1d350a96e7cb81eb2031db585f7ab9a7.pdf

  • Uploaded by: R. Gesit Prasasti Alam
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1d350a96e7cb81eb2031db585f7ab9a7.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 19,271
  • Pages: 150
KISAH-KISAH SHUFI 108 Kisah Penjernih Qolbu

Darwiisy Muhyiddiin

Karya ini dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

KISAH-KISAH SHUFI 108 Kisah Penjernih Qolbu

Oleh : Darwiisy Muhyiddiin ©2016 Desain cover: Dindin Rasdi diterbitkan oleh BITREAD Digital Books Surel: [email protected] Facebook: BitreadID Twitter: BITREAD_ID Android Digital Books: BitRead www.bitread.co.id

Imprint Brand Of PT Teknopreneur Indonesia Suci Residence F-16 Jl. Padasuka-Bandung, Jawa Barat Telp: 022-87831468 |

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Muqoddimah BismiLLAHir Rohmaanir Rohiim. ILAAHIy ANTA maqshudiy waridloKA mathlubiy, a’tiniy mahabbataKA wama’rifataKA.. Assalamu ‘alaikum Wbr. Segala puji milik ALLOH yang dengan kedermawanan, kekuasa-an, kebijaksana-an, dan kemulia-anNYA saya dapat menyelesaikan sebuah buku yang berjudul: KISAH-KISAH SHUFISTIK. Tak lupa dan tidak boleh lupa, kita panjatkan sholawat serta salam kepada Kesasih ALLOH, makhluq termulia yang kemulia-annya bukan karena harta, kekuasa-an, ataupun karena martabatanya, melainkan karena Beliau SAW tau akan dirinnya dan PENCIPTAnya, yaitu Nabi Muhammad SAW, serta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan kepada semua manusia yang mengimani kenabiannya. Buku ini berisi tentang Kisah-Kisah Para Shufi terdahulu, yang muatan kisahnya itu bukan kisah keong tanpa isi, tetapi benar-benar mutiara manikan dari kebenaran, kebahagiaan, dan keni’matan sejati. Ketika saya masih SMP, saya selalu tercandui oleh Kisah-Kisah Shufi. Merasakan hal itu akupun berkeyakinan bahwa ada dari muslim lain yang sama seperti saya. Dari sinilah hati saya tergerak untuk mengumpulkan kisah-kisah ini dari berbagai kitab baik yang telah diterjemahkan maupun yang belum diterjemahkan (saya ucapkan terima kasih kepada para penerjemah). Kisah-kisah ini semoga bermanfa’at bagi kaum Muslimin untuk bisa lebih 1

mendekatkan diri kepada ALLOH dengan membersihkan qolbu kita melalui kisah-kisah ini. Buku ini dirasa sangat penting bagi kaum muslimin, karena melihat kebanyakan cara pandang dan moralitas umat islam saat ini sangat jauh dari sempurna, justru cenderung mengalami penurunan moral. Kemudian kepada para ikhwan-akhwat yang saya cintai, dengan segala keterbukaan hati, karena bagaimanapun juga, tiada gading yang tak retak; kekurangan itu juga berlaku bagi si penulis ini. Oleh karena itu, saya harapkan kritik dan saran para pembaca untuk perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini membawa hikmah dan manfa'at besar bagi kesejahteraan umat islam.

2

MOTTO Wahai sahabat! Peganglah terus kebenaran agama ini Walaupun dunia ini makin sesat... Walaupun keadilan menjadi sulit,,, Tetaplah pegang... Tetaplah menjadi orang yang beda,,, Beda dari kebanyakan manusia... Hiduplah di dunia,,, Tetapi janganlah sampai diperbudaknya... Justru perbudaklah ia... Segetir apapun perjuangan ini,,, Jangan sampai melemahkan semangatmu... Bertahanlah diperbatasanmu!!! Semoga kita termasuk orang yang berbahagia,,, Bahagia yang sebenarnya,,, Yaitu bahagia menurut ALLOH,,, Bukan bahagia menurut hawa nafsu... Lalu nyanyikanlah kebenaran di dunia ini... Menarilah dalam gerakan cinta haqiqi... Masuklah dalam Taman Bunga MawarNYA... Hiruplah aroma kebijaksana-anNYA,,, Yang menghancurkan segala bentuk kebencian... Menarilah...Menarilah...Menarilah... “Darwiisy Muhyiddiin”

3

Daftar isi Muqodimah-1 Motto-3 Kisah Ke: 1 Ikhlas (Berhala Pohon)-4 2 Ikhlas (Himar, Lukmanul Hakim, & Anaknya)-11 3 Perbintangan-12 4 Pura-pura Tuli-12 5 Segala Sesuatu Bergantung Pada-NYA-12 6 Taqwa Hanya Pada ALLOH-13 7 Perhatian-15 8 Abu Nawas Berkokok-16 9 Wanita Tua VS Iblis-18 10 Zuhud (Ibn ‘Arobi ra)-20 11 Zuhud (Syaikh Abu Hasan Asy Syadzily ra)-22 12 Permata shufi (Dzu Nun Al Misri ra)-23 13 Dialog Dengan Syaithon-24 14 Takdir-26 15 Arti ‘Abid (Al Khofi ra)-28 16 Taubat (Kurma)-29 17 Waro’ (Buah Mangga)-31 18 Pura-pura Buta-33 19 Kapasitas-35 20 Jadi Bijak Atau Kaya-35 21 Jangan Takut Dianggap Riya (J. Rumi)-36 22 Riya Itu Jelas-37 23 Pasrah Kepada ALLOH-38 24 Dialog Syamsi dan Rumi-39 25 Arti Shufi-40 26 Kalau Kebenaran Bukanlah Kebenaran-42 27 Soal Pengetahuan-43 28 Keadaan dan Serigala-44 29 Guru dan Anjing-45 30 Yang Tercinta (J. Rumi ra)-46 4

31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64

Tanaman Anggur-46 Tiga calon (Syaikh Suhrowardi ra)-48 Bahaya ghibah (Syaikh Junaid ra)-50 Dua Jalan-52 Bahaya Takabbur-53 Satu kejadian Dua Pandangan-54 Egosentris-55 Tipuan-56 Engkaulah Wahai Amirul Mu’minin yang Aku Butuhkan-57 Kejujuran-58 Zuhud (Syaikh Junaid ra)-60 Muroqobah-61 Kekeliruan Dengan Takdir ALLOH (J. Rumi)-63 Domba dan Pundi-Pundi (Al Jailani QS)-63 Bajingan, Domba, Dan Orang-Orang Desa (Al Jailani QS)-64 Iman (Abu Hanifah ra)-66 Dosa Penyebab Aqal Tumpul-67 Su’ul Khotimah Gadis Mesir-67 Sebuah Bejana (Ibn ‘Arobi ra)-68 Syukur-70 Toma’ (Mengharap Pada Makhluq)-70 Orang Yang Dimuliakan ALLOH-71 Musyahadah Kepada ALLOH-72 Drajat Ikhlas-73 Tawakkal-75 Wali ALLOH-75 Ketakutan Dalam Beragama-76 Ciri Orang Yang Benar-benar ikhlas-78 Niat Beramal-79 Syari’at dan Haqiqot-80 Taqorub (Mendekat Kepada ALLOH)-81 Kesenangan Dunia 1-82 Kesenangan Dunia 2-83 Tinggalkanlah Cinta Dunia-84 5

65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

Pertanyaan dan Penjelasan Salah Satu Hadits-85 Ibrohim bin Adham ra dan Seorang Tentara-87 Bertingkah Seperti Anjing-89 Do’a Yang Benar-90 Api Diganti Jadi Abu-92 Dianggap Budak-93 Uang Palsu-95 Seorang Shufi dan Pendeta-97 ‘Atabah dan Daging-98 Daud At Tho’i dan Sayur-99 ‘Atabah dan Tamar-110

‘Atabah dan Orang Ada Di Atasnya-101 Abid dan Roti-102 Makan Tanpa Perhitungan-103 Beda Penyikapan-103 Orang Kuat Dalam Artian Shufi-104 Tahan Syahwat-105 Takut Pada ALLOH-107 Mencaci-109 Menjaga Rahasia-110 Hadits-111 Balas Budi-113 Shufi dan Seorang Laki-laki-114 Bahaya Dusta-115 Pembawa Fitnah-116 Budak Pemitnah-117 Mengatasi Marah-119 Tidak Lekas Marah-120 Berani dan Pemurah-121 Sebuah Makian-122 Hati yang Suci-123 Mema’afkan-124 Beban-125 Tangisan Rohmat-126 Do’a yang Tepat-127 Bahaya Hasud-128 6

101 102 103 104 105 106 107 108

Kemuliaan Ilmu-131 ‘Ulama dan Shufi-132 Menghilangkan Hina-an Walaupun Dalam Qolbu-134 Firosat-135 Ibadah Dengan Hati-136 Jujur Pada Sahabat-137 Jangan Takabur-138 Mengatasi Ketakutan-139

Mukhotimah-140 Do’a Khotim-141 Sya’ir Khotim-142 Daftar Pustaka-144

7

Ikhlas (Berhala Pohon) Seorang ‘abid ahli ibadah mendengar kabar, bahwa di kota tetangga terdapat pohon yang suka disembah oleh penduduk setempat. Maka tergeraklah dalam hatinya untuk menebang pohon itu. Dengan niat yang sangat ikhlas ‘abid itu pun berangkat dengan membawa sebilah kapak. Ternyata diperjalanan ia dijegat oleh syaithon yang menyerupai manusia. Lalu syaithon bertanya kepada ‘abid itu; “Apa yang akan kamu lakukan dengan kapak itu?’ “Aku akan menebang pohon penyebab kemusyrikan itu.” “Memang apa hubungannya denganmu, sehingga kamu mau mengurusi urusan orang lain?” “Jelas ada hubungannya, pohon itu akan merusak agama yang haq. Sekarang ini baru satu kota, mungkin satu minggu kemudian seluruh kota akan terjangkiti. Jadi aku akan merusaknya.” “Kalau begitu, engkau harus berhadapan denganku dulu.” Dan mereka pun berkelahi. Si ‘abid tidak pernah sekalipun terpukul. Tetapi syaithon itu telah beberapa kali. Alhasil syaithon pun menyerah. Tetapi ia tetap merayu. “Sudahlah, aku menyerah. Tetapi dengarkan aku dulu. Sungguh, walaupun kamu bisa menebangnya, mereka akan tetap menyembah berhala yang lain. Dan lagi tidak menguntungkan bagimu. Lebih baik sekarang 8

kamu pulang saja. Sebagai gantinya aku akan memberikan kamu uang setiap harinya 1000 dirham yang akan kuletakan dibawah bantalmu, dan tiap pagi kamu buka.” Ternyata si ‘abid kebingungan. Karena memang ia butuh uang disebabkan kemiskinannya. Maka si ‘abid berkata kepada syaithon; “Aku renungkan dulu.” Dan si ‘abid pun kembali. Ternyata syaithon tidak mengingkarinya. Saat pagi tiba si ‘abid penasaran dengan apa yang ada di bawah bantal. Lalu ia pun mengangkat bantalnya. Ternyata benar di bawahnya terdapat uang 1000 dirham. Hari pertama ada, hari kedua masih ada, hari ketiga masih ada, tetapi pada hari keempat tidak ada. Maka si ‘abid menjadi marah. Lalu ia segera mengambil kapak bergegas untuk menebang pohon itu. Keadaannya sama seperti hari pertama si ‘abid bertemu dengan syaithon yang menyerupai manusia. Terjadilah dialog yang sama dan mereka pun berkelahi. Tetapi anehnya sekarang si ‘abid lah yang kalah. Akhirnya si ‘abid menyerah. Lalu ia bertanya pada laki-laki itu; “Mengapa sekarang aku kalah, padahal hari sebelumnya aku menang?” Si syaithon menjawab; “hmm,, karena pertama kamu melakukannya karena ALLOH sehingga engkau mendapat bantuan ALLOH. Tetapi sekarang kamu melakukannya karena uang 1000 dirham. Dan ALLOH tidak menolongmu.” Maka iblis pun tertawa. Ha..ha..ha... 9

Ikhlas (Himar, Lukmanul Hakim, & Anaknya) Lukman Al Hakim ketika memberi nasihat kepada putranya diajak masuk ke pasar dengan berkendaraan himar. Ia yang berkendaraan dan anaknya yang menuntun. Orang mencela; “Orang tua kejam, dia berkendaraan sedangkan anaknya disuruh menuntun!” Kemudian Lukman Al Hakim menyuruh anaknya naik berkendaraan. Tiba-tiba orang mencela; “Dua orang naik satu himar, kasihanilah himar itu!” Lalu turunlah Lukman Al Hakim, dan anaknya tetap naik. Lagi-lagi ada orang yang mencela; “Anak kurang ajar! Bapak dijadikan buruh menuntun!” Kemudian anaknya turun dari himar itu. Kemudian keduanya menuntun himar itu. Dan lagilagi ada yang mencela; “Bodoh benar mereka berdua! Himar tidak dinaiki, malah hanya dituntun saja.” Maka Lukman berkata kepada anaknya; “Wahai anakku! Semua kejadian ini hanya untuk menunjukan bahwa orang yang beramal untuk mengambil hati orang lain, tidak akan selamat dari celaan.

10

Maka yang penting apakah amalmu sudah sesuai atau tidak dengan perintah syara’? Jika sudah, maka jangan pernah hirau dengan tanggapan orang lain.” “Orang yang benar-benar ikhlas hanya akan berusaha menyesuaikan dengan aturan ALLOH, bukan tanggapan selainNYA.”

Perbintangan Melalui ilmu yang dapat mengetahui hal-hal yang akan terjadi, seorang shufi pada suatu kali mengetahui bahwa suatu kota dalam waktu singkat akan diserang musuh. Ia memberitahukan kepada tetangganya yang menyadari bahwa ia adalah seorang yang suka akan kebenaran dan sederhana. Dan ia menasihatinya sebagai berikut; “Aku yaqin bahwa engkau benar, engkau hendaknya pergi dan memberi tahu raja. Tetapi jika engkau ingin dipercaya, maka silakan menyatakan bahwa engkau meramalkannya tidak dengan kearifan, melainkan dengan astrologi (perbintangan). Lalu ia akan bertindak dan kota itu bisa diselamatkan.” Shufi itu memang berbuat demikian dan penduduk kota diselamatkan melalui tindakantindakan pengamanan yang dilakukan dengan benar. 11

Pura-pura Tuli Datanglah seorang perempuan kepada Hatim Al Ashom untuk menanyakan perihal agama. Tetapi sebelum suara keluar dari mulutnya, ia tidak sengaja kentut dengan kentutan yang keras. Maka wanita itu pun merah mukanya. Tetapi ia tetap bertanya. Ketika wanita itu menanyakan perihalnya, Al Hatim purapura tuli dengan berkata; “Keraskanlah suaramu. Karena sengguhnya aku tuli (Al Ashom)!” Maka wanita itu pun mengeraskan suaranya sekaligus hilang rasa malunya. “Orang yang ihsan selalu berusaha menjaga orang lain supaya tidak menanggung malu.”

Segala Sesuatu Bergantung Pada-NYA Suatu hari murid-murid Jalaluddin Rumi ra sedang berbincang-bincang. Mereka memperbincangkan tentang sesuatu yang menegakkan tubuh. Mereka pun berkesimpulan bahwa; “Yang menegakkannya adalah darah”. 12

Pada saat itu Jalaluddin Rumi ra sudah 5 hari kholwat di kamarnya. Kemudian Beliau keluar mendatangi mereka para darwiisy. Beliau pun menanyakan perkara apa yang sedang diperbicangkan. Mereka pun menerangkan kepada Beliau. Tiba-tiba Jalaluddin Rumi ra memegang pisau. Ia langsung mengiriskan pisau itu pada pergelangan tangan Beliau. Darah pun mengalir, para darwiisy kaget dan ketakutan karena bisa saja Beliau meninggal. Tetapi ternyata Jalaluddin Rumi ra malah menari-nari dengan tarian shufistiknya dan melantunkan sya’ir; “Oh darwiisy, sudah saatnya kita bergantung padaNYA dengan sebenar-benarnya,, tidak bergantung kepada sebab-akibat lagi.” Maka para darwiisy pun ikut menari bersama Beliau.

Taqwa Hanya Pada ALLOH Pada suatu hari Sultan Mahmud meletakan sebutir mutiara di tangan sala seorang menteri. Sultan bertanya padanya; “Bagaimana dengan mutiara ini? Kira-kira berapa nilainya?” “Mutiara ini sangat berharga. Nilainya tak terhingga.” Jawab Menteri itu. “Pecahkan saja mutiara itu!” perintah Sultan. 13

“Bagaimana hamba bisa memecahkannya? Hamba hanyalah seorang pelayan. Dan melindungi harta kekayaan Baginda menjadi tugas hamba.” Jawab Menteri itu. “Bagus, bagus sekali.” Tangga Sultan. Beberapa saat kemudian, Sultan meletakannya di tangan sala seorang Perwira. Sultan bertanya kepadanya; “Bagaimana pendapatmu? Berhargakah mutiara ini?” “Tentu sangat berharga Baginda.” Jawab perwira itu. “Pecahkan!” perintah Sultan. “Tidak Baginda, tidak. Tangan ini kugunakan untuk memenggal kepala para musuh kerajaan. Bukan untuk menyia-nyiakan harta kerajaan.” Jawab Perwira itu. “Betul, apa yang kamu katakan memang betul.” Puji Sultan. Beberapa saat kemudian, giliran seorang Hakim. Dia (Hakim) pun tidak rela memecahkan mutiara yang dianggapnya sangat berharga. “Tidak adil”, kata Dia (Hakim). Sultan Mahmud tidak lupa memuji kebijaksanaannya. Kemudian mereka diberi berbagai hadiah bahkan dijanjikan kenaikan pangkat. Terakhir giliran Ayaz, seorang pelayan biasa. Walau sama-sama kerja di istana, dia tidak masuk dalam perhitungan. Tidak ada yang menanggapinya kecuali sang sultan. Ya, Sultan Mahmud telah beberapa kali menguji kesetiaan, kejujuran, dan ketulusan Ayaz. Hasilnya selalu memuaskan. “Katakan Ayaz, berhargakah mutiara ini?” 14

“Ya, Baginda. Jauh lebih berharga daripada apa yang dapat kupikirkan.” “Pecahkan...” Entah bagaimana, saat itu kebetulan Ayaz mengantongi sebuah palu. Langsung saja ia mengeluarkannya dari kantong dan tanpa basa-basi memecahkan mutiara yang berharga itu. Para hadirin berteriak histeris. “Sungguh bodoh si pelayan itu. Dasar kafir…” Ayaz menjawab mereka; “Teman-teman, apa yang lebih penting? Mutiara ini atau perintah Sultan?” Sang Sultan menegur mereka; “Demi kilauan batu yang tak berharga itu, kalian tidak menjalani perintahku. Kalian harus dihukum…” “Ampun Baginda, jangan… maafkan mereka. Demi kemurahan hatimu, lupakan kesalahan mereka. Dalam hal ini, aku pun merasa bersalah. Bukankah sebelumnya Tuan telah memberi hadiah kepada mereka? Bahkan telah menjanjikan kenaikan pangkat? Bila aku membisu dan tidak membuka mulut, mereka tak akan Engkau marahi. Demi kasihMu Sultan. Maafkan mereka.” Demikian permohonan Ayaz.

Perhatian Syaikh Juned menceritakan bahwa ada seorang Syaikh di Damaskus yang bernama Abu Musa Al Qumesi yang merupakan seorang yang perhatian, 15

setiap orang menyanjungnya. Suatu hari, rumah Syaikh itu roboh menimpa dirinya dan istrinya. Ketika orang-orang mulai menggali reruntuhan itu, mereka menemukan istrinya terlebih dahulu. Istrinya berkata kepada orang-orang itu. “Tinggalkan aku, pergi dan carilah Syaikh dan selamatkan dia. Dia duduk disana.” Lalu mereka meninggalkan wanita itu dan menggali tempat yang ditujunya, dan menemukan Syaikh itu. Syaikh itu berkata: “Tinggalkan aku, pergi dan selamatkan istriku.” Masing-masing menginginkan yang lain untuk diselamatkan. Begitulah sikap orang yang bersamasama Demi ALLOH dan yang bersahabat dan bersaudara atas nama ALLOH, mereka selalu ada dalam kasih sayang yang tulus sepanjang masa.

