2167_4. Materi.docx

  • Uploaded by: haura wulan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2167_4. Materi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,861
  • Pages: 43
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

UJI DISOLUSI I.

Pendahuluan

Suatu obat untuk dapat memberikan efek farmokologik harus cukup tersedia dalam sirkulasi sistemik. Dalam sistem biologik, disolusi obat dalam media “aquoesus” merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorpsi untuk ke sirkulasi sistemik. Disolusi merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Laju disolusi bentuk sediaan padat / semi padat yang mengandung bahan obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil sering mengendalikan laju absorpsi obat tersebut. Disolusi memegang peranan penting dalam absorpsi obat yang berhubungan dengan ketersediaan obat dalam sirkulasi sistemik, maka profil disolusi suatu sediaan obat sangat penting untuk diketahui. Berbagai metode uji disolusi dikembangkan agar dapat memberikan gambaran korelasi antara laju disolusi dengan laju absorpsi obat dalam tubuh. Ada sejumlah cara untuk memeriksa korelasi in vitro – in vivo yaitu : 1. Laju disolusi vs laju absorpsi 2. Persen obat terlarut vs % obat terabsorpsi 3. Konsentrasi obat dalam serum vs prosentase obat terlarut Kegagalan korelasi disolusi in vitro ke absorpsi in vivo dapat disebabkan oleh kekompleksan absorpsi obat dan kelemahan rancangan uji disolusi. Pilihan rancangan uji disolusi yang tepat diharapkan dapat memberikan gambaran korelasi antara in vitro-in vivo. Uji disolusi itu kemudian menjadi suatu bagian dari prosedur pengendalian kualitas produk obat. Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan disolusi meliputi: suhu, kecepatan pengadukan, pilihan alat, media, lama uji, penetapan kadar serta toleransi kadar yang ditentukan oleh Farmakope. Uji disolusi bukanlah suatu jaminan atau ukuran keberhasilan untuk suatu efek terapi, tetapi sampai saat ini uji disolusi minimal dapat memberikan informasi mengenai bioavailabilitas suatu obat.

Percobaan uji disolusi dilakukan memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut: Maksud dan tujuan praktikum 1. Maksud Praktikum

1 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

Mahasiswa mampu memahami konsep uji disolusi dan menerapkannya dalam praktek. 2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum uji disolusi adalah sebagai berikut : a. Mengetahui cara uji disoulsi tablet amoxicillin dan b. Mengetahui parameter farmakokinetika amoxicillin berdasarkan uji disolusi. II.

Diskusi awal 1. Apa yang dimaksud dengan disolusi suatu obat? Apa bedanya dengan kelarutan obat? Jelaskan! 2. Jelaskan tahap – tahap / proses absorpsi sistemik suatu produk obat? 3. Tahap apakah yang merupakan tahap penentu dalam absorpsi produk obat padat? Jelaskan! 4. Mengapa uji disolusi diterapkan pada suatu produk obat? apa gunanya? 5. Jelaskan faktor–faktor yang mempengaruhi uji disolusi sediaan obat! 6. Lihat (FI IV atau USP XXI) dan beri penjelasan uji disolusi sediaan obat pada tabel 1 ! 7. Jelaskan Tabel penerimaan untuk sediaan yang ada dalam FI IV atau USP XXIX dengan mengambil contoh salah satu sediaan No. 4! 8. Jelaskan parameter–parameter uji disolusi!

2 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

TABEL 1. PROSEDUR UJI DISOLUSI PRODUK OBAT No

Sediaan

Alat

Media Volume

Jenis

Suhu (0 C)

Lama uji

3 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

III. UJI DISOLUSI A. Alat dan bahan • Bahan : • Alat : B.

Ketentuan Uji Disolusi Sediaan ………………. Menurut FI IV atau USP XXIX • Media disolusi © Jenis : © Volume : • Alat : • Suhu pengujian : • Lama Uji : • Prosedur penetapan kadar :

• Toleransi

C.

:

Cara kerja

1. Pembuatan kurva baku Buatlah kurva baku dengan konsentrasi : ……… s/d ………bpj Pembuatan larutan baku induk :

Pembuatan larutan baku kerja : 1. 2. 3. 4. 5.

4 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

2.

Susunlah cara kerja uji disolusi sediaan di atas berdasarkan bahan, alat dan prosedur uji disolusi yang telah saudara buat (Persiapan alat: Lihat SOP alat uji disolusi).

IV. Hasil pengamatan a. Kurva baku No.

Konsentrasi (bpj)

Serapan

Persamaan kurva baku :

5 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

b.

Penetapan % terlarut dari sampel Sediaan I : ……………… Waktu

Pengenceran (bila ada)

Serapan

Kons. (bpj)

Konsentrasi X Pengenceran (bila ada)

Jumlah dalam ….L (mg)

% terlarut (%Q)

Serapan

Kons. (bpj)

Konsentrasi X Pengenceran (bila ada)

Jumlah dalam ….L (mg)

% terlarut (%Q)

Sediaan II : ……………….. Waktu

Pengenceran (bila ada)

V.

Buatlah kurva % terlarut vs waktu (pada kertas grafik rectangular)

VI.

Buatlah kurva % obat yang sisa (belum terlarut) vs waktu (pada kertas grafik semilog)

6 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

VII. Perhitungan parameter 1. TQ% : ………… Menit • Sediaan I : • Sediaan II : 2. %Q pada ketentuan waktu : • Sediaan I : …………… • Sediaan II : …………...

AUC0t

3.

AUC0t

4.

Sediaan I ( …….. )

Sediaan II ( …….. )

%ED (efisiensi disolusi)

AUC0t t %ED = AUC0 (100%) x 100 %

5. Kecepatan pelepasan obat (kr) kr 

ln c1  ln c 2 t 2  t1

7 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

VIII.

Tabel Hasil Pengamatan Sediaan

IX. 1. 2.

X. 1. 2. 3.

%Q

T%Q (menit)

AUC0t

%ED

kr (jam-1)

Diskusi Akhir (pembahasan) Bagaimanakah parameter-parameter uji disolusi sediaan tersebut di atas, apakah memenuhi ketentuan dalam FI IV? Jelaskan! Bila terdapat perbedaan antar sediaan atau dengan ketentuan yang terdapat dalam Farmakope apa penyebabnya (faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kinetika disolusi suatu sediaan)?

Pustaka Shargel, L. dan Yu, A.B. C., 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 4th Ed, Appleton-Century-Crofts, Norwalk. Farmakope Indonesia Ed IV, 1995, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. The United States Pharmacopeia, 24th Ed, 2000, Convention Inc., Philadelphia. 8

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

4.

Ritschel W.A., 1974, Laboratory Manual of Biopharmaceutical and Pharmacokinetics

UJI BIOAVAILABILITAS – BIOEKIVALENSI

I. TUJUAN : Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji bioavailabilitas – bioekivalensi II. PENDAHULUAN Pada uji bioavailabilitas atau uji bioekivalensi yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada tahun 1964 di Helsinki, Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian, yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subyek manusia, yaitu : I. Prinsip dasar II. Riset klinik / penelitian klinik III. Penelitian non klinik Garis besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan FDA sebagai berikut : A. Protokol 1. Tujuan penelitian 2. Rancangan penelitian 3. Kriteria pemilihan subyek 4. Kriteria penegeluaran subyek 5. Macam cuplikan biologik a. Waktu–waktu pengambilan b. Gambaran cara penanganan cuplikan 6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikan 7. Pertimbangan etik a. Formulir persetujuan dari subyek b. Tindakan darurat B. Data 1. Laporan khusus 2. Data analisis untuk kesahihan metode penerapan kadar 3. Data analisis dan cuplikan biologik C. Hasil 1. Ringkasan data subyek secara individu 2. Analisis statistik bersama ringkasan statistiknya a. Waktu–waktu pengambilan cuplikan untuk tiap individu b. AUC, Cmaks, tetapan laju absorpsi (ka) dan tetapan laju eliminasi (ke) c. Tmaks dengan metode yang sesuai 9 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

D.

III. 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8.

IV.

3. Perbedaan yang dapat terdeteksi pada  = 0,05 dengan kekuatan = 0,80 4. Interval kepercayaan simetris Ringkasan dan kesimpulan

DISKUSI AWAL Apa yang dimaksud dengan uji bioavailabilitas dan uji bioekivalensi? Jelaskan ! Bagaimana pedoman penelitian bioavailabilitas yang diatur oleh BPOM atau FDA (kerjakan pada kertas terpisah), meliputi : A. Protokol 1. Tujuan penelitian 2. Rancangan penelitian 3. Kriteria pemilihan subyek 4. Kriteria penegeluaran subyek 5. Macam cuplikan biologik ● Waktu–waktu pengambilan ● Gambaran cara penanganan cuplikan 6. Kriteria pemasukan dan pengeluaran cuplikan 7. Pertimbangan etik ● Formulir persetujuan dari subyek ● Tindakan darurat B. Data 1. Laporan khusus 2. Data analisis untuk kesahihan metode penerapan kadar 3. Data analisis dan cuplikan biologik C. Analisis Hasil D. Ringkasan dan kesimpulan Apa definisi bioavailabilitas relatif dan absolut ? Jelaskan kriteria standar pembanding produk obat ! Apa saja parameter bioavailabilitas ? Jelasakan ! Apa kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekivalensi in vivo dan tidak perlu uji bioekivalensi in vivo? Apa kriteria produk obat yang hanya memerlukan uji bioekivalensi in vitro? Apa yang dimaksud dengan uji disolusi terbanding? Apa tujuan dilakukan uji tersebut?

TUGAS (kajian jurnal) 10

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

Buatlah sebuah analisis dari penelitian bioavailabilitas-bioekivalensi yang ada dalam jurnal-jurnal penelitian. Gunakan pedoman/garis besar penelitian BPOM untuk dasar analisis !

V.

DISKUSI AKHIR Diskusikan hasil analisis saudara!

VI. 1.

PUSTAKA Shargel, L. dan Yu, A.B. C., 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 4th Ed, Appleton-Century-Crofts, Norwalk. BPOM, 2000, Pedoman Uji Bioekivalensi.

2.

SIMULASI INVITRO PADA KONSEP FARMAKOKINETIKA SECARA INTRAVASKULAR dan EKSTRAVASKULAR

I.

PENDAHULUAN Obat selalu berada dalam suatu keadaan dinamik di dalam tubuh. Dalam suatu sistem biologik peristiwa-peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak. 11 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

Sistem biologik tersebut selalu kompleks untuk digambarkan, untuk menyederhanakan penggambaran dari sistem biologik tersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu. Suatu model disusun dengan menggunakan istilah matematik, yang memberi arti singkat dari pernyataan hubungan kuantitatif berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi dan eliminasi obat. Model matematik memungkinkan pengembangan persamaan untuk mengambarkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Model farmakokinetik berguna untuk : 1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urin pada berbagai pengaturan dosis 2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual 3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan/atau metabolit-metabolit 4. Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik 5. Menilai perbedaan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi (bioekivalensi) 6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi distribusi atau eleminasi obat. 7. Menjelaskan interaksi obat Suatu obat jika diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis obat akan masuk ke dalam tubuh dengan segera. Obat secara cepat melarut dalam cairan tubuh sehingga laju absorpsi obat diabaikan dalam perhitungan. Obat didistribusikan ke semua jaringan tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara cepat mencapai kesetimbangan didalam tubuh. Model farmakokinetik yang dapat menggambarkan keadaan ini adalah sejumlah bak berisi sejumlah volume cairan yang secara cepat berada dalam kesetimbangan dengan obat. Seperti di dalam tubuh manusia. Suatu fraksi obat secara terus menerus akan di eliminasi sebagai fungsi waktu. Konsentrasi obat dalam bak setelah pemberian suatu dosis di tentukan oleh 2 parameter, yaitu : 1. Volume cairan bak 2. Eliminasi obat per satuan waktu Dalam farmakokinetik, parameter-parameter tersebut dianggap tetap. Jika konsentrasi obat dalam bak ditentukan pada berbagai jarak waktu, maka volume cairan dalam bak dan laju eliminasi obat dapat ditentukan menggunakan data darah untuk mengetahui pengaruh parameter-parameter farmakokinetik yang dianggap tetap terhadap parameter farmakokinatika tergantung. Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanismeprosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompertemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep ini, klirens 12 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

diartikan sebagai suatu volume cairan yang mengandung obat yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Konsentrasi obat juga tergantung pada waktu, jadi konsentrasi obat dan waktu di sebut sebagai variabel tergantung dan bebas. Bila suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (i.v bolus), seluruh obat masuk tubuh dengan segera, oleh karena itu laju absorbsi obat diabaikan dalam perhitungan. Dalam banyak hal, obat tersebut di distribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sirkulasi dan secara cepat mengenai kesetimbangan dalam tubuh. k IV

Db , Vd

Db = jumlah obat dalam tubuh. Db ini selalu berubah tiap satuan waktu karena ada proses eliminasi Vd = volume dalam tubuh di mana obat terlarut k = tetapan laju eliminasi Model kompartemen I terbuka ini mengangap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan, tetapi tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut sama dalam berbagai waktu. Laju eliminasi sebagian besar obat merupakan suatu proses order satu kali dimana harga tetapan laju emilinasi dapat diketahui dari data darah maupun urine. Pada percobaan ini digunakan suatu simulasi yang mengambarkan suatu keadaan subyek dengan pemberian i.v kompartemen I terbuka. Pada percobaan yang dilakukan memiliki maksud dan tujuan antara lain sebagai berikut : 1. Maksud Praktikum Dimaksudkan agar praktikan dapat melakukan dan memahami konsep farmakokinetika secara intravascular maupun ekstravaskular serta dapat membedakan kedua konsep tersebut. 2. Tujuan Praktikum Dilaksanakannya praktikum ini memiliki tujuan antara lain: a. Mengetahui cara pengukuran kadar obat di dalam darah dan b. Mengetahui konsep farmakokinetika di dalam tubuh serta menghitung profil farmakokinetika obat.

13 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

II.

DISKUSI AWAL 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, eliminasi, klirens dan volume distribusi obat? 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model kompartemen I dan II terbuka? Buatlah kurva Cp vs waktu dan skema model kompartemennya! 3. Parameter-parameter farmakokinetika apa saja yang berubah dan yang tetap bila dosis, volume distribusi atau klirens berubah? Jelaskan!

III.

BAHAN dan ALAT A. Bahan : 1. Rhodamin B (sebagai pengganti obat) 2. Aquadest B. Alat : 1. Timbangan 2. Labu ukur 3. Corong + pengaduk 4. Pipet volume 5. Gelas ukur 6. Beaker glass 7. Magnetic stirer + magnetic bar 8. Spektrofotometer visibel

IV. Prosedur Kerja Macam Percobaan

Keterangan Do (mg) Cl (ml/menit) Vd (L)

Rute Pemakaian Intravaskular Ekstravaskular 5 2,5 5 5 2,5 5 200 100 200 200 100 200 0,9 0,9 1,8 0,9 0,9 1,8

Tahapan Percobaan : 1. Pembuatan larutan baku kerja Rhodamin B a. Buatlah larutan baku induk 100 mcg/mL dari 10 mg Rhodamin B dilarutkan dalam 100mL aqua destilata;

14 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

b. Buatlah larutan baku kerja Rhodamin B dengan mengencerkan larutan baku induk dengan aqua destilata sampai diperoleh larutan baku kerja dengan konsentrasi 0,25; 0,5; 1; 2;3 & 5 mcg/mL. 2. Penentuan λ maksimum a. Amati nilai absorbansi dari larutan baku kerja 2 & 5 mcg/mL pada panjang gelombang 530-560 nm. Buatlah kurva absorbansi terhadap λ dari larutan baku kerja 2 & 5 mcg/mL tersebut pada kertas grafik. b. Tentukan λ maksimum. 3. Pembuatan kurva baku a. Lakukan pengamatan absorbansi dari larutan baku kerja pada λ maksimum. b. Buat tabel hasil pengamatan dan buat kurva kadar larutan baku kerja terhadap serapan pada kertas grafik. c. Hitung regresi dan buat persamaan garis kurva. 4. Simulasi model farmakokinetika In Vitro : A. Rute intravaskular, kompartemen satu terbuka 1. Isi gelas beker dengan aqua destilata secara kuantitatif, sesuai dengan nilai Vd; 2. Tambahkan Rhodamin B ke dalam gelas beker sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan diambil dari larutan baku induk yang disesuaikan volumenya); 3. Ambil sampel dari beker glass larutan Rhodamin B secara berulang senilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil tersebut dengan air suling; 4. Ukur absorbansi sampel pada λ maksimum yang telah diperoleh, gunakan aqua destilata sebagai blanko. 5. Hitung parameter farmakokinetikanya.

B. Rute ekstravaskular, kompartemen satu terbuka Pada percobaan ini dianggap kadar puncak diperoleh pada pemberian ke 4-5 sehingga percobaan dilakukan dengan pemberian obat 4-5 kali dengan tiap kali 1/5 – ¼ dari dosis yang digunakan. Cara melakukan percobaan ini adalah : 1. Isi bekerglass dengan aqua destilata secara kuantitatif sesuai dengan nilai Vd; 2. Tambahkan Rhodamin B 1/5 – ¼ dosis ke dalam bekerglass sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebelumnya (Rhodamin B yang ditambahkan diambil dari larutan baku induk yang disesuaikan volumenya); 3. Homogenkan larutan, kemudian diambil sampel larutan Rhodamin B sebesar nilai Cl nya dan segera ganti volume tersebut dengan aqua destilata; 4. Lakukan prosedur tersebut secara berulang sampai semua dosis Rhodamin B masuk; 15 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

5. 6. 7. V.

Lanjutkan pengambilan sampel larutan Rhodamin B secara berulang senilai Cl dan segera gantikan volume yang diambil tersebut dengan aqua destilata; Ukur absorbansi sampel pada λ maksimum yang telah diperoleh, gunakan aqua destilata sebagai blanko; Hitung parameter farmakokinetika.

Data Hasil Pengamatan 1. Penimbangan Rhodamin B : - Berat wadah + Rhodamin B = gram - Berat Wadah = gram - Berat Rhodamin B = gram 2. Tabel nilai absorbansi Rhodamin B pada berbagai λ untuk penentuan λ maksimum :

Panjang gelombang (nm) 530 535 540 545 550 555 560

Absorbansi C1 (2mcg/mL) C2 (5mcg/mL)

λ max =

nm

3. Tabel nilai absorbansi Rhodamin B pada berbagai kadar untuk pembuatan kurva baku : Kadar (mcg/mL)

Absorbansi (Sampel-blanko) 16

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

0,25 0,5 1 2 3 5

Persamaan regresi :

Persamaan kurva baku :

4. Kadar Rhodamin B dalam sampel tiap waktu (Rute ekstravaskular I) : Waktu Sampling (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

VI.

Absorbansi

Kadar (mcg/mL)

Log Kadar

Analisis Data 1. Rute Intravaskular 1 A. Teoritis : Do = 5mg; Cl = 200mL.menit-1; Vd = 0,9L 17

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

K = t½ = AUC = B. Persamaan Regresi : Waktu Sampling (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Log Kadar

Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a

K

=



=

AUC

=

C. Grafik X1 = X2 =

y1 = y2 =

Slope = K

= 18

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018



=

Cp0 dari ekstrapolasi = AUC = Cp0 / K

2. Rute Intravaskular II A. Teoritis Do = 2,5mg; Cl = 100mL.menit-1; Vd = 0,9L K = t½

=

AUC

= B. Persamaan Regresi :

Waktu Sampling Log Kadar (menit) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a

K

=

19 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018



=

AUC

=

C. Grafik X1 = X2 =

y1 = y2 =

Slope = K

=



=

Cp0 dari ekstrapolasi = AUC = Cp0 / K 3. Rute Intravaskular III A. Teoritis Do = 5mg; Cl = 200mL.menit-1; Vd = 1,8L K = t½

=

B. Persamaan Regresi : Waktu Sampling (menit) 1 2 3 4 5 6

Log Kadar

20 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

7 8 9 10 11 12 Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a

K

=



=

AUC

=

C.

Grafik X1 = X2 =

y1 = y2 =

Slope = K

=



=

Cp0 dari ekstrapolasi = AUC = Cp0 / K

4. Rute Ekstravaskular I A. Teoritis Do = 5mg; Cl = 200mL.menit-1; Vd = 0,9L K = t½

= 21

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

B. Persamaan Regresi : Waktu Sampling Log Kadar (menit) 7 8 9 10 11 12 Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a K

=



=

C. Perhitungan Harga Ka t = 1 menit t = 2 menit t = 3 menit C residual = C ekstrapolasi – C sebenarnya C1 residual = C2 residual = C3 residual = Persamaan garis Log C residual vs waktu y= r= slope = D. Harga AUC : 5. Rute Ekstravaskular II A. Teoritis Do = 2,5mg; Cl = 100mL.menit-1; Vd = 0,9L K = 22 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018



= B. Persamaan Regresi :

Waktu Sampling Log Kadar (menit) 7 8 9 10 11 12 Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a K

=



=

C. Perhitungan Harga Ka t = 1 menit t = 2 menit t = 3 menit C residual = C ekstrapolasi – C sebenarnya C1 residual = C2 residual = C3 residual =

Persamaan garis Log C residual vs waktu y= r= slope = D. Harga AUC :

23 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

6. Rute Ekstravaskular III A. Teoritis Do = 5mg; Cl = 200mL.menit-1; Vd = 0,9L K = t½

=

B. Persamaan Regresi : Waktu Sampling Log Kadar (menit) 7 8 9 10 11 12 Persamaan Regresi Log kadar vs waktu : y = bx + a K

=



=

C. Perhitungan Harga Ka t = 1 menit t = 2 menit t = 3 menit C residual = C ekstrapolasi – C sebenarnya C1 residual = C2 residual = C3 residual = Persamaan garis Log C residual vs waktu y= 24 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

r= slope = D. Harga AUC :

VII. PEMBAHASAN

VIII. KESIMPULAN

25 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

IX. PUSTAKA - Shargel, Leon., 1988. Biofarmasetika dan Farmkokinetika Terapan, Edisi kedua, Penerjemah : Dr. Fasich, Apt; Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya : Airlangga University Press. - Ritchel, W.A., 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 4th ed. Drug Intelligence Publication Inc. Hamilton, Illinois.

PENENTUAN % RECOVERY PADA METODE PENETAPAN KADAR OBAT MENGGUNAKAN DATA DARAH I.

PENDAHULUAN Metode penetapan kadar dalam sampel biologis (bioanalisis) saat ini merupakan hal yang sangat penting. Pengembangan obat baru, uji bioavailabilitas-bioekivalensi, penyalahgunaan obat, farmakokinetika klinik merupakan contoh dari masalah yang menggunakan bahan biologis sebaga media sampel dalam penetapan kadar. Metode penetapan kadar sebelum digunakan harus diuji validitasnya terlebih dahulu. Syarat-syarat dalam melakukan validasi metode, adalah sebagai berikut : 1. Accuracy (kecermatan) Kecermatan metode analisis merupakan keterdekatan hasil yang diperoleh dengan memakai metode tersebut menggunakan nilai yang sebenarnya. Penentuan kecermatan metode analisis biasanya dinyatakan dalam persen perolehan kembali terhadap sampel yang kadarnya telah diketahui dengan pasti. Persyaratan perolehan kembali metode analisis adalah 80-120% dari kadar yang tertera pada label. Rentang perolehan kembali yang dipersyaratkan tersebut cukup lebar, hal tersebut dimaksudkan untuk analisis kadar yang sangat rendah dan melalui prosedur analisis yang cukup panjang. 2. Presisi (ketelitian) Ketelitian suatu metode analisis dinyatakn sebagai simpangan baku atau simpangan 26

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

relatif dari beberapa kali penentuan kualitatif terhadap sampel yang dianalisis dengan metode terpilih. Untuk menentukan ketelitian suatu metode analisis diperlukan penentuan berulang kali dengan prosedur yang sama. Semakin kecil simpangan relatif yang diberikan suatu metode analisis maka kesahihan metode lebih tajam. Semakin kecil kadar obat yang dianalisis dan semakin panjang tahapan prosedur metode analisis akan didapat harga simpangan relatif yang semakin besar. 3. Repeatability, reproducibility (keterulangan) Repeatibility merupakan metode yang dapat diulang dalam laboratorium, instrumen dan analis yang sama. Reproducibility merupakan metode yang dapat diulang dalam laboratorium, instrumen dan analis yang tidak sama. 4. Selectivity (kepemilahan) Kepemilahan sangat penting dalam metode analisis instrumental sebab yang dihadapi adalah matrik sampel yang kompleks. Diharapkan detector instrument hanya memberikan tanggapan terhadap sinyal molekul yang spesifik atau terpilah. 5. Sensitivity (Sensitivitas) Sensitivitas suatu metode analisis harus diketahui batas kadar terkecil yang dapat ditentukan untuk analisis kuantitatif yang dikenal sebagai LOD (Limit of Detection). LOD merupakan suatu parameter untuk menentukan suatu sampel dengan kadar yang terkecil akan tetapi masih memberikan tanggap detector yang berbeda dengan pembanding (tanpa sampel). Sedangkan LOQ (Limit of Quantitation) merupakan kadar yang terkecil dari sampel yang dapat dianalisis dengan hasil penentuan kuantitatif yang menunjukkan dan ketelitian yang memadai. 6. Instrumental Dyriarrtic Range (IDR) / rentang kelurusan Rentang kelurusan IDR yaitu suatu rentang kadar yang terendah sampai kadar tertinggi yang ditentukan dengan metode analisis dan direalisasikan dengan tanggap detector dengan koefisien korelasi yang mendekati harga satu dan sesuai dengan metode analisis yang dipakai. Hampir seluruh bioanalisa didukung oleh analisis instrumental. Untuk itu pemilihan teknik dan metode analisis perlu diperhatikan, hal ini mengingat: 1. Matrik sampel bioanalisis rumit Hal ini terjadi karena pada sampel tersebut mengandung banyak zat-zat lain yang tidak diperuntukkan dianalisis (sebagai komponen pengganggu) 2. Kadar analit pada umumnya sangat kecil, berukuran ng-pg. Pemilihan sampel untuk bioanalisis tergantung dari beberapa faktor seperti : 27 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

● Tujuan penelitian ● Sifat fisikokimia bahan aktif ● Kondisi penderita II.

TUJUAN PERCOBAAN Mempelajari konsep dasar penetapan % recovery dan menerapkannya dalam praktek.

III.

DISKUSI AWAL 1. Jelaskan macam-macam sampel biologis, cara pengambilan dan perlakuan! 2. Apa yang dimaksud dengan plasma, serum dan whole blood? 3. Kapan digunakan plasma, serum dan whole blood sebagai media sampel pada penetapan kadar? 4. Bagaimana cara penyimpanan sampel biologis? 5. Apa yang dimaksud dengan metode invasive dan non invasive? Jelaskan dan beri contohnya! 6. Bagaimana cara menyiapkan sampel darah sebelum dilakukan penetapan kadar? 7. Bagaimana cara menyiapkan sampel urin sebelum dilakukan penetapan kadar? 8. Apa yang dimaksud dengan standar pembanding? Bagaimana cara memperolehnya? 9. Apa yang dimaksud dengan recovery pada penetapan kadar sampel biologis?

IV. METODE PENETAPAN KADAR SAMPEL BIOLOGIS Prosedur :

V.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan :

2.

Alat

:

28 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

VI.

PEMBUATAN KURVA BAKU a. Pembuatan larutan baku induk

b. Pembuatan larutan baku kerja

VII. PEMBUATAN PENETAPAN % RECOVERY Buatlah metode penetapan % recovery untuk metode penetapan kadar di atas.

VIII. HASIL PENGAMATAN a. Tabel kurva baku :

29 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

No

Konsentrasi (bpj)

Serapan (A) AII AIII

AI

Rata-rata

Persamaan kurva baku :

b.

Tabel kadar sampel recovery dan pembanding (baku) : Serapan sampel

No

AI

AII

AIII

Konsentrasi sampel (bpj) Rerata

CI

CII

CIII

Rerata

Konsentrasi pembanding (bpj)

% recovery

Persamaan kurva pembanding :

IX.

KURVA BAKU (dalam kertas rectangular) Konsentrasi baku vs serapan baku

30 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

X.

KURVA RECOVERY (dalam kertas rectangular) Konsentrasi baku vs serapan sampel

XI.

DISKUSI AKHIR 1. Apakah fungsi atau peran % recovery? 2. Mengapa persyaratan % recovery untuk bioanalisis 80-120%? 3. Hitunglah kadar bahan obat berikut menggunakan metode penetapan yang telah dilakukan : AI : AII :

31 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

XII.

KESIMPULAN

XIII. PUSTAKA ➢ Shargel, Leon., 1988. Biofarmasetika dan Farmkokinetika Terapan, Edisi kedua, Penerjemah : Dr. Fasich, Apt; Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya : Airlangga University Press. ➢ Ritchel, W.A., 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 4th ed. Drug Intelligence Publication Inc. Hamilton, Illinois. ➢ Smith, R.V. and Stewart, J.T., 1981. Textbook of Biopharmaceutic Analysis. Lea & Febiger, Philadelphia.

PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA MENGGUNAKAN DATA URIN I.

Pendahuluan Dalam menggambarkan proses farmakokinetika yang kompleks dalam tubuh dibutuhkan model farmakokinetika yang merupakan suatu hubungan matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa. Urin atau air seni merupakan cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal melalui proses urinasi, berupa zat-zat sisa metabolisme termasuk obat-obatan. Data ekskresi obat melalui urin dapat digunakan dalam memperkirakan bioavailabilitas. Jumlah kumulatif dalam obat yang dieksresikan dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi. Agar data yang diperoleh baik maka obat harus dieksresi dengan jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Urin atau air seni merupakan cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam 32 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

terlarut dan materi pembentukan urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebihan atau berpotensi racun akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Urin dapat menjadi petunjuk dehidrasi, dimana dapat dilihat untuk seseorang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air, sedangkan seseorang yang menglamai dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat (Winarno, 2008). Urin memiliki komponen organik dan anorganik seperti urea, asam urat dan kreatinin yang merupakan komponen organik dari urin. Sedangkan ion-ion seperti Na, K, Ca, serta anion Cl merupakan komponen anorganik dari urin. Warna urin pada kuning, disebabkan oleh urokrom, yaitu famili zat empedu, yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara terbuka, urokrom dapat teroksidasi, sehingga urin menjadi berwarna kuning tua. Pergeseran konsentrasi komponen-komponen fisiologik urin dan munculnya komponen-komponen urin yang patologik dapat membantu diagnosa penyakit. Data ekskresi obat melalui ekskresi dalam urin dapat digunakan untuk memperkirakan bioavalabilitas. Agar data yang diperoleh baik maka obat harus diekskresi dengan jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Jumlah kumulatif dalam obat yang diekskresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi. Pada percobaan, cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah pemberian produk obat. Tiap cuplikan ditetapkan kadar obat bebas dengan cara yang spesifik. Kemudian dibuat grafik yang menghubungkan kumulatif obat yang dieksresi terhadap jarak waktu pengumpulan (Rgmaisyah, 2009). Tetapan laju eliminasi (K), dapat dihitung dari data eksresi urin. Dalam perhitungan ini, laju eksresi obat dianggap sebagai orde kesatu. K merupakan tetapan laju eksresi ginjal. Oleh karena eliminasi suatu obat biasanya dipengaruhi oleh eksresi ginjal atau metabolism (biotransformasi), maka dapat digunakan persamaan : dDu/dt = KeDB Setelah diturunkan maka diperoleh : K = Km + Ke Km merupakan laju proses metabolism orde kesatu dan Ke adalah laju proses ekskresi orde kesatu. Laju ekskresi obat melalui urin (dDu/dt) tidak dapat ditentukan melalui percobaan segera setelah pemberian obat. Dalam prakteknya, urin dikumplkan pada jarak waktu tertentu kemudian konsentrasi obat dianalisis.laju ekskresi urin tersebut kemudian dirata-ratakan 33 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

dan dihitung untuk tiap waktu pengmupulan. Harga dD u/dt rata-rata digambar pada pada suatu skala semilogaritmik terhadap waktu yang merupakan nilai tengah waktu pengumpulan. Faktor-faktor tertentu dapat mempersulit untuk mendapatkan data ekskresi urin yang sahih. Beberapa faktor tersebut antara lain: a. Suatu fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah yang seharusnyaa diekskresikan melalui urin; b. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat yang tidak berubah dan harus tidak dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat yang mempunyai struktur kimia yang serupa; c. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan gambaran kurva yang baik; d. Cuplikan data urin hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir semua obat dieksresi; e. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju ekskresi urin yang bermakna (Rgmaisyah, 2009). II.

Prinsip percobaan Parameter farmakokinetika dapat ditentukan dari data kadar obat dalam darah atau dari kadar obat dalam urin sebagai obat utuh atau metabolit aktif. Keberadaan obat dalam tubuh (time course of the body) ditentukan oleh proses ADME, data laju ekskresi obat dalam urin analog dan data kadar obat dalam plasma setiap waktu. Oleh karena itu parameter farmakokinetika suatu obat dapat ditentukan dengan menggunakan data urin. Penetapan kadar salisilat dalam cuplikan urin menggunakan metode Trinder dan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer dan untuk pengujian menggunakan cuplikan urin subyek yang ditampung tiap dua jam setelah pemberian tablet Aspirin 500mg hingga 11 kali pengambilan cuplikan sedangkan penentuan persen recovery menggunakan data urin kontrol. III. 1.

Bahan dan Alat Bahan a. Tablet Aspirin b. Na-Salisilat c. Pereaksi Trinder d. Aquadest

2.

Alat a. Pipet volume 1, 5 dan 10 ml b. Labu ukur 10 dan 50 ml c. Beakerglas 50 ml 34

LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

d. e. f. g.

Kuvet Spektrofotometer UV-Vis Timbangan analitik Filler pipet

IV. 1.

2.

Prosedur kerja Pembuatan pereaksi Trinder a. Dilarutkan 40g HgCl dalam air panas 850ml kemudian dididihkan; b. Ditambahkan 120mL HCl 1 N dan 40g Ferrinitrat; c. Ditambahkan air suling sampai 1000mL. Pembuatan larutan baku salisilat a. Dilarutkan 58g Natrium salisilat dalam 50mL air suling sebagai larutan baku induk; b. Dibuat variasi konsentrasi masing-masing dalam 10mL dengan diambil larutan baku induk sebanyak 0,2mL (20mg/mL); 0,5mL (50mg/mL); 1mL (100mg/mL); 1,5mL (150mg/mL); 2mL (200mg/mL) dan 3mL (300mg/mL). 3. Penentuan panjang gelombang maksimum a. Digunakan variasi konsentrasi 100 dan 200mg/mL, masing-masing diambil 1mL dalam tabung reaksi; b. Ditambahkan 5mL pereaksi Trinder, dikocok hingga homogen; c. Diukur absorbansi pada rentang panjang gelombang 505-520nm; d. Ditentukan panjang gelombang maksimum. 4. Pembuatan kurva baku a. Ditambahkan 5mL pereaksi trinder pada masing-masing 1mL variasi konsentrasi, kemudian diomogenkan dengan vortex; b. Dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum; c. Ditentukan persamaan garis dengan analisis regresi; d. Sebagai blanko gunakan air suling 1mL dan ditambahkan 5mL pereaksi Trinder dan dilakukan pengukuran absorbansinya. 5. Penetapan kadar salisilat yang ditambahan dalam urin a. Dibuat larutan baku induk dengan melarutkan 58mg Na salisilat dalam 50mL urin 1 dan urin 2; b. Dibuat variasi konsentrasi masing-masing sampel (20, 50, 100, 150, 200 dan 300mg/mL) dalam 10 mL; c. Diambil masing-masing 1mL sampel ditambahkan 5mL pereaksi Trinder dan dihomogenkan; d. Dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum; e. Digunakan urin 1 mL yang ditambahkan 5mL pereaksi trinder sebagai blanko dan dilakukan pengukuran absorbansinya. 6. Pengumpulan sampel urin 35 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

7.

V. 1.

a. Subjek dipuasakan dan diberi minum 400mL 1 jam sebelum diberikan obat; b. Kosongkan kandung kemih setelah 1 jam; c. Diberikan aspirin dosis 500mg dan air putih sebanyak 200mL; d. Diberi minum 400mL setiap 4 jam; e. Ditampung urin setiap 2 jam hingga didapat 11 sampel urin; f. Dicatat volume urin setiap waktu pengambilan. Penetapan kadar salisilat dalam cuplikan urin a. Diambil 1mL tiap sampel urin dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi; b. Ditambahkan 5mL pereaksi trinder dan dihomogenkan; c. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum; d. Ditentukan kadar salisilat dalam cuplikan urin dan dihitung nilai tetapan eliminasi dan waktu paruhnya.

Tabel Hasil Pengamatan Kurva Baku Konsentrasi

2.

Absorbansi

Penetapan kembali kadar salisilat yang ditambahkan dalam Urin

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

Kadar

% Recovery

36 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

3.

Penetapan kadar salisilat dalam cuplikan urin Waktu

Absorbansi

Volume (ml)

Kadar (ppm)

Jumlah Eksresi (mg)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah Total Ekskresi

4.

Penetapan kadar salisilat dalam cuplikan urin Waktu

Absorbansi

Volume (ml)

Kadar (ppm)

Jumlah Eksresi (mg)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Jumlah Total Ekskresi

VI.

Perhitungan 1. Larutan induk

37 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

2. Pengenceran larutan baku kerja

3. Kurva baku

4. Penetapan kembali kadar salisilat yang ditambahkan dalam urin (Recovery) a. Kadar salisilat dalam urin

b. % Recovery

5. Penetapan kadar salisilat dalam cuplikan urin a. Kadar salisilat dalam urin

b. Jumlah ekskresi (mg)

6. Persamaan regresi 38 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

VII. PEMBAHASAN

VIII. KESIMPULAN

IX. PUSTAKA - Shargel, Leon., 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Penerjemah : Dr. Fasich, Apt; Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya : Airlangga University Press. - Ritchel, W.A., 1993. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 4th ed. Drug Intelligence Publication Inc. Hamilton, Illinois. - Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia: Jakarta, hal. 104

VARIASI KECEPATAN ABSORPSI/EKSKRESI OBAT PEMBERIAN SECARA PERORAL (PENGARUH METABOLISME OBAT) I.

PENDAHULUAN Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi permeabel. Zat-zat lipofil yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan 39 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

(ion). II. 1.

PROSES FARMAKOKINETIKA DALAM TUBUH Absorpsi Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek. Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat , misalnya melalui alat cerna, otot rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya. Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Kelarutan obat. 2. Kemampuan difusi melintasi sel membran 3. Konsentrasi obat. 4. Sirkulasi pada letak absorpsi. 5. Luas permukaan kontak obat. 6. Bentuk sediaan obat 7. Cara pemakaian obat. 2. Distribusi. Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel. Pada beberapa tempat misalnya tulang, organ dan cairan transel dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat ke sistem saraf pusat dan janin harus menembus sawar darah otak dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses distribusi, yaitu : 1. Perfusi darah melalui jaringan 2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul 3. Partisi ke dalam lemak 4. Transport aktif 5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal 6. Ikatan obat dan protein plasma. 3.

METABOLISME Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi 40 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama aktifitasnya. Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat. Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme, antara lain: ● Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan; ● Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat; ● Faktor genetika, pada orang yang memiliki faktor genetik tertentu dapat menimbulkan perbedaan efek obat pada pasien; ● Adanya pemakaian obat yang lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (inhibisi enzim). 4. EKSKRESI. Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. Selain itu ada pula beberapa cara lain, yaitu: ● Kulit, bersama keringat; ● Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas atau anestesi terbang; ● Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu; ● Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain; ● Usus, misalnya sulfa dan preparat besi. III. TUJUAN PERCOBAAN Memperlihatkan variasi kecepatan absobsi/eksresi obat yang diberikan secara oral. IV.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan: a. Kalium Iodida 300mg dalam kapsul b. Larutan kalium Iodida 1% c. Larutan Natrium Nitrit 10% d. Larutan Asam Sulfat (H2SO4) dilutes e. Larutan/suspensi amylum 1% 2.

Alat: a. Beaker Glass b. Tabung reaksi c. Pipet

41 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

V.

PROSEDUR KERJA 1. Dua orang voluenter dari tiap kelompok sebagai subjek percobaan (I dan II); 2. Kosongkan kandung kemih subjek coba sebelum memakan obat uji, kemudian minum air sebanyak 2 gelas. Sebagian urin subjek coba (2-3 ml) ditampung dan disimpan sebagai urin kontrol; 3. Subjek I dan II menelan kapsul berisi Kalium Iodida; 4. Pada menit ke-15 setelah makan obat, urin ditampung dari masing-masing subjek coba. Penampungan dilakukan selama 60 menit dengan interval waktu 15 menit; 5. Sebagai kontrol dan perlakuan, dibuat Kalium Iodida dalam tabung reaksi (Uji Eksresi Kalium Iodida); 6. Lakukan pengujian sebagai berikut : a. 1ml KI 1% + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi b. 1ml KI 1% + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi c. 1 ml urin kontrol/saliva + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi d. 1 ml urin/saliva subjek yang makan KI + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi.

VI.

DATA PERCOBAAN Tanggal percobaan Subjek coba Berat badan subjek Obat yang digunakan

1.

: : : :

kg Dosis

:

Urin dan saliva kontrol KI+Amylum

KI + NaNO2 + Waktu H2SO4 + Amylum 15’

Urin (kontrol) + NaNO2 Saliva + NaNO2 + H2SO4 + + H2SO4 + Amylum Amylum

30’ 45’ 60’

2.

Urin dan saliva setelah pemberian obat uji Waktu 15’

Urin setelah minum obat

Saliva setelah minum obat

42 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM –FARMAKOKINETIKA 2018

30’ 45’ 60’

VII. PEMBAHASAN

VIII. KESIMPULAN

IX.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Takeru Higuchi, Einar Brochmann-Hanssen, 1961, Pharmaceutical Analysis, Interscience Publishers, New York.

43 LABORATORIUM FARMASI KLINIK & KOMUNITAS - FAKULTAS FARMASI UNMUL

More Documents from "haura wulan"