BAB I PENDAHULUAN Urosepsis didefinisikan sebagai sepsis yang disebabkan oleh infeksi saluran urogenital. Pada orang dewasa, urosepsis terjadi sekitar 25% dari semua kasus sepsis, dan dalam banyak kasus disebabkan karena komplikasi dari infeksi saluran kemih. Saluran kemih merupakan tempat infeksi sepsis berat dan syok septik pada sekitar 10-30% kasus. Sepsis berat dan syok septik merupakan suatu kondisi kritis, dengan angka kematian yang baru dilaporkan mulai dari 28.3% hingga 41.1%. Tempat infeksi yang menyebabkan sepsis berat atau syok septik adalah pneumonia pada sekitar 45% pasien, dan infeksi saluran kemih mulai dari 9% hingga 31% pasien, serta perut mulai dari 19% hingga 32%.1 Pada Urosepsis, keparahan penyakit sebagian besar tergantung pada respon hospes. Pasien yang lebih mungkin menderita urosepsis meliputi: pasien lanjut usia; penderita diabetes; pasien imunosupresif, seperti penerima transplantasi; pasien yang menerima kemoterapi kanker atau kortikosteroid; dan pasien dengan AIDS. Urosepsis juga tergantung pada faktor lokal, seperti batu saluran kemih, obstruksi pada setiap tingkat di saluran kencing saluran, uropati kongenital, gangguan kandung kemih neurogenik, atau manuver endoskopik.2 Patogen utama penyebab urosepsis adalah bakteri gram negatif, hal ini berbeda dari sepsis secara keseluruhan, yang justru didominasi oleh bakteri gram positif. Telah dilaporkan bahwa tingkat resistensi patogen pada urosepsis >10% untuk hampir semua antibiotik3. Perawatan urosepsis membutuhkan kombinasi perawatan pendukung kehidupan yang memadai dan terapi antibiotik yang cepat, serta manajemen optimal untuk gangguan saluran kemih. Drainase untuk obstruksi pada saluran kemih sangat penting sebagai pengobatan lini pertama. Ahli urologi direkomendasikan untuk mengobati pasien untuk bekerja sama dengan bagian keperawatan intensif dan spesialis penyakit menular.2
1
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Nama
: Ny. F
Umur
: 48 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Sukolilo RT 05 RW 03, Sukosongo, Kembangbahu, Lamongan
Agama
: Islam
MRS
: 11 Juni 2018
Pemeriksaan
: 11 Juni 2018
B. Anamnesa Anamnesa dilakukan secara heteroanamnesa dikarenakan kondisi pasien lemas dan kesakitan 1. Keluhan utama Nyeri perut sebelah kanan
2. Keluhan tambahan Demam menggigil, badan lemas, mual
3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan sejak satu minggu SMRS namun memberat sejak 2 hari SMRS. Nyeri perut awalnya berasal dari pinggang kanan lalu menjalar hingga ke perut sebelah kanan yang dirasakan seperti kemeng dan menetap terusterusan. Nyeri perut yang dirasakan semakin memberat hingga mengganggu aktivitas, bahkan tidak membaik saat istirahat.
Selain
nyeri perut, pasien juga mengalami demam hingga menggigil sejak satu 2
hari SMRS. Demam turun ketika diberi parasetamol namun cenderung naik lagi. Menurut keluarga pasien, selama ini pasien tidak pernah mengeluhkan adanya gangguan BAK seperti nyeri saat berkemih, keluar batu kecil atau pasir saat berkemih, atau keluar darah saat berkemih. Pasien mengalami mual, muntah disangkal, dan nafsu makan menurun semenjak satu minggu sebelum MRS hingga badannya menjadi lemas. Kurang lebih satu bulan sebelum MRS, pasien sempat MRS di Puskesmas Kembangbahu karena demam menggigil selama tiga hari kemudian dirujuk ke RS NU karena demamnya tidak kunjung membaik yang disertai trombosit menurun. Pasien dirawat selama dua minggu di RS NU hingga panas sudah membaik. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari di rumah mengasuh cucu dan terkadang bertani di sawah namun tidak setiap hari. Konsumsi makanan sehari – hari cukup, tidak ada makanan khusus yang dikonsumsi berlebihan.
