2-relasi Ujian.docx.docx

  • Uploaded by: Muhammad Abdul Ghofur
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2-relasi Ujian.docx.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,931
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Agama Islam yang diturunkan Allah memiliki ajaran untuk kehidupan umat

manusia secara menyeluruh di baik di dunia dan di akhirat. Ajaran Islam bersumberkan pada wahyu Ilahi yang memberikan dasar-dasar pedoman yang obyektif, dan berlaku umum (universal) bagi seluruh umat manusia di muka bumi.1 Manusia diciptakan untuk mengemban tugas sebagai khalifah di bumi dengan diberi karunia kemampuan yang sangat istimewa berupa kekuatan dan kemampuan akal fikiran yang membedakan dengan binatang. Karenanya, sudah sepantasnya akal fikir tersebut beriman kepada-Nya sebagai pencipta alam semesta. Allah mengirim wahyu untuk mengaktifkan akal manusia dengan meluruskan imannya serta pedoman dalam ibadah yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an.2 Manusia bukan hanya sekedar binatang menyusui yang hanya makan, minum, dan berhubungan seks, bukan juga hanya sekedar hewan yang berfikir (Thinking animal), tetapi lebih dari itu. Ia memiliki potensi yang menjadikannya berbeda dari yang lainya.3 Manusia memiliki sifat dasar yang tidak akan pernah merasa puas, karena kepuasan bagi manusia lebih bersifat sementara. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan, maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi nilainya, yang menuntut untuk dipuaskan, begitu seterusnya. Kebutuhan-kebutuhan ini senantiasa muncul, meskipun dimungkinkan tidak secara berurutan. Dalam pengertian, bahwa kebutuhan yang paling dasar akan bergejolak dan mendominasi untuk muncul terlebih dahulu dan menuntut untuk dapat terpuaskan.

1

Arifin, Agama, Ilmu dan Tehnologi (Jakarta: Golden Terayon Press, 1997), hlm.1. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains Teknologi dan Islam, (Yogyakarta: Titian Illahi, 1998), hlm. 105. 3 Quiraish Shihab,. Manusia Dalam Pandangan Al qur’an , dalam. M.Thoyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2000.hlm. 35 2

1

Dengan melihat pemenuhan kebutuhan dasar manusia, akan dapat disimpulkan sejauhmana kualitas kepribadian seseorang berkembang. Semakin tinggi hirarki kebutuhan seseorang terpuaskan, maka dia akan semakin dapat mencapai derajat individualitas atau kemandirian, kematangan jiwa, berjiwa sehat dan begitu sebaliknya. Selain daripada itu Al-Quran juga memberikan isyarat bahwa selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia juga harus menyadari bahwa terdapat hubungan antara manusia dengan kehidupan. Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis akan mencoba mengeksplorasi mengenai relasi antara manusia dengan kehidupan, yaitu relasi ujian atau ujian hidup menurut pandangan Dr. Majid Irsan Al-Kilani yang didalamnya akan dibahas mengenai biografi singkat Dr. Majid Irsan Al-Kilani, definisi ujian, jenis-jenis ujian dll. Untuk memudahkan pembahasan, maka akan diturunkan kedalam rumusan masalah dibawah ini. B.

Rumusan Masalah 1. Apa definisi ujian? 2. Berapa jenis-jenis ujian? 3. Apa tujuan pendidikan menurut Al-Kilani?

C.

Tujuan Pembuatan Makalah 1. Untuk mengetahui definisi ujian. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis ujian. 3. Untuk mengetahui tujuan pendidikan menurut Al-Kilani.

2

BAB II PEMBAHASAN A.

Biografi Singkat 1. Biografi Singkat Beliau bernama Majid Irsan Al-Kilani, dilahirkan di Irbid Yordania.