Abu Nawas Berkokok Suatu hari raja Harun Ar Rasyid mau mengerjai Abu Nawas. Kholifah mengumpulkan semua menteri dan memberikan mereka telur ayam satu butir masingmasing. Beliau menyuruh untuk menjebak Abu Nawas dengan strategi yang dipaparkan Beliau kepada mereka, dan mereka pun sepakat. Maka raja Harun Ar Rasyid mengundang Abu Nawas dan beserta para menteri, untuk berenang bersama di kolam renangnya. Merekapun memenuhi panggilan Beliau dengan segera. Setelah berkumpul raja Harun Ar Rasyid berkata; 16

“Wahai para Menteriku dan orang kepercayaanku! Aku ingin kalian masuk ke dalam kolam renangku dan ketika keluar, kalian membawakan satu telur ayam untukku, kalau tidak akan ku penggal kepala kalian.” Maka mereka mengiyakan perintah raja kecuali Abu Nawas. Abu Nawas sadar bahwa raja menjebaknya. Ia berfikir bahwa semua menteri sudah menyiapkan satu telur ayam. Maka satu persatu para menteri keluar dari kolam renang dan memberikan raja satu telur ayam. Sedangkan Abu Nawas masih di dalam kolam, sedang memikirkan bagaimana caranya ia mengatasi masalah ini. Semua menteri dan kepercayaannya keluar dari kolam renang. Abu Nawas masih di dalam kolam. Tetapi sekarang ia mendapatkan cara untuk keluar dari masalah ini. Maka ia pun keluar dari kolam dan terus menghadap raja, maka raja bertanya; “Hai Abu Nawas! Mana telurmu?” Tetapi Abu Nawas menjawab dengan berkokok; “Apa maksudnya ini?” Tanya Raja. “Wahai Baginda, aku manusia ayam yang berjenis kelamin jantan, jadi aku tidak mengeluarkan telur tetapi berkokok, lagi pula betina tidak akan bertelur kalau tidak ada sentuhan dari jantan. Jadi kalau tidak ada aku, mana mungkin mereka bisa bertelur.” Maka Abu Nawaspun selamat dari jebakan raja Harun Ar Rasyid dengan senang, sedang para menteri pulang dengan menanggung malu.

17

Wanita Tua VS Iblis Wanita tua bertemu dengan iblis di suatu tempat untuk berdebat. Siapakah diantara mereka yang paling hebat dalam memecah belah manusia. Alhasil mereka berdua sepakat untuk adu kekuatan. Yang pertama adalah iblis, iblis datang kepada dua orang yang sedang bernegosiasi jual beli. Maka iblis membisiki kepada mereka supaya terjadi pertengkaran. Iblis membuat buruk barang yang dibeli si pembeli ketika sudah sah jual beli. Maka si pembeli minta tukar barang, tetapi si penjual tidak mau karena nyatanya barang itu tidak buruk. Alhasil mereka saling adu mulut, berkelahi, dan akhirnya ada yang terbunuh, sedangkan yang membunuh dihukum mati. Maka wanita tua ini tertawa, berkata pada iblis; “Kamu bisa merusak, tetapi apakah kamu bisa memperbaiki atau mengembalikan mereka seperti semula?” “Jika kamu bisa, tunjukan padaku!!” sanggah iblis. “Akan aku tunjukan padamu.” Jawab wanita tua itu. Maka wanita itu pun mencari rumah wanita yang sedang ditinggal kerja oleh suaminya. Wanita tua itu pun mendapatkannya. Ia mulai mengetuk pintu, lalu wanita pemilik rumah itu membuka pintu dan bertanya; “Ma’af ada apa ya?”

18

“Tidak ada apa-apa, ibu hanya mau menumpang sholat di rumah kamu, boleh kah? Ya kalau tidak boleh juga tidak apa-apa.” Jawab wanita tua itu. “Oh boleh-boleh, silakan masuk!” Maka wanita tua itu pun masuk dan ditunjukan tempatnya. Wanita tua itu pun mengeluarkan jurusnya, ia meletakan pakaian lakilaki di rumah itu. Setelah beres urusannya, ia pun segera pamitan kepada wanita pemilik rumah itu. Setelah selang beberapa hari, pulanglah suaminya ke rumah itu. Tidak membutuhkan waktu yang lama, laki-laki itu melihat pakaian yang tidak dikenalnya itu. Maka laki-laki itu pun naik pitam. Lalu menanyakannya pada istrinya. Akhirnya terjadilah pertengkaran yang berakibat kepada pengusiran si suami kepada isterinya. Maka wanita tua itu berkata kepada iblis; “Lihatlah! Aku telah memisahkan dua orang yang saling mencintai. Tapi aku pun bisa mengembalikan mereka berdua tuk bersatu lagi.” “Lakukanlah!! Aku menantinya.” Tantang iblis. Maka wanita tua itu datang kembali ke rumah itu. Seperti biasa, ia mengetuk pintu. Tetapi sekarang yang membuka pintu adalah seorang laki-laki. Wanita tua itu bertanya; “La, kemana wanita itu?” “Maksudmu isteriku?” Tanya laki-laki itu. “Oh rupanya wanita itu isterimu, tetapi mengapa sekarang tak ada disini?” Tanya wanita itu. “Aku telah mengusirnya, karena ia main serong.” Jawab laki-laki itu. 19

“Hmm… Padalah ia wanita baik. Ia memperbolehkan aku untuk menumpang sholat. Dan aku tinggalkan pakaian laki-laki disini, itu pakaian anak laki-laki saya. Apakah Anda melihatnya?” “Oh jadi pakaian itu pakaian anak Anda, ini saya kembalikan.” Maka laki-laki itupun segera berangkat ke rumah keluarga isterinya dan meminta isterinya kembali. Maka kembalilah mereka bersama. Alhasil iblispun mengakui kehebatan tipu daya wanita tua.

Zuhud (Ibn ‘Arobi ra) Ibn ‘Arobi ra mengajarkan zuhud kepada satu muridnya. Beliau menyuruh muridnya untuk pergi ke suatu tempat, dan memerintahkan supaya setiap harinya ia memancing untuk mendapatkan lima ikan, satu untuknya dan yang lainnya untuk tetangganya. “Jika suatu hari kamu sakit, berarti masa pembelajaranmu sudah usai. Maka setelah sembuh, kamu kembalilah ke sini.” Kata Ibn ‘Arobi ra. Sang murid pun melaksanakan apa yang disuruh gurunya. Ia melakukan hal itu beberapa tahun, dan tidak pernah sakit. Ia terus melakukannya tanpa putus asa. Alhasil, setelah berpuluh tahun barulah ia sakit. Ia merasa senang karena berarti masa pembelajarannya telah usai. Setelah sehat, ia pun kembali ke tempat Ibn ‘Arobi ra. Tetapi anehnya sekarang si murid kaget melihat keadaan rumah gurunya itu. Ia melihat 20

rumah itu menjadi seperti sebuah istana. Maka ia pun bertanya kepada gurunya; “Apa maksudnya ini? Engkau membiarkan aku zuhud sedangkan Anda bersenang – senang disini?” protes si murid. “Wahai anakku, zuhud tidak dilihat dari kaya atau tidak, tetapi dari hati. Walaupun aku kaya, tetapi tidak ada satu pun yang menyebabkan aku lalai atau terganggu ibadahku pada ALLOH. Sebaliknya kamu, walaupun kamu miskin, belum tentu dikatakan sebagai seorang yang zuhud. Karena,,, setiap memancing, kamu selalu mengharapkan bahwa kamu yang mendapatkan bagian ikan yang paling besar. Ingatlah anakku! Zuhud itu adalah tidak memandang kamu lebih berhak daripada orang lain.” “Wahai anakku, zuhud tidak dilihat dari kaya atau tidak, tetapi dari hati. Walaupun aku kaya, tetapi tidak ada satu pun yang menyebabkan aku lalai atau terganggu ibadahku pada ALLOH. Sebaliknya kamu, walaupun kamu miskin, belum tentu dikatakan sebagai seorang yang zuhud.”

21

Zuhud (Syaikh Abu Hasan Asy Syadzily ra) Syaikh Abu Hasan Asy Sadzily ra adalah seorang guru shufi yang kaya raya. Orang yang di dekatnya mengetahui akan arti haqiqot zuhud yang sebenarnya. Sehingga tidak meragukan kewalian dan keshufian Beliau. Tetapi lain lagi dengan seorang ‘abid yang hidup tidak punya apa-apa. Ia hanya punya satu wadah untuk makan. Ia meragukan kewalian dan keshufian Syaikh Abu Hasan Asy Syadzily ra. Sang Syaikh mengetahui akan hal ini. Karena kasih sayang Beliau pada ‘abid ini, maka Beliau ingin menunjukan arti zuhud yang sebenarnya. Menyikapi hal itu, Beliau menulis surat kepada ‘abid itu. Di tempat lain, si ‘abid sedang sholat. Tiba-tiba ketika ia sholat, ia teringat bahwa wadah makannya ada di luar. Ia lupa memasukannya ke rumah. Lalu tergurislah di hatinya rasa takut kalau – kalau wadah itu ada yang mencurinya. Setelah sholat, ia pun segera mengambil wadah itu dengan menunda dzikirnya. Tiba-tiba datanglah surat sang Syaikh kepada ‘abid itu, yang isinya; Assalamu ‘alaikum.. Wahai sahabat, sesungguhnya kekayaanku tidak mengurangi zuhudku. Akan tetapi kemiskinanmu tidak menyempurnakan zuhudmu. Karena, ketika aku sholat, tidak pernah merasa takut hartaku dicuri orang lain. Akan tetapi,

22

hatimu takut kalau hartamu dicuri orang lain walaupun itu hanya sebuah wadah makanan. Sadarilah ini wahai sahabatku.. Wassalam... Maka si ‘abid pun mengetahui akan kekuatan batin sang Syaikh. Dan ia pun mendapat pengertian baru tentang zuhud. Wahai sahabat, sesungguhnya kekayaanku tidak mengurangi zuhudku. Akan tetapi kemiskinanmu tidak menyempurnakan zuhudmu. Karena, ketika aku sholat, tidak pernah merasa takut hartaku dicuri orang lain. Akan tetapi, hatimu takut kalau hartamu dicuri orang lain walaupun itu hanya sebuah wadah makanan.

Permata Shufi (Dzu Nun Al Misri ra) Seorang pemuda datang kepada Dzu Nun dan berkata bahwa para shufi itu salah, di samping itu juga banyak hal yang dikatakannya. Lalu Beliau melepaskan cincin yang berada ditangannya untuk diberikan kepada pemuda itu sambil berkata; “Bawalah ini ke pemilik – pemilik kedai di pasar sana dan lihatlah apakah engkau bisa mendapatkan sekeping emas untuk itu!” 23

Pemuda itu pun pergi. Selang beberapa jam ia telah kembali dan berkata kepada Beliau; “Tiada seorang pun dari pasar itu yang menawarkan lebih dari sekeping perak untuk cincin ini.” Kemudian Beliau berkata; “Sekarang, bawalah ke tukang emas atau ahli perhiasan yang sebenarnya dan lihatlah berapa yang akan dibayarnya!” Si pemuda itu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Beliau. Ia pun pergi. Ia tercengang ketika mendengar tukang emas menawar cincin itu seharga seribu keping emas. Setelah si pemuda kembali kepada Beliau dengan semua ceritanya, Dzu Nun pun berkata; “Sekarang, pengetahuanmu tentang shufi adalah sebanding pengetahuan para pemilik kedai itu mengenai cincin permata. Jika engkau ingin menilai permata, maka jadilah ahli permata.”

Dialog Dengan Syaithon Syaikh Junaid r.a berada di masjid sedang beribadah. Tiba-tiba tergurislah dihatinya pertanyaan tentang mengapa Syaithon tidak mau bersujud kepada Nabi Adam as. Ternyata setelah Syaikh Junaid selesai beribadahnya, ia bertemu dengan seorang laki-laki. Maka Sang Syaikh bertanya; “Siapakah kamu? Apakah kamu sedang menungguku?” Lelaki itu menjawab;

24

“Ya, aku sedang menunggumu. Aku adalah Iblis. Apa yang kau mau tanyakan padaku? Maka tanyakanlah!” “Aku mau bertanya, mengapa kamu tidak mau bersujud kepada Nabi Adam as?” “Oh itu, karena aku tidak mau bersujud kepada selain ALLOH, karena hal itu musyrik.” Sang Syaikh mendengar jawaban itu, kebingungan sekaligus terperanjat. Kemudian syaithon pun berkata; “Baiklah, untuk hari ini cukup sampai disini. Besok aku akan datang lagi. Tanyakanlah apa yang ingin kamu tanyakan lagi besok.” Iblis pun pergi meninggalkan sang Syaikh. Tapi Beliau masih dalam kebingungannya. Besoknya, pada waktu dan jam yang sama mereka bertemu. Tetapi sekarang suasananya berbeda. Beliau pun berkata; “Untuk hari ini, aku tidak punya pertanyaan. Tetapi aku mau mengungkapkan hal kemarin. Yaitu, memang benar, kita tidak boleh bersujud kepada selain ALLOH, tetapi lain lagi ceritanya jika yang menyuruh adalah ALLOH sendiri. Justru dengan tidak menuruti perintahNYA, kita seolah-olah kita telah menuruti perintah selainNYA. Apakah menuruti perintah selainNYA adalah bukan syirik? Apalagi kalo yang diturutinya itu keegoan diri. Justru dengan bersujud kepada Nabi Adam as, berarti engkau mengakui ke-Esa-an DzatNYA dan perintahNYA.” Maka setelah mendengar hal itu iblispun berkata; “Engkau benar – benar hamba ALLOH yang tidak bisa aku kecohkan.” 25

Takdir Seorang ibu yang mengetahui takdir anak perempuannya. Ia mengetahui bahwa anaknya yang cantik akan menikahi budaknya yang berkulit hitam dan bermuka jelek. Karena ketidakmau-menerimaan dia, ia berusaha untuk merubah takdir tersebut. Si Ibu menyuruh kepada budaknya sesuatu hal yang mustahil. Ia menyuruhnya untuk menemukan tanduk kuda terbang yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Ia menyuruhnya jangan kembali sebelum budak itu menemukan tanduk tersebut. Si Ibu tidak peduli hal itu mitos atau kenyataan. Maka si budakpun mau tidak mau pergi berjelajah untuk mencari tanduk pegasus. Di samping itu si ibu telah menyiapkan pembunuh bayaran untuk membunuh si budak itu. Si budak terus mencari, sedangkan si pembunuh terus mencari. Akan tetapi, tidak disangka si budak bertemu dengan seseorang yang misterius. Orang itu memberikan kekuatan dan teka-teki untuk menemukan tanduk pegasus kepada si budak itu. Alhasil pembunuh itu tidak dapat melaksanakan tugasnya. Kemudian si budak terus mencari teka-teki itu. Teka-teki itu adalah, ia harus mati tapi tidak mati dan lakukanlah dengan cara yang benar. Akhirnya si budak menemukan pengertian dari teka-teki itu, yaitu ia harus mematikan hawa 26

nafsunya tetapi tidak mematikan nyawa hidupnya. Dan lakukanlah itu dengan cara yang di ajarkan oleh Sang Maha BENAR. Setelah 10 tahun, akhirnya lulus dari teka-teki itu. Ia bertemu dengan seseorang yang bijak. Lalu si Bijak memberikan tanduk pegasus yang tak lain hanyalah sebuah kiasan tentang kehendak diri yang telah dibersihkan. Karena dengan hal itu, semua penyakit dapat diobati. Saat ketika ia mendapatkan hal itu, si budak berubah menjadi berkulit putih dan berwajah tampan. Ternyata di tempat si Ibu wanita itu, anak perempuannya terjangkit penyakit bisul di sekujur tubuhnya. Tidak ada yang dapat menyembuhkannya. Maka kembalilah si budak dengan penampilan berbeda ke tempat majikannya. Ketika tiba, si Ibu tidak mengenali si budak. Dan si budakpun tidak mengakui sebagai budaknya yang dulu pergi. “Ada apakah Tuan datang kemari ?” tanya si Ibu “Aku mendengar bahwa engkau memiliki anak yang sedang sakit bisul di seluruh tubuhnya. Dan belum ada yang bisa menyembuhkannya. Apakah itu benar? Jika itu benar, Bolehkah saya mengobatinya?” “Boleh, sungguh tentu boleh.” “Apa imbalannya jika aku berhasil menyembuhkannya?” “Engkau boleh memperistrinya.” “Baik, aku setuju.” Maka si budak pun langsung menuju wanita itu, segera menyembuhkannya. Tidak lebih dari setengah jam, ia pun telah berhasil menyembuhkannya. 27

Janji pun ditepati. Maka menikahlah mereka. Sebelum menikah, si budak berkata kepada si ibu yang tak lain majikannya sendiri; “Tahukah kamu, sesungguhnya aku adalah budakmu yang berkulit hitam dan berwajah jelek itu, yang kamu perintahkan untuk mencari tanduk pegasus.” “Ah, betulkah itu?” Akhirnya si ibu menyadari bahwa takdir pasti akan terjadi bagaimana pun caranya.

Arti ‘Abid (Al Khofi ra) Abu Bakar Bisyir (sebelum menjadi seorang shufi) suatu hari mengadakan sebuah pesta di rumahnya. Isi pesta itu bisa dibilang kurang sesuai dengan syara’. Pas ketika itu, lewatlah Syaikh Ibrahim bin Adham ra. Pintu rumahnya terbuka dan keluarlah budak Abu Bakar. Entah kenapa sang Syaikh mendekati dan bertanya kepada wanita itu; “Wahai Ukhti, apakah orang yang memiliki rumah ini seorang ‘abid atau seorang yang merdeka?” “Ya, ia seorang yang merdeka, bahkan aku adalah sala satu budaknya.” “Oh, pantas saja ia begitu. Jikalau ia seorang budak, pasti ia tidak akan melakukan hal seperti itu.” Si budak pun kembali ke dalam rumah. Tak disangka, Abu Bakar bertanya kepada budak itu; “Mengapa kau lama sekali?”

28

Maka budak itu pun menceritakan kejadiannya. Setelah beres menceritakannya, entah kenapa, Abu bakar langsung bertanya; “Kemana laki-laki itu pergi?” Kemudian Abu Bakar pun mencari laki-laki itu dengan tergesa-gesa sehingga ia lupa memakai alas kakinya. Akhirnya ia ketemu dengan sang Syaikh, ia pun bertanya; “Apa maksudnya kamu mengatakan hal itu?” “Oh jelas, karena kamu merdeka dari ALLOH, jika engkau memang seorang budak (‘abid/hamba sahaya) ALLOH, niscaya kamu tidak akan bermaksiyat kepadaNYA, tidak akan mengadakan pesta itu.” Entah kenapa hati Abu Bakar bergetar mendengar kata-kata sang Syaikh. Dan akhirnya ia berkata; “Sungguh sejak saat ini, aku akan menjual diriku kepada ALLOH, aku akan bertobat, dan berusaha sekuat tenaga mengabdi padaNYA.”