4. Riwayat penyakit dahulu -
Penyakit jantung: Hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu dan jantung bengkak
-
Hernia pada tahun 2009 dan sudah dioperasi
-
Diabetes mellitus disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga Disangkal
6. Riwayat alergi Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dan lainnya
7. Riwayat penggunaan obat kronis Captopril
3
C. Pemeriksaan fisik 1. Tanda-tanda vital Tekanan Darah
: 80/65 mmHg
Nadi
: 115 x / menit
RR
: 30 x / menit
Suhu
: 38.2 °C
Skala nyeri
:6
2. Status generalis Keadaan umum: lemah Kepala
GCS: 456 Somnolen
: A/I/C/D +/-/-/-. Bentuk normochepal, deformitas (-), tumor (-), bekas operasi/ jahitan (-), luka (-)
Leher
: Pembesaran thyroid (-), pembesaran KGB leher (-), deformitas (-), tumor (-), luka (-)
Thorax
: Simetris, normochest, deformitas (-), tumor (-), , luka (-). Cor : S1 S2 tunggal regular, gallop (-), murmur (-) Pulmo : vesikuler/vesikuler. Rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
: Flat, bekas jahitan operasi (+) Bising usus (+); Nyeri tekan (+) dan teraba massa dengan tepi rata, batas tegas, padat kenyal pada region lumbal kanan Tympani.
Extremitas : Deformitas (-), tumor (-), luka (-), Akral dingin basah pucat
Edema
+
+
-
-
+
+
-
-
4
3. Status urologis -
Ginjal : Flank pain (+/-) Flank mass (+/-) Nyeri ketok CVA (+/-)
-
Buli-buli tidak teraba
-
Genitalia
eksterna:
v/v
dalam
batas
normal,
pus/darah/cairan/keputihan (-), kateter (-), tanda-tanda radang (-).
D. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium 11 Juni 2018 Urine
Darah:
Glukosa
negatif
WBC
: 25,600 /µL
Bilirubin
negatif
Hb
: 7,6 g/dL
Keton
negatif
Hct
: 22,5 %
Darah
positif +++
Trombosit : 360,000 /µL
pH
5.5
GDA
Protein
positif +++
Creatinin : 1,4 mg/dL
Urobilin
negatif
SGOT
: 57 U/L
Nitrit
negatif
SGPT
: 302 U/L
Leukosit
positif +++
Serum Na+: 129 mmol/L
Bakteri
positif
Serum K+ : 4,2 mmol/L
Epitel
positif 4-5
Serum Cl- : 95 mmol/L
Eritrosit urin
positif +++
Jamur
negatif
: 218 mg/L
Kristal asam urat negatif Leukosit urin
positif banyak
Parasit
negatif
5
2. Radiologis Foto Thorax 11 Juni 2018
Kesan: Cardiomegaly
6
BOF 11 Juni 2018
Tampak gambaran radiopaque ukuran ± 2x1 cm setinggi paralumbar os vertebra lumbalis III Dextra.
7
USG 11 Juni 2018
8
9
Kesimpulan: -
Pyohydronefrosis kanan dengan batu polus ginjal kanan
-
Organ lain tersebut di atas tak tampak kelainan 10
E. Diagnosa Diagnosa kerja
: Urosepsis
Diagnosa utama
: Batu Pyelum Dextra
Diagnosa komplikasi
: Pyohydronefrosis Dextra
Diagnosa sekunder
: Anemia
F. Terapi
Nasal kanul O2 4 lpm
Inf. Loading Asering 250 cc/30 menit TD: 86/57 mmHg tambah loading 750 cc TD: 95/45 mmHg maintenance Asering 1500 cc/24 jam
Cefotaxime 3 x 1 g
Pasang Kateter urine residu (-) keluar pus ± 100 cc
Transfusi PRC 1 bag
Konsultasi dr Asro Abdih Sp. U: - Infus PZ 500 cc/ hari loading Asering 500 cc (post transfusi) cek ulang tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg, pump dopamine mulai 3 mcg/kgBB. - Terapi injeksi: Cefotaxime 3 x 1g IV Antrain 3 x 1g IV - Transfusi PRC 2 bag/hari - Besok (tanggal 12 Juni 2018) rencana PNS Dextra
Operasi tanggal 12 Juni 2018 Tindakan :
Dilakukakan guiding USG pada regio lumbal dekstra, ditemukan: internal echo (+), Hidronefroris Berat pada Ren Dextra.