Memperoleh gelar Sarjana Lc dalam Sejarah dari Universitas Kairo, juga

berhasil menyelesaikan jenjang Diploma di bidang Pendidikan dari

Universitas Yordania. Kemudian pada 1393 H/1986 berhasil merampungkan pendidikannya pada jenjang S-2 bidang Sejarah Islam di Universitas Amerika cabang Beirut. Pada tahun yang sama, ia pun berhasil meraih Magister dalam Filsafat Pendidikan dari Universitas Yordania. Tidak puas dengan kemampuan intelektual yang telah diperolehnya, ia kemudian melanjutkan jenjang S-3 pada Fakultas Pendidikan di Universitas Pittsburg negara bagian Pensilvania Amerika Serikat. Di antara jabatan akademik yang pernah diembannya adalah: 1. Dosen Sejarah Pendidikan di Fakultas Khusus Perempuan, Saudi Arabia. 2. Direktur Pusat Studi Bahasa Arab di Departemen Bahasa Asing, Universitas Pittsburg Amerika Serikat. 3. Direktur Pusat Pengkajian Pendidikan di Kementerian Pendidikan Yordania. 4. Dosen dan Guru Besar Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan di Fakultas Pendidikan Universitas King Abdul Aziz dan Universitas Ummul Qura, Saudi Arabia.4 2. Pemikiran Al-Kilani tentang Pendidikan Untuk mengetahui pemikiran Al-Kilani tentang pendidikan Islam, maka unsur terpenting yang dijadikan acuan dan landasan utama untuk dapat mengungkap konsep, kualitas dan bobot pemikirannya adalah melalui karya-karya ilmiah yang telah dihasilkan dan dipublikasikannya.

4

http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/12/profil-majid-irsan-al-kilani-dan_24.html

3

Al-Kilani

adalah

tokoh

yang concern dalam mengkaji

dinamika

pendidikan Islam, terbukti dengan cukup banyak “karya khususnya” tentang pendidikan Islam, antara lain: Falsafah Al-Tarbiyah Al-Islāmiyyah: Dirāsah Muqāranah baina Falsafah Al-Tarbiyah Al-Islāmiyyah

Wa

Al-Falsafāt

Al-Tarbawiyyah

Al-

Mu’āshirah (Filsafat Pendidikan Islam: Studi Komparatif Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Kontemporer). Buku ini dapat dikategorikan sebagai bukti otentik yang mengurai ide asli tentang pemikiran pendidikan Al-Kilani. Menurutnya, diskursus Filsafat Pendidikan Islam merupakan kajian yang sangat urgen (hāmmun) dan sangat mendesak (dharūrī) untuk dikaji karena empat faktor, yaitu: 1. Kedudukan filsafat pendidikan yang urgen dalam semua proses pendidikan (‘amaliyyāt tarbawiyyah). 2. Rancunya terminologi (mafhūm) filsafat pendidikan dalam studi pemikiran Barat dan diskursus kontemporer saat ini. 3. Menemukan filsafat pendidikan baru yang dapat menyelesaikan krisis kemanusiaan yang akut. 4. Hajat kebutuhan terhadap aturan manajemen dan studi kependidikan di dunia Arab dan Islam terhadap model Filsafat Pendidikan Islam. Oleh karena itu, aspek-aspek pendidikan yang menjadi gagasan pemikiran dan filsafat pendidikan Islam Al-Kilani dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pertama,

tentang

Kilani termasuk intelektual

terma

atau

Muslim

dan

istilah

pendidikan.

pakar

pendidikan

Alyang

memilih tarbiyah sebagai terma bagi pendidikan Islam. Kedua, tentang filsafat pendidikan. Al-Kilani termasuk tokoh pendidikan yang sangat memperhatikan eksistensi dan kedudukan filsafat pendidikan dalam proses pendidikan atau kegiatan belajar mengajar (‘amaliyyah tarbawiyyah), bukan hanya bagi pendidikan Islam, tetapi bagi model dan bentuk pendidikan lainnya.

4

Selain karena filsafat pendidikan merupakan kajian yang sangat urgen (hāmmun) dan sangat mendesak (dharūrī) untuk dikaji karena empat faktor utama yang melatarbelakanginya sebagaimana yang telah dipaparkan, juga karena filsafat pendidikan tersebut dikategorikan sebagai starting point atau titik tolak (almurakkaz al-awwal) bagi seluruh proses pendidikan yang akan berlangsung, yaitu mencakup dan menyentuh semua aspek pendidikan yang menyertainya. Ketiga, visi misi pendidikan. Visi misi pendidikan Islam dalam persfektif AlKilani adalah mengantarkan peserta didik mencapai kemajuan insaninya, yaitu sampai ke derajat bentuk yang sebaik-baiknya seperti yang diistilahkan Al-Qur’an (bulūgh al-muta’allim darajah al-raqī al-insānī au darajah ahsan taqwīm hasba al-ta’bīr al-Qur’ānī). Yaitu terciptanya relasi harmonis (‘alāqah) antara peserta didik dan Allah