Taubat (Kurma) Ibrahim bin Adham ra pergi ke pasar untuk membeli kurma. Ketika Beliau telah selesai berjual beli, secara tak sengaja, dua biji kurma dari wadah pedagang jatuh masuk ke dalam kantung kurma milik Beliau tanpa sepengetahuan Beliau. Alhasil, Beliau pun 29

pulang dengan membawa kurma yang bukan miliknya. Ternyata, ketika Beliau mau melaksanakan ibadah rutinnya, Beliau merasakan berat, ngantuk, dan malas. Akibatnya Beliau hanya mampu melaksanakan ibadah yang wajibnya saja. Karena untuk melakukan yang sunah, Beliau keburu tertidur saking beratnya. Di dalam mimpi, Beliau mendapati dua malaikat berbincang; “Hai, tahukah engkau, hari ini ada seorang ‘abid yang diturunkan derajatnya disisi ALLOH karena telah membawa dua kurma yang bukan miliknya.” Kata malaikat yang satu. “Hhm.. kasihan, semoga ALLOH mengampuni ‘abid ini, supaya ia kembali ke derajatnya.” Kata malaikat yang lain. “Amiin ya ALLOH.” Kata dua malaikat itu. Setelah kejadian mimpi itu, Beliau pun terbangun. Beliau sadar bahwa dirinya telah lalai. Beliau pun beristighfar mohon ampun kepada ALLOH. Keesokan harinya, Beliau kembali ke pasar untuk membeli kurma ke tempat yang sama. Setelah jual beli selesai, Beliau segera meletakan lebih dari dua kurma ke wadah kurma pedagang tanpa sepengetahuan siapapun. Beliau pun kembali pulang. Berbeda dengan hari kemarin, kini Beliau merasakan kenikmatan beribadah yang lebih daripada hari-hari sebelumnya. Setelah menyelesaikan ibadahnya, Beliau pun segera tidur. 30

Beliau pun kembali bermimpi mengenai dialog dua malaikat sebelumnya dengan isi dialog yang berbeda dari malam sebelumnya. “Hai tahukah kamu, hari ini ada orang yang dikembalikan derajatnya oleh ALLOH. Bahkan sekarang derajatnya lebih tinggi tiga ratus derajat dari sebelumnya. subhanaLLOH. Sungguh ALLOH sangat dermawan.” Beliau pun terbangun, kemudian mengucapkan; “AlhamduliLLAAH. Ya ALLOH, sesungguhnya ENGKAU bermaksud bukan untuk menjauhkanku, tetapi malah untuk membuatku lebih dekat. Terima kasih ya ALLOH.”

Waro’ (Buah Mangga) Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Ibrohim Bin Adham ra bekerja sebagai penjaga kebun mangga. Pemiliknya jarang ke kebun itu kecuali tiga tahun sekali. Pas pada saat itu, pemiliknya datang ketika pohon mangga itu sedang panen. Maka pemilik itu memanggil Beliau; “Hei engkau, tolong ya ambilkan untukku buah-buah mangga!” Maka Beliau pun bersegera mengambilkan buah-buah mangga. Tetapi anehnya ketika si pemilik memakan mangga itu, ia merasakan mangga itu banyak yang masam dibanding yang manis. Maka si pemilik itu pun marah; 31

“Hai kau! Mau mengerjai Tuanmu ini ya? Sudah berapa tahun kau menjadi penjaga kebunku? Apakah kamu belum bisa membedakan mana yang manis dan yang masam?” Beliau menjawab; “Aku sudah tiga tahun bekerja disini, tetapi selama itu aku belum pernah merasakan satu buah mangga pun. Karena takut akan kesyubhatannya.” Maka si pemilik kebun pun menanyakan perihal kebenaran ucapan Beliau kepada penjaga kebun yang lain. Dan pastinya semuanya membenarkan ucapan Ibrohim. Si pemilik kebun pun membangga-banggakan di mesjid karena telah memiliki pelayan yang waro’. Pas ketika si pemilik kebun mau menunjukan Ibrohim kepada teman-temannya. Ternyata Ibrohim telah pergi meninggalkan perkebunan tanpa sepengetahuan siapapun. karena Beliau takut dirinya terhinggapi keujuban dan keriya-an. “Aku sudah tiga tahun bekerja disini, tetapi selama itu aku belum pernah merasakan satu buah mangga pun. Karena takut akan kesyubhatannya.”

32

Pura-Pura Buta Seorang shufi mau menikah dengan seorang wanita cantik. Sewaktu telah mau mendekati hari aqad, wanita tersebut mengalami penyakit cacar. Sangat berduka-citalah wanita dan keluarganya itu akibat kecacarannya. Karena ingin menjaga menjaga rasa malu wanita dan keluarganya, sang shufi memperlihatkan kepada keluarga calon istrinya itu bahwa dirinya telah diserang oleh penyakit mata. Kemudian ia mengabarkan kepada mereka bahwa dirinya itu telah kehilangan penglihatannya itu. Maka dilaksanakanlah aqad nikah mereka. Maka hilanglah kegundahan hati kaum keluarga wanita itu. Wanita itu terus bersama-sama menjalani kehidupan suami-istri selama kurang lebih dua puluh tahun. Wanita itu pun menemui ajalnya. Ketika itulah sang shufi membuka lagi matanya menyatakan kesembuhannya. Lalu teman-temannya bertanya tentang hal ini kepadanya. Kemudian sang shufi menjawab; “Aku sengaja berbuat demikian, demi menjaga harga diri istriku dan pihak keluarganya. Sehingga mereka tidak berduka cita.” Kemudian sala satu temannya berkata; “Engkau telah mendahului saudara-saudaramu dengan akhlaq ini.”

33

Kapasitas Abu Thurob ra mempunyai seorang murid yang sangat khusu’ dalam riadlohnya. Ia termasuk murid yang langka. Beliau menyangka bahwa mungkin muridnya itu sala satu orang yang mendapatkan kebenaran. Tergeraklah di hati Beliau untuk memperkenalkan murid itu kepada guru Beliau yang tak lain adalah Syaikh Abu Yazid Al Busthomi ra. Berkatalah Beliau kepada muridnya; “Wahai muridku, maukah kamu aku perkenalkan dengan Guruku? Guruku adalah orang yang telah mendapatkan kebenaran.” “Wahai guruku, aku takut kalau aku menemuinya malah mengganggunya. Lebih baik aku tidak menemuinya.” Jawab si murid menolak saran gurunya. Secara tidak langsung, murid itu telah menolak ajakan gurunya. Beliau tidak menyerah, Beliau terus merayu. Alhasil, kesal lah Beliau. Maka keluarlah perkataan dari bibir Beliau; “Wahai engkau! Sesungguhnya pendapatanmu dalam riadloh/latihan ini, tidak akan melebihi manfa’at pergi menemui guruku.” “Kalau begitu, baiklah, aku akan pergi menemuinya.” Maka mereka pun pergi menemui Syaikh Abu Yazid ra. Saat itu Abu Yazid ra berada di dalam gua. Abu Thurob pun memanggil gurunya; “Assalamu ‘alaikum, wahai guruku, bisakah Anda keluar dari gua Anda? Ada yang ingin aku tanyakan padamu.” 34

Maka Syaikh Abu Yazid ra pun keluar. Tetapi Sang Syaikh mengenakan sorban yang dikerudungkan. Sang Syaikh bertanya: “Apa yang ingin kamu tanyakan?” “Aku ingin menanyakan perihal anak ini, apakah anak ini termasuk di jalan yang benar? Apakah dia tidak tersesat dalam jalan ini?” Maka Sang Syaikh pun mendekati anak/pemuda itu. Setelah berhadap-hadapan, Sang Syaikh membuka kerudungnya. Ketika dilihatnya wajah Sang Syaikh oleh anak itu, terperanjatlah anak itu jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Kemudian Abu Thurob ra memeriksa keadaan murid itu. Ternyata murid itu telah meninggal. Sang Syaikh pun berkata; “Anak ini adalah anak yang benar, di jalan yang benar. Tetapi ketika melihat wajahku, ia mengalami tazalli (terbuka hijab rahasia ketuhanan), akan tetapi, tubuhnya belum siap menanggung hal itu. Akhirnya ia pun meninggal, tetapi meninggal untuk lebih mendekat kepada ALLOH.”

Jadi Bijak Atau Kaya Nasruddin Hoza ditanya oleh seorang hakim; “Hei Nasruddin, kamu mau jadi orang kaya atau orang bijak?” “Oh, aku mau jadi orang kaya.” Jawab Nasruddin. “Hmm, kebanyakan orang seperti kamu. Kalau aku ingin menjadi seorang yang bijak.” 35

Setelah pergi hakim itu, teman Nasruddin yang mendengar perbincangan itu bertanya padanya; “Mengapa kamu menjawab seperti itu?” Nasruddin menjawab; “Aku memilih kaya karena sifat bijak sudah punya. Sedangkan ia memilih bijak karena ia belum mendapatkan sifat bijak tetapi kekayaan sudah punya. Sebagaimana kau tahu, ia itu hakim yang mata duitan.”

Jangan Takut Dianggap Riya (J. Rumi) Seorang pemuda meminta perlindungan di rumah orang yang tak dikenalnya. “Ada apa? Kenapa kamu begitu pucat? Masih muda, tetapi badanmu gemetaran seperti orang tua.” Tanya Tuan rumah. “Mereka sedang menangkap keledai. Saya dengar keledai-keledai itu akan dipekerjakan di istana untuk mengangkut beban.” “Lalu?” tanya Tuan rumah. “Ya, saya takut..” “Lho?! Kamu kan bukan keledai?” “Ya, mana bisa mempercayai para petugas kerajaan? Kalau aku dianggap keledai, pasti aku pun ikut tertangkap.” “Tenanglah kawan, Dia raja yang bisa membedakan mana manusia, mana binatang, mana keledai, mana 36

majikan keledai. Yaqinlah akan kebijaksanaannya. Jangan takut.”

Riya Itu Jelas Seorang petapa tinggal bersama istrinya yang sangat pencemburu. Apalagi pembantu rumah mereka lumayan cantik. Pada suatu hari, wanita pencemburu itu mengajak pembantunya ke tempat pemandian umum. Setelah melepaskan baju dan siap untuk mandi, dia baru ingat ketinggalan sesuatu di rumah, maka pembantu pun disuruh pulang untuk mengambilnya. Kesempatan bagi pembantu! Diam-diam dia memang mencintai majikannya. Rupanya, si petapa pun menaruh hati terhadap dia. Maka mereka berdua tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan.. Sementara itu, istri petapa yang masih berada di tempat pemandian umum baru sadar bahwa suaminya seorang diri di rumah. “Uwah, kesempatan bagi suamiku untuk main gila.” Cepat-cepat ia berpakaian lagi dan pulang ke rumah. Ketika ia hendak membuka pintu, sepasang anak manusia sedang bermain cinta itu mendengar suara istrinya. Si petapa memakai kembali jubahnya dan duduk di lantai seolah-olah ia sedang berdo’a. Si pembantu pun berlari keluar. Memang tidak tertangkap basah, tetapi si petapa tidak bisa membohongi istrinya. Begitu pun 37

dengan pembantunya, ia tidak bisa menipu majikannya. Ereksi di balik jubah, percikan sperma dan nafas mereka yang kacau tidak bisa berbohong.

Pasrah Kepada ALLOH Tuan Syaikh ‘Abdul Qodir Al Jailani qs memiliki sebuah jubah yang sangat bagus. Tetapi Beliau merasa hal itu terlalu berlebihan. Dan Beliau menganggap memiliki baju itu mengeluarkan dirinya dari kesederhanaan. Maka tergeraklah di hati Beliau untuk memberikan jubah itu pada orang lain. Ternyata tidak ada orang yang mau menerimanya. Karena memang terlalu berharga kalau tidak dihargakan oleh uang, maka Beliau menggadaikan jubah itu dengan uang seribu dirham. Kemudian Beliau membagikan uang itu kepada para faqir miskin. Maka terlepaslah Beliau dari jubah itu. Tetapi ternyata setelah sebulan, penggadai itu mendatangi Beliau untuk mengembalikan jubah itu. Beliau berkata; “Wahai saudara, mengapa Anda mengembalikan jubah ini? Padahal aku belum membayar utang saya?” Si penggadai pun menjawab; “Tidak perlulah Anda membayar utang, anggap saja itu sebagai hadiah dariku. Dan pakaian ini aku kembalikan pada Anda. Anda tidak boleh menolaknya.” Beliau pun menerimanya. Dan menyadari bahwa apa yang akan menjadi miliknya, pasti datang 38

padanya walaupun menolaknya.

Beliau

mencoba

untuk

Dialog Syamsi dan Rumi Suatu hari Jalaluddin Rumi ra pergi ke pasar dengan mengendarai himar. Di pasar, Beliau bertemu dengan seorang pemuda misterius, Syamsuddin namanya. Syamsi mengajukan pertanyaan kepada Beliau; “Wahai Tuan, sebagaimana Anda ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW itu lebih mulia dibanding Sayyidina ‘Umar ra. Tetapi saya mendapati hadits bahwa suatu hari Nabi bersama para wanita, tetapi para wanita tidak memakai cadar. Saat itu datanglah Sayyidina ‘Umar ra, maka para wanita pun segera memakai cadar. Apa maksudnya ini? Mengapa para wanita lebih menghargai Sayyidina ‘Umar ra?” Jalaluddin Rumi ra menjawab; “Justru hal itu menunjukan lebih mulianya Nabi, yaitu, Nabi itu diibaratkan air lebih dari dua qulak atau bahkan seperti lautan, sehingga jika ada najis yang masuk ke dalam air itu, maka air itu tidak jadi najis, malah najis itu yang menjadi suci. Sedangkan Sayyidina ‘Umar ra diibaratkan air yang kurang dari dua qulak, sehingga jika ada najis yang yang masuk ke dalam air itu, maka air itu menjadi najis. Begitu juga para wanita yang membuka cadar itu diibaratkan kotoran. Kotoran itu tidak akan mengubah kesucian Nabi SAW. Berbeda halnya 39

dengan sayyidina ‘Umar ra, jika kotoran itu terkena padanya, maka Beliau ra akan menjadi kotor atau setidaknya menjadi keruh. Itulah sebabnya mengapa para wanita menutup cadar kepada Beliau ra, tidak kepada Nabi SAW.” waLLOHU A’lam.. Nabi itu diibaratkan air lebih dari dua qulak atau bahkan seperti lautan, sehingga jika ada najis yang masuk ke dalam air itu, maka air itu tidak jadi najis, malah najis itu yang menjadi suci. Sedangkan Sayyidina ‘Umar ra diibaratkan air yang kurang dari dua qulak, sehingga jika ada najis yang yang masuk ke dalam air itu, maka air itu menjadi najis.

Arti Shufi Syaikh Sari As Saqati ra berkata; “Sifat – sifat orang shufi adalah; Mereka menolak tubuh untuk berbuat sesuatu yang hanya memenuhi keinginan pribadinya atau untuk mendapatkan sesuatu yang mengandung unsur kesengajaan, nafsu birahi, kesenangan, atau keinginan yang tak masuk akal. Mereka mampu menolak bisikan-bisikan pribadinya. Mereka benar-benar mengejar lima tujuan; 40

Tak pernah iri pada apa yang dimiliki orang lain, Tak pernah mengganggu orang lain, Selalu mengawasi tangan mereka, perut mereka, serta hasrat seksual mereka. Mereka adalah orang-orang yang bersahaja dan sederhana, dan mereka mengikuti orang-orang yang berada di atas mereka dari segi pengetahuan spritual. Mereka menjauhkan diri dari lima kejahatan; Menjauhkan diri dari sesuatu yang hanya bersifat sementara, dari pergaulan buruk, dari hawa nafsu, dari keinginan untuk menjadi pemimpin, dan dari kebanggaan untuk dipuji. Mereka mengharapkan lima macam anugerah; Sedikit dari isi dunia ini diberikan kepada mereka, tetapi kebenaran diberikan seutuhnya kepada mereka. Rasa takut kepada ALLOH dianugerahkan kepada mereka; bahwa mereka di masukan ke dalam golongan orang-orang dekat kepada ALLOH dan mereka diselamatkan dari kelompok orang-orang yang menentang ALLOH; bahwa mereka dikaruniai kemampuan untuk mengetahui dan melakukan apaapa yang ditolak oleh orang-orang dungu.”

41

Kalau Kebenaran Bukanlah Kebenaran Seorang laki-laki tertentu dianggap telah mati dan sedang dipersiapkan penguburannya. Ketika ia hidup kembali, ia duduk, tetapi demikian kaget melihat suasana disekelilingnya, sehingga ia pingsan. Ia dimasukan ke dalam sebuah peti mati, dan rombongan pengiring jenazah berangkat ke tempat penguburan. Tepat ketika mereka tiba di liang kubur, ia sadar kembali, mengangkat penutup peti mati, kemudian berteriak minta tolong. 42

“Tidak mungkin ia hidup kembali?!” kata orang-orang yang berkabung sebab ia telah dinyatakan meninggal oleh ahli-ahli yang berwenang. “Tetapi aku masih hidup!!” teriak orang itu. Ia menghimbau kepada seorang ilmuwan terkenal dan tidak berat sebelah dan ahli hukum yang juga hadir untuk mendapatkan kebenarannya. “Tunggu sebentar.” Kata ahli itu. Ia lalu menghadap kepada para pengiring jenazah, menghitung mereka. Lalu berkata; “Sekarang kita telah mendengar apa yang harus dikatakan oleh apa yang kalian pandang sebagai kebenaran?” “Ia mati.” Kata saksi-saksi itu. ”Kubur dia!!” kata ahli tadi. Dan demikianlah ia di kubur.

Soal Pengetahuan Seorang laki-laki mendatangi seorang dokter dan menceritakan bahwa istrinya tidak bisa melahirkan anak. Dokter memeriksa wanita itu dengan memeriksa denyut jantungnya lalu berkata; “Saya tidak dapat mengobatinya karena saya telah menemukan bahwa setidak-tidaknya engkau akan meninggal dalam waktu empat puluh hari.” Ketika mendengar keterangan itu, wanita itu sedemikian sedihnya, sehingga tidak dapat makan sesuatu pun selama empat puluh hari.

43

Setelah empat puluh hari ternyata wanita itu tidak meninggal sebagaimana diramalkan. Lalu kemudian suaminya menanyakan bagaimana hal ini bisa terjadi pada dokter. Dokter pun menjawab; “Ya saya tahu akan hal ini. Sekarang istrimu akan menjadi subur.” Sang suami menanyakan hal ini bagaimana bisa terjadi. Dokter pun menjawab; “Istrimu terlalu gemuk, hal itu mengganggu kesuburannya. Saya tahu bahwa satu-satunya jalan yang bisa menjauhkannya dari makanan adalah ketakutan akan kematian. Karena itu ia sekarang sembuh.” Percaya sepenuhnya kepada seorang tabib adalah kunci pengobatan.

Keadaan dan Serigala Serigala itu berfikir bahwa ia telah berpesta pora, ketika sesungguhnya ia hanya telah makan sisa-sisa yang ditinggalkan singa. Aku menyampaikan ilmu yang menghasilkan keadaan-keadaan. Digunakan sendiri, hal ini akan merugikan. Ia yang hanya menggunakannya akan menjadi termasyhur, sangat termasyhur. Ia akan membawa orang-orang ke keadaan-keadaan pemujaan, sampai mereka hampir tidak akan bisa kembali ke jalan shufi.

44

Guru dan Anjing Seorang guru shufi yang sedang berjalan sepanjang jalan dengan sala seorang muridnya diserang oleh seekor anjing ganas. Pengikut tadi marah dan berteriak; “Betapa beraninya kau menghampiri guruku dengan cara seperti itu! Gurunya pun berkata; “Ia lebih konsisten daripada engkau. Karena ia menggonggong kepada siapapun sesuai dengan kebiasaan dan kecenderungannya, sedangkan engkau memAndangku sebagai gurumu dan sama sekali tidak peka terhadap faedah dari banyak orang-orang arif 45

yang kita lewati dalam perjalanan ini, meninggalkan mereka tanpa menoleh lagi.”

dan

Yang Tercinta (J. Rumi ra) Seseorang pergi ke pintu yang Tercinta dan mengetuk pintuNYA. Suatu suara di dalam rumah bertanya; “Siapa itu?” Ia menjawab; “Inilah aku.” Suara itu berkata; “Tidak ada ruangan di sini untukKU dan untukmu.” Pintu pun ditutup. Setelah setahun dalam pengasingan kesunyian dan kehilangan, orang itu kembali lagi ke pintu yang Tercinta. Ia mengetuk. Suara dari dalam bertanya: “Siapa itu?” Orang itu menjawab; “Inilah ENGKAU.” Pintu pun dibuka untuknya.