Dilakukan insisi pada tip os costae XII sepanjang ± 2cm untuk Nefrostomi, keluar pus ± 200cc
Dilakukan pemasangan tube No. 16 lalu dilakukakn fiksasi. 11
Terapi pasca operasi:
Pasien tidak puasa diperbolehkan makan dan minum
Diet bebas TKTP
Injeksi: -
Antrain 3x1g
-
Cefotaxime 3x1g
-
Ranitidine 2x50mg
-
Lasix 1x20mg, bila tekanan darah sistol >100mmHg
-
Asam traneksamat 3x500mg
Besok (13 Juni 2018) pagi cek ulang DL
Pump dopamine lanjutkan
FOLLOW UP Tanggal 13 Juni 2018 S:
nyeri pada luka operasi, demam berkurang
O:
Keadaan Umum
: cukup (Compos Mentis / 4-5-6)
TD : 130/91 mmHg
N : 113 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 37.4 oC
Status generalis : dbn 12
Status urologi: -
Produksi urine : 500cc/24 jam
-
Regio Flank Dextra: tertutup kasa, membesar (-), rembesan (-), Drain hemorrhagic 200 cc/24jam, berupa pus+darah
-
Vesica urinaria: tidak teraba
-
Genitalia: v/v dbn
Laboratorium DL tanggal 13 Juni 2018 Darah: WBC
: 11,400 /µL
Hb
: 9,5 g/dL
Hct
: 28,4 %
Trombosit : 258,000 /µL
A:
Pyohydronephrosis Dextra post PNS Dextra H+1 Batu pyelum Dextra Urosepsis (membaik)
P:
Diet TKTP Infus PZ 500cc : Futrolit 1000cc / 24 jam Antrain stop ganti tamoliv 3x1g Terapi lain lanjut Monitoring produksi PNS Dextra Mobilisasi duduk
Tanggal 14 Juni 2018 S:
nyeri pada luka operasi, demam berkurang
O:
Keadaan Umum
: cukup (Compos Mentis / 4-5-6)
TD : 136/93 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 36 oC
Status generalis : dbn Status urologi: -
Produksi urine : 1200cc/24 jam
-
Regio Flank Dextra: tertutup kasa, membesar (-), rembesan (-), Drain hemorrhagic 200cc/24jam, berupa darah 13
A:
-
Vesica urinaria: tidak teraba
-
Genitalia: v/v dbn
Pyohydronephrosis Dextra post PNS Dextra H+2 Batu pyelum Dextra Urosepsis (membaik)
P:
Diet TKTP Infus PZ 500cc : Futrolit 1000cc / 24 jam Transfuse PRC 1 bag Tamoliv 3x1g IV Cefotaxime 3x1g IV Asam tranexamat 3x500mg IV Lasix stop Mobilisasi duduk Rawat luka operasi pertahankan PNS Dextra
14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal dari saluran urogenitalia4. Urosepsis disebabkan oleh invasi, dari fokus infeksi di saluran kemih, mikroorganisme patogen atau komensal, atau konstituennya ke dalam tubuh, mendorong respon yang kompleks dengan mensintesis mediator endogen yang bertanggung jawab atas berbagai fenomena klinis.5
2. Epidemiologi Data di Amerika Serikat menunjukkan insiden sepsis sekitar 750.000 kasus/ tahun, yang bertanggung jawab hingga 250.000 kematian / tahun. Dalam kaitannya dengan seluruh populasi, kejadian tahunan 3 kasus per 1.000 orang dan 26 kasus per 1.000 orang di populasi lansia (lebih dari 65 tahun) dilaporkan. Sekitar 50% dari kasus, sepsis muncul dari sistem saluran kencing5. Penelitian epidemiologi di berbagai Rumah sakit di Amerika Serikat Selama kurun waktu antara 1979-2000 menunjukkan bawa insiden sepsis mengalami peningkatan rata-rata 8.7% setiap tahunnya, dengan insiden laki-laki relatif lebih banyak dibandingkan wanita. Sebagian besar kematian disebabkan karena disfungsi organ multiple. Dikatakan bahwa jika tidak disertai dengan komplikasi disfungsi organ, hanya 15% pasien sepsis yang meninggal, sedangkan jika diikuti dengan disfungsi organ multiple angka kematian meningkat menjadi 70%6. Prognosis urosepsis lebih baik, dengan tingkat mortalitas 20-40% untuk urosepsis berat. Secara umum, sepsis lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita7.