(al-Khāliq), antara peserta didik dan alam semesta (kaun),

antara peserta didik dan orang lain (insān), antara peserta didik dan kehidupan dunia (hayāh) dan antara peserta didik dengan kehidupan akhirat (ākhirah). Sedangkan secara agak mendetail, visi-misi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Relasi antara Sang Khaliq dan peserta didik, yaitu terciptanya relasi ibadah atau relasi penghambaan (‘alāqah ‘ubūdiyyah). 2. Relasi antara peserta didik dan alam semesta, yaitu terciptanya relasi eksplorasi (‘alāqah taskhīr). 3. Relasi antara peserta didik dan orang lain, yaitu terciptanya relasi keadilan dan kebaikan (‘alāqah ‘adl wa ihsān). 4. Relasi antara peserta didik dan kehidupan duniawi, yaitu terjalinnya relasi ujian (‘alāqah ibtilā’). 5. Relasi antara peserta didik dengan kehidupan akhirat, yaitu terjalinnya relasi tanggung jawab dan pemberian balasan (‘alāqah mas’ūliyyah wa jazā’). Relasi ibadah atau relasi penghambaan (‘alāqah ‘ubūdiyyah); antara Sang Khaliq dan peserta didik merupakan relasi yang paling utama dan fundamen, bahkan menjadi landasan bagi relasi yang lainnya. Dalam pengertian generiknya, yaitu dalam cakupan Filsafat Pendidikan Islam, konsep ibadah mencakup tri-

5

tunggal dimensi: (1) dimensi agamawi (al-mazhhar al-dīnī), yaitu terjalinnya relasi antara seorang Muslim dengan Penciptanya, Allah

; (2) dimensi sosial-

kemasyarakatan (al-mazhhar al-ijtimā’ī), yaitu terjalinnya relasi antara seorang Muslim dengan individu lain atau dengan berbagai komunal masyarakat; dan (3) dimensi kealaman (al-mazhhar al-kaunī), yaitu terjalinnya relasi antara seorang Muslim dengan alam sekitarnya. Bila kelima relasi yang menjadi visi-misi pendidikan Islam tersebut di atas diilustrasikan, maka terlihat sebagai berikut.

Relasi Ibaadah

Allah

Manusia Relasi Keadilan & Kebaikan

Relasi Eksplorasi

Alam

Relasi Ujian

Kehidupan

Manusia

Akhirat Relasi Pembalasan

Dan kelima relasi tersebut di atas dapat terjalin harmonis bila keempat unsur atau komponen penunjangnya dapat terealisasi yaitu: 1. Komponen akidah (‘āmil ‘aqādī), yaitu dengan menentukan relasi antara Allah

sebagai Dzat Yang Maha mendidik (al-Murabbī) dan objek

pendidikan, yaitu manusia sebagai makhluk ciptaanNya. 2. Komponen sosial (‘āmil ijtimā’ī), yaitu teraktualisasinya relasi antar manusia, bahkan di antara seluruh individu yang menjadi peserta didik (muta’allim). 3. Komponen setting tempat (‘āmil makānī), yaitu metode yang digunakan pesertadidik

untuk

mengelola

sarana

kehidupan demi

mencapai

kemajuan umat manusia di dunia. 4. Komponen latar waktu (‘āmil zamānī), yaitu memperhatikan aspek waktu yang sedang dialami, semenjak peserta didik lahir di dunia hingga kelak memasuki kehidupan akhirat.

6

B.

Relasi Manusia dengan Kehidupan (Relasi Ujian) 1. Definisi Ujian Relasi yang menghubungkan antara manusia pendidikan Islam dengan

kehidupan adalah relasi ujian. Ujian artinya evaluasi atau penilaian, yaitu segala sesuatu yang bersifat ibadah dengan dengan meliputi tiga hal: a. Agama b. Sosial c. Alam semesta Ujian merupakan faktor yang bersifat praktis, dengan kata lain relasi ibadah antara Allah dan manusia yang kita kenal dengan istilah kesempurnaan keta’atan dan kesempurnaan cinta. Sedangkan kehidupan adalah waktu yang sudah ditentukan dalam merealisasikan ujian ini.

ُ ‫َّالذي َخ َل َق ْال َم ْو َت َو ْال َح َي َاة ل َي ْب ُل َو ُك ْم َأ ُّي ُك ْم َأ ْح َس ُن َع َمال َو ُه َو ْال َعز ُيز ْال َغ ُف‬ ‫ور‬ ِ ِ ِ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Q.S. Al-Mulk: 2) Sedangkan dunia adalah tempat yang luas yang di dalamnya diberlakukan ujian ini.

َ َ ُ ُ َ َ ًَ ْ ‫إ َّنا َج َع ْل َنا َما َع ََل‬ ‫ض ِزينة ل َها ِلن ْبل َوه ْم أ ُّي ُه ْم أ ْح َس ُن َع َمال‬ ‫األر‬ ِ ِ

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S. Kahfi” 7) Adapun materi ujian adalah segala sesuatu yang ada di bumi, baik berupa kekayaan maupun segala sesuatu yang indah. Lebih dari pada itu dengan kemajuan-kemajuan. Sedangkan objek dari ujian terdiri dari dua objek pokok: Pertama, objek harta, Kedua, objek jiwa. 2. Bentuk-bentuk Ujian Ujian dibagi menjadi dua bagian pokok: Pertama, mencakup materi-materi ujian yang disebutkan di dalam Al-Quran, kebaikan. Kedua, mencakup materimateri ujian yang disebutkan dalam Al-Quran, keburukan.

7

a. Ujian dengan keburukan Al-Quran telah memaparkan pada bagian pertama mengenai materi-materi ujian dengan keburukan. Diantaranya ujian dengan musibah, cobaan, ketakutan, lapar, kekurangan harta, kehilangan jiwa, gagal panen, peperangan, permusuhan. Al-Quran juga memberikan contoh berupa kisah baik tentang individu ataupun kelompok yang gagal, dan mereka terjatuh kemudian merasakan akibat dari kejahatan mereka. Diantaranya adalah kaum Firaun yang menerima Firaun untuk berlaku lalim. Hal ini membuat akal mereka menjadi lemah. Contoh lain kaum Nabi Musa yang diuji dengan pesan utuk melakukan kebaikan dengan berjihad. Kemudian mereka menjawab “Pergilah kamu dengan Tuhan mu, kamu saja yang berperang kami akan tetap di sisni”. Mereka mendapatkan hukuman sejarah, yaitu diceritakan terus menerus oleh generasi setelahnya. b. Ujian dengan kebaikan Al-Quran telah memaparkan dengan rinci Ujian dengan kebaikan. Ujian dengan kebaikan bisa berupa kekayaan, kemulyaan, keagungan, banyak pengikut, kemampuan retorika, kecantikan, kesehatan dll. Al-Quran juga menjelaskan jenis-jenis ujian kebaikan ini, yaitu kekuatan, kekuasaaan, dan dari jenis ujian kebaikan ini ujian dengan banyaknya kendaraan dan tempat tinggal mewah. Contoh lain ujian kebaikan adalah taat kepada Allah, merasa selalu melakukan perintahnya dan menjauhi keburukannya. Kemudian ujian dari kebaikan adalah ujian keikhlasan dalam mengemban pesan-pesan Tuhan, dan pengorbanan dalam menyampaikan pesan tersebut. Dalam menghadapi ujian baik dengan keburukan maupun dengan kebaikan, seorang muslim selayaknya menghadapi dengan penuh kesabaran. Sabar berarti tabah, berani.5 Ada juga yang mengatakan bahwa sabar artinya menahan.6

5

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Quran) hlm, 211. 6 Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin, Jalan Orang-Orang Yang Mendapatkan Petunjuk, terj. Kathur Sutardi, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 244.

8

Dalam kamus besar bahasa indonesia, sabar diartikan sebagai tahan mengadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati) dalam hal ini sabar artinya tabah.7 Menurut Al-Maraghi sabar adalah ketabahan hati dalam berbagai macam kesulitan sebagai upaya mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak disukai dan dalam rangka melaksanakan ibadah serta ketabahan dalam menjauhi perbuatanperbuatan maksiat.8 3. Konsekuensi Ujian Kepada Manusia Manusia hidup dengan berbagai macam ujian, dalam bentuk kebaikan maupun keburukan. Dalam setiap keadaan di dunia ini selalu berpasanganpasangan. Yang pertama dia diuji dengan ujian yang baik yang kedua diuji dengan keburukan. Ada orang yang diuji dengan kekayaan dan pada saat yang sama orang lain yg di uji dengan kemiskinan. Konsekuensi ujian ini menjadikan manusia yang taat dan maksiat. Orang kaya diuji dengan harta agar berinfaq sebagaimana yang diperintahkan Allah, seadangkan orang miskin diuji dengan bekerja agar mendapatkan penghasilan. 4. Hukum-hukum dalam Ujian a. Hukum pertama Ujian dengan kebaiakan dan keburukan selalu beriringan dalam kehidupan menusia. Untuk memastikan adanya relasi ujian, Allah menyiapkan dalam kehidupan ini dengan materi-materi ujian. Baik berupa kebaikan maupun keburukkan. Pertama, berlaku buruk. Kedua, mebiarkan keburukan. Ketiga, mengambil yang baik untuk menolak yang buruk. b. Hukum kedua Bahwa setiap keadaan baik dan buruk akan berakhir. Maka dari itu diwajibkan kepada manusia untuk memperbaiki keburukan, jangan menghindar untuk memperbaikinya, dan jika sudah dihadapi maka harus sabar atas beban yang ditanggung. Sehingga keadaannya menjadi lebih baik. c. Hukum ketiga 7 8

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 1990), hlm. 763 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi. Hlm. 10

9

Menunggu berakhirnya keadaan buruk tidak berarti tidak menerima keburukan itu d. Hukum keempat Ujian itu dibatasi dengan keterbatasan manusia yang sudah Allah berikan kepada manusia. 5. Ujian, Perbedaan dan Tingkatannya Pemahaman ujian dalam pendidikan islam berkaitan dengan pemahaman yang lain yaitu perbedaaan dan tingkatan. Allah menciptakan manusia berbedabeda dengan segala kemampuannya. Ada manusia yang memiliki keunggulan berfikir, ada manusia yang memiliki kelebihan keterampilan, ada juga manusia yang memiliki keunggulan fisik, ada manusia yang memiliki keunggulan keilmuan dll. Diantara mereka ada yang mampu berinovasi, mendaur ulang dan mempraktekannya untuk keperluan yang lain, dan ada juga yang hanya sebagai konsumen. Sedangkan yang dimaksud dengan tingkatan-tingkatan adalah bahwa Allah menciptakan kemampuan manusia dengan tingkatan yg berbeda beda, antara satu dengan yang lainya mendapatkan ujian dari Allah sesuai dengan kemampuan manusia itu. Tingkatan dalam manusia 1. Tingkatan kenabian dan risaalah 2. Tingkatan dalam keilmuan dan pemahaman 3. Tingkatan dalam kehidupan dan kedudukan sosial 4. Tingkatan dalam kepemimpinan 5. Tingkatan dalam pemberian materi dan maknawi 6. Tingkatan dalam kedudukan dan ujian 7. Tingkatan dalam keislaman 8. Tingkatan dalam balasan di akhirat 6. Tingkatan dalam Filsafat Pendidikan Modern Filsafat pendidikan modern dalam persepsinya bertentangan dengan relasi ujian. Dalam filsafat pendidikan modern ini dikenal dengan istilah persaingan untuk mendapatkan kenikmatan. Dan orang yang memiliki pemahaman seperti ini

10

adalah pemikiran yang salah, hasil dari pemikiran ini akan menghasilkan kedengkian, kebencian, keraguan, dan menghasilkan maksiat dan bencana. 7. Ujian dan Bencana Pemahaman ujian juga berkaitan dengan fitnah yaitu, bencana. Intinya bahwa fitnah adalah ujian, yang bisa menghilangkan akal dan menghilangkan harta. Dalam Al-Quran fitnah disebut berulang ulang dalam 50 judul. Fitnah adalah kegagalan dalam ujian, yang menyebabkan maksiat, kesalahan, penyelewengan, dan efeknya tidak hanya bagi pelaku, tapi menyeluruh bagi orang yg tidak melakukannya. 8. Bekunya Pemahaman Relasi Ujian di Lembaga-lembaga Pendidikan di Dunia Arab Islam Dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan di dunia arab islam belum mentaati relasi ujian, dengan perhatian yang sempurna sebagaiman semestinya baik itu di masa lalu maupun dimasa yang akan datang. 9. Relasi Ujian dengan Relasi Kenikmatan dan Kehancuran dalam Filsafat Modern Relasi yang di pegang pilsafat modern antara manusia dan kehidupan adalah relasi kenikmatan daan kerusakan. Sedangkan pendidikan modern sudah mendapatkan kesuksesan yang besar dalam mengangkat kemampuan individu, tetapi dia belum lulus dalam menyebarkan kenikmatan yang didapatkan itu, bahkan disatu sisi dia mendapatkan kenikmatan disatu sisi dia mendatangkan perpecahan, bahakan bahaya bagi lingkungan dan kehidupan. C.

Substansi Tujuan Pendidikan 1. Tujuan pendidikan Islam secara umum menurut Al-Kilani adalah: a. Melahirkan individu yang baik (al-fard al-shālih) b. Mencetak keluarga islami (al-usrah al-mus-limah) c. Mengeluarkan umat pengemban risalah kenabian (ummah al-risālah) d. Menciptakan persaudaraan insani (al-ukhuwwah al-insāniyyah) Sedangkan tujuan khususnya adalah melahirkan insan paripurna dan

berdedikasi (al-insān al-kāmil al-rāqī), yang mampu merealisasikan visi-misi pendidikan Islam, yaitu terjalinnya relasi (‘alāqah) antara peserta didik dan

11

Allah (al-Khāliq), antara peserta didik dan alam semesta (kaun), antara peserta didik dan orang lain (insān), dan relasi antara peserta didik dan kehidupan dunia (hayāh) dengan akhirat (ākhirah). 2. Substansi Dasar dan Asas Pendidikan Dalam pandangan dan perspektif Al-Kailani, dasar pendidikan adalah AlQur’an dan As-Sunnah, sehingga yang menjadi objek pendidikan Islam adalah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berbeda dengan manusia dalam pendidikan sekuler yang penggambarannya diserahkan pada mayoritas pendapat, atau pada orang-orang tertentu dalam masyarakat, atau pada seorang individu karena kekuasaannya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau sekelompok orang semata. Sedangkan asas pendidikan yang menjadi titik tolak dari gagasan dan langkah Al-Kailani adalah pengamatannya terhadap penyebab utama kemunduran umat Islam, yaitu karena krisis pendidikan. Dalam hal ini berawal dari kemunduran psikologis (nafsiyyah) dan intelektual (fikriyyah) umat, yang bermuara dari kelemahan filsafat pendidikan Islam, khususnya karena kebimbangan (confuse) dari visi-misi pendidikannya (al-ahdāf al-tarbawiyyah) yang meliputi: 1. ketidakjelasan batasan visi-misi umum pendidikan 2. ketidakjelasan visi-misi pendidikan bagi pribadi atau individual 3. adanya kontradiktif antara visi-misi pendidikan bagi pribadi dengan visi misi sosial masyarakat dan ekonomis 4. terjadinya kontradiksi antara visi-misi pendidikan bagi pribadi dengan visi-misi yang berkaitan dengan keluhuran akhlak (al-fadhā’il alakhlāqiyyah).

12

BAB III SIMPULAN Relasi yang menghubungkan antara manusia dengan kehidupan adalah relasi ujian. Ujian dibagi menjadi dua bagian pokok: Pertama, mencakup materi-materi ujian yang disebutkan di dalam Al-Quran, kebaikan. Kedua, mencakup materimateri ujian yang disebutkan dalam Al-Quran, keburukan. Dalam menghadapi ujian baik dengan keburukan maupun dengan kebaikan, seorang muslim selayaknya menghadapi dengan penuh kesabaran. Sehingga tujuan pendidikan islam dapat terwujud, yaitu melahirkan individu yang baik, mencetak keluarga Islami, mengeluarkan umat pengemban risalah kenabian, menciptakan persaudaraan insani.

13

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi. Arifin. (1997), Agama, Ilmu dan Tehnologi, Jakarta: Golden Terayon Press. Depdikbud. (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/12/profil-majid-irsan-al-kilanidan_24.html Ibnu

Qudamah.

(2001),

Minhajul

Qasidin,

Jalan

Orang-Orang

Yang

Mendapatkan Petunjuk, terj. Kathur Sutardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Quran. Majid

Irsan

Al-Kilani,

Falsafah

Al-Tarbiyah

Al-Islamiyyah:

Dirasah

Muqaranah baina Falsafah Al-Tarbiyah Al-Islamiyyah Wa Al-Falsafāt AlTarbawiyyah Al-Mu’ashirah. Quiraish Shihab. (2000), Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an, dalam. M.Thoyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam, Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sahirul Alim. (1998), Menguak Keterpaduan Sains Teknologi dan Islam, Yogyakarta: Titian Illahi.

14

More Documents from "Muhammad Abdul Ghofur"