dipasang rotor pada posos alternator yang dapat berputar diantara kumparan medan dan stator coil. Akibat putaran rotor di dekat medann magnet, maka garis-garis gaya magnet dapat berubah-ubah sehingga pada stator coil terjadi tegangan induksi (AC) yang kemudian disearahkan oleh dioda seperti pada alternator tipe konvensional.
Gambar 5.9. Konstruksi dan penampang alternator tanpa sikat
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
67
Berikut adalah komponen-komponen yang terdapat pada brushless alternator. Secar umum konstruksi atau komponen-komponen alternator ini sama dengan alternator lainnya.
Gambar 5.10. Konstruksi dan komponen alternator tanpa sikat Rangkaian sistem pengisian dengan alternator tanpa sikat secara sederhana diggambarkan dengan rangkaian pada gambar 5.11. Kerja dari sistem pengisian ini secara umum sama dengan sistem pengisian dengan alternator lainnya. Regulator yang digunakan adalah regulator IC yang juga berfungsi untuk mengatur arus ke rotor coil melalui transistor yang terdapat di dalam regulator IC. Pada rangkaian ini, pendeteksian tegangan output alternator melalui terminal B regulator (di dalam regulator ini juga terdapat dioda zener). Proses pengaturan output alternator dilakukan dengan cara mengaktifkan dan me-nonaktif-kan transistor di dalam regulator berdasarkan tegangan yang masuk ke dioda zener.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
68
Gambar 5.11. Skema sistem pengisian dengan alternator tanpa sikat. 5. Permasalahan pada Sistem Pengisian Permasalahan umum yang timbul pada sistem pengisian, terbagi menjadi tiga macam, yaitu pengisian tidak ada, pengisian terlalu rendah, dan pengisian terlalu tinggi. a. Pengisian tidak ada. Dalam hal ini pada saat engine sudah hidup alternator tidak menghasilkan output untuk mengisi baterai. Komponen apa sajakah pada regulator di gambar 5.3 dan 5.6
yang dapat menyebabkan tidak ada
pengisian? b. Pengisian terlalu rendah (undercharge). Dalam hal ini output alternador kurang dari standar yang ditetapkan (13,8 s/d 14,8 V) sehingga menyebabkan baterai tekor. Komponen apa sajakah pada regulator di gambar 5.3 dan 5.6 yang dapat menyebabkan pengisian rendah? c. Pengisian terlalu tinggi (overcharge). Dalam hal ini output alternador lebih dari standar yang ditetapkan sehingga menyebabkan baterai panas dan airnya cepat habis. Komponen apa sajakah pada regulator di gambar 5.3 dan 5.6 yang dapat menyebabkan pengisian terlalu tinggi?
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
69
6. Menentukan Alternator untuk Dipasang pada Kendaraan Beberapa hal perlu diperhatikan untuk memasang alternator pada suatu kendaraan berdasarkan kebutuhan energi listrik yang diperlukan pada kendaraan tersebut. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menentukan kapasitas alternator yang harus dipakai. a. Menentukan power input untuk semua beban yang secara tetap bekerja pada tegangan 14V. Misal, daya yang dibutuhkan sistem pengapian 20W, pompa bensin listrik 70W, injeksi bb 100W, radio 12W, lampu besar 110W, dll sehingga total Pw1 = 350W. b. Menentukan power input untuk semua beban yang tidak tetap pada 14V. Misal untuk wiper, lampu belok, lampu kabut, dll sehingga totalnya menjadi Pw1 = 134 W (pembulatan). Total power input = Pw1 + Pw2 = 484W. c. Dengan Pw = 484 dan menggunakan tabel berikut (Bosch, alternator system): Pw
300 ...
450 ...<
550... <
675... <
(14V)
<450
550
675
800
45
55
65
75
IN
(A)
800...<850
80
Maka arus minimum yang diperlukan adalah IN = 55A. Jadi alternator yang digunakan adalah alternator dengan kemampuan mengeluarkan arus 55 A atau di atasnya. d. Pengecekan selanjutnya dapat dilakukan menggunakan arus alternator IL pada saat idle. IL dapat ditentukan dari kurva karakteristik alternator pada putaran nL pada putaran engine idle, dalam hal ini contoh kecepatan alternator adalah 2000 rpm. Berdasarkan pengalaman praktis, untuk kendaraan penumpang pada kecepatan engine idle IL harus melebihi arus Iw1 dengan faktor keamanan 1,3. Iw1 diperoleh dari daya input Pw1 untuk semua beban tetap . Hal ini untuk menjamin pengisian baterai yang efisien meskipun engine pada kondisi idle dan dalam
menempuh
perjalanan
pendek.
Misalnya,
saat
idle
alternator
menghasilkan arus IL = 36A. Arus Iw1 dihitung dari Pw1 Î Iw1 =
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
70
Pw1/14V = 25 A dikalikan faktor 1,3 didapat 33A (pembulatan). Karena harga IL melebihi 33A, maka kebutuhan daya tercukupi dan aman.
C. Latihan Kerjakanlah soal-soal berikut secara madiri sampai tuntas, kemudian diskusikan hasilnya dengan teman lainnya agar jawaban bisa lebih sempurna. 1. Bandingkanlah nama dan fungsi komponen sistem pengisian konvensional dan IC. Berikan komentar anda. 2. Jelaskan perbedaan atau persamaan rangkaian dan cara kerja rangkaian sistem pengisian konvensional dan IC. Apa yang bisa anda simpulkan? 3. Analisalah apa yang terjadi apabila kumparan voltage relay putus? Bagaimana pula jika dioda zener pada regulator IC putus? Apa pendapat anda? 4. Jika output sistem pengisian berlebihan (overcharge), bagaian mana yang rusak pada regulator konvensional? Bagian mana juga yang rusak pada regulator IC jika kasusnya sama? Jelaskan alasan anda. 5. Apa yang dilakukan jika terjadi pengisian rendah pada regulator konvensional dan IC? 6. Berdasarkan konstruksi dan cara kerjanya, jelaskan keuntungan dan kerugian penggunaan sistem pengisian konvensional dan IC. 7. Jelaskan bagaimana alternator tanpa sikat dapat bekerja, padahal pada tipe konvensional fungsi sikat sangat diperlukan untuk mengalirkan arus ke rotor koil untuk menghasilkan medan magnet. Apakah pada alternator tanpa sikat tidak memerlukan medan magnet? 8. Jika total power input pada sistem kelistrikan sebesar 500 watt, berapa amper alternator yang harus dipakai? Apakah aman hasil perhitungan anda itu?
D. Lembar Kegiatan Kegiatan pembelajaran ini adalah kegiatan yang utamanya untuk meningkatkan kemampuan akademik (tidak kemampuan praktik) peserta
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
71
sehingga kegiatan yang yang harus dilakukan sesuai dengan yang tertuang dalam petunjuk belajar di BAB I bagian C.
E. Rangkuman Sistem pengisian konvensional menggunakan regulator yang bekerja secara elektromagnetik untuk mengatur
arus yang masuk ke rotor coil untuk
menstabilkan output alternator, sedangkan regulator IC bekerja secara elektronik untuk mengatur arus yang masuk ke rotor koil. Kerusakan komponen sistem pengisian dapat menyebabkan gangguan berupa tidak ada pengisian, pengisian rendah, dan pengisian terlalu tinggi. Menentukan bagian mana yang rusak pada sistem pengisian jika terjadi masalah, harus didasarkan pada bagaimana kerja dan fungsi tiap komponen sistem pengisian. Salah satu masalah yang sering terjadi pada sistem pengisian konvensional adalah sikat (brush) yang cepat habis, sehingga sekarang muncul alternator yang tidak menggunakan sikat sehingga kerja dari alternator bisa lebih baik karena arus untuk menghasilkan medan magnet tidak melalui sikat.
F. Tes Formatif Soal pilihan ganda : 1. Alternator berfungsi untuk ........ A. menghasilkan arus listrik
B. mengubah energi mekanik menjadi listrik
C. menghasilkan arus yang stabil
D. menghasilkan tegangan yg stabil
2. Regulator IC berfungsi untuk ........ A. mendeteksi tegangan ke baterai
B. mematikan lampu CHG
C. mengatur arus ke rotor coil
D. Semua betul
3. Jika kumparan voltage regulator putus yang terjadi adalah ........ A. tidak ada pengisian
B. pengisian berlebihan
C. pengisian rendah
D. pengisian normal
4. Overcharge pada pengisian konvensional dapat disebabkan oleh, kecuali A. resistor putus
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
B. voltage relay putus
72
C. voltage regulator putus
D. tidak ada arus pada terminal N
5. Overcharge pada pengisian model IC dapat disebabkan oleh........ A. terminal S kendor/lepas
B. terminal IG kendor/lepas
C. terminal L kendor/lepas
D. terminal B kendor/lepas
6. Tidak ada pengisian pada regulator IC disebabkan oleh A. Dioda zener putus
B. Dioda zener bocor
C. Sikat sudah pendek
D. Dioda pada stator coil ada yang rusak
7. Terjadinya pengisian terlalu rendah pada sistem pengisian brushless alternator dapat disebabkan oleh, kecuali : A. Sebagian dioda stator coil putus C. Sikat sudah terlalu pendek
B. Kumparan medan hubung singkat D. Salah satu kumparan stator coil putus
8. Medan magnet pada alternator tanpa sikat dihasilkan oleh ....... A. arus listrik dari baterai
B. kumparan medan
C. rotor coil
D. tidak diperlukan medan magnet
9. Jika soket terminal N alternator lepas, maka yang akan terjadi adalah, kecuali A. lampu CHG menyala
B. tidak ada pengisian
C. pada putaran tinggi overcharge
D. putaran rendah pengisian normal
10.Jika dalam perjalanan pengisian yang tadinya normal, tiba-tiba lampu pengisian menyala merah, apa yang harus dilakukan? A. membawa ke bengkel
B. memeriksa medan magnet rotor
C. mencopot baterai untuk dicharge D. memeriksa kabel IG Soal essay : 1. Jika dalam perjalanan pengisian yang tadinya normal, tiba-tiba lampu pengisian menyala merah, jelaskan apa yang harus dilakukan 2. Jika kasus pada soal no 1 juga terjadi pada alternator model IC, jelaskan apa yang harus dilakukan. 3. Jelaskan cara mengatasi masalah jika terjadi undercharge
pada sistem
pengisian konvensional.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
73
4. Jika pada regulator IC terminal P tidak mendapatkan arus atau putus dari salah satu ujung kumparan stator, jelaskan efeknya 5. Jelaskan terminal-terminal yang ada pada alternator konvensional dan alternator IC.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
74
DAFTAR PUSTAKA Bosch, alternator and Starting System Delco Remi, Brushless Alternator, Delco Remi International, Inc. Denso, Electrical Equipment brushless alternator service manual Derato, F.C., 1982, Automotive Ignition System, McGraw-Hill Book Company, New York. Heisler, 1995, Advance Engine Technology, Edward Arnold, London Heywood, J.B., 1989, Internal Combustion Engine Fundamentals, McGraw-Hill Book Company, New York. Honda New Zealand Technology Performance iDSI.htm Hyundai, Engine Electrical, Hyundai Motor Company. ITC, Sistem Pengisian, Isuzu Training Center, Jakarta. Sharma, R.P. dan Mathur, M.L., 1980, A Course in Internal Combustion Engine, Hanpat Rai & Sons, Delhi. Sullivan, K.R., Automotive Electrical System, Toyota Technical Training, USA. Step2. Electrical System. Toyota Astra Motor. Jakarta.
Dwi Widjanarko dan Abdurrahman
75