15
3. Etiologi Urosepsis disebabkan oleh Bakteri gram negatif (Escherichia coli 52%, Enterobacteriaceae spp 22%, Pseudomonas aeruginosa 4%), Bakteri gram positif (Enterococcus spp 5%, Staphylococcus aureus 10%), dan bakteri patogen lainnya pada urosepsis nosocomial (1% dari semua kasus)5. Bakteri yang paling virulen adalah Pseudomonas serta Klabsiella dan dalam hal ini, Pseudomonas eringkali menunjukkan resistensi terhadap berbagai antibiotika4. Urosepsis timbul karena adanya obstruksi saluran kemih sehingga kemampuan urine untuk mengeliminasi kuman dari saluran kemih menjadi terganggu sehingga menyebabkan kuman dengan mudah berkembang biak di dalam saluran kemih, menembus mukosa saluran kemih, dan masuk ke dalam seirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia 4. Kelainan urologi yang sering menimbulkan urosepsis adalah batu saluran kemih, hyperplasia prostat, dan keganasan saluran kemih yang menyebabkan hidronefrosis dan bahkan pionefrosis6.
4. Faktor Resiko Faktor resiko urospesis dapat dikategorikan menjadi hospes, lingkungan, atau intervinsi. Seringkali kombinasi faktor-faktor ini mampu menyebabkan infeksi.3 a. Hospes Pasien yang lebih mungkin menderita urosepsis termasuk: pasien usia lanjut; penderita diabetes; pasien dengan imunosupresi, seperti penerima transplantasi; pasien yang menerima kemoterapi kanker atau kortikosteroid; dan pasien dengan AIDS.2 b. Lingkungan Faktor lingkungan terdiri atas faktor eksternal yang berkontribusi terhadap viruensi bakteri, transmisi bakteri ke hospes dan pertahanan tubuh hospes yang terganggu. Faktor eksternal yang paling penting meliputi konsumsi antibiotik yang tidak perlu dan tidak tepat, terbatasnya pegawasan sumber daya kesehatan, serta kurangnya program pengawasan lokal.3
16
c. Intervensi urologis Adanya bakteri di urine pada trauma saluran urogenital berkaitan dengan meningkatnya resiko infeksi saluran kemih dan sepsis. Rasio urosepsis akibat intervensi urologis dapat diringkas sebagai berikut:3 -
Radical prostatectomy: 0%
-
Transurethral resection of prostate: 0–4%
-
Transrectal prostate biopsies: 0.5–0.8%
-
Shock wave lithotripsy: 1%
-
Ureteroscopy untuk terapi batu: 9% SIRS and 3% sepsis berat
-
Percutaneous kidney stone surgery: 23–27% SIRS, 1.4–7% sepsis
-
Manajemen striktur urethra: Endoscopic urethrotomy: 8% Urethroplasty: 0
Predisposisi penyakit primer seperti usia lanjut, diabetes mellitus, keganasan, cachexia, imunodefisiensi, radioterapi, terapi sitostatik; obstruktif uropathy (misalnya, striktur uretra, benign prostatic hyperplasia [BPH]), karsinoma prostat, urolitiasis, gangguan neurogenik pada mikturisi, penyakit
inflamasi
(misalnya,
pielonefritis,
prostatitis
bakteri
akut,
epididimitis, abses ginjal, abses paranephritic, abses prostat), dan infeksi nosokomial (misalnya, pasien dengan kateter urin berdiam, setelah transurethral/ operasi terbuka, endoskopi, dan biopsi prostat)5.
5. Patofisiologi Sepsis disebabkan oleh invasi patogen atau bakteri komensal atau konstituen dinding sel bakteri, terutama lipopolisakarida (LPS), khususnya lipoid A yang merupakan endotoksin membran luar bakteri gram negatif, atau peptidoglikan, teikoin dan asam lipoteikoik bakteri gram positif, atau racun, misalnya, toxic-shock-syndrome-toxin 1 dan Staphylococcus aureus toksin A.5 Di dalam peredaran darah, bakteri gram negatif menghasilkan endotoksin, yaitu komponen lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada
17
lapisan sebelah luar bakteri. LPS ini terdiri dari atas komponen Lipid A yang menyebabkan: 1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain: tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha) dan interleukin 1 (IL-1). Sitokin inilah yang akan memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan menjurus pada sepsis berat, syok sepsis dan akhirnya menimbulkan disfungsi multiorgan atau
multi-organs dysfunction
syndrome (MODS). 2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor koagulasi. 3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa, terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein4.
Fenomena patofisiologi dan konsekuensi sepsis, sepsis berat, dan syok septik menghasilkan kondisi-kondisi sebagai berikut: - Perfusi kulit dan organ internal yang buruk dengan berkurang gradien oksigen arteri-vena oleh by-passing kapiler melalui beberapa shunt, akumulasi laktat (asidosis metabolik), serta anoksia - Aktivasi komplemen dan kaskade pembekuan darah - Aktivasi limfosit B dan T - Aktivasi neutrofil, sehingga meningkatkan kemotaksis dan kelengketan - Peningkatan
permeabilitas
kapiler
(Sindrom
kebocoran
kapiler)
hemokonsentrasi, sertya menurunnya volume darah sirkulasi. - Akumulasi neutrofil di paru-paru di mana mereka melepaskan protease dan radikal oksigen yang mengubah permeabilitas kapiler alveolar menjadi meningkatnya transudasi cairan, ion, dan protein ke dalam ruang
18
interstitial, yang akhirnya menghasilkan sindrom distres pernafasan akut (ARDS, syok paru-paru) - Depresi miokard, hipotensi - Apoptosis limfosit dan sel epitel gastrointestinal - Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) - Gangguan yang berakhir pada kegagalan fungsi hepar, ginjal, dan paru5.
6. Gejala Klinis Gejala klinis yang disampaikan pasien urosepsis tergantung pada kelainan organ urogenitalia yang menjadi sumber infeksi dan sampai seberapa jauh proses sepsis telah berlangsung. Gambaran klinis yang didapatkan antara lain demam, menggigil, hipotensi, takikardi, dan takipneu yang sebelumnya didahului oleh gejala kelainan pada saluran kemih antara lain: sistitis akut, pielonefritis akut, epididimitis, prostatitis akut, nyeri pinggang,
keluhan
miksi,
pasca
kateterisasi
uretra,
atau
pasca
pembedahan pada saluran kemih4. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya kondisi sepsis pada saluran urogenital harus dinilai, meliputi nyeri panggul, nyeri tekan costovertebral, nyeri pada saat berkemih, retensi urin, serta nyeri prostat atau skrotum juga harus diperiksa1. Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa fungsi organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernafasan, dan susunan saraf pusat4.
7. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang beredar didalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam urin (kutur urin). Secara umum dikatakan urosepsis merupakan komplikasi dari beberapa situasi antara lain: 1. tindakan instrumentasi pada traktus genitourinaria 2. abses renal 3. pielonefritis akut
19
4. Infeksi akibat obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan kekebalan imunitas 5. bakteriuri akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan pasien dengan gangguan kekebalan imunitas6. Selain itu, dilakukan pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi, dan akibat dari kelainan yang ditimbulkan pada berbagai organ. Segera dilakukan pemeriksaan yang meliputi laboratorium, pencitraan dan pemeriksaan penunjang yang lain4.
20
Bukti klinis infeksi saluran kemih berdasarkan pada gejala, pemeriksaan Gangguan
Definisi
Infeksi
Terdapatnya bakteri pada tempat steril secara normal tetapi belum tentu disertai respon inflamasi hospes.
Bakterimia
Adanya bakteri di darah yang sudah dikonfirmasi dengan kultur dan dapat bersifat sementara
SIRS (Systematic
Respon terhadap berbagai macam kondisi klinis yang dapat menular seperti
Inflamatory Response
pada sepsis tetapi bisa saja tidak menular seperti pada luka bakar atau
Syndrome)
pankreatitis. Respon sistemik ini dimanifestasikan berupa dua atau lebih kondisi berikut: -
Suhu >38o C atau < 36o C
-
Denyut Jantung (Heart Rate) >90 kali/menit
-
Respiratory rate > 20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg (<4.3 kPa)
-
Leukosit (WBC) >12,000 sel/mm 3 atau <4,000 sel/mm3 atau >10% bentuk imatur (band)
Sepsis Hipotensi
Akstivasi proses inflamasi akibat infeksi Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan darah > 40 mmHg dari baseline tanpa adanya penyebab lain hipotensi.
Sepsis berat
Sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ , hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi mungkin termasuk tapi tidak terbatas pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental.
Syok septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun sudah mendapatkan resusitasi cairan yang adekuat dengan adanya kelainan perfusi yang mungkin termasuk, tetapi tidak terbatas pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental.
Syok septik refrakter
Syok septik yang berlangsung selama> 1 jam dan tidak merespon terhadap intervensi pemberian cairan atau farmakologis.
fisik, radiologis, dan data laboratorium seperti bakteriuria dan leukosituria. Definisi berikut dapat dipergunakan:
21
- Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi. Gejala SIRS yang awalnya dianggap wajib untuk diagnosa sepsis, sekarang dianggap sebagai “alerting symptoms”. - Sepsis berat dikaitkan dengan disfungsi organ - Syok septik adalah hipoperfusi dan hipotensi terus menerus meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan - Syok septik refrakter didefinisikan sebagai tidak adanya respon terhadap terapi pada syok septik2.
Kriteria diagnosa sepsis dan syok septik2
Kriteria diagnosis sepsis, sepsis berat dan syok septik berdasarkan German Sepsis Society7
22
8. Terapi Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komprehensif dan ditunjukkan terhadap penanganan infeksi yang meliputi eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi, akibat lanjut dari infeksi, yaitu SIRS, syok sepsis, atau disfungsi multiorgan, dan toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri4. Pemberian antibiotik pada urosepsis terlebih dahulu diambil contoh urine dan darah untuk dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui jenis kuman penyebab urosepsis agar bermanfaat bila pemberian antibiotik secara empirik tidak berhasil4.
Rekomendasi antibiotik secara empirik pada urosepsis meliputi: 23
-
Golongan Aminoglikosida (Gentamisin, tobramisin, atau amikasin) Pada pemberian aminoglikosida harus diperhatikan keadaan faal ginjal, karena golongan obat ini bersifat nefrotoksik. Selain itu pada urosepsis tidak jarang
menimbulkan
penyulit
gagal
ginjal,
sehingga
pemberian
aminoglikosida perlu dilakukan penyesuaian dosis. Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan cara menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat Gentamisin digunakan bersama dengan antibiotik lain seperti ampisilin. Gentamisin memiliki spektrum terapeutik yang relatif sempit terhadap organisme gram negatif. Gentamisin memiliki aktivitas yang baik melawan enterobacteria dan Pseudomonas, namun memiliki aktivitas buruk melawan streptokokus
dan
anaerob
dan
oleh
karena
itu
idealnya
harus
dikombinasikan dengan antibiotik beta-laktam (ampisilin) atau ciprofloxacin. -
Cepfalosporin generasi ketiga (misalnya, cefotaxime atau ceftriaxone IV) Golongan ini aktif terhadap bakteri gram negatif tetapi memiliki aktivitas yang lebih sedikit terhadap staphylococci dan bakteri gram positif. Ceftazidime juga punya aktivitas melawan Pseudomonas aeruginosa.
-
Fluoroquinolon (misalnya, ciprofloxacin} Merupakan alternatif untuk cephalosporins. Mereka menunjukkan aktivitas yang baik terhadap Enterobacteriaceae dan Pseudomonas aeruginosa tetapi kurang aktivitas terhadap stafilokokus dan enterococci.
-
Monoterapi dengan suspek enterococci menggunakan ampicillin 2 g IV q4h atau vancomycin bila alergi pensilin
-
Tambahkan Metronidazole bila terdapat sumber sepsis berupa bakteri anaerob
-
Bila suspek sepsis karena Candida, dapat diberikan fluconazole 6mg/kg/hari atau 400mg IV q24h4,8. Bila tidak terdapat respon klinis terhadap antibiotik di atas, dapat
dipertimbangkan menggunakan kombinasi piperacilin dan tazobactam. Kombinasi ini aktif melawan enterobacteria, enterococci, dan Pseudomonas8. Sumber-sumber infeksi secepatnya dihilangkan, misalnya pemakaian kateter uretra harus diganti dengan yang baru atau dilakukan drainase suprapubik; abses pada ginjal, perirenal, pararenal dan abses prostat dilakukan 24
drainase, dan pionefrosis/hidronefrosis yang terinfeksi dilakukan diversi urine atau drainase nanah dengan nefrostomi4. Jenis terapi suportif yang diberikan tergantung pada organ yang mengalami ganggua serta keadaan klinis pasien. Kematian akibat sepsis biasanya disebabkan karena kegagalan dalam memberikan terapi suportif terhadap disfungsi multi organ4. Rekomendasi terapi urosepsis sebagai berikut: 1. Penggantian volume - Infus 1-2 liter larutan elektrolit lebih dari 1-2 jam; Target capaian : tekanan vena sentral ( CVP ) 8-12 mmHg , MAP ≥ 65 mmHg tetapi ≤90 mmHg - Transfusi darah dalam kasus oksigenasi vena sentral < 70 % dan hematokrit <30; Optimal : Eritrosit segar ; Target capaian : nilai hemoglobin ≥7 - ≤10 g/100 ml whole blood , hematokrit > 30% - Dalam kasus hipoalbuminemia (< 2 g/100ml) , infus tambahan larutan albumin telah disarankan tetapi masih kontroversial. 2. Bantuan ventilasi Volume tidal, 6 ml/kg berat badan, Target capaian: saturasi oksigen arteri ≥ 93% , saturasi oksigen vena sentral ≥ 70 % . Jika < 70 % , pemberian dobutamin (awalnya 2,5 mg/kg/menit , setelah 30 menit, ditingkatkan 2,5 mg/ kg /menit; maksimum 20 mg/kg/menit) 3. Pemberian vasopressor Jika MAP<65 mmHg ,berikan dopamin, 1-3 mg/kg/menit, atau noradrenalin (norepinefrin) , 0,1-1,0 mg/kg/menit. 4. Kontrol eksresi urin Target produksi urin: >30ml/jam. Bila perlu dapat diberikn furosemide. Kontrol ketat glukosa darah ;target gula darah : 80-110 mg/100 ml; stabilisasi dengan terapi insulin intensif.
5. Terapi antibiotik Bila memungkinkan, diidentifikasi jenis bakteri yang menginfeksi sebelum pemberian antibiotik, atau digunakan antibioti spektrum luas: antibiotic beta-
25
laktam i.v: cefotaxime 3 x 2-4 g/hari, atau ceftazidime 3 x 1-2 g/hari, atau ceftriaxone 2 x 2 g pada hari pertama lalu 1 x 2 g/hari, ditambahkan aminoglikosid i.v seperti gentamisin 1 x 240-320 mg/ hari dengan menggunakan infus. 6. Menghilangkan sumber fokus infeksi Setelah stabilisasi fungsi kardiovaskular dan terapi awal antimikroba, menghilangkan fokus infeksi adalah wajib.bila berupa abses harus didrainase dan pyonefrosis harus diterapi dengan kateter JJ intraureteral atau nefrostomi perkutan5.
9. Prognosis Prognosis urosepsis lebih baik, dengan tingkat mortalitas 20-40% untuk urosepsis berat. Secara umum, sepsis lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita7.
BAB IV PEMBAHASAN
26
Ny. F, Wanita, 48 tahun datang ke RS Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 11 Juni 2018 dengan keluhan nyeri pada perut sebelah kanan yang dikeluhkan sejak satu minggu SMRS, memburuk sejak 2
hari SMRS dan kondisi tubuh semakin
melemah. Nyeri perut kanan berasal dari nyeri pinggang kanan. Pasien juga mengeluhkan demam yang disertai menggigil sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah, GCS 456 dengan kesadaran somnolen. TD = 80/65 mmHg, N = 115 x/menit dengan irama regular, RR = 30 x/menit, suhu aksila = 38,2oC. Pada pemeriksaan kepala didapatkan kedua konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan dan teraba massa (tepi rata, batas tegas, padat kenyal) pada region lumbal dekstra. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatan keempat akral dingin basah pucat. Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 11 Juni 2018, pada pemeriksaan darah didapatkan leukosit 25,600 /µL; HB 7,6 g/dL; Hct 22,5 %; trombosit 360,000 /µL; SGOT 57 U/L; SGPT 302 U/L; Creatinin1,4 mg/dL. Pada pemeriksaan urin didapatkan protein positif +++, pH 5.5, leukosit urin positif +++, bakteri positif +++, eritrosit urin positif +++. Pada pemeriksaan rontgen thorax AP didapatkan kesan kardiomegali. Pada pemeriksaan BOF didapatkan kesan adanya gambaran radiopaque ukuran ± 2x1 cm setinggi paralumbar os vertebra lumbalis III Dextra.. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan adanya Pyohydronefrosis kanan dengan batu polus ginjal kanan. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, bisa dilihat bahwa pasien ini mendapatkan gejala dari urosepsis. Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal dari saluran urogenitalia 4. Pada kasus ini bisa dilihat pasien mengalami infeksi saluran urgenital. Diagnosa ini bisa dilihat dari adanya Nyeri perut awalnya berasal dari pinggang kanan lalu menjalar hingga ke perut sebelah kanan, didapatkan pus yang keluar saat pemasangan kateter urin, dan mual. Keluhan utama lemas kemungkinan bisa dikarenakan kurangnya intake nutrisi karena pasien tidak nafsu makan karena mualnya.
SIRS (Systematic Inflamatory Response Syndrome) adalah Respon terhadap berbagairmacam kondisi klinis yang dapat menular seperti pada sepsis tetapi bisa saja
27
tidak menular seperti pada luka bakar atau pankreatitis. Respon sistemik ini dimanifestasikan berupa dua atau lebih dari kondisi berkut: - Suhu >38o C atau <36o C - Denyut jantung >90 kali per menit - Laju Nafas >20 kali per menit atau PaCO2 <32 mmHg (<4.3 kPa) - WBC >12.000 sel/mm3 atau <4000 sel//mm3 atau > 10 % bentuk imatur2. Pada pasien ini sudah didapatkan kempat kriteria SIRS, meliputi suhu 38.2 oC, denyut jantung 115x/menit, laju nafas 30x/menit serta WBC 25,600 /µL. Untuk etiologi dari urosepsis sendiri dikarenakan adanya infeksi di saluran kemih pasien. Pada kasus, belum sempat dilakukan kultur urin sehingga belum diketahui patogen penyebab infeksi. Urosepsis disebabkan oleh Bakteri gram negatif (Escherichia coli 52%, Enterobacteriaceae spp 22%, Pseudomonas aeruginosa 4%), Bakteri gram positif (Enterococcus spp 5%, Staphylococcus aureus 10%), dan bakteri patogen lainnya pada urosepsis nosocomial (1% dari semua kasus) 5. Faktor risiko yang terdapat pada pasien ini adalah adanya obstruksi saluran kemih berupa batu pyelum kanan. Perjalanan penyakit pada pasien dimulai dengan adanya obstruksi pada saluran kemihnya berupa batu pyelum kanan yang mengakibatkan pyohidonefrosis ginjal kanan pada pemeriksaan USG abdomen. Urosepsis timbul karena adanya obstruksi saluran kemih sehingga kemampuan urine untuk mengeliminasi kuman dari saluran kemih menjadi terganggu sehingga menyebabkan kuman dengan mudah berkembang biak di dalam saluran kemih, menembus mukosa saluran kemih, dan masuk ke dalam seirkulasi darah dan menyebabkan bakterimia4. Di dalam peredaran darah,
bakteri
gram
negatif
menghasilkan
endotoksin,
yaitu
komponen
lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada lapisan sebelah luar bakteri. LPS ini terdiri dari atas komponen Lipid A yang menyebabkan: 1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain: tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha) dan interleukin 1 (IL-1). Sitokin inilah yang akan memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan menjurus pada sepsis berat, syok sepsis dan akhirnya menimbulkan disfungsi multiorgan atau multi-organs dysfunction syndrome (MODS). 2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor koagulasi. 28
3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa, terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein4. Tatalaksana pada pasien sudah mendapatkan terapi cairan elektrolit berupa Asering 1000 ml pada satu jam pertama semenjak MRS serta direncanakan pemberian PRC 2 bag untuk kondisi anemianya. Untuk masalah ventilasi didapatkan takineu (laju napas 30x/menit) diberikan nasal kanul O2 4 lpm. Pemberian antibiotik spectrum luas berupa cefotaxime 3x1 g. Pasien sudah dilakukan tindakan nefrostomi untuk drainasi pyohydronefrosis ginjal kanannya
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Wagenlehner Florian et al. 2013. Diagnosis and Management for Urosepsis. Review article: The Japanese Urogical Association. Hal: 963-971. 2. Grabe M et al. 2015. Guidelines on Urological Infections. Sepsis Syndrome In Urology (Urosepsis). European Association of Urology. Hal: 34-39 3. Tandogdu Zafer et al. 2016. Management of the Urologic Sepsis Syndrome. Jurnal. European Association Of Urology. 4. Purnomo B Basuki. 2011. Urosepsis: Dasar – Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto. Hal: 78-84 5. Hohenfellner Markus, Santucci A Richard. 2007. Urosepsis: Emergencies in Urology. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Hal: 45-49 6. Purnomo B Basuki, Daryanto Besut, Seputra P Kurnia. 2010. Urosepsis: Pedoman Diagnosis & Terapi SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah RSU Dr. Saiful Anwar. Malang 7. Dreger M Niki et al. 2015. Urosepsis-Etiology, Diagnosis, and Treatment. Jurnal. Deutsches Arzteblatt International. Hal: 837-847. 8. Albala, D., A. F. Morey., L. G. Gomella., J. P. Stein. 2011. Oxford American Handbook of Urology. New York: Oxford University Press. Hal 156-159
30