KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, dengan judul FISIKA MODERN Kami menyadari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami membuka diri bila ada koreksi-koreksi dan kritikankritikan konstruktif dari pembaca makalah ini. Terakhir kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Mudah-mudahan Allah SWT, selalu menjaga dan membimbing dalam setiap langkah kita, sehingga dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari Rahmat dan Hidayah Allah SWT. Akhirnya, semoga makalah ini bisa turut andil dalam mencerdaskan generasi muda bangsa. Amin.
Gorontalo,
Desember 2018
Penyusun
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................ i DAFTAR ISI .............................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 3 A. Latar belakang ................................................................................ 3 B. Rumusan masalah ........................................................................... 3 C. Tujuan ............................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 4 BAB III PENUTUP .................................................................................... 24 A. Kesimpulan ..................................................................................... 24 B. Saran ............................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Fisika modern merupakan salah satu bagian dari ilmu Fisika yang mempelajari perilaku materi dan energi pada skala atomik dan partikel-partikel subatomik atau gelombang. Pada prinsipnya sama seperti dalam fisika klasik, namun materi yang dibahas dalam fisika modern adalah skala atomik atau subatomik dan partikel bergerak dalam kecepatan tinggi. Untuk partikel yang bergerak dengan kecepatan mendekati atau sama dengan kecepatan cahaya, perilakunya dibahas secara terpisah dalam teori relativitas khusus. Ilmu Fisika Modern dikembangkan pada awal abad 20, dimana perumusanperumusan dalam Fisika Klasik tidak lagi mampu menjelaskan fenomenafenomena yang terjadi pada materi yang sangat kecil. Fisika Modern diawali oleh hipotesa Planck yang menyatakan bahwa besaran energi suatu benda yang beosilasi (osilator) tidak lagi bersifat kontinu, namun bersifat diskrit (kuanta), sehingga muncullah istilah Fisika Kuantum dan ditemukannya konsep dualisme partikel-gelombang. Konsep dualisme dan besaran kuanta ini merupakan dasar dari Fisika Modern. Dalam makalah ini dibahas konsep, hipotesa dan eksperimen yang menjadikan landasan pengembangan fisika modern serta penerapan fisika modern, dalam berbagaibidang seperti kedokteran, telekomikasi, dan industri. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana konsep persamaan teori relativitas 2. Bagaimana konsep mekanika kuantum C. Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep persamaan teori relativitas 2. Untuk mengetahui konsep mekanika kuantum
BAB II PEMBAHASAN A. Teori relativitas Pada intinya teori relativitas adalah teori tentang medan yang melanjutkan perkembangan teori medan Faraday dan Maxwell. Teori medan menekankan kemulusan ruang dan waktu. Dalam teori relativitas, ruang dan waktu tidak melompat-lompat, tetapi mengalir secara malar (continue). Sebaliknya, teori kuantum, justru berbicara tentang ketidakmalaran (discontinue). Sebutir partikel tidak boleh mengubah energinya secara malar, melainkan melompat-lompat. Bisa dikatakan bahwa kedua pendekatan ini bertolak belakang. (Gerry 2004). Teori medan elektromagnetik Faraday yang kemudian dikembangkan oleh Maxwell pada 1865, masih mengganggu para ilmuwan masa itu. Sumber gangguan tersebut adalah eter sebagai zat perantara gelombang elektromagnetik. Eter sebagai medium rambat gelombang elektromagnetik mempunyai sifat yang sulit dibayangkan secara fisika meski secara matematis dapat dijelaskan secara gemilang. Semestinya eter bertabiat sebagai zat padat karena cahaya adalah gelombang transversal. Jenis gelombang ini tidak dapat meramat dalam medium fluida (gas atau cairan). Berdasarkan pengamatan, eter sebegitu halus sampai-sampai tidak menghambat Bumi yang bergerak di dalamnya kendati sosoknya samar-samar, para ilmuwan menerima ide eter. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama fisika di penghujung abad ke-19 adalah menjernihkan pemahaman tentang eter sesuai persamaan Maxwell. 1. Relativitas khusus Sebuah benda dikatakan bergerak relatif terhadap benda lain jika dalam selang waktu tertentu kedudukan relatif benda yang bersangkutan berubah terhadap benda yang lain tersebut. Sebaliknya, jika kedudukan relatif tersebut tidak berubah, benda yang bersangkutan dikatakan berada dalam keadaan aiam. Keadaan diam atau bergeraknya suatu benda merupakan konsep relatif, artinya bergantung pada keadaan relatif benda yang satu terhadap benda yang lain yang digunakan sebagai acuan. Untuk memerikan gerak suatu benda, seorang pengamat harus menentukan kerangka acuan menganalisis gerakan benda tersebut Kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan konstan merupakan kerangka acuan inersial. Kerangka acuaq inersial yang bergeyak dgngan kecepatan konstan (dan tidak berotasi) terhadap kerangka acuan inersial yang lain merupakan kerangka acuan inersial juga. Kerangkal acuan yang dipercepat terhadap suatu keran'gka acuan inersial bukan merupakan kerangka acuan inersial. Di
dalam kerangka acuan inersial berlaku hukum pertama Newton yang merupakan hukum inersia,, dimana benda dalam'keadaan diam akan tetap diam dan benda yang beigerak akan tetap bergerak dengatr'kecepatan koiistan dalam lintasan lurus jika'tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda-benda tersebut Pada
tahun
1905,
Einstein
menerbitkan
sebuah
makalah
mengenai
elektrodinamika benda bergerak, di dalamya Einstein membuat dua asumsi sederhana. Asumsi pertama, adalah asas relativitas. Menurut asas ini, tidak mungkin untuk membedakan satu system dari system yang lain jika kedua-duanya bergerak dengan kecepatan tetap (tidak dipercepat). Sebagai contoh, Anda pernah berada dalam gerbong kereta api, dan melihat kereta api lain lewat jendela. Waktu itu Anda tidak yakin mana yang bergerak, kereta Anda atau kereta di sebelah? Tidak ada cara lain untuk mengetahui mana yang bergerak sampai melongok keluar jendela. Semua hukum fisika, baik mekanika ataupun elektromagnetisme, berlaku tanpa perubahan dalam setiap kerangka yang kecepatannya tetap. Asumsi kedua, kecepatan cahaya dalam ruang kosong adalah tetap, bebas dari gerakan sumber cahaya maupun pengamat. (Gerry, 2004). Ternyata gagasan ini menuntut revolusi dalam konsep ruang dan waktu. Untuk mengetahui alasannya, bayangkan dua peristiwa yang terjadi di tempat yang sama tapi pada waktu yang berbeda, dalam pesawat jet. Bagi pengamat dalam pesawat jet, kedua peristiwa itu tak terpisah jarak. Bagi pengamat kedua di darat, kedua peristiwa terpisah jarak yang ditempuh jet pada waktu antara terjadinya kedua peristiwa. Itu menunjukkan bahwa kedua pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain tak akan sepakat mengenai jarak antara kedua peristiwa. 2. Teori Relativitas Umum Setelah sukses dengan teori relativitas khusus, tak lama kemudian Einstein menyadari bahwa agar gravitasi sesuai dengan relativitas, diperlukan perubahan lain. Sebelas tahun berikutnya Einstein mengembangkan teori gravitasi baru, yang dia sebut relativitas umum (general relativity). Konsep gravitasi dalam relativitas umum sangat berbeda dengan konsep gravitasi Newton. Konsep gravitasi umum didasarkan kepada usul revolusioner bahwa ruang-waktu bukan datar sebagaimana diduga sebelumnya, melainkan melengkung dan terdistorsi oleh massa dan energy di dalamnya. Menurut hukum gerak Newton, benda seperti peluru meriam, dan planet bergerak menyusur garis luerus kecuali jika terpengaruh gaya seperti gravitasi. Tapi
gravitasi dalam teori Einstein bukan gaya sebagaimana gaya lain; gravitasi justru konsekuensi
kenyataan
bahwa massa mendistorsi ruang-waktu,
menciptakan
kelengkungan. Dalam teori Einstein, benda bergerak mengikuti geodesika, yang merupakan pendekatan bagi garis lurus dalam ruang melengkung. Garis adalah geodesika dii budang datar, dan lingkaran besar adalah geodesika pada permukaan bumi. Tanpa adanya zat, geodesika pada ruang-waktu berdimensi empat sepadan dengan garis pada ruang berdimensi tiga. Tapi ketika ada zat yang yang mendistorsi ruang-waktu, jalur gerak benda dalam ruang berdimendi tiga menjadi melengkung karena tarikan gravitasi menurut teori Newton. Ketika ruang-waktu tidak datar, jalur benda tampak berbelok, sehingga memberi kesan ada gaya yang mempengaruhinya. Penerapan teori relativitas umum dalah model alam semesta yang amat berbada, yang memprediksi efek-efek baru seperti gelombang gravitasi dan lubang hitam. Teori relativitas umum menyatakan jagat raya berhingga namun tak terbatas. Sebagaimana teori relativitas khusaus, teori relativitas umum juga telah melalui uji sensitifitas dan semuanya menyatakan sukses. Salah satu penjelasan yang telah teruji sukses adalah penjelasan mengenai perihelion Planet Merkurius.
3. Kegagalan Relativitas Klasik Pandangan tentang ala mini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Juga dikemukakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu system koordinat Kartesius yang padanya tercantelkan jam – jam mutlak. Sebagai contoh, pernyataan yang lazim dikenal bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Hukum – hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut kerangka lembam (inersial). Peristiwa – peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka lembam dapat tampak berbeda bagi masing – masing pengamat dalam tiap kerangka itu. Perbandingan – perbandingan pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana. Transformasi Galileo menjadi : 𝑉 ′ 𝑥 = 𝑉𝑋 − 𝑢
𝑉 ′ 𝑦 = 𝑉𝑦 𝑉 ′ 𝑧 = 𝑉𝑧 Tampak bahwa hanya komponen – x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengitegrasikan persamaan pertama kita peroleh 𝑥 ′ = 𝑥 − 𝑢𝑡 Sedangkan diferensialnya memberikan 𝑑𝑣′𝑥 𝑑𝑣𝑧 = 𝑑𝑡 𝑑𝑡 Atau 𝑎′𝑥 = 𝑎𝑥
Gerak seorang perenang sebagaimana dilihatpengamat diam O di tepi sungai. Pengamat O’ bergerak bersama aliran sungai dengan laju u. Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai rambatan gangguan periodic melalui suatu zat perantara. Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang electromagnet diramalkan berdasarkan persamaan – persamaan electromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang electromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter; namun, kerena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan; maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu – satunya hanyalah untuk merambatkan gelombang electromagnet. Pengertian dasar eter dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak – eter dikaitkan dengan Sistem Koordinat Semesta Agung. Dengan demikian, keuntungan sampingan yang akan diperoleh dari
penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengurangi eter, akan terungkap pula gerak Bumi relative terhadap “ Ruang Mutlak”. Sebelum datangnya era Einstein, dipercayai secara mutlak bahwa pengamat yang diistimewakan ini sama dengan pengamat yang menganut persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell menjelaskan teori elektromagnetika dan memperkirakan bahwa gelombang
elektromagnetik 𝑐=
akan 1 √𝜀0 𝜇0
merambat
dengan
kecepatan:
= 3𝑥108 𝑚/𝑠
Ruang yang berada dalam posisi diam terhadap pengamat yang diistimewakan dinamakan “Ruang Mutlak” Semua pengamat yang bergerak terhadap ruang mutlak ini akan mendapatkan ini akan mendapati kecepatan cahaya yang berbeda dengan c. oleh karena cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, maka yang dirasakan oleh para fisikawan abad – 19 adalah harus tersedianya suatu medium sebagai tempat perambatan cahaya. Dengan demikian dipostulatkan “eter” untuk mewakili seluruh ruang mutlak. B. Postulat Einstein Albert Einstein (1879-1955), warga Jerman-Amerika Serikat). Seorang filsuf dan pencinta damai yang ramah. Dia adalah guru intelektual bagi dua generasi fisikawan teori yang meninggalkan sidik karyanya dalam hampir setiap bidang kajian fisika modern. Permasalahan yang dimunculkan pada percobaan Michelso-Morley ini ternyata baru berhasil terpecahkan oleh teori relativitas khusus, yang membentuk landasan bagi konsep – konsepbaru tentang ruang dan waktu. Einstein menyatakan bahwa semua pengamat yang tidak mengalami percepatan seharusnya diperlakukan sama terhadap apapun. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905. 1. Prinsip Relativitas Hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua system lembam. 2. Prinsip Kekonstanan Kecepatan Cahaya Cahaya dapat merambat dalam vakum (misalnya, ruang vakum, atau ‘ruang bebas´), kecepatan cahaya dinotasikan dengan c,yang konstan terhadap gerak benda yang meiliki radiasi. Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak , yang dapat
kita ukur hanyalah laju relative dari dua system lembamnya.Postulat pertama kelihatan lebih masuk akal, tetapi bagaimanapun juga postulat kedua merupakan revolusi besar dalam ilmu fisika. Einstein sudah memperkenalkan teori foton cahaya dalam makalahnya pada efek fotolistrik (yang menghasilkan kesimpulan ketidakperluan eter). Postulat kedua, adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengankecepatan c pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus sebagai kerangka acuan inersia ‘mutlak´ alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Postulat kedua kelihatan tegas dan sederhana. Percobaan Michelson Morley memang tampaknya menunjukan bahwa laju cahaya dalam arah lawan turut dan silang adalah sama. Dan postulat kedua semata-mata menegaskan fakta ini : bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamatan, sekalipun mereka dalam gerak relatif. 1. Akibat Postulat Einstein a) Efek dari Relativitas Khusus Relativitas khusus menghasilkan beberapa konsekuensi dari penggunaan transformasi Lorentz pada kecepatan tinggi (mendekati kecepatan cahaya). Diantaranya adalah, dilatasi waktu (termasuk “paradok kembar” yang terkenal), konstraksi panjang, transformasi kecepatan, efek doppler relativistic, simultanitas dan sinkronisasi waktu, momentum relativistic, energi kinetik relativistic, massa relativistic, energi total relativistik Tinjauan dua pengamatan O dan O’, O menembakan seberkas cahayamenuju sebuah cermin berjarak L dan kemudian mengukur selang waktu 2𝛥t yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak- jarak kecermin dan kemudian dipantulkan kembali ke O. L =c 𝛥t Dalam fisika klasik,efek Doppler bagi gelombang suara menerangkan bahwa bila sumber dan pengamat bergerak
dengan laju vs dan vo relative terhadap zat
perantara, maka frekuensi v’ yang didengar pengamat O berbeda dari frekuensi v yang dipancarkan sumber S. hubungannya adalah 𝑣 ±𝑣𝑜
v’ = v 𝑣 ±𝑣𝑠
Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa situasi yang terjadi tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak
memerlukan zat perantara. Oleh karena itu dapat mengisyaratkan bahwa bagi gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan gerak pengamat, melainkan hanya melibatkan gerak relative. b) Hubungan Massa-Energi Enstein mampu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara massa dan energi, melalui rumus yang sangat terkenal E=mc2. Hubungan ini telah dibuktikan dengan peristiwa yang sangat dramatis di dunia, ketika bom nuklir melepaskan energi dari massa di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir perang dunia kedua. c) Kecepatan Cahaya Tak ada objek bermassa yang dapat bergerak dipercepat menuju kecepatan cahaya. Hanya objek tak bermassa, seperti foton, yang dapat bergerak dengan kecepatan cahaya. (foton tidak bergerak dipercepat menuju kecepatan cahaya, tetapi foton selalu bergerak dengan kecapatan cahaya). Tetapi bagi objek fisis, kecepatan cahaya adalah terbatas. Energi kinetik pada kecepatan cahaya menjadi tak terbatas, jadi tidak pernah dapat dicapai dengan percepatan.Beberapa telah menunjukkan bahwa sebuah objek secara teori dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya, tetapi sejauh ini tidak ada entitas fisik yang dapat menujukkan itu. C. Transformasi Lorentz Transformasi Lorentz sebenarnya pertama kali telah diperkenalkan oleh Joseph Larmor pada 1897. Versi yang sedikit berbeda telah diperkenalkan pada beberapa dekade sebelumnya oleh Woldemar Voigt, tetapi versinya memiliki bentuk kuadrat pada persamaan dilatasi waktu. Tetapi, persamaan dilatasi waktu kedua versi tersebut dapat ditunjukkan sebagai invarian dalam persamaan Maxwell. Seseorang Matematikawan dan fisikawan Hendrik Antoon Lorentz mengusulkan gagasan “waktu lokal” untuk menjelaskan relatif simultanitas pada 1895, walaupun dia juga bekerja secara terpisah pada transformasi yang sama untuk menjelaskan hasil “nol” pada percobaan Michelson dan Morley. Dia mengenalkan transformasi koordinatnya pada 1899 dan menambahkan dilatasi waktu pada 1904. Pada 1905 Henri Poincare memodifikasi formulasi aljabar dan menyumbangkannya kepada Lorentz dengan nama “Transformasi Lorentz” formulasi Poincare pada transformasi tersebut pada dasarnya identik dengan apa yang digunakan Einstein.
Cahaya merambat dengan kecepatan tertentu, dalam ruang hampa sebesar c. Bagaimanapun cepatnya, untuk mencapai jarak tertentu cahaya memerlukan waktu tertentu juga. Jika jarak OP ≠ OP’, maka cahaya dari O tidak akan sampai dalam waktu yang sama di titik P dan P’. Jika jarak OP > OP’ seperti yang digambarkan dalam gambar 4 berikut, dan jika waktu tiba cahaya di P’ adalah t1 dan waktu tiba cahaya di P adalah t2, maka bisa disimpulkan bahwa t2 > t1.
Gambar 4 : Sebaran Cahaya Memerlukan Waktu Perambatan Karenanya jika ada materi yang bergerak dari koordinat P ke P’, pada saat cahaya merambat dari O ke P atau P’, kita akan selalu bisa menemukan bahwa materi tersebut sudah bergerak lebih lama dari ε waktu. Karenanya materi tersebut akan memiliki jarak dengan koordinat P. Konsekuensinya, materi tersebut akan sampai pada suatu titik dimana jarak materi tersebut ke P saat t1 akan lebih dekat dibanding jarak materi tersebut ke P saat t2. Begitu juga dengan benda yang bergerak dari koordinat O. Ketika cahaya tiba di P’ dalam waktu t1, benda tersebut sudah bergerak dalam waktu yang lebih lama dari ε waktu. Karenanya benda tersebut akan memiliki jarak dengan koordinat O. Dan saat cahaya sampai di P dalam waktu t2, benda tersebut akan berada dalam jarak yang lebih jauh dari O. Sekarang kita analisa transformasi Lorentz menggunakan arah sebaran cahaya dalam salah satu sumbu ruang, misalnya sumbu x, seperti dalam gambar 5 berikut. Posisi O menurut pengamat P yang diam adalah x dan posisi O menurut pengamat P’ yang bergerak adalah x’.
Gambar 5 : Transformasi Lorentz Sama halnya dengan transformasi Galileo, ia ,mengkaitkan dengan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) sebagaimana diamati dari kerangka acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x’ y’ z’ t’) yang diamati dari kerangka acuan O’ yang bergerak
dengan kecepatan u terhadap O. Seperti didepan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya sepanjang arah x (atau x’) positif (O’ bergerak menjauhi O). bentuk persamaan transformasi Lorentz adalah 𝑥′ =
𝑥 − 𝑢𝑡 √1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2 𝑦′ = 𝑦 𝑧′ = 𝑧
𝑡′ =
𝑡 − (𝑢⁄𝑐 2 )𝑥 √1 − 𝑢2 ⁄𝑐 2
Seperti disarankan dalam RSTR, dalam pembahasan gerak relative, kita harus memperhatikan fakta bahwa cahaya menyebar dari objek menuju pengamat. Dengan memperhatikan arah sebaran cahaya dari objek menuju pengamat, kita bisa melihat bahwa dalam transformasi Lorentz yang selama ini dikenal, terdapat kesalahan fundamental dalam hal pengabaian arah sebaran cahaya. Pengabaian ini membuat titik temu P’, yang bergerak, dianggab sebagai titik temu dari kejadian Vp.t dan c.t’, meskipun kedua kejadian tersebut berada dalam waktu yang berbeda. Sesuai dengan prinsip dilasi waktu, untuk pengamat dan objek yang bergerak, jika t dan t’ dimulai dari waktu 0 yang sama, maka t ≠ t’. Konsekuensinya, titik temu P’ akan menyalahi konsep titik temu koordinat ruang dan waktu seperti dipaparkan dalam pembahasan dibagian awal tulisan ini. Untuk mengatasi ini, Lorentz memperkenalkan variable k sebagai penyama persamaan, sedemikian hingga bisa dituliskan persamaan berikut : c.t’ = k(c.t – vp.t)
………………(1)
Tetapi walau bagaimanapun hal ini tidak akan menghasilkan kesimpulan yang valid, karena titik P’ yang bergerak tidak bisa disebut sebagai titik temu dalam dimensi ruang dan waktu untuk dua kejadian Vp.t dan c.t’ karena t ≠ t’. P’ hanya akan merupakan titik temu dari dua kejadian dalam waktu yang berbeda, jika dan hanya jika P’ diam. Selain itu sesuai dengan konsep titik materi dalam koordinat ruang dan waktu, jika P’ adalah pengamat yang semula dalam satu koordinat dengan P, tentu P adalah P’ itu sendiri. Konsekuensinya ketika P’ berada dalam koordinat ruang yang berbeda dengan P, maka tentu P’ berada dalam waktu yang berbeda dengan P. Karenanya penggambaran O dan O’ dalam transformasi Lorentz dalam rentang waktu yang sama dengan P dan P’, hanya akan
berada dalam koordinat ruang yang sama jika dan hanya jika O adalah diam. Dalam kondisi ini, transformasi Lorentz akan menjadi seperti digambarkan dalam gambar 6 berikut.
Gambar 6 : Transformasi Lorenz valid untuk kondisi P dan O diam. Dalam kondisi P dan O diam atau relative diam, sesuai dengan gambar 6, maka persamaan (1) konsep dasar transformasi Lorentz akan menjadi : c.t’ = k(c.t)
………….(2)
Dan k akan bernilai 1, sehingga persamaan (2) akan menjadi : t’ = t
……………..(3)
Dengan demikian menurut RSTR, bisa disimpulkan bahwa penurunan transformasi Lorentz hanya valid untuk kondisi pengamat dan objek yang diam. Dalam penggambaran penurunan transformasi Lorentz, seperti dalam gambar 5, jika posisi P dalam waktu yang berbeda berada dalam koordinat yang berbeda (P’), maka untuk objek O yang bergerak maka O’ harus berada dalam koordinat ruang yang berbeda juga. Hal ini bisa digambarkan seperti dalam gambar 7 berikut.
Gambar 7 : Koreksi transformasi Lorentz jika objek bergerak. Vp adalah kecepatan inersia P, Vo adalah kecepatan inersia O, t adalah waktu inersia yang berlaku sama bagi P dan O, dan t’ adalah waktu pengamatan. Dengan demikian untuk gerak dalam sumbu tersebut, akan didapatkan persamaan : Vp.t’+c.t’ = c.t+vo.t
………………..(4)
Sebagai pengganti persamaan (1) yang merupakan dasar penurunan transformasi Lorentz untuk sumbu yang sama. Dengan cara ini, transformasi Lorentz yang semula mengabaikan arah gerak sebaran cahaya dari objek kepada pengamat, bisa direvisi.
D. Dinamika Relativitas Sebelumnya kita telah membahas tentang kedua postulat Einstein menuntun kita kepada suatu penafsiran “ relatif” baru terhadap konsep-konsep mutlak yang di anggap sebelumnya seperti panjang dan waktu. Dan dapat kita simpulkan bahwa konsep klasik tentang laju relatif tidak lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kia untuk menanyakan sejauh mana sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap berbagai konsep fisika. Oleh karena itu, kita sekarang membahas ulang besaranbesaran dinamika seperti massa, energy, momentum, dan gaya, agar kita dapat mengkajinya dari sudut pandang teori relativitas khusus. Hukum kekekalan dasar dari fisika klasik, seperti kekekalan energy dan kekekalan momentum linear, semua konsep itu begitu penting dalam fisika klasik. Kedua hukum kekekalan ini ( bersama dengan hukum kekekalan momentum sudut ) dapat diperlihatkan merupakan akibat dari kehomogenan ( homogeneity ) dan keisotopian (isotropy ) alam semesta, jika kita mengoreksi semua efek local ( seperti perubahan pada atmosfer atau keadaan lingkungan ), maka percobaan yang dilakukan pada suatu hari tentu akan memberikan hasil sama seperti yang diperoleh dari percobaan serupa yang dilakukan pada hari berikutnya. Dengan demikian membuang konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam alam semesta yang sangat aneh, oleh karena itu kita akan tetap beranggapan bahwa alam semesta ini memilikisemacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hukum kekekalan ini tetap berlaku, namun dengan catatan bahwa relativitas khusus mungkin menghendaki suatu pendefinisian ulang terhadap besaran-besaran dinamika dasar. 𝑣 ₂− u
𝑣−u
V’1 = 1−𝑣₂ 𝑢/𝑐² = 1−𝑣 ²/𝑐² = 0 Karena semua kecepatan searah sumbu x, maka kita abaikan indeks bawak x), dan kecepatan massa 2 adalah (dengan v₂ = -v menurut O) 𝑣2− 𝑢
(−𝑣)−(𝑣)
− 2𝑣
V’₂ = 1−𝑣2 𝑢/𝑐² = 1−(−𝑣)𝑣/𝑐² = 1+𝑣²/𝑐² Kecepatan massa gabungan 2m adalah : 𝑣−𝑢
V’ = 1 –𝑣𝑢/𝑐² Menurut O, momentum linear sebelum dan sesudah tumbukan adalah P awal = m1v1 + m2v2 = mv + m (-v) = 0 Pakhir = (2m)(v)
Menurut O’’ −2 𝑣
−2𝑚𝑣
Pawal = m1v1 + m2v2’ = m (0 ) + m 1+𝑣²/𝑐² = 1+ 𝑣²/𝑐² Pakhir = 2mv’ = 2m (-v) = -2mv Karena menurut pengukuran O’, Pawal,≠Pakhir ,, maka bagi O’ momentum linear tidak kekal. Menurut pembahasan, kita cenderung berusaha mempertahankan kekekalan momentum linear dalam semua kerangka acuan. Telah diketahui bahwa semua kecepatan telah ditangani dengan benar , sehingga dengan mengingat bahwa momentum hanya melibatkan massa dan kecepatan, maka kesaahan tentu terletak pada penanganan kita terhadap massa. Sejalan dengan pembahasan tentang penyusutan panjang dan pemuluran waktu ,
kiita dapat membuat
anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula
pertambahan massa relativistic menurut hubungan berikut : m=
𝑚₀ √1− 𝑢²/𝑐²
m0 disebut massa diam, dengan panjang sejati dan waktu sejati , diukur terhadap kerangka acuan terhadap benda diam. Dalam kerangka acuan lainnya, massa relativistic m akan lebih besa daripada m0. Bag aimana definisi nassa relativistic ini mempertahankan kekekalan momentum dalam kerangka acuan O dan O’. Nyatakan massa yang diukur oleh O dengan m1 ,. m2 , dan M (massa gabungan ), dan yang oleh O’ dengan m1 ,. m2 , dan M’. Anggaplah kedua objek ini memiliki massa diam m0 yang sama. Maka menurut O, kedua massa itu adalah m1 =
𝑚₀
dan
√1− 𝑣²/𝑐²
m2 =
𝑚₀ √1− 𝑣²/𝑐²
karena v1 = v2 = v , maka M = m1 + m2 =
2𝑚₀ √1− 𝑣²/𝑐²
Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan O, maka massa M adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nyatakan dengan M0.. Menuruta O’, m1’ diam, jadi m1’ = m0. Karena m2’ bergerak dengan laju v2’ = -2v/ ( 1 + v²/c²), maka 1+ v²/c²
m2’’ = m0 1−𝑣²/𝑐²
massa gabungan M’ bergerak dengan laju V’ = -v, jadi M’ =
𝑚₀ √1− 𝑣²/𝑐²
Substitusikan hasil yang kita peroleh bagi m0 , yaitu M0 = 2m0√1 − 𝑣²/𝑐²maka dapat diperoleh 2𝑚₀
M’ =1− 𝑣²/𝑐² Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum menurut O, karena Pawal = m1v1 + m2v2tetap sama dengan nol, seperti PAKHIR . Selanjutnya, kita buktikan pernyataa momentum awal dan akhir dalam kerangka acuan O’ : P’awal = m1’v1’ + m2’v2’’ = m0 (0) + m0
1+ v²/c²
− 1−𝑣²/𝑐²
2v 1−𝑣²/𝑐²
−2m₀v
= 1−𝑣²/𝑐² Dan 2m₀
−2m₀v
P’akhir = M’V’ =1−𝑣²/𝑐² (-v) = 1−𝑣²/𝑐² Karena P’awal = P’akhir, maka definisi baru ki5ta tentang massa relativistic di atastelah memungkinkan kita untuk mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Definisi massa relativistic ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam semua kerangka acuan. Selain mendefinisikan massa relativistic, kita dapat mendefinisikan ulang momentum relativistic sebagai berikut : m₀v
P = √1−𝑣²/𝑐² Definisi ini ternyata merupakan pilihan yang terbaik, karena alas an sebagai berikut kita dapat memperluasnya dengan mudah kerumus dua atau tiga dimensi, dan juga definisi ini menghindarkan kita dari kebingungan penggunaan massa relativistic pada kasus kasus dimana pernyataan ini tidak berlaku. Dua massa m1 dan m2 yang berjarak r terpisahdan saling tarik menarik menurut hukum grafitasi. Kedua massa ini dihubungkan oleh sebuah pegas berskala, yang mencatat gaya antara keduanya. Pengamat O’ berada dalam sebuah roket yang bergerak menjauhi kedua massa itu dalam arah tegak lurus garis hubung m1 dan m2.Seperti yang akan kita buktikan, sungguh keliru memperlakukan persamaan dinamika seperti yang kita lakukan di atas dengan dengan sekadar menggantikan massa klasik dengan massa relativistic. Khususnya, tidak benar menuliskan energy kinetic sebagai ½mv2 denganmengunakan massa relativistic.
Energi kinetic dalam fisika klasik didefinisikan sebagai usaha sebuah gaya luar yang mengubah laju sebuah objek. Definisi yang sama tetap kita pertahankan berlaku pula dalam mekanika relativisti ( dengan membatasi pembahasan kita pada satu dimensi). Perubahan energy kinetik ∆𝐾 = Kf – Ki adalaH ∆𝐾 = W = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 Jika benda bergerak dari keadaan diam, Ki = 0, maka energy kinetic akhir K adalah K = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 Mengingat gaya masih belum berlaku dari segi relativiskit maka kita belum yakin tentang bagaimana melanjutkan pembahasan ini. Tanpa bukti atau kebenaran apapun, kita akan mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umum ( F = dp/dt ) sebagai hubungan dinamika yang sesuai. 𝑑𝑝
𝑑𝑥
K = ∫ 𝑑𝑡 𝑑𝑥 = ∫ 𝑑𝑝 𝑑𝑡 = ∫ 𝑣 𝑑𝑝 Pernyataan yang terakhir dapat kita ubah dengan menggunakan teknik standar pengintegrasian perbagian ,, dengan d(pv) = v dp + p dv, yang memberikan 𝑣=1
K = pv –∫𝑣=0 𝑝 𝑑𝑣 =
m₀v √1−𝑣²/𝑐²
𝑣=1
𝑣 - ∫𝑣=0
m₀v √1−𝑣²/𝑐²
𝑑𝑣
Dengan melakukan integrasi maka kita peroleh m₀v²
K = √1−𝑣²/𝑐² + m₀c²√1 − 𝑣²/𝑐 2 - m₀c² K = mc² -m₀ c² Besaran m₀c² disebut energy diam partikel dan dinyatakan dengan E₀. Jadi, sebuah partikel yang bergerak, memiliki energy E₀ dan tambahan energy K, sehingga dengan demikian energy relativistic total partikel adalah E = E₀ + K = m₀c² + K = mc² Persamaan ini merupakan hasil temuan Einstein yang menyatakan bahwa energy sebuah benda merupakan ukuran lain dari massanya energy dan massa adalah setara, dan bahwa perolehan atau kehilangan energy sebuah benda dapat dipandang pula sebagai perolehan atau kehilangan massanya.
Dari penjelasan diatas maka kita dapatkan Konsep-konsep fisika adalah sebagai berikut : 1. Hukum kekekalan energy 2. Hukum kekekalan momentum linear 3. Hukum Newton kedua, F = dp/dt Dan kita memperkenalkan konsep-konsep baru relativistic sebagai berikut : m₀v
1.
P = √1−𝑣²/𝑐²
2.
m= √1−𝑣²/𝑐²
3.
E= mc² = m₀c² + K = (p2c2 + m₀2c4)½
m₀v
Bagi semua persamaan relativistik, baik kinematika maupun dinamika, berlaku persyaratan apabil v kecil sekali dibanding terhadap c, maka semua persamaan itu haruslah memberikan kembali hasil . khusus 𝐾 ≅ ½𝑚0 𝑣 2 apabila v͵≪ 𝑐 . E. TEORI KUANTUM 1. Radiasi Benda Hitam Coba dekatkan tangan Anda ke sebuah lampu pijar berdaya 10 watt. Apa yang Anda rasakan? Anda akan merasakan adanya panas yang diemisikan (dipancarkan) lampu ke tangan Anda. Panas yang Anda rasakan itu berasal dari emisi radiasi kalor yang berasal dari lampu. Sekarang, coba Anda ganti lampu tadi dengan lampu lain yang berdaya lebih besar, misalnya 60 watt. Tangan Anda akan merasakan kalor yang dipancarkan lebih besar dibandingkan sebelumnya. Percobaan sederhana tadi menunjukkan bahwa makin tinggi suhu suatu benda, makin besar pula energi kalor yang dipancarkan. Fenomena ini pertama kali diselidiki oleh Joseph Stefan yang melakukan percobaan menghitung besarnya energi kalor yang dipancarkan secara radiasi oleh suatu benda. Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa medium perantara. Biasanya dipancarkan dalam bentuk spektrum gelombang elektromagnetik. Selanjutnya Luidwig Boltzmann merumuskan secara matematis banyaknya kalor Q yang dipancarkan suatu benda selama selang waktu t adalah sebesar : P
Keterangan :
Q eAT 4 t
P
:
Energi yang dipancarkan tiap satuan waktu atau daya (J/s atau Watt)
Q
:
Energi (kalor) yang dipancarkan suatu benda (Joule)
T
:
Selang waktu pemancaran energi (sekon)
E
:
Emisivitas benda atau kemampuan benda dalam memancarkan energi radiasi, besarnya (0 < e < 1)
:
Tetapan Stefan Boltzmann = 5,67 10-8 W/m2K4
A
:
Luas permukaan benda (m2)
T
:
Suhu mutlak benda dalam satuan Kelvin (TK = TC – 273) Sebuah benda yang dapat menyerap semua radiasi yang mengenainya disebut
benda hitam sempurna. Radiasi yang dihasilkan oleh sebuah benda hitam sempurna ketika dipanaskan disebut radiasi benda hitam. Perlu Anda pahami bahwa benda hitam sempurna hanyalah suatu model ideal. Artinya, tak ada satu pun benda di dunia ini yang berperilaku sebagai benda hitam sempurna. Benda hitam sempurna (jika ada) akan memiliki nilai emisivitas 1. 2. Hukum Pergeseran Wien Wilhelm Wien menemukan suatu hubungan empirik sederhana antara panjang gelombang yang dipancarkan untuk intensitas maksimum sebuah benda dengan suhu mutlak T, yang dinyatakan sebagai : λ maks T C 2,898 10 3 mK
Dengan C adalah tetapan pergeseran Wien. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan grafik hubungan antara intensitas terhadap panjang gelombang suatu benda hitam sempurna untuk tiga jenis suhu. Perhatikan pergeseran puncak-puncak spektrumnya. Panjang gelombang untuk intensitas maksimum semakin kecil seiring dengan bertambahnya suhu mutlak. Total energi kalor radiasi yang dipancarkan sebanding dengan luas daerah di bawah grafik.
Intensitas radiasi
1
2
3
500
1000
1500
2000
2500
T1 = 6000 K T2 = 5000 K T3 = 4000 K Panjang gelombang (Å)
Gambar 7.1. Grafik intensitas terhadap panjang gelombang suatu benda hitam pada 3 jenis suhu mutlak. Dari grafik di atas, kita mendapat gambaran bahwa intensitas radiasi maksimum akan memiliki nilai panjang gelombang kecil (dengan kata lain frekuensi besar) pada benda dengan suhu tinggi. Dan sebaliknya, intensitas radiasi maksimum akan memiliki nilai panjang gelombang besar (dengan kata lain frekuensinya kecil) ketika benda bersuhu lebih rendah. Hukum pergeseran Wien ini hanya dapat menjelaskan radiasi benda hitam dengan panjang gelombang yang nilainya kecil (pendek). Ia gagal menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya besar (panjang). 3. Teori Rayleigh and Jeans Rayleigh–Jeans dapat menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya besar, namun gagal menjelaskan radiasi benda hitam untuk panjang gelombang yang nilainya kecil. Artinya, berdasarkan teori Rayleigh and Jeans ini, hukum Stefan–Boltzmann (pers. 7.1) hanya berlaku pada panjang gelombang yang nilainya besar. 4. Hipotesis Kuantum Planck Kegagalan Wien dan Rayleigh–Jeans ini memacu seorang ilmuwan fisika Max Planck untuk membuktikan Hukum Stefan–Boltzmann. Ada dua hipotesis yang dikemukakan Planck mengenai hal ini : a) Energi radiasi yang dipancarkan oleh benda bersifat diskret, yang besarnya :
En n .h .f Dengan n adalah bilangan asli (1, 2, 3, ....) yang disebut bilangan kuantum. Sedangkan f adalah frekuensi getaran molekul benda. Dan h adalah konstanta (tetapan) Planck yang besarnya 6,626 10-34 Js. b) Molekul-molekul dalam benda memancarkan (emisi) atau menyerap (absorbsi) energi radiasi dalam paket-paket diskret yang disebut kuantum atau foton. Gagasan Planck ini baru menyangkut permukaan benda hitam. Selanjutnya, Albert Einstein memperluasnya menjadi fenomena yang universal. Dan berdasarkan teori kuantum, cahaya merupakan pancaran paket-paket energi (foton) yang terkuantisasi (diskret) yang besarnya sesuai dengan persamaan (7.3). Teori Planck inilah awal munculnya Fisika Modern.
Rayleigh - Jeans
Intensitas
Planck
Wien
Panjang Gelombang
Gambar 7.2. Perbandingan teori Wien, Rayleigh – Jeans dan Planck. c) Efek Fotolistrik Efek fotolistrik merupakan hasil eksperimen klasik yang menunjukkan bahwa cahaya memiliki karakteristik sebagai partikel. Percobaan efek fotolistrik dilakukan oleh Albert Einstein untuk menguji adanya foton. Einstein menyatakan bahwa ketika cahaya dipancarkan, energinya harus berkurang sebesar hf, 2hf, 3hf, dan seterusnya. Dengan demikian, cahaya yang dipancarkan ternyata merupakan partikel-partikel kecil yang disebut foton. Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron-elektron dari permukaan logam (elektron foto) ketika logam tersebut disinari dengan cahaya. Berdasarkan hukum kekekalan energi :
1 mv 2 maks eV0 2
(7.4)
Keterangan : m
:
Massa elektron (9,1 10-31 kg)
v
:
Kelajuan pancaran elektron (m/s)
e
:
Muatan elektron (1,6 10-19 C)
V0 :
Potensial henti (Volt)
d) Efek Compton Arthur Holly Compton mempelajari gejala-gejala tumbukan antara foton dan elektron. Ia mendapatkan kesimpulan bahwa paket-paket energi gelombang elektromagnetik itu dapat berfungsi sebagai partikel dengan momentum sebesar : Pfoton
hf h c
(7.5)
Keterangan : P
:
Momentum foton (kgm/s)
hf
:
Energi foton (Joule)
:
Panjang gelombang (meter)
Dari efek Compton ini tampak bahwa cahaya memiliki sifat kembar (dualisme) yaitu sebagai gelombang (memiliki panjang gelombang dan frekuensi), maupun sebagai partikel (mempunyai momentum). e) Hipotesis de Broglie Louis de Broglie mengembangkan gagasan tentang dualisme gelombang partikel ini. Karena cahaya memiliki perilaku seperti gelombang dan partikel, mungkin juga bahwa partikel-partikel seperti elektron memiliki perilaku sebagai gelombang. Ia kemudian menunjukkan hubungan besaran-besaran antara partikel dan gelombang :
h mv
Keterangan :
:
Panjang gelombang (meter)
h
:
Konstanta Planck (6,626 10-34 Js)
m
:
Massa partikel (kg)
v
:
Kelajuan partikel (ms-1)
(7.6)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpilan Postulat Einstein berbunyi : a. hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan dalam semua kerangka
yang
berbentuk sama
acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap
satu terhadap lainnya b. kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar tidak bergantung dari
untuk semua pengamat,
keadaan gerak pengamat itu
2. Panjang relativitas dapat ditentukan dengan rumus : L Lo 1 v 2 c 2
3. Massa relativitas dapat ditentukan dengan rumus : m
mo 1 v2 c2
4. Waktu relativitas dapat ditentukan dengan rumus : ∆t = γ∆t0 , dengan γ =
1 2
√1−𝑉2 𝐶
5. Radiasi planck dapat ditentukan dengan :
6. Transformasi Galileo menjadi : 𝑉 ′ 𝑥 = 𝑉𝑋 − 𝑢 𝑉 ′ 𝑦 = 𝑉𝑦 𝑉 ′ 𝑧 = 𝑉𝑧 7. Pada radiasi benda hitam semakin tinggi suhu suatu benda, makin besar pula energi kalor yang dipancarkan. 8. Pada posultat Einstein, konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam alam semesta yang sangat aneh, oleh karena itu kita akan tetap beranggapan bahwa alam semesta ini memilikisemacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hukum
kekekalan ini tetap berlaku, namun dengan catatan bahwa relativitas khusus mungkin menghendaki suatu pendefinisian ulang terhadap besaran-besaran dinamika dasar. 𝑣 ₂− u
𝑣−u
V’1 = 1−𝑣₂ 𝑢/𝑐² = 1−𝑣 ²/𝑐² = 0 B. Saran Makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan jadi diharapkan kritik dan sarannya.
DAFTAR PUSTAKA Zukaf, Gary.2004. Makna Fisika Dalam Kehidupan. Yograkarta : Pustaka Gramedia Beiser, Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern edisi keempat. Jakarta :Erlangga. Hart, H Michael.2005.100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam : Karisma Publising Group Garder, Joestein.2006. Dunia Spohie. Bandung : Mizan Moedjiono. 1996. Sejarah Fisika. Surabaya : University Press IKIP Surabaya.