Tanaman Anggur Seorang laki-laki tertentu menanam pohon anggur terkenal sebagai pohon anggur yang akan menghasilkan buah anggur yang dapat dimakan hanya sesudah tiga puluh tahun. 46

Demikianlah, ketika ia menanamnya, Amirul Mu’minin lewat, berhenti sebentar dan berkata; “Engkau adalah seorang yang optimis yang menarik perhatian jika berharap hidup sampai jenis-jenis tanaman anggur itu berbuah.” “Barang kali aku tidak akan demikian, tetapi setidaktidaknya pengganti-penggantiku akan hidup untuk meraih manfaat dari karyaku, sebagaimana halnya kita semua memperoleh keuntungan dari karya para pendahulu kita.” Jawab orang itu. “Setidak-tidaknya, jika dan kalau buah anggur apapun dihasilkan, bawalah beberapa untukku. Itu tadi jika kita berdua luput dari pedang kematian yang menggantung di atas kita sepanjang waktu.” Kata penguasa itu. Sang Amir terus melanjutkan perjalanannya. Selang beberapa tahun kemudian, tanaman anggur itu mulai menghasilkan buahnya yang sangat lezat. Orang itu kemudian mengisi sekerajang besar dengan tangkai – tangkai buah pilihan dan kemudian pergi ke istana. Sang Amir menerimanya dan memberinya hadiah emas yang cukup banyak. Berita hal ini pun tersebar, “seorang petani yang tak penting telah diberi suatu jumlah emas yang sangat besar dalam pertukaran untuk sekeranjang buah anggur.” Seorang wanita yang tidak tahu tentang kronologi kejadian ini, setelah mendengar kabar ini segera mengisi sekeranjang buah anggurnya sendiri dan kemudian menghadap penjaga istana seraya berkata; 47

“Aku menuntut ganjaran yang sama seperti orang yang telah diberi ganjaran pagi ini. Inilah buahku. Jika raja memberi uang untuk buah, inilah buahnya.” Kata-kata itu disampaikan kepada Sang Amir, yang jawabannya adalah; “Mereka yang berbuat dengan meniru dan kecongkakan yang mendasari kurangnya penyelidikan atas keadaan-keadaan yang dicobanya untuk ditiru, biarkan mereka dihalau.” Alhasil, wanita itu diusir, tetapi ia demikian jengkel sehingga ia tidak mau bersusah payah untuk menanyakan kepada penanam anggur tadi mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

Tiga calon (Syaikh Suhrowardi ra) Tiga orang laki-laki memasuki kalangan seorang shufi, dan meminta izin untuk mengikuti ajaranajarannya. Sala dari ketiga orang itu hampir seketika itu juga melepaskan dirinya, dibuat marah oleh tingkah laku guru yang tidak menentu. Yang kedua diberi tahu oleh pengikut lainnya (atas perintah guru itu) bahwa orang suci itu adalah seorang penipu. Ia segera menarik diri sesudah itu. Yang ketiga diizinkan untuk bercakap-cakap, tetapi tidak diberi ajaran untuk waktu yang demikian lama sehingga ia kehilangan minat dan mennggalkan kalangan itu. 48

Ketika semuanya telah pergi, sang guru memberi pelajaran kepada kalangannya; “Orang yang pertama adalah suatu gambaran tentang prinsif; jangan menilai hal-hal yang fundamental hanya dengan penglihatan; yang kedua adalah suatu gambaran tentang amanat; jangan menilai hal-hal yang sangat penting hanya dengan mendengar; yang ketiga adalah sebuah contoh tentang ucapan; jangan menilai hanya dengan banyaknya pembicaraan atau kurangnya pembicaraan.” Ditanya oleh seorang pengikut bahwa mengapa pelamar-pelamar itu tidak dapat diberi pelajaran tentang hal ini. Sang guru pun menjawab; “Aku berada disini untuk memberi pengetahuan yang lebih tinggi, bukan untuk mengajarkan apa dalih orang-orang yang berpura-pura telah mengetahui.”

“Aku berada disini untuk memberi pengetahuan yang lebih tinggi, bukan untuk mengajarkan apa dalih orang-orang yang berpura-pura telah mengetahui.”

49

Bahaya ghibah (Syaikh Junaid ra) Syaikh Abul Qosim Junaid Al Baghdadi ra berkata; “Ketika saya sedang menunggu jenazah bersama orang banyak yang akan disholati di masjid Asy Syuniziyah, tiba-tiba ada seorang miskin mintaminta, maka dalam perasaan hatiku; “Andaikan orang itu bekerja sedikit-sedikit supaya tidak minta-minta, tentu akan lebih baik baginya.” Kemudian ketika malam harinya, ketika saya akan mengerjakan wirid yang biasa saya kerjakan pada tiap malam, terasa sangat berat dan tidak dapat berbuat apa-apa, sambil duduk, akhirnya tertidurlah mataku. Tiba-tiba dalam mimpiku, aku melihat orangorang datang membawa orang miskin itu di atas talam, kemudian orang-orang itu berkata kepadaku; “Makanlah daging orang ini!! Sebab engkau telah mengghibah padanya.” Maka langsung saya sadar, dan saya tidak merasa ghibah padanya hanya tergerak dalam hati, tetapi saya diperintahkan harus meminta halal kepada orang itu, maka setiap hari saya berusaha mencari orang itu. Akhirnya aku bertemu di tepi sungai. Beliau sedang mengambil daun-daunan yang rontok untuk 50

dimakan dan ketika saya memberi salam kepadanya, langsung ia berkata; “Apakah akan mengulangi lagi hai Abul Qosim?” “Tidak.” Jawabku. “Semoga ALLOH mengampunkan aku dan kamu.” Kata pengemis itu.

51

Dua Jalan Suatu hari Abu Nawas dan Amirul Mu’minin mengadakan perjalanan. Mereka berdua beserta rombongannya melewati hutan. Ternyata di hutan terdapat dua jalan. Konon katanya satu jalan menuju tempat yang indah, dan jalan yang lain menuju tempat yang gersang dan banyak binatang buas. Tidak sedikit orang yang meninggal di tempat itu. Tetapi diantara dua jalan itu ada rumah si kembar. Yang satu suka berbohong dan yang lainnya suka berkata jujur. Tetapi di rumah itu tidak pernah tinggal bersama-sama. Kalau ada si kembar yang bohong berada di dalam rumah, berarti si kembar satunya tidak sedang berada di dalam rumah. Begitupun sebaliknya. Dan si kembar itu pula yang tahu dua jalan itu. Maka sang Amir pun gundah dan takut kalaukalau ia salah memilih jalan. Maka ia pun menyuruh Abu Nawas menyelesaikan masalah ini. Maka Abu Nawas pun masuk ke rumah itu. Pas, di rumah itu hanya ada sala satu dari dua bersaudara itu, ga tau yang suka jujur, ga tau yang suka bohong. Abu Nawas pun bertanya padanya secara berbisik, kemudian dijawablah oleh sala satu si kembar dengan cara berbisik pula. Setelah itu Abu Nawas pun menyatakan kepada Sang Amir kita harus ke kanan. Maka mereka pun ke kanan. Ternyata jalan itu benar. Akhirnya sampailah mereka ke tempat yang indah itu. Tetapi sang Amir masih penasaran tentang pertanyaan yang 52

diajukan Abu Nawas kepada sala satu si kembar itu. Sang amir pun bertanya pada Abu Nawas. Maka Abu Nawas pun menjawab; “Ah itu mudah, aku hanya bertanya; ‘apa jawaban saudaramu jika aku bertanya tentang arah jalan ke tempat yang indah?’ jawabannya adalah ke kiri. Maka aku pastikan jalan yang tepat adalah ke kanan.”

Bahaya Takabbur Seorang ‘abid Bani Isroil ketika ia berjalan ia selalu dinaungi awan, tiba-tiba ada seorang pelacur Bani Isroil, maka tergerak dalam hati pelacur itu; “Ia seorang ‘abid Bani Isroil, aku ingin mendekat kepadanya, semoga aku mendapat rahmat ALLOH dengan sebabiah mendekat padanya.” Maka ketika pelacur itu mendekat padanya, tiba-tiba si ‘abid itu mengusir dengan bekata; “Enyah kau dari sini!!” Maka ALLOH menurunkan wahyu kepada NabiNYA bahwa; “AKU (ALLOH) mengampunkan dosa pelacur itu dan membatalkan amal ‘abid itu.” Maka berpindahlah awan dari atas kepala si ‘abid ke atas kepala pelacur itu.

53

Satu kejadian Dua Pandangan Seorang guru shufi dan muridnya berjalan di padang pasir. Seperti biasa, mereka mencari hikmah dari ALLOH yang di tempatkan di dalam makhluqNYA. Pada saat berjalan itu, tergurislah di dalam hati muridnya suatu keraguan; “Bagaimana ya, ALLOH memberikan rizqi tanpa kasab? Sedangkan aku mungkin tidak akan kasab lagi, karena memilih kehidupan shufi ini.” Dalam keraguan seperti itu, tiba-tiba mereka melihat seekor burung yang patah sayapnya, ia tidak bisa terbang, maka tergurislah di dalam hati murid itu; “Bagaimana cara burung itu mendapatkan makanan?” Ternyata datanglah burung lain yang sedang membawa makanan. Kemudian burung itu menyuapi burung yang patah itu. Maka tersadarlah di dalam hati murid itu; “SubhanaLLOH, seharusnya saya tidak meragukan rizqi ALLOH. Burung yang sakit saja tidak pernah risau akan rizqiNYA. Apalagi saya, saya masih diberi sehat oleh ALLOH. Hmm,, terima kasih ya ALLOH.” Sebenarnya gurunya tahu tentang apa yang terguris di dalam hati muridnya itu, maka gurunya pun berkata; “Wahai saudaraku, untuk saat ini, seharusnya kamu meneladani sifat burung yang memberi makan karena kamu dan dia sama-sama sehat. Sedangkan burung yang patah sayap itu menunjukan kepada yang sakit. Jadilah manusia dermawan!!” 54

Egosentris Nasruddin menjadi seorang hakim. Suatu hari Beliau didatangi oleh seseorang untuk mengadukan permasalahannya. Laki-laki itu berkata; “Wahai Nasruddin, untamu membunuh untaku. Bagaimana penyelesaian permasalahannya?” Jawab Nasruddin; “Lho,, mengapa kepada saya? Seharusnya biarkan untamu dan untaku yang menyelesaikan masalahnya sendiri. Kita jangan ikut campur!”

55

Ternyata keadaan yang sebenarnya bukan seperti itu. Si pengadu itu pun berkata; “Eh,, maaf Nasruddin. Yang terjadi sebenarnya adalah untaku yang membunuh untamu.” Jawab Nasruddin; “Kalau begitu, beda lagi masalahnya, kamu harus mengganti untaku yang dibunuh untamu. Karena para unta tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.” Begitulah manusia, inginnya menang sendiri.

Tipuan Ada seorang laki-laki di tepi jalan. Maka didatangilah oleh Nasruddin, lalu menanyainya; “Wahai saudara, apa yang sedang Anda lakukan?” “Aku sedang menunggu Nasruddin. Katanya dia jago menipu. Aku ingin merasakan tipuannya.” Jawab lakilaki itu. “Oh kalau begitu, kamu tunggu di sini, aku memberi tahu Nasruddin dulu (yang sebenarnya dialah Nasruddin itu).” Kata Nasruddin. “Ya, baiklah aku tunggu.” Maka Nasruddin pun pergi tanpa kembali ke sana. Selang beberapa jam, ada orang lain yang bertanya kepada laki-laki itu; “Sedang apa kau di sini?” “Aku sedang menunggu Nasruddin untuk merasai tipuannya.” 56

“Sebenarnya kamu sudah merasai tipuannya, yang tadi itu Nasruddin, dan ia tidak kembali ke sini.”

Engkaulah Wahai Amirul Mu’minin yang Aku Butuhkan Pada suatu hari Kholifah Al Mu’min pulang ke rumah dan memberitahu pengurus rumah tangganya, pembantu-pembantunya, dan budak-budaknya bahwa mereka diperbolehkan mengambil apapun yang mereka inginkan dari seluruh isi rumahnya dan yang diambil otomatis akan menjadi milik mereka. Kemudian masing-masing bergegas untuk mengambil benda-benda yang berharga. Hanya seorang budak yang tidak beranjak dari sisi Kholifah, tak peduli apa yang sedang terjadi, ia hanya memandangi Tuannya. “Mengapa engkau tidak ikut pergi dan mengambil sesuatu?” tanya Kholifah. Budak itu menjawab; “Apakah engkau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu, wahai Amirul Mu’minin? Bahwa aku dapat memiliki untuk diriku sendiri apapun yang aku kehendaki?” “Ya,” jawab Amirul Mu’minin. Budak itu, seketika itu, memegang erat Sang Kholifah dan berkata; “Aku hanya menginginkanmu dan tidak yang lain.” Sang Kholifah lalu memberinya lebih banyak daripada yang diambil budak-budak yang lain, dan 57

mulai saat itu, tak seorang pun yang dapat menandinginya.

Kejujuran Telah terjadi gosip bahwa ada seseorang atau beberapa menteri Harun Ar Rosyid yang melakukan korupsi. Maka Harun Ar Rosyid pun mengumpulkan semua menterinya, termasuk Abu Nawas diundang di sana. Maka Harun Ar Rosyid pun berkata; “Wahai para menteriku yang setia, sebagaimana kalian tahu, telah terdengar isu bahwa ada sebagian dari menteriku yang melakukan korupsi, atau bahkan mungkin ada saja yang berdiri di dini pun termasuk dalam korupsi itu.” Lalu Harun Ar Rosyid pun memanggil Abu Nawas; “Wahai Abu Nawas, apa yang harus dilakukan untuk mengetahui siapa saja orang-orang yang korupsi.” “Oh itu, mudah saja Baginda.” Maka Abu Nawas pun membuka kofiyahnya. Lalu berkata; “Wahai para menteri, sesungguhnya kofiyahku ini mempunyai kehebatan untuk menunjukan kejujuran seseorang. Caranya yaitu barang siapa yang melihat dalaman kofiyah ini, jika ia orang jujur, maka ia akan melihat syurga, dan jika ia bukan orang yang jujur, maka ia akan melihat neraka.” 58

Maka Abu Nawas pun menyuruh setiap menteri untuk melihat dalaman kofiyah itu, lalu menyatakan apa yang dilihatnya. Kemudian satu per satu dari para menteri itu melihat dalaman kofiyah itu, mereka semua melihat syurga dan berkata; “subhanaLLOH, indah benar syurga itu, ingin sekali diriku masuk ke dalamnya.” Lalu tergodalah Amirul Mu’minin ingin melihatnya. Ternyata, ketika Harun Ar Rosyid melihat dalaman kofiyah itu, ia tidak melihat apa-apa. Maka Abu Nawas pun berkata; “Wahai Baginda, sesungguhnya memang kofiyahku tidak bisa menunjukan apa-apa. Mereka mengatakan itu, karena mereka semata-mata tidak ingin disebut pembohong. Justru hal ini menunjukan bahwa para menterimu memang tidak jujur. Bisa jadi semua menteri Anda bersekongkol untuk menipu.” “Wahai Baginda, sesungguhnya memang kofiyahku tidak bisa menunjukan apa-apa. Mereka mengatakan itu, karena mereka sematamata tidak ingin disebut pembohong. Justru hal ini menunjukan bahwa para menterimu memang tidak jujur. Bisa jadi semua menteri Anda bersekongkol untuk menipu.”

59

Zuhud (Syaikh Junaid ra) Ketika Syaikh Junaid ra merasakan bahwa hidupnya telah mendekati wafat, maka Beliau mau menunjkan arti zuhud yang sebenarnya kepada murid-muridnya. Beliau pun menyiapkan berbagai makanan dan memakan makanan itu di depan murid-muridnya. Melihat hal itu, maka sebagian besar muridnya merasa kecewa, karena beranggapan bahwa Beliau tidak lagi berlaku zuhud. Maka merekapun keluar dari jama’ah Beliau dan mencari seseorang yang zuhud untuk dijadikan guru mereka. Kemudian mereka pun mendapati seseorang yang berlaku zuhud sesuai dengan kriteria mereka. Orang itu hanya makan roti kering saja setiap harinya. Mereka mendatanginya untuk berguru pada laki-laki itu. Mereka pun memuji laki-laki itu dan menyedihkan Syaikh Junaid ra. Tetapi anehnya ketika mereka menceritakan hal itu kepada orang itu, orang itu menangis dan berkata; “Wahai saudara-saudaraku, sungguh, Syaikh Junaid itu, melakukan hal itu karena Beliau telah bisa mengendalikan hawa nafsu buruknya. Sedangkan aku belum bisa, maka aku terpaksa mencegah hawa nafsuku dari keinginan buruknya. Sesungguhnya Beliau itu orang kuat, sedangkan aku lemah. Kembalilah padanya. Karena jarang sekali kalian mendapatkan orang seperti itu.”

60

Muroqobah Di dalam sebuah pesantren, seorang guru sangat menyayangi sala satu muridnya dibanding murid yang lain. Beliau memperlakukan murid itu berbeda dengan murid-murid lainnya. Maka murid-murid yang lain pun iri dengan murid yang satu itu. Mereka pun protes kepada guru tersebut. Maka guru tersebut memberikan suatu ujian kepada semua muridnya. Semua muridnya diberi burung, Beliau menyuruh mereka untuk membunuh burung itu di tempat yang tidak diketahui oleh siapapun. Maka mereka pun berangkat, ada yang mebunuh burung itu di gunung, ada yang di gua, di pantai, dan di mana pun mereka merasa tidak diketahui oleh siapapun, mereka membunuh burung itu. Mereka pun kembali ke pesantren itu. Lalu mereka semua menceritakan tentang tempat membunuh burung itu. Tetapi si murid kesayangan itu membawa burung itu hidup-hidup. Maka bertanyalah guru itu kepada murid itu; “Mengapa engkau tidak membunuhnya?” Maka murid itu menjawab; “Setiap aku mau membunuhnya, aku merasakan bahwa ALLOH selalu mengawasiku. Lalu bagaimana aku akan bisa membunuh burung ini? Padahal tidak ada satu pun tempat yang tidak diketahui oleh ALLOH.”

61

Maka Guru itu pun berkata kepada muridmurid lain; “Inilah yang membedakan kalian dengan dirinya.”

62

Kekeliruan Dengan Takdir ALLOH (J. Rumi) Seseorang mencuri sebuah buah mangga. Tetapi sialnya ia tertangkap oleh pemilik pohon buah itu. Tetapi si pencuri berdalih dengan berkata; “Wahai Tuan, janganlah engkau hukum aku, karena aku melakukan ini atas takdirNYA. Jika engkau masih menghukumku, berarti engkau telah melanggar takdirNYA.” Maka si pemilik kebun pun sedikit kebingungan. Tetapi setelah beberapa saat, ia pun tercerahkan kembali. Lalu ia pun segera membawa cambuk untuk mencambuk si pencuri itu. Melihat hal itu, si pencuri pun berkata seperti semula. Tapi kali ini si pemilik pohon berkata; “Aku pun mencambukimu adalah takdirNYA, jadi aku tidak melanggar takdirNYA, tetapi meneruskan takdirNYA.” Maka ketika mau mencambuk, si pencuri pun minta ampun atas pencurian dan perkataannya.

Domba dan Pundi-Pundi (Al Jailani QS) Pada suatu hari ada seorang yang berjalan sepanjang jalan diikuti oleh dombanya. Seorang pencuri

63

membuntuti di belakangnya, memotong tali pengikat domba itu dan membawanya pergi. Ketika ia sadar akan apa yang terjadi, orang itu berlarian ke sana ke mari untuk mencari binatang miliknya. Akhirnya ia sampai ke sebuah sumur, dimana ia melihat seorang laki-laki yang kelihatannya putus asa. Meskipun tidak diketahuinya, orang yang berada di pinggir sumur itu sebenarnya adalah si pencuri. Si tercuri menanyakan kepadanya apa yang sedang dilakukannya. Si pencuri pun berkata; “Aku telah menjatuhkan sebuah pundi-pundi ke dalam sumur, berisi lima ratus mata uang perak. Bila engkau mau mencebur ke dalamnya dan mendapatkan pundi-pundi itu kembali, aku akan memberimu seratus perak.” Si tercuri berfikir; “Kalau sebuah pintu tertutup, mungkin yang seratus terbuka. Kesempatan ini bernilai sepuluh kali harga domba yang telah hilang.” Si tercuri pun membuka bajunya dan terjun ke dalam sumur dan pencuri pun membawa lari pakaiannya.

Bajingan, Domba, Dan OrangOrang Desa (Al Jailani QS) Pada suatu hari ada seorang bajingan yang ditangkap oleh penduduk sebuah desa. Mereka mengikatnya 64

pada sebatang pohon untuk merenungkan penderitaan yang akan diberikan oleh mereka terhadap bajingan itu. Orang-orang desa itu kemudian pergilah, setelah memutuskan untuk melemparkannya ke laut malam nanti setelah mereka menyelesaikan pekerjaannya sehari-hari. Tetapi seorang penggembala yang tidak sangat cerdas mendatangi dan menanyakan kepada bajingan yang pandai itu mengapa ia diikat seperti itu. Kata bajingan itu; “Ah,, beberapa orang telah menempatkan aku di sini karena aku tidak mau menerima uang mereka.” Si Penggambala yang keheranan itu bertanya; “Mengapa mereka ingin memberikannya kepadamu? Dan mengapa engkau tidak mau menerimanya?” “Karena aku seorang yang bertafakur, dan mereka ingin merusakan aku. Mereka adalah orang-orang yang tak bertuhan.” Kata Bajingan itu. Penggembala itu menyarankan agar ia menggantikan tempat bajngan itu tadi, dan menasihatinya agar berlari jauh yang tidak dapat dicapai oleh mereka yang tak bertuhan. Demikianlah mereka bertukar tempat. Setelah malam tiba, penduduk desa kembali mengerudungi kepala bajingan itu dengan kantong, mengikatnya dan melemparkannya ke laut. Keesokan harinya mereka terheran-heran melihat bajingan itu datang ke desa dengan segerombolan domba. Mereka bertanya kepada Bajingan itu; “Dimana engkau berada, dan dimana engkau mendapatkan binatang-binatang itu?” 65

Si Bajingan itu menjawab; “Di dalam laut ada roh-roh yang baik hati yang memberi ganjaran kepada siapa saja yang terjun dan tenggelam dengan cara ini.” Dalam waktu yang kurang daripada yang diperlukan untuk menceritakannya, orang-orang itu menyerbu ke pantai dan terjun ke laut. Itulah bagaimana bajingan itu mengambil alih desa.

Iman (Abu Hanifah ra) Ada segerombolan orang-orang atheis sedang berbincang-bincang. Saat itu Imam Abu Hanifah ra melewati mereka. Mengetahui hal itu mereka berkata-kata dengan suara keras yang kata-katanya adalah’ “Aku tidak mengerti dengan orang-orang yang bertuhan, apakah memang benar di dunia ini ada Penciptanya?” Maka Al Imam pun mendatangi mereka, dan berkata; “Dapat dimengertikah oleh kalian, jika sebuah kapal yang penuh dengan penumpangnya, yang komplit juru masaknya, yang komplit ahli pengamannya, tetapi tidak ada yang mengemudikan, tetapi jalan sendiri?” Mereka menjawab; “Tidak.” Maka Al Imam pun menjawab; 66

“Maka seperti itulah dunia ini, apakah kalian tidak mengetahui pergantian siang dan malam, pergantian musim, perubahan pohon-pohonan sama hal nya melajunya kapal laut. Sungguh mana mungkin matahari bisa berputar, bulan, pelanet-pelanet lain, Kalau tidak ada yang mengemudikannya. Jadi pastilah aku yakin bahwa ALLOH yang mengaturNYA.” Maka setelah mendengar itu, orang-orang atheis itu pun masuk agama Islam.

Dosa Penyebab Aqal Tumpul Pada suatu hari Imam Syafi’i ra tidak bisa mencerna pelajaran yang diajarkan oleh Gurunya. Beliau kesusahan dan kebingungan. Mengetahui hal itu, Guru Beliau berkata; “Sesungguhnya yang membuat tumpul aqal itu adalah dosa.” Maka Beliau pun merenung, sebenarnya dosa apa yang telah dilakukannya. Lalu teringatlah Beliau akan suatu kejadian dimana Beliau melihat betis seorang wanita. Dari saat itu juga Beliau bertaubat dan beristighfar. Setelah beberapa saat, aqal Beliau pun kembali seperti semula, bahkan lebih tajam.

Su’ul Khotimah Gadis Mesir Seorang gadis Mesir menaiki sebuah kendaraan angkutan umum. Gadis itu menggunakan pakaian 67

yang tidak senonoh. Penumpang yang lain memandanginya, tetapi tidak ada satu orang pun yang menegur kecuali seorang kakek-kakek. Kakek itu berkata; “Wahai anakku, tutuplah auratmu, berikanlah auratmu hanya untuk suamimu.” Gadis itu menjawab; “Apa urusannya dengan Anda, ini adalah tubuhku, bukan tubuhmu, ini hidupku bukan hidupmu, sebaiknya Anda urusi ketaqwaan Anda sendiri. Kalau soal ke neraka, aku tidak takut, malah nih hape-ku, tolong telepon ke neraka, pesankan aku satu tempat di neraka. Ha, ha, ha.” Semua orang yang berada di kendaraan itu mendengar perkataan gadis itu. Dan tidak ada satu pun yang berbicara. Mereka semua terdiam. Gadis itu tertidur. Ketika kendaraan itu telah sampai tujuan, sala satu penumpang menggerak-gerakkan gadis itu. Ternyata gadis itu telah meninggal.

Sebuah Bejana (Ibn ‘Arobi ra) Syaikh Ibn ‘Arobi ra menceritakan pada suatu hari kami mendapat undangan dari teman kami di zuqodil – qonadil di Mesir. Tiba-tiba di situ bertemu dengan guru-guru. Dan setelah hidangan dikeluarkan, disitu ada suatu wadah dipakai untuk tempat kencing, tetapi karena sudah tidak terpakai lagi, maka wadah itu dipakai juga untuk tempat makanan, maka setelah 68

selesai orang-orang makan, tiba-tiba wadah itu berkata; “Karena kini saya telah mendapatkan kehormatan dari ALLOH untuk tempat makanan guru-guru ini, maka sejak saat ini, saya tidak rela dipakai tempat kotoran.” Kemudian wadah itu terbelah dengan sendirinya. Syaikh Muhyiddiin bertanya kepada hadirin; “Apa yang telah kalian dengar?” Jawab mereka; “Ya kami mendengar wadah itu berkata; ‘sejak saya dipakai untuk makan guru-guru, maka saya tidak mau menjadi tempat kotoran lagi.” Beliau menyambung; “Tidak, tidak begitu.” Lalu bertanya para hadirin; “Lalu apa kata wadah itu?” Beliau menjawab; “Demikian pula hatimu, setelah mendapat kehormatan dari ALLOH dijadikan tempat iman, maka janganlah rela ditempati najis-najis, syirik, maksiyat, dan cinta dunia.” “Demikian pula hatimu, setelah mendapat kehormatan dari ALLOH dijadikan tempat iman, maka janganlah rela ditempati najis-najis, syirik, maksiyat, dan cinta dunia.”

69

Syukur Al Junaid ra menceritakan, Ketika saya baru berusia tujuh tahun, hadir dalam majelis Sari saqothi ra, tiba-tiba saya ditanya oleh Beliau; “Apakah arti syukur?” Jawabku; “Syukur ialah tidak menggunakan suatu nikmat yang diberi ALLOH untuk perbuatan maksiyat.” As Sariy berkata; “Saya kuatir kalau bagianmu dari kurnia ALLOH hanya dalam lidahmu belaka.” Maka karena kalimat yang telah dikeluarkan oleh Beliau itu lah saya selalu menangis, kuatir kalaukalau benar apa yang dikatakan oleh Beliau.

Toma’ (Mengharap Pada Makhluq) Syaikh Ibrohim al Kholwash ra berkata, Ketika saya di tengah perjalanan, tiba-tiba merasa lapar, kemudian sampai ke kota Array. Maka berkatalah dalam hatiku; “Di sini saya banyak sahabat, maka jika saya bertemu mereka tentu mereka akan menjamu saya.”

70

Maka ketika telah masuk ke kota, tiba-tiba saya melihat perbuatan-perbuatan mungkar, yang mana saya merasa berkewajiban harus nahi mungkar. Tiba-tiba saya ditangkap dan dipukuli oleh orang-orang sehingga bertanya dalam hati; “Mengapa saya dipukuli oleh orang-orang, padahal saya sedang lapar.” Tiba-tiba diingatkan dalam hatiku; “Engkau mendapat hukuman itu karena kau mengharap dijamu oleh sahabat-sahabatmu.”

Orang Yang Dimuliakan ALLOH Seorang Shufi datang kepada Raja Harun Ar Ryosid untuk memberi nasihat, tiba-tiba Harun Ar Rosyid marah kepadanya, lalu memerintahkan kepada pengawalnya supaya mengikat orang itu bersama dengan keledainya yang nakal, supaya mati ditendang keledai. Setelah perintah itu dilaksanakan, tiba-tiba keledai itu lunak kepada shufi itu. Kemudian Harun menyuruh supaya shufi itu dimasukan ke dalam rumah dan pintunya supaya ditutup dengan semen, supaya mati di dalamnya. Entah kenapa shufi itu sudah berada di kebun, sedangkan pintu rumah tetap tertutup. Maka dipanggillah oleh Harun dan ditanya; 71

“Siapa yang mengeluarkanmu dari rumah itu?” Jawabnya; “Ialah yang memasukan aku ke dalam kebun.” Lalu Harun bertanya lagi; “Dan siapa yang memasukanmu ke dalam kebun?” Jawabnya; “Ialah yang mengeluarkanku dari rumah.” Kemudian Harun menyuruh pengawalnya membawa shufi itu di atas kendaraan, keliling kota, dan memberitahukan kepada orang-orang bahwa Harun tidak dapat menghinakan orang yang telah dimuliakan oleh ALLOH.

Musyahadah Kepada ALLOH Syaikh Sahl bin AbduLLOH ra ketika ditanya tentang qut (makanan). Beliau menjawab; “HUA al hayyul ladzi laa yamut (DIA yang hidup dan tiada mati).” Yang bertanya itu bertanya lagi; “Saya tidak bertanya tentang makanan itu, tetapi makanan yang menegakkan (menguatkan)?” Jawab Beliau; “Ilmu.” “Makanan sehari-hari yang lazim?” tanya orang itu. “Dzikir.” Jawab Beliau. “Makanan jasmani?” tanya orang itu lagi. Jawab Beliau; “Apa urusanmu dengan jasmani, biarkan pada yang membuat pada mulanya, dia akan mengurusi 72

selanjutnya, jika ada kerusakan, kembalikan kepada yang membuat. Tidakkah sudah lazim, bahwa buatan sesuatu jika rusak dikembalikan kepada yang membuat untuk dikembalikan?”

Drajat Ikhlas Al Junaid ra berkata, Ketika saya tidur di tempat As Sariy ra, tibatiba saya dibangunkan oleh Beliau, lalu Beliau berkata; “Ya Junaid, saya telah bermimpi seolah-olah berhadapan dengan ALLOH, lalu ALLOH berkata padaku, “Hai Sariy, ketika AKU menjadikan makhluq, maka semuanya mengaku cinta kepadaKU. Kemudian AKU menjadikan dunia, maka lari dariKU sembilan puluh persen (90%), dan tinggal hanya sepuluh persen (10%). Kemudian AKU membuat syurga, maka lari dariKU sembilan puluh persen dari sisanya itu. Kemudian AKU menjadikan neraka, maka lari dariKU sembilan puluh persen dari sisanya itu. Kemudian AKU turunkan bala’ (ujian), maka lari dariKU sembilan puluh persen yang sisanya itu. Maka AKU berkata kepada yang sisanya itu; “Dunia, kamu tidak mau. Syurga, juga kamu tidak mau. Neraka, kamu tidak mau. Dan dari bala’ pun kamu tidak lari. Maka apakah keinginanmu?” Jawab mereka; 73

“ENGKAU telah mengetahui keinginan kami.” ALLOH berkata; “AKU akan menuangkan bala’ yang tidak akan sanggup menanggungnya, walaupun bukit yang besar sekalipun. Sabarkah kalian?” Jawab mereka; “Apabila ENGKAU yang menguji, maka terserahlah kepadaMU (berbuatlah sekehendakMU).” Jawab ALLOH; “Maka mereka itulah hamba-hambaKU yang sebenarnya.”

74

Tawakkal Ishaq bin Ahmad berkata kepada Syaikh Sahl ra; “Nafsuku ini selalu merasa kuatir tidak dapat makan.” Maka Syaikh Sahl ra berkata; “Engkau ambil batu itu dan minta kepada ALLOH supaya dijadikan makanan untuk engkau makan.” Ishaq bertanya lagi; “Jika aku berbuat demikian, maka siapa pimpinanku (teladanku) dalam berbuat demikian?” Jawab Beliau; “Bertauladanlah kepada Nabi Ibrohim as ketika berkata, “Wahai ROBB, tunjukanlah dan perlihatkanlah kepadaku bagaimana caranya ENGKAU menghidupkan sesuatu yang telah mati, supaya tenteram hatiku (nafsuku). Sebenarnya aku telah percaya, tetapi sebagaimana ENGKAU tahu, nafsu ini tidak puas, kecuali jika telah melihat dengan mata kepala.”

Wali ALLOH Syaikh Sahl Bin ‘AbduLLOH ra ditanya oleh muridnya; “Wahai Guruku, bagaimanakah mengenal wali ALLOH?” Jawab Beliau; “ALLOH tidak memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, 75

atau kepada orang yang bakal mendapat manfa’at dari mereka. Yakni untuk mengenal dan mendekat kepada ALLOH. Sebab apabila diobral, sehingga mudah dikenal orang, maka akan timbul kewajiban bagi siapa yang sudah mengenal pada wali itu, maka harus percaya dan tidak boleh menentang, mengingkari mereka. Sebab jika menentang lansung, berarti kekafiran, karena itu rahmat kebijaksanaan ALLOH telah menetap para wali itu dengan hijab basyariyah (kebiasaan manusia).”

Ketakutan Dalam Beragama Ada seorang Shufi berkata kepada kawan-kawannya; “Kami telah meninggalkan harta kekayaan ini, dan tidak kuatir menyeleweng dari jalan ALLOH, tetapi kami kuatir kalau-kalau kami telah menyeleweng dari agama melebihi dari penyelewengan orang yang banyak harta dan anak buah. Karena ada diantara kami yang ingin dihormati, disanjung karena agamanya, jika berhajat, minta lekas disampaikan hajatnya karena merasa beragama. Jika membeli sesuatu, minta dimurahkan karena merasa beragama.” Ketika berita nasihat ini sampai kepada Raja, maka datanglah Raja dengan rombongannya yang besar sekali untuk berziarah kepada Guru yang bernasihat demikian kepada kawan-kawannya itu. Dan ketika terdengar kepadanya bahwa Raja akan 76

ziarah kepadanya, maka segerahlah ia minta kepada kawan-kawannya berbagai macam makanan. Lalu makan dengan rakus, sehinga ketika raja bertanya; “Manakah orang yang memberi nasihat demikian itu?” Dijawab; “Itulah orang yang sedang makan.” Kemudian Raja bertanya kepadanya; “Bagaimanakah keadaanmu?” Beliau menjawab; “Seperti orang banyak. Baik-baik saja.” Maka ketika Raja melihat keadaan itu, ia berkata kepada rombongannya; “Tidak perlu datang kepada orang itu, tidak ada kebaikan baginya.” Lalu kembalilah Raja ke kerajaannya. Lalu shufi itu berkata; “AlhamduliLLAH yang menghalaukan Raja dariku dan menjadikan ia mencela padaku.”

77

Ciri Orang Yang Benar-benar ikhlas Al Harits Al Muhasibiy ra ditanya oleh muridnya tentang tanda orang yang sungguh-sungguh ikhlas kepada ALLOH. Beliau ra menjawab; “Seorang yang benar-benar ikhlas yaitu yang tidak hirau dinilai apa saja oleh sesama manusia, asalkan ia sudah benar hubungannya dengan ALLOH dan tidak 78

ada orang yang mengetahui walai sekecil atom amal kebaikannya, dan tidak takut jika ada orang yang mengetahui amal perbuatannya yang tidak baik. Sebab jika ia merasa enggan untuk diketahui tentang kebusukannya, berarti ia ingin dipuji atau besar dalam pandangan orang lain, dan tidak termasuk kelakuan atau akhlaq orang yang benar-benar ikhlas.”

Niat Beramal Hamdun bin Ahmad bin Umarah Al Qhoshor ra ketika ditanya orang; “Mengapa perkataan orang-orang ‘alim dahulu jauh lebih berguna dari ajaran kita?” Jawab Beliau; “Karena mereka bicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa, dan untuk mendapat keridloan ALLOH. Sedangkan kami bicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia, dan keridloan makhluq.”

79

Syari’at dan Haqiqot Abu Bakar Al Waroq ra berkata; “Ketika saya sedang berada di hutan Bani Isroil, tibatiba tergerak dalam hatiku bahwa ilmu haqiqot itu berlawanan dengan ilmu syari’at, lalu mendadak terlihat seseorang di bawah pohon (Umghoilan) menjerit sambil memanggil; “Hai Abu Bakar, tiap-tiap haqiqot yang bertentangan dengan syari’at, maka hal itu kekufuran.”

80

Taqorub (Mendekat Kepada ALLOH) Syaikh Abu Sulaiman Ad Daroni ra ditanya oleh seseorang; “Apakah yang terdekat dari segala sesuatu yang orang bertaqorub kepada ALLOH?” Jawab Beliau ra; “Supaya ALLOH mengetahui bahwa di dalam hatimu tidak ada sesuatu yang diinginkan kecuali ALLOH, baik di dunia maupun di akhirot. Dan itulah bukti bahwa ia telah mencapai tingkat yang besar, tetapi 81

selama ia masih menginginkan tetapnya sesuatu atau risau karena tidak adanya sesuatu, maka itu suatu bukti bahwa ia belum mencapai haqiqot tingkat yang besar itu. Dan harus memperbaiki dirinya.”

Kesenangan Dunia 1 Seorang Shufi ditanya oleh orang lain; “Mengapa engkau tidak pernah risau atau gelisah?” Shufi itu menjawab; “Karena saya tidak menyimpan barang yang akan merisaukanku bila hilang, sebab sesuatu yang menyenangkan, itulah pula yang menyusahkan. Jika sedikit, maka sedikit pula. Dan jika banyak, maka banyak pula yang akan menyusahkan.”

82

Kesenangan Dunia 2 Seseorang memberi hadiah kepada Raja sebuah gelas dari pirus yang bertaburkan permata yang sangat berharga. Maka karena sangat gembira Raja menerimanya, ia menunjukan hadiah itu kepada seorang Shufi, kemudian bertanya kepada Shufi itu; “Bagaimana pendapatmu tentang gelas ini?” Jawab Shufi; “Pendapatku, hal itu suatu bala’ dan kefaqiran (kemiskinan).” Raja menyambung bertanya; 83

“Bagaimana maksudnya pendapatmu itu?” Jawab si Shufi; “Jika barang itu pecah, maka menjadi sebuah bala’, sebab tidak bisa diperbaiki dan tidak ada gantinya. Jika tercuri, maka kau akan sangat faqir (butuh) kepadanya sehingga engkau menjadi faqir kepadanya.” Maka tiada lama, tiba-tiba gelas itu pecah, maka sangat besarlah Raja merasa mendapat bala’ dan sangat menyesal. Lalu berkata; “Sungguh benar kata Shufi itu.” Seorang yang beraqal sehat yaitu orang yang tidak terpengaruh oleh sesuatu. Jika ada, maka tidak menyebabkannya repot, dan jika hilang, tidak menyebabkan menyesal dan bingung.

Tinggalkanlah Cinta Dunia ‘AbduLLOH bin Ishaq Al Ghofiqiy ra berkata, “Pada suatu malam ketika saya berjalan ke Masjidil Harom (Mekah), aku bertemu dengan seseorang yang sedang memain-mainkan tanah, maka saya kira bahwa ia orang gila atau miskin (kelaparan), lalu saya tegur orang itu; ‘Wahai saudaraku, untuk apakah Anda memain – mainkan tanah?’” Jawab orang itu; “Apakah ini tanah?” Sambil memberikan kepadaku segenggam, tiba-tiba tanah itu menjadi tepung. Maka tergerak 84

dalam hatiku bahwa Beliau adalah seorang waliyuLLOH. Kemudian saya duduk mendekatinya sambil berkata kepadanya; “Do’akanlah saya.” Maka ia berdo’a; “Semoga ALLOH memberitahu kepadamu kebesaran apa yang kau minta itu, sehingga ringan bagimu meninggalkan segala kepentingan dunia yang fana’ ini. Karena itu kau harus mengutamakan yang tetap kekal abadi dan mengabaikan yang sementara dan pasti musnah lenyap.”

Pertanyaan dan Penjelasan Salah Satu Hadits Syaikh Ibn AthoiLLAH ra ditanya tentang sabda Nabi saw, “dan telah diberi oleh ALLOH kepuasanku dalam sholat. Apakah hal itu khusu’s untuk RosuluLLOH saw sendiri atau juga umatnya mendapat bagian?” Beliau ra menjawab; “Sesungguhnya kesenangan melihat jalaluLLOH (keagungan ALLOH) itu menurut kadar/ukuran kekuatan ma’rifatnya terhadap apa yang dilihat itu, sedangkan ma’rifat RosuluLLOH saw tidak dapat disamakan dengan ma’rifat orang lainnya. Karena itu tidak ada kesenangan (kepuasan) seperti kesenangan Beliau saw. Dan kami katakan bahwa kesenangan itu di dalam sholat, karena melihat kebesaran yang dilihatnya, sebab Nabi saw sendiri telah mengisyaratkan dalam sabdanya, “di dalam sholat,” 85

dan tidak bersabda, “dengan sholat,”. Sebab Beliau saw tidak akan puas/senang hatinya selain kepada ROBBnya. Bagaimana tidak demikian, padahal Beliau sendiri yang menganjurkan untuk mencapai tingkat itu, dalam sabdanya, “sembahlah ALLOH seakan-akan engkau melihat kepadaNYA.” Dan mustahil jika melihat ALLOH dan melihat lain-lainNYA disamping ALLOH.” Jika orang berkata; “Adakalanya kesenangan itu sebagai kurnia yang timbul langsung dari sumber pemberian ALLOH, maka bagaimana tidak akan gembira dengan itu, dan bagaimana tidak menjadi puncak kesenangan karenanya, sedang ALLOH telah berfirman, “Katakanlah! Hanya dengan kurnia dan rahmat ALLOH itulah mereka harus gembira.” Maka ketahuilah, dalam ayat itu juga telah ada isyarat untuk jawaban terhadap pertanyaan ini bagi orang yang memperhatikan rahasia kata-katanya. Sebab ALLOH berfirman; “Maka dengan itulah mereka harus gembira.” Dan tidak berfirman; “Dengan itulah engkau bergembira ya Muhammad.” Seolah-olah berkata; “Katakanlah kepada mereka ya Muhammad supaya mereka bergembira dengan pemberian kurnia itu, tetapi kegembiraanmu hanya dengan yang memberi kurnia itu.” Sebagaimana tersebut dalam ayat; “Katakanlah! ALLOH. Kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung.” 86

Sholat itu sebagai pemberian ALLOH yang terbesar untuk hambaNYA. Sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi saw; “Tiada diberikan kepada seorang hamba di dunia ini sesuatu yang lebih baik daripada diizinkan baginya untuk sholat dua roka’at.” Sebab sholat itu sebagai hubungan langsung antara hamba dengan ALLOH, bertemu, berkata-kata, dan berkholwat. Di situlah seseorang menyatakan kehambaan, kerendahan, kehinaan, hajat, dan kebutuhannya.”

Ibrohim bin Adham ra dan Seorang Tentara Syaikh Ibrohim bin Adham ra pada suatu hari ke luar ke padang pasir (padang sahara). Lalu seorang tentara menjumpainya, seraya bertanya; “Apakah kamu budak?” “Ya.” Jawab Beliau. Si tentara itu bertanya kembali; “Dimana bangunan yang kamu kerjakan?” Lalu Beliau pun menunjukkan ke kuburan. Tentara itu marah seraya berkata; “Yang aku maksudkan pembangunan!” Beliau ra menjawab; “Ya, itulah kuburan.” Maka tentara itu marah sejadi-jadinya, sampai-sampai memukul kepala Beliau ra dengan cambuk sehingga berdarah. Dan dibawanya ke 87

kampung. Lalu teman-teman Beliau menemuinya seraya bertanya; “Apa yang terjadi?” Lalu tentara itu menerangkan kepada mereka tentang jawaban-jawaban Beliau. Lalu teman-teman Beliau menerangkan; “Tahukah kamu, ini Ibrahim bin Adham!” Maka tentara itu turun dari kudanya seraya mencium kedua tangan dan kedua kaki Beliau meminta ma’af kepada Beliau. Lalu orang-orang bertanya sesudah itu kepada Beliau; “Mengapa Tuan katakan bahwa Tuan adalah budak?” Beliau menjawab; “Tentara itu tidak bertanya kepadaku, ‘budak siapa engkau?’ tetapi ia bertanya, ‘engkau budak?’ lalu aku jawab, ‘ya’, karena aku memang budak (hamba) ALLOH. Tatkala ia memukul kepalaku, aku memohon kepada ALLOH agar ia diberikan syorga untuknya.” Lalu orang-orang bertanya; “Bagaimana bisa begitu, sedang ia telah menganiaya Tuan?” Beliau menjawab; “Aku tahu, aku mendapat pahala terhadap apa yang dilakukannya pada diriku. Aku tidak menghendaki bahwa nasibku yang ku peroleh darinya itu baik, sedang nasib yang ia peroleh dariku buruk.”

88

Bertingkah Seperti Anjing Abu Usman Al Hiyari ra diundang pada suatu undangan. Dan yang mengundang itu ingin mengujinya. Setelah Beliau tiba di tempatnya, lalu pengundang itu berkata; “Saya tidak mempunyai maksud apa-apa.” Maka Beliau pun pulang kembali. Setelah ia pergi dan belum begitu jauh, maka Beliau diundangnya untuk yang kedua kalinya. Maka Beliau pun datang lagi. Setelah berada di rumahnya, si pengundang berkata; “Ya Tuan Guru, pulanglah!” Lalu Beliau pun pulang kembali. Kemudian Beliau diundang lagi untuk yang ketiga kalinya. Seraya pengundang itu berkata; “Pulanglah menurut apa yang diharuskan waktu!” Beliau lalu kembali ke rumah pengundang itu. Sewaktu sampai di pintu, pengundang itu menyatakan seperti perkataan yang pertama. Maka Beliau pun pulang kembali. Kemudian diundang lagi untuk yang keempat kalinya, lalu kembali lagi. Sampai pengundang itu memperlakukan demikian beberapa kali. Tetapi Beliau tidak mengubah sikapnya dari yang demikian. Lalu pengundang itu bertekuk lutut pada kaki Beliau seraya berkata; “Ya Tuan Guru, sesungguhnya aku bermaksud menguji kesabaran Tuan. Alangkah bagusnya akhlaq Tuan.” Beliau menjawab; 89

“Apa yang kau lihat dariku itu adalah hanyalah perangai anjing. Anjing itu sesungguhnya apabila dipanggil, ia datang, dan apabila di gertak, ia pergi.”

Do’a Yang Benar Seorang Shufi bersama sahabat-sahabatnya sedang berbincang-bincang di tepi sungai nil. Tiba-tiba melewatlah sebuah kapal laut. Lalu Shufi dan kawankawannya melihat di kapal itu terdapat orang-orang yang sedang bernyanyi-nyanyi sambil meminum

90

arak, mabuk-mabukan. Maka para sahabat Shufi itu berteriak; “Argh, terkutuklah mereka! Mereka bersenangsenang dengan yang haram. Mereka telah mendekati api neraka.” Mereka pun meminta Shufi itu untuk mendo’akan orang-orang yang berada di dalam kapal. Maka Shufi pun berdo’a; “Ya ALLOH, buatlah mereka bernyanyi-nyanyi dan minum arak syurga sebagaimana mereka bernyanyanyi dan mabuk-mabukan di kapal itu.” Lalu ada temannya yang protes; “Wahai sahabatku, mengapa dirimu mendo’akan mereka seperti itu? Mereka itu jauh dari pertaubatan.” Sang Shufi pun menyambung; “Kita janganlah begitu, kalau ALLOH berkehendak, mereka akan taubat juga.” Di tempat lain, yakni di kapal itu, tiba-tiba ada suatu kejadian seolah-olah kapal itu mau tenggelem akibat gerakan air sungai yang tak tentu arah. Semakin lama semakin besar. Maka mereka pun panik. Lalu ada sala seorang di antara mereka yang berkata; “Ini mungkin karena kita telah mengejek para Shufi yang ada di tepi sungai. Sekiranya aku masih diberi kesempatan untuk hidup oleh ALLOH, aku akan menemui para Shufi itu dan bertaubat pada ALLOH di hadapan para Shufi itu.” “Kami juga!” kata teman-temannya. Maka sebelum usai orang itu mengucapkan perkataan itu, air sungai sudah tenang kembali. 91

Bahkan menjadi datar seperti papan. Maka mereka pun segera berputar haluan untuk menemui para Shufi itu. Mereka pun tiba di tempat Shufi itu. Langsung berucap; “Wahai Tuan-Tuan sekalian, saksikanlah bahwa sejak hari ini kami bertaubat pada ALLOH dan akan bertaqwa semaksimal mungkin pada ALLOH.” Maka para Shufi pun berkata; “AlhamduliLLAH, sungguh tidak ada yang susah bagi ALLOH.”

Api Diganti Jadi Abu Pada suatu hari Abu Usman ra melintasi suatu jalan, lalu ada orang yang men-campakan suatu panci abu ke atas kepala Beliau. Kemudian Beliau turun dari kendaraannya dan Beliau bersujud syukur. Lalu membuang abu-abu itu dari kainnya dan tidak mengatakan apapun. Orang-orang bertanya kepada Beliau; “Mengapa Tuan tidak membentak mereka?” Beliau menjawab; “Orang yang seharusnya dicampakan oleh api, lalu diganti dengan abu, maka ia tidak boleh marah, justru seharusnya ia bersyukur.”

92

Dianggap Budak Diriwayatkan bahwa Ali bin Musa Ar Ridlo ra warna kulitnya condong ke hitam-hitaman, karena ibunya berkulit hitam. Di Naisapur, ada sebuah sumur mandi (hamam) dekat pintu rumahnya. Apabila Beliau bermaksud masuk hamam itu, lalu penjaga hamam itu mengosongkannya dari orang lain. Pada suatu hari Beliau masuk ke hamam tersebut. Lalu oleh penjaga hamam itu, me-nutup pintunya dari luar. Dan penjaganya itu pergi karena suatu keperluan. Kemudian datang-lah soerang Rustak (orang berdomisili di pinggir Naisafur) ke pintu hamam, lalu di-bukanya dan ia masuk dan 93

membuka pakaiannya. Lalu ia masuk ke hamam. Maka dilihatnya Ali dan disangkanya pelayan hamam. Orang Rustak itu berkata kepada Beliau; “Bangun dan bawalah air kepadaku!” Beliau lalu berdiri dan mematuhi semua yang disuruh oleh orang tersebut, kemudian penjaga hamam itu kembali dan melihat pakaian orang Rustak itu dan mendengar kata-katanya kepada Ali bin Musa ra. Maka ia pun takut lalu melarikan diri, meninggalkan kedua orang itu. Ketika Beliau (Ali) keluar dari hamam itu, lalu menanyakan tentang penjaga hamam. Maka orang lain mengatakan kepadanya bahwa penjaga itu takut tentang apa yang telah terjadi, lalu ia melarikan diri. Beliau lalu berkata; “Tidak semestinya ia melarikan diri, sesungguhnya dosa itu bagi orang yang meletakkan airnya pada budak wanita hitam.”

94

Uang Palsu Diriwayatkan bahwa Abu UbaidiLLah Al Khoyath (penjahit) ra duduk pada tokonya. Beliau mempunyai seorang pekerja majusi (beragama Zoroaster) yang dipekerjakannya pada menjahit. Apabila orang majusi itu telah menjahit sesuatu, lalu ia dibawanya kepada Beliau beberapa uang dirham palsu. Beliau selalu menerima uang itu dari orang majusi tersebut dan tidak diper-masalahkannya dan tidak pula dikembalikan kepadanya. Pada suatu hari kebetulan terjadi bahwa Beliau pergi untuk suatu keperluan. Maka datanglah 95

orang majusi itu. Ketika tidak didapatinya Beliau di situ, lalu diserahkannya ongkos menjadit itu kepada murid Beliau. Dan orang majusi itu meminta kembali pakaian yang telah dijahitnya dan itu adalah dirham palsu. Tatkala murid itu melihat dirham tersebut, lalu diketahuinya bahwa itu dirham palsu. Maka dikembalikannya kepada orang majusi itu. Setelah Abu ‘AbdiLLAH kembali, lalu muridnya itu menceritakan hal itu. Maka Beliau berkata; “Tidak baik yang engkau perbuat itu. Orang majusi ini memperlakukanku dengan perlakuan demikian sejak setahun yang lalu. Aku sabar dan aku ambil dirham palsu itu darinya. Lalu aku lemparkan ke dalam sumur supaya tidak tertipu dengan dirham palsu itu orang Islam lain.” “Tidak baik yang engkau perbuat itu. Orang majusi ini memperlakukanku dengan perlakuan demikian sejak setahun yang lalu. Aku sabar dan aku ambil dirham palsu itu darinya. Lalu aku lemparkan ke dalam sumur supaya tidak tertipu dengan dirham palsu itu orang Islam lain.”

96

Seorang Shufi dan Pendeta Seorang Shufi lewat di depan seorang Pendeta Nasroni. Lalu ia bertukar pikiran dengan pendeta itu mengenai keadaannya. Dan ia mengharap benar akan mengIslamkan pendeta itu dan meninggalkan tipuan yang menjadi pegangannya (keyakinannya). Lalu ahli Shufi itu berbicara banyak dengan pendeta itu dalam hal tersebut, sehingga pendeta itu berkata kepada si Shufi; “Isa al Masih as menahan lapar selama 40 hari. Dan yang demikian adalah mukjizat yang tak terdapat kecuali bagi nabi dan orang shidiq (orang benar).” Shufi itu menjawab; “Jika aku bisa menahan lapar selama 50 hari, apakah Anda akan meninggalkan agama Anda dan Anda bersedia masuk Islam? Dan Anda tahu bahwa Islam itu benar, sedangkan Anda tahu bahwa Anda berada di atas agama yang batil.” Pendeta itu menjawab; “Ya, baik.” Maka Shufi itu meneruskan duduk di situ, dimana dilihat oleh pendeta itu sehingga ia sudah menahan lapar selama 50 hari. Kemudian shufi itu berkata; “Aku ingin menambahkan lagi untukmu.” Lalu si Shufi pun menahan lapar lagi sampai 60 hari lamanya. Hal itu sangat mengagumkan si pendeta itu seraya berkata; 97

“Aku tidak menyangka sama sekali, bahwa ada orang yang melampaui Isa al Masih.” Maka hal itulah yang menjadi keIslamannya.

‘Atabah dan Daging ‘Atabah Al Ghulam ra menginginkan daging sudah 7 tahun lamanya. Lalu sesudah itu Beliau berkata; “Aku malu pada diriku menolaknya semenjak 7 tahun yang lalu, tahun demi tahun. Maka aku membeli sepotong daging dengan roti. Aku goreng dan aku letakan di atas roti. Kemudian aku bertemu dengan seorang anak kecil seraya aku bertanya; 98

“Bukankah engkau anak si anu dan ayahmu sudah meninggal?” Anak itu menjawab; “Benar.” “Maka aku berikan daging itu kepada anak itu.” Kemudian Beliau menangis, seraya membaca ayat; “Mereka memberikan makanan dengan kasih sayangnya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang tawanan (terpenjara). (Q.S. Ad Dahr/Al Insan: 8).” Kemudian setelah itu, Beliau tidak pernah merasakan daging lagi.

Daud At Tho’i dan Sayur Daud Att Tho’I ra membeli sayuran dengan harga 1,5 fals (uang tembaga pada masa itu). Beliau menghadap malam seluruhnya dengan mengatakan kepada dirinya; “Celaka kau hai Daud! Alangkah panjangnya hisab (perhitungan amal) kamu pada hari qiyamat.” Maka setelah itu Beliau tidak makan kecuali roti tanpa lauk pauk.

99

‘Atabah dan Tamar Bertahun-tahun ‘Atabah menginginkan tamar (kurma kering). Maka pada suatu hari Beliau membeli tamar dengan harga satu qiroth (1/20 dinar). Kemudian dibiarkannya sampai malam untuk Beliau makan pagi. Lalu berhembuslah angin kencang sehingga menggelapkan dunia. Maka manusia pun terkejut, kemudian Beliau berbicara pada dirinya sendiri; “Aku tidak menyangka sikaan manusia selain disebabkan oleh engkau wahai Atabah, karena engkau tidak merasakan tamar itu.” 100

‘Atabah dan Orang Ada Di Atasnya ‘Atabah berkata kepada Abdul Wahid Zaid; “Si anu menyifatkan dirinya pada satu keadaan yang tidak aku kenal dari keadaan diriku.” Abdul Wahid menjawab; “Karena engkau makan roti dengan tamar, sedangkan ia hanya makan roti saja.” Beliau menyambung; “Jika aku meninggalkan makan tamar, maka apakah aku akan kenal keadaan itu?” 101

Abdul Wahid menjawab; “Ya, dan bahkan tempat yang lebih tinggi dari hal itu.” Maka Beliau pun menangis. Lalu para sahabatnya pun berkata; “Jika engkau makan roti saja, maka apakah ALLOH akan menangiskan kamu karena tamar?” Abdul Wahid pun berkata kepada para sahabat itu; “Biarkanlah dia, karena sudah mengetahui akan kebenaran cita-citanya tentang meninggalkan itu, yaitu apabila ia mau meninggalkan sesuatu, niscaya tidak akan diulanginya lagi.”

‘Abid dan Roti Seorang ‘abid (ahli ibadah) memanggil sebagian temannya. Ia menyajikan roti kepada mereka. Ternyata ada sala satu temannya itu membolakbalikan roti untuk dipilihnya yang terbaik. Lalu ‘abid itu berkata kepadanya; “Wahai temanku, apa yang engkau lakukan? Apakah engkau tidak mengetahui bahwa dalam roti yang tidak kau sukai itu terdapat sedemikian banyaknya hikmah? Yaitu telah bekerja padanya sekian banyak pembuatnya sehingga ia berputar dari awan yang membawa air, lalu air itu menyirami bumi, angin, binatang ternak, anak Adam sehingga jadilah roti ini kepadamu. Kemudian setelah berada di hadapanmu, kamu membolak-balikkannya, seolah-olah dirimu tidak merelainya (menerimanya dengan lapang).” 102

Makan Tanpa Perhitungan Seorang ulama Basroh berkata; “Nafsuku bertengkar denganku, karena ingin memakan roti beras dan ikan. Lalu aku cegah keinginan itu. Maka semakin kuatlah tuntutannya dan sangat beratlah perjuanganku menentangnya selama 20 tahun.” Tatkala ulama tersebut wafat, maka berkata sala satu temannya; “Aku memimpikan dia di dalam tidurku, lalu aku bertanya kepadanya; “Apa yang diperbuat oleh ALLOH kepadamu?” Ia menjawab; “Tiada yang lebih baik untuk aku terangkan kecuali diberiNYA aku dengan berbagai macam nikmat dan kemuliaan. Ternyata yang pertama ALLOH berikan kepadaku adalah roti dan ikan, ALLOH berfirman; “Makanlah hari ini menurut keinginanmu dengan puas dan tanpa perhitungan.”

Beda Penyikapan Dihadiahkan makanan yang baik-baik oleh orang lain kepada Ma’ruf Al Khorqi ra, Beliau pun memakan makan itu. Maka orang bertanya kepada Beliau; “Saudara Anda, yakni Bisyir tidak makan seperti ini?” Beliau menjawab;

103

“Saudaraku Bisyir mengamalkan sikap wara’, sedangkan aku sendiri sedang mengamalkan sikap kemurahan hati.”

Orang Kuat Dalam Artian Shufi Sulaiman bin Yasar ra adalah termasuk manusia yang tertampan wajahnya pada zamannya. Lalu masuklah wanita kepada tempatnya. Wanita itu menanyakan Beliau akan nafsunya. Beliau tidak mau kepada wanita itu, Beliau pun keluar, lari dari tempatnya 104

tanpa peduli Beliau pun mengabaikan wanita itu. Beliau berkata; “Maka pada malam itu, aku bermimpi bertemu dengan Nabi Yusuf as seakan-akan aku berkata kepadanya; “Engkaukah Yusuf?” Nabi Yusuf menjawab; “Ya saya Yusuf yang suka (hamamtu) dan engkau Sulaiman yang tidak suka.”

Tahan Syahwat Sulaiman Bin Yasar ra keluar dari Madinah untk menunaikan ibadah haji. Beliau ditemani oleh sala satu temannya. Sehingga keduanya sampailah di Abwa. Temannya pergi ke pasar untuk membeli sesuatu. Tetapi Beliau tetap berada di kemah. Beliau itu termasuk laki-laki yang tampan paras mukanya dan yang waro’. Tanpa sepengetahuan Beliau, ternyata ada seorang wanita yang memperhatikannya dari puncak bukit. Wanita itu lalu turun untuk mendatangi Beliau dan berdiri di hadapannya. Wanita itu menaikan kain tudung muka dan dua sapu tangan. Lalu dibuka kain tudung mukanya, ternyata wanita itu sangat cantik. Wanita itu berkata; “Berilah aku kenikmatan (kepuasan)!” Beliau menyangka bahwa wanita itu menghendaki makanan. Lalu Beliau pun segera 105

mengambilkan makanan ke atas meja untuk wanita itu. Wanita itu berkata; “Bukan itu maksudku, tetapi maksudku kepada kenikmatan apa yang dari laki-laki untuk isterinya.” Beliau lalu menjawab; “Rupanya Iblis menyediakan engkau kepadaku.” Beliau dengan penuh lesu meletakan kepalanya diantara dua lututnya dan terus menangis dengan suara keras. Beliau menangis terus-menerus tiada henti. Melihat hal itu, wanita itu langsung memakai kain kudung lagi dan kembali kepada tempatnya semula. Teman Beliau pun datang. Ternyata temannya melihat kedua mata Beliau bengkak-bengkak lantaran menangis dan suaranya sudah putus-putus. Melihat itu, temannya bertanya; “Apa yang membuat kamu menangis?” “Aku teringat pada anak kecilku.” Jawab Beliau. Temannya menyambung; “Tidak! Demi ALLOH! Kecuali engkau mempunyai kisah sendiri. Waktu engkau berpisah dengan anakmu, adalah tiga hari atau kira-kira demikian.” Temannya itu terus bertanya sehingga Beliau menceritakan yang sebenarnya kepada temannya tentang wanita itu. Tiba-tiba temannya pun menangis dengan suara keras. Maka Beliau pun bertanya; “Apa yang membuat engkau menangis?” Temannya menjawab; “Aku lebih berhak menangis dibanding dengan dirimu, karena aku takut jika aku yang menjadi di posisimu, mungkin saja aku tidak akan sabar atau kuat menghadapi godaan itu.” 106

Maka keduanya pun menangis. Beliau pun sudah sampai di Mekah. Kemudian Beliau mengerjakan sa’I dan thowaf. Kemudian ia mendatangi hajar aswad, terus duduk dengan membelitkan kain dari pinggang ke lutut (duduk intiba’). Tak disangka, Beliau tertidur. Beliau pun bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki yang tampan, tinggi semampai, mempunyai pembawaan bagus dan bau yang harum. Beliau bertanya kepadanya; “kiranya ALLOH mencurahkan rahnat atasmu, wahai saudara, siapakah Anda?” Laki-laki itu menjawab; “Aku Yusuf.” Beliau bertanya kembali; “Yusuf Sidiq (yang selalu benar)?” Laki-laki itu menjawab; “Ya benar.” Beliau menyambung; “Keadaan Anda dengan wanita mulia itu, sungguh sangat mengagumkan.” Nabi Yusuf as menjawab; “Keadaanmu dengan wanita Abwa itu lebih mengagumkan lagi.”

Takut Pada ALLOH Seorang tukang daging tertarik kepada seorang budak perempuan milik tetangganya. Pada lain 107

waktu, pemilik budak itu mengutusnya pergi ke desa lain untuk suatu keperluan. Mengetahui hal itu, maka si tukang daging itu mengikuti budak itu dan mencoba membujuknya untuk melakukan intimasi. Tetapi budak wanita itu berkata; “Janganlah kita melakukan itu. Sesungguhnya aku sangat mencintaimu melebihi cintamu padaku, tetapi aku takut pada ALLOH.” Tukang daging itu menjawab; “Jadi kamu menyangka bahwa kamu takut kepada ALLOH sedangkan aku tidak?” Tanpa mengharap jawaban, tukang daging itu pun kembali ke tempatnya dan bertaubat. Di tengah jalan, ia merasakan haus, sedangkan air minum tidak ada, sehingga ia hampir binasa. Tiba-tiba ia didatangi oleh seorang utusan dari sala satu Nabi Bani Isroil. Kemudian utusan itu bertanya kepadanya; “Ada apa denganmu?” Tukang daging itu menjawab; “Aku haus.” Utusan itu berkata; “Mari kita berdo’a kepada ALLOH semoga ALLOH menjadikan awan untuk menaungi kita, sehingga kita bisa sampai ke desa.” Tukang daging menjawab; “Aku tidak punya amal saleh untuk jadi pelantara do’aku. Kamu sajalah yang berdo’a.” Utusan itu berkata; “Aku yang berdo’a, kamu yang mengaminkan do’aku.” Maka utusan itu pun berdo’a sedangkan tukang daging itu mengaminkan. Ternyata do’anya maqbul. Akhirnya mereka pun sampai ke desa. Lalu 108

tukang daging itu pun kembali ke rumahnya. Ternyata awan itu condong kepada tukang daging itu. Melihat hal itu, sang Utusan pun berkata kepadanya; “Engkau menda’wakan bahwa kamu tidak mempunyai amal saleh, aku yang berdo’a, kamu yang mengaminkan. Lalu kita dinaungi awan. Ternyata awan itu mengikuti kamu. Maka hendaknya kamu menceritakan keadaan kamu yang sebenarnya.” Tukang daging itu pun menceritakan yang tentang kejadian itu kepadanya. Utusan itu pun berkata; “Sesungguhnya orang yang bertaubat itu, mempunyai tempat yang khusus di sisiALLOH.”

Mencaci Maki bin Ibrahim ra berkata; “Pada suatu hari berada di tempat Ibn ‘Aun. Teman Ibn ‘Aun memperbincangkan Bilal bin Abi Burdah (Amir negeri Basroh). Mereka mengutukinya dan mereka terjerumus ke dalam ejekan. Tetapi Ibn ‘Aun diam saja. Maka mereka pun berkata; “Hai Ibn ‘Aun, sesungguhnya kami menyebutkan Bilal bin Abi Burdah itu karena telah berbuat zalim kepadamu.” Maka Beliau menjawab; “Sesungguhnya itu dua perkataan yang akan keluar dari suratan amalku pada hari kiamat. Yaitu; laa ILAHA illaLLOH, dan la’naLLOHU fulanan (dikutuk oleh ALLOH kiranya si anu). Aku lebih suka supaya

109

yang keluar dari suratan amalku adalah laa ILAHA illaLLOH daripada keluar la’naLLOHU fulanan.”

Menjaga Rahasia Muawiyah merahasiakan suatu masalah kepada Al Walid bin ‘Uthbah. Tetapi Al Walid membuka rahasia itu kepada ayahnya; “Wahai ayahku, sesungguhnya Amirul Mu’minin merahasiakan suatu masalah kepadaku aku tidak melihat bahwa ia menutup kepada ayah apa yang di bentangkannya kepada orang lain.” Maka ayah Al Wahid menjawab; “Jangan engkau katakan padaku! Sesungguhnya orang yang menyembunyikan rahasianya kepadamu, berarti engkau kepercayaannya.” Al Walid berkata; “Wahai ayahku, tidak bolehkah aku membuka rahasia, meskipun seorang anak kepada ayahnya?” Ayahnya menjawab; “Wahai anakku, demi ALLOH! Tidak! Akan tetapi aku menyukai bahwa engkau tidak menghinakan lidahmu dengan pembicaraan-pembicaraan rahasia.” Kemudian al Walid mendatangi Muawiyah dan menceritakan kepadanya perihal ia dengan ayahnya. Maka Muawiyah berkata; “Hai Wahid, ayahmu telah memerdekakanmu dari perbudakan kesalahanmu.”

110

Hadits Dirawikan dari Amr Bin Watsilah; “Bahwa seorang laki-laki melewati pada suatu kaum pada masa hidup Rasulullah Saw. Laki-laki itu memberi salam kepada mereka. Lalu mereka pun menjawab salamnya. Setelah laki-laki itu hilang dari pandangan mereka, tiba-tiba sala seorang dari mereka berkata; “Sungguh aku sangat benci kepada laki-laki tadi karena Allah Ta’ala.” Maka yang duduk dalam majelis itu berkata: “Sesungguhnya buruklah apa yang kamu katakan itu! Demi Allah, hendaknya kamu jelaskan apa yang kamu katakan itu!” Kemudian mereka menyuruh kepada sala satu dari mereka untuk menyampaikan apa-apa yang dikatakan orang itu kepada laki-laki itu. Setelah mendengar itu, laki-laki itu segera menemui Rasulullah Saw dan mengadukan permasalahannya dan dimintanya supaya Rasulullah Saw memanggil orang itu. Maka Rasulullah Saw pun memanggil dan menanyakannya. Maka orang itu menjawab: “Ya benar, aku sudah menanyakan yang demikian.” Rasulullah bertanya kepada orang itu: “ Mengapa engkau marah kepada laki-laki ini?” Maka orang itu menjawab: “Aku tetangganya dan aku mengetahui hal-ihwalnya. Demi Allah! Aku tidak pernah melihatnya, Ia

111

mengerjakan suatu shalat pun, selain daripada shalat fardhu (shalat 5 waktu) ini.” Laki-laki itu menjawab: “Wahai Rasulullah Saw! Tanyakan kepadanya, adakah ia melihat aku mengakhirkan shalat dari waktunya? Atau aku tidak baik mengambil wudhu? Atau ruku’ atau sujud pada shalat itu?” Lalu Rasulullah menanyakan hal itu kepada orang tersebut. Jawab orang itu “tidak!” Lalu orang itu berkata lagi : “Demi Allah! Aku tidak melihatnya berpuasa sebulan pun, selain bulan ini (bulan Ramadhan) yang berpuasa padanya orang baik dan orang zalim.” Maka laki-laki itu menjawab: “Wahai Rasulullah Saw! Tanyakanlah kepadanya adakah ia melihat aku sekali-kali berbuka puasa (tidak berpuasa) padanya? Atau aku kurangkan walaupun sedikit dari hak puasa itu?” Maka Rasulullah Saw bertanya kepada orang itu. Lalu orang itu berkata; “ Demi Allah! Aku tidak pernah sekali-kali melihatnya ia memberi kepada seorang pengemis dan orang miskin. Dan aku tiada melihatnya, ia membelanjakan sesuatu dari hartanya pada jalan Allah, selain zakat ini yang diberikan oleh orang baik dan orang zalim.” Maka Laki-laki itu menjawab “Tanyakan … Wahai Rasulullah, adakah ia melihat aku mengurangkan zakat itu? Atau aku tawar-menawar dengan orang yang mencari zakat yang memintakannya?” 112

Lalu Rasulullah menanyakan hal itu kepada orang itu. Orang itu menjawab: “tidak.” Maka Rasulullah Saw bersabda kepada orang itu; “Berdirilah! Semoga laki-laki itu lebih baik daripada kamu!”

Balas Budi Seorang laki-laki telah berkata kepada Hasan Al-Basri ra; “Si Anu telah menjelekkan engkau.” Maka Al-Hasan mengirimkan suatu baki kurma belum kering kepada yang mengumpat itu. Dan Al-Hasan berkata kepada orang itu; “Telah sampai ke telingaku, bahwa kamu telah menghadiahkan kepadaku dari kebaikankebaikanmu. Maka aku bermaksud membalas hadiahmu kepadamu. Maka maafkan aku! Jika aku tidak sanggup membalas kepada kamu dengan sempurna!”

113

Shufi dan Seorang Laki-laki Seorang laki-laki mengikuti seorang shufi dalam perjalanan 700 Farsak (1 Farsak = 3 Mil) untuk mendengar kata-kata hikmah. Ketika laki-laki itu bisa menghampiri Sang Shufi. Maka ia berkata; “Sungguh aku menemui Anda karena ilmu yang diberikan Allah kepada Anda. Terangkanlah kepadaku dari hal langit dan apa yang lebih berat dari langit? Tentang hal bumi dan apa yang lebih luas dari bumi? Tentang batu, apa yang yang lebih keras/kuat dari batu? Tentang api, apa yang lebih panas dari api? Tentang bulan, apa yang lebih sejuk dari bulan? Tentang laut, apa yang lebih kaya dari laut? Dan 114

tentang anak yatim, apa yang lebih hina dari anak yatim?” Shufi itu menjawab; “Berkata bohong kepada orang yang tak bersalah itu lebih berat dari langit, kebenaran itu lebih luas dari bumi, Hati qoni’ (merasa cukup dengan apa yang ada) itu lebih kaya dari laut, rakus dan dengki itu lebih panas dari api, keperluan kepada kerabat apabila keperluan itu belum berhasil, itu lebih dingin dari bulan. Hati orang kafir itu lebih keras daripada batu, dan pembuat fitnah itu apabila jelas keadaannya itu, lebih hina daripada anak yatim.”

Bahaya Dusta Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Abdul Aziz ra. Orang itu menerangkan kejelekan orang lain. Maka Umar berkata kepadanya; “Kalau kamu mau, maka kami akan memperhatikan tentang keadaanmu. Kalau engkau dusta, maka engkau termasuk yang disebut dalam ayat: ‘Kalau datang kepadamu orang jahat membawa berita, periksalah dengan seksama.’ (QS. Al-Hujurat : 6). Dan kalau engkau benar, maka engkau termasuk orang yang disebut dalam ayat: ‘Suka mencela, berjalan membuat hasud dan fitnah’ (QS Al-Qolam : 11). Kalau engkau kehendaki, niscaya kami maafkan engkau.” Lalu laki-laki itu menjawab; “Wahai Amirul Mukminin! Maafkan aku, sungguh aku tidak akan melakukan ini lagi.” 115

Pembawa Fitnah Abu Sulaiman bin Abdul Malik sedang duduk dan disampingnya adalah Az-Zukri. Kemudian menghadaplah seorang laki-laki kepada Abu Sulaiman. Abu Sulaiman pun segera berkata; “Telah sampai berita ke telingaku, bahwa Engkau mengatakan tentang aku dan engkau katakan bahwa aku demikian dan demikian.” Orang tadi menjawab; “Aku tidak berbuat dan mengatakan yang demikian.” Abu Sulaiman menyambung; “Orang yang menceritakan itu kepadaku adalah orang yang dapat dipercaya.” Tiba Az-Zukri pun angkat bicara kepada Abu Sulaiman: “Pembawa fitnah itu pasti bukanlah orang yang benar.” Maka Abu Sulaiman berkata; “Engkau benar, karena kalau ada orang yang membicarakan keburukan orang lain kepadamu, maka orang itu akan membicarakan keburukanmu kepada orang lain.” Kemudian Sulaiman berkata kepada laki-laki itu; “Pergilah kamu dengan selamat!”

116

Budak Pemitnah Seorang laki-laki menjual budaknya dan mengatakan kepada pembelinya; “Tiada kekurangan pada budak, kecuali ia selalu pemitnah.” Pembeli itu berkata; “Aku sudah setuju membelinya.” Maka dibelinya budak itu. Setelah budak itu tinggal dirumah pembeli itu, ia berkata kepada istri Tuanya; “Wahai Nyonya, sebenarnya Tuan tidak mencintai Nyonya. Ia hanya bermaksud berbuat kemurahan hati saja kepada Nyonya. Maka ambilah pisau dan cukurlan bulu kuduknya beberapa helai ketika ia tidur. Maka ia akan mencintai Nyonya.” Kemudian budak itu berkata kepadanya Tuannya; “Wahai Tuan! Gawat! Istri Anda sudah berselingkuh. Ia bermaksud membunuh Tuan. Maka nanti malam pura-puralah tidur, sehingga Tuan bisa membuktikannya sendiri.” Tuan itu pun pura-pura tidur. Kemudian datanglah istrinya dengan membawa pisau cukur. Suaminya pun menyangka bahwa istrinya mau membunuhnya. Maka ia bangun langsung membunuh istrinya. Maka datanglah famili perempuan itu. Mengetahui kejadian itu familinya pun membunuh suami tersebut. Maka terjadilah peperangan diantara kedua kabilah itu (kabilah istri dan kabilah suami. (Riwayat Syeikh Hammad bin Salmah ra) 117

118

Mengatasi Marah Ada seorang laki-laki suka marah atau cepat marah dan bersangatlah marahnya. Maka untuk mengatasi marahnya ia menulis 3 helai kertas. Tiap-tiap helai itu diberikan kepada 3 orang temannya. Tiap orang satu kertas. Dan orang pemarah itu berkata kepada orang pertama; “Apabila aku marah, maka berikanlah kertas itu padaku!” Kepada orang kedua ia menyatakan; “Apabila telah berkurang amarahku, maka serahkanlah kertas itu kepadaku!” Dan kepada orang ketiga ia menyatakan; “Apabila telah hilang kemarahanku, maka serahkanlah ini kepadaku!” Ternyata suatu hari ia bersangatanlah marahnya, maka ia diberikan kertas itu oleh orang yang pertama, yang isinya; “Bagaimana engkau dengan marah ini? Sesungguhnya engkau bukan Tuhan. Engkau adalah manusia, hampir saja sebagian engkau memakan sebagian yang lain.” Lalu tenanglah sebagian amarahnya. Lalu diberikan kepadanya kertas yang kedua, yang isinya; “Kasihanilah siapa-siapa yang ada di bumi, niscaya engkau akan dikasihani oleh siapa-siapa yang ada dilangit!” Maka hilanglah kemarahannya. Lalu diberikanlah kertas yang terakhir yaitu kertas yang ketiga, dimana isinya; 119

“Ambillah manusia dengan hak ALLOH! Sesungguhnya tidak akan memperbaiki mereka selain dengan yang demikian itu (tidak dihalangi oleh batas-batas).” “Ambillah manusia dengan hak ALLOH! Sesungguhnya tidak akan memperbaiki mereka selain dengan yang demikian itu (tidak dihalangi oleh batas-batas).”

Tidak Lekas Marah Seorang laki-laki mengunjungi ahli Shufi. Lalu lakilaki itu mempersembahkan makanan kepada ahli Shufi itu. Tiba-tiba keluarlah isteri ahli Shufi itu, sedangkan isterinya itu adalah orang yang buruk akhlaqnya. Ternyata diambilnya hidangan itu sambil memaki ahli Shufi tersebut. Maka laki-laki itu melihat kejadian itu ia keluar dengan marah. Mengetahui hal itu ahli Shufi pun segera mengikuti laki-laki itu, kemudian berkata kepadanya; “Kamu ingat? Pada suatu hari, dimana kami berada di rumahmu, kami diberi makan. Kemudian datanglah seekor ayam merusakan hidangan itu. Tetapi tiada seorangpun diantara kita yang marah.” Laki-laki itu menjawab; 120

“Ya tidak ada yang marah.” Ahli Shufi itu menyambung; “Aku kira bahwa dia ini (isterinya) seperti ayam itu.” Maka hilanglah kemarahan laki-laki itu. Dengan hati yang lapang ia terus pergi, sambil berkata; “Benar ahli Shufi itu. Tidak lekas marah adalah obat dari tiap-tiap kesakitan (penyakit).”

Berani dan Pemurah Muawiyah bertanya kepada ‘Amr bin Al Ashom ra; “Laki-laki mana yang lebih berani?” Al Ashom menjawab; “Orang yang menolak kebodohannya dengan ketidak lekasan marah.” Muawiyah bertanya lagi; “Laki-laki mana yang lebih pemurah?” Al Ashom menjawab; “Orang yang mempergunakan dunianya untuk kebaikan dan keselamatan agamanya.”

121

Sebuah Makian Seorang laki-laki berkata kepada seorang ahli Shufi; “Demi ALLOH! Sesungguhnya aku memakimu dengan suatu makian yang akan masuk ia bersamamu dalam kuburanmu.” Ahli Shufi itu menjawab; “Bersama kamu ia (makian) masuk, bukan bersamaku.”

122

Hati yang Suci Nabi Isa al masih bin Mariyam as melintasi suatu kaum Yahudi. Lalu kaum yahudi itu menghina Beliau as. Tetapi Beliau as menyatakan yang baik kepada mereka. Seorang bertanya kepada Beliau as; “Mengapa engkau menyatakan yang baik kepada yang berkata jahat padamu?” Beliau as menjawab; “Masing-masing membelanjakan (mengeluarkan) apa yang ada di dalam hatinya.”

123

Mema’afkan Dari Mubarok bin Fadl-dlolah yang menyatakan; “Diutus Sawwar bin ‘AbduLLOH dalam suatu rombongan dari penduduk Basroh kepada Abu Ja’far. Aku berada di sisi Abu Ja’far, ketika ada seorang lakilaki dihadapkan kepada Abu Ja’far. Ternyata Abu Ja’far menyuruh anak buahnya supaya membunuh laki-laki itu. Melihat hal itu maka aku (Al Mubarok) berkata kepada Abu Ja’far; “Dibunuh seorang laki-laki dari kaum muslimin, sedangkan aku hadir di situ? Wahai Amirul Mu’minin! Maukah aku terangkan suatu hadits kepadamu, yang aku dengar dari Al Hasan Basri ra?” Abu Ja’far menjawab; “Apa isi hadits itu?” Aku berkata; “Aku mendengar Al Hasan berkata; “Apabila telah datang hari qiyamat, maka ALLOH mengumpulkan manusia pada suatu dataran tinggi, dimana mereka terdengar oleh si penyeru yang bisa tembus pandang kepada mereka. Kemudian penyeru itu berdiri, seraya berkata; “siapa yang mempunyai kedudukan di sisi ALLOH, maka berdirilah!” ternyata tiada yang bisa berdiri kecuali orang yang mema’afkan kesalahan orang lain.” Abu Ja’far pun menjawab; “Demi ALLOH! Aku sudah mendengarnya dari Al Hasan. Baiklah kita lepaskan orang ini.”

124

“siapa yang mempunyai kedudukan di sisi ALLOH, maka berdirilah!” ternyata tiada yang bisa berdiri kecuali orang yang mema’afkan kesalahan orang lain.”

Beban Ziyad (Gubernur Iroq) menangkap seorang laki-laki dari golongan Khowarij, tak disangka laki-laki itu bisa melepaskan diri dari tahanan. Mengetahui hal itu Ziyad mengambil langkah menangkap saudara lakilaki itu, seraya berkata kepadanya; “Jika engkau membawa saudaramu ke hadapanku, maka engkau akan bebas. Jika tidak, maka lehermulah yang akan aku penggal.” Saudara laki-laki itu menjawab; “Bagaimana pendapatmu jika aku membawa surat dari Amirul Mu’minin kepadamu, apakah kamu akan melepaskan aku?” Ziyad menjawab; “Ya!” Laki-laki tadi lalu berkata; “Maka aku akan membawa surat (kitab) dari yang Maha KUASA lagi Maha BIJAKSANA. Dan akan aku tegakkan dua saksi; Ibrohim dan Musa as.” Kemudian laki-laki itu membaca ayat; 125

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang di dalam surat-surat Musa. Dan Ibrohim yang memenuhi (kewajibannya)? Yaitu bahwa, seorang pemikul beban tidak dapat memikul beban orang lain. (Q.S. An Najm: 36-39).” Maka Ziyad berkata; “lepaskan laki-laki ini! Laki-laki ini telah memaparkan hujjahnya (alasannya).”

Tangisan Rohmat Al Fudloil ra berkata; “Aku belum pernah melihat orang yang lebih zuhud daripada seorang laki-laki dari penduduk Kurosan, yang duduk di dekatku di Masjidil Harom. Kemudian, ia berdiri untuk mengerjakan thowaf. Ternyata uangnya dicuri orang lain. Maka ia pun menangis. Maka aku bertanya; “Apakah kamu menangis karena hilangnya dinarmu?” Maka ia menjawab; “Tidak! Tetapi dinar itu menyakitkanku dan pencuri itu di hadapan ALLOH, karena hampirlah kejadian itu menyebabkan batalnya hajinya. Maka tangisanku adalah rahmat (kasih sayang) bagi pencuri itu.”

126

Do’a yang Tepat Ibn Mas’ud ra duduk-duduk di sebuah toko, Beliau akan membeli makanan. Beliau pun segera membelinya, ketika Beliau mencari dirhamnya, dirhamnya itu disimpan di dalam sorbannya. Setelah diperiksa ternyata sorbannya sudah terbuka, lalu ia berkata; “Aku tadi duduk dan dirham itu bersamaku.” Maka orang banyak berdo’a (yang tidak baik) terhadap orang yang mengambil dirham itu. Mereka berdo’a; “Wahai ALLOH Tuhanku! Potonglah tangan pencuri yang mengambil uang dirham itu! Wahai ALLOH! Buatlah yang demikian pada orang itu!” Lalu Ibn Mas’ud ra pun berdo’a; “Wahai ALLOH Tuhanku! Jika alasan orang itu mencuri karena suatu keperluan atau karena terpaksa, maka anugerahilah barokah bagi orang itu dengan dirham itu! Dan jika alasannya karena keberaniannya berbuat dosa, maka jadikanlah dosa itu, sebagai dosanya yang terakhir!”

127

Bahaya Hasud Ada seorang laki-laki masuk ke tempat sebagian rajaraja. Kemudian ia menghadap raja, seraya berkata; “Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik, disebabkan perbuatan baiknya! Maka orang yang berbuat jahat, akan mencukupi baginya oleh perbuatan jahatnya.” Ternyata ada orang yang dengki kepadanya. Maka pedengki itu terus memfitnah kepada raja, seraya berkata; “Bahwa orang itu yang berdiri menghadap engkau dan menyatakan apa yang dikatakannya, menda’wakan, bahwa raja bau busuk mulutnya.” Raja itu menjawab; “Bagaimana kau tahu itu?” Jawab pedengki itu; “Anda panggil saja dia kepada Anda. Maka apabila ia mendekati Anda dengan meletakan tangannya pada hidungnya, berarti ia bermaksud untuk tidak mencium bau busuk mulut Anda.” Maka raja itu pun memanggil laki-laki itu lagi. Segera saja pedengki itu pergi mengajak orang tersebut ke rumahnya. Si pendengki itu menghidangkan makanan yang mengandung bawang putih. Setelah memakan itu, ia pun menghadap raja seperti kebiasaannya, seraya berkata seperti halnya kemarin-kemarin. Untuk mengetes kebenaran itu, maka raja itu berkata; “Dekatilah aku!”

128

Orang itu pun lalu mendekati raja, seraya meletakan tangannya pada mulutnya, karena takut tercium oleh raja bau bawang putih. Lalu raja berkata pada dirinya sendiri bahwa memang benar apa yang dikatakan pendengki itu. Raja itu tidak menulis sesuatu dengan tulisannya sendiri, kecuali disebabkan ada sesuatu anugerah atau pemberian. Kemudian raja itu menulis sepucuk surat untuk orang tadi, dengan tulisannya sendiri, untuk dibawa kepada sala seorang pengawal raja itu. Yang isi surat itu; “Apabila sampai kepadamu yang membawa suratku ini, maka penggallah lehernya dan kupas lah kulitnya! Isikan kulitnya dengan jerami dan kirimkan kulitnya kepadaku!” Laki-laki itu (yang didengki) mengambil surat itu dan keluar. Tiba-tiba ia dijumpai oleh si pendengki itu, seraya bertanya; “Apa surat ini?” Laki-laki itu (yang didengki) menjawab; “Tulisan raja kepadaku untuk maksud pemberian hadiah.” Si pendengki itu berkata; “Oh, jadi surat ini untukmu.” Melihat kenyataan ini si pendengki pun segera mengambil surat tersebut dan dibawanya kepada pegawai raja. Lalu pegawai itu berkata; “Dalam suratmu ini, supaya aku menyembelih dan mengupas kulitmu.” Maka pendengki itu menjawab; 129

“Surat ini bukan untukku. Aku akan minta kepada raja supaya surat ini ditinjau kembali.” Pegawai itu menjawab; “Tidak ada peninjauan kembali bagi surat raja.” Lalu pegawai itu melaksanakan yang tertera dalam surat itu kepada si pendengki itu. Laki-laki yang didengki dan difitnah itu kembali ke hadapan raja. Melihat hal itu raja pun terheran-heran. Seraya berkata; “Apa yang terjadi dengan surat itu?” Laki-laki itu menjawab; “Saya bertemu dengan si anu (si pendengki itu), lalu dimintanya dariku surat itu, maka aku berikan padanya.” Raja lalu menjawab; “Si anu (si pendengki itu) menerankan kepadaku, bahwa engkau menda’wakan, bahwa mulutku bau busuk.” Orang itu menjawab; “Tidak pernah aku berkata demikian.” Lalu raja menyambung; “Kalau tidak benar, maka mengapa kamu meletakkan tanganmu pada hidung dan mulutmu?” Laki-laki itu menjawab; “Karena si anu (si pendengki) memberikan aku makanan yang mengandung bawang putih. Lalu aku tidak suka kalau Anda menciumnya.” Raja menjawab; “Benar engkau, pulanglah ke tempatmu! Maka mencukupilah bagi orang yang berbuat jahat oleh perbuatan jahatnya.” 130

Kemuliaan Ilmu Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin ‘Abdul Aziz ra; “Sesungguhnya ada orang yang mengatakan; “Jika kamu sanggup untuk menjadi orang yang berilmu, maka hendaklah engkau menjadi orang yang berilmu. Jika kamu tidak sanggup, maka hendaklah engkau menjadi seorang pelajar (pembelajar)! Jika kamu tidak sanggup, maka cintailah mereka! Maka jika kamu tidak, maka janganlah kamu memarahi mereka!” Umar bin ‘Abdul Aziz ra menanggapi; “SubhanaLLOH! Sesungguhnya ALLOH telah menjadikan jalan keluar bagi kita.”

131

‘Ulama dan Shufi Diceritakan bahwa ahli Cina (mengibaratkan ahli Shufi) dan ahli Rum (mengibaratkan ‘ulama), saling membanggakan diri di hadapan sebagian raja-raja dengan bagusnya perusahaan mengukir dan membuat gambar. Maka raja menetapkan untuk memberikan kepada mereka suatu ruangan supaya ahli Cina mengukir pada suatu sudut dari padanya dan ahli Rum pada sudut yang lain. Ruangan itu saling berhadap-hadapan. Kemudian di antara keduanya dibentangkan tabir, supaya mereka tidak saling melihat karya lawannya satu sama lain. Mereka mulai membuat karya mereka. Ahli Rum mengumpulkan cat-cat yang ganjil, yang banyak sekali. Sedangkan ahli Cina masuk ke tempat itu, tanpa membawa cat. Mereka (ahli Cina) hanya mencermelangkan dan melicinkan itu. Ketika ahli Rum itu mengatakan selesai, maka ahli Cina pun mengatakan telah selesai. Maka raja menjadi heran dengan tingkah ahli Cina, bagaimana mereka sudah selesai, dicat juga belum. Kemudian orang bertanya kepada ahli Cina; “Bagaimana kalian sudah selesai tanpa cat?’ Jawab mereka; “Ya, kami mengukir tanpa cat.” Maka tabir itu pun dibuka. Yang pertama tampak adalah gambar dari ukiran ahli Rum. Gambar itu sangat menakjubkan para pemandang, ketika 132

mereka melihat sudut tempat ahli Cina, maka mereka melihat gambar buatan ahli Rum di sudut Cina, hanya saja gambarnya menjadi lebih bagus, bercahaya, dan berkilauan.”

133

Menghilangkan Hina-an Walaupun Dalam Qolbu Abu Sa’id al Khoroz ra berkata; “Aku masuk Masjidil Harom, lalu aku melihat seorang miskin dengan dua potong pakaian di badannya. Maka aku berkata dalam hatiku (qolbuku); “Orang ini dan orang-orang seperti ini, adalah orang yang bergantung pada orang lain.” Tiba-tiba orang itu memanggilku, seraya berkata; “Sesungguhnya ALLOH tahu apa yang ada di dalam hatimu. Hati-hatilah!” Maka aku pun memohon ampun kepada ALLOH dalan hatiku. Ternyata orang itu memanggilku lagi seraya berkata; “Semoga ALLOH menerima taubatmu!” “Kemudian orang itu menghilang dari padaku dan aku tidak pernah melihatnya lagi.”

134

Firosat Anas bin Malik ra berkata; “Aku masuk ke tempat ‘Utsman bin Affan ra. Sebelumnya, di jalan, aku bertemu dengan seorang wanita. Kemudian aku memandanginya dan memperhatikan kecantikannya. Setelah itu, tibalah aku ke rumah Utsman. Tiba-tiba Utsman berkata; “Telah masuk ke tempatku sala seorang di antara kamu dan dia bekas zina terlihat kedua matanya. Tidaklah kamu ketahui, bahwa zina kedua mata itu dengan memandang? Taubatlah dengan segera atau aku hukum kamu!” Lalu aku bertanya; “Adakah wahyu sesudah kewafatan Nabi?” Utsman ra menjawab; “Tidak, tetapi, matahati, dalil, dan firosat yang benar.”

135

Ibadah Dengan Hati Ibrohim ar Roqi berkata; “Aku menuju tempat Abul Khoir At Taimi ra untuk bersilaturahmi kepadanya. Saat itu telah masuk waktu sholat maghrib. Ketika aku sampai di tempat Beliau. Aku melihat ia hampir selesai membaca Al Fatihah dalam sholat. Lalu aku berkata dalam hatiku; “Aduh, rupanya aku kehilangan kain sorbanku. Mungkin ketinggalan di luar. Sesudah memberi salam. Aku keluar ke tempat bersuci. Tiba-tiba ada seekor singa yang menghampiriku. Langsung aku kembali kepada tempat Abul Khoir, seraya menerangkan bahwa seekor singa menuju padaku. Maka Abul Khoir lalu keluar dan berteriak kepada singa itu; “Bukankah sudah kukatakan padamu, jangan ganggu tamu-tamuku!” Alhasil singa itu pun kembali. Setelah aman aku pun berwudlu’. Setelah aku kembali, Abul Khoir berkata padaku; “Kamu sibuk membetulkan yang zahir (luar), lalu engkau takut pada singa. Sedangkan kami sibuk membetulkan yang batiniyah, lalu singa itu takut pada kami.”

136

Jujur pada Sahabat Robi’ al Maliki menuturkan kisah berikut ini di Ramlah; “Aku tergolong dalam pengikut futuwwah (sejenis persaudaraan shufi) dan aku yang membawa uang (bendahara). Aku mengeluarkan semua uang itu dan membagi-bagikannya kepada mereka. Hati kecilku berbisik; “Simpanlah satu dirham untukmu!” Kemudian aku mengambil satu dirham. Beberapa hari kemudian, nafsuku berbisik; “Carilah sesuatu untuk dimakan.” Maka aku pun pergi ke pasar dan ku berikan satu dirham tersebut kepada penjaga toko. Alangkah terkejutnya aku, ketika aku saksikan bahwa uang perak itu berubah menjadi tembaga. maka penjaga toko itu tidak mau menerimanya. Aku kembali menghadap teman-teman sepengabdianku dan kukatakan kepada mereka; “SubhanaLLOH! Ma’afkanlah aku! Aku telah menipu kalian dengan mengambil uang ini.” Setelah itu sala seorang diantara mereka mengambil uang tersebut, kemudian ia pergi ke pasar membeli roti dan anggur yang cukup banyak untuk kami makan bersama.”

137

Jangan Takabur Abul Qosim Ja’far bin Ahmad Ar Rozi ra berkata bahwa kakaknya yaitu Abu ‘AbduLLOH melihat Bunan Al Hambal berkunjung kepada seorang lelaki yang bersifat seperti wanita (waria) dan mendesaknya untuk bersikap dengan benar. Orang itu berkata kepada Bunan; “Menyingkirlah dariku! Pikirkan apa yang kamu miliki?” Kata Bunan; “Apa yang aku miliki?” Orang itu menjawab; “Ketika engkau meninggalkan rumahmu untuk mengunjungi aku, engkau berpikir bahwa engkau lebih baik daripada aku; itulah yang engkau miliki, dan bagimu untuk mengurusi hal itu.”

138

Mengatasi Ketakutan Abu Nawas menaiki sebuah kapal laut. Di dalam kapal itu ada seorang penumpang yang fobia (takut) laut. Karena ketakutannya itu ia menjadi orang yang tak terkendali, sehingga mengganggu semua penumpang lainnya. Maka penumpang lain pun mengeluh, dan mulai berdiskusi bagaimana cara mengatasinya. Maka Abu Nawas pun bertindak. Ia menyuruh kapal diberhentikan dulu di tengah laut, kemudian menyuruh orang-orang untuk membuang ia ke laut, memang mereka menentang apa yang dikatakan Abu Nawas, tetapi itu bisa terendam. Maka orang-orang pun menerjunkan orang fobia itu ke laut untuk beberapa saat, ia di laut panik tak tentu arah. Setelah beberapa saat Abu Nawas pun menyuruh orangorang untuk mengangkat orang itu. Setelah kejadian itu. Orang itu pun menjadi bisa mengontrol dirinya sendiri. Maka orang-orang pun bisa menjalankan aktifitasnya dengan lancar. Melihat hal itu, sala seorang penumpang bertanya kepada Abu Nawas; “Wahai Abu Nawas! Sungguh hebat engkau, bagaimana kamu bisa punya ide seperti itu?” Jawab Abu Nawas; “Ah, aku hanya menunjukan bahwa betapa amannya ia berada di kapal ini dibandingkan di tengah laut.”

139

Mukhotimah AlhamduLiLLAH Kisah-kisah shufi telah rampung dipersembahkan kepada para Pembaca. Bisa jadi buku ini bagian 1 atau pertama dari bagian kisahkisah shufi berikutnya. Adapun yang berada di kisah-kisah ini, selalu barometerkan atau qiyaskan kepada aturan syari’atnya. Yaitu kepada al Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas; tentang; Benar atau salahnya, bagus atau buruknya, dan manis atau pahitnya. Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, jika para Pembaca menemukan kesalahan dalam buku ini, mohon kiranya para Pembaca sudi menegur si penulis ini. Semoga buku ini menambah wawasan, menambah semangat, dan menambah kebaikan kita semua. Semoga kita semua diberi taufiq dan hidayahNYA untuk bisa mengamalkan isi buku ini. Karena ilmu tanpa amal bagaikan ragun, dan amal tanpa ilmu bagaikan keracunan tanpa penawar. Wa biLLAHIt taufiq wal hidayah, wa ridlo wal inayah, was salamu ‘alaikum Wbr.

140

Do’a Khotim Ya ALLOH,, Jika amal ini tidak ikhlas, maka ikhlaskanlah,, Dan jika amal ini ikhlas, maka tetapkanlah, sehingga ENGKAU benar-benar ridlo padaku.. Ya ALLOH,, Jadikanlah amal ini sebagai tanda ridloMU, bukan sebagai tanda murkaMU..

141

Sya’ir Khotim Aku merasa egoku dalam tarap parah.. Suatu kepastian dari ALLOH bahwa ; Orang wushul cuma butuh dua perkara ; Yaitu sholat dan Dzikir.. Kenikmatan Ruh, Jiwa, dan Qolbu hanya ; Terletak dalam kesadarannya akan ; Akan PENCIPTAnya, yaitu ALLOH .. Belenggu hasrat mengikat sejadi-jadinya.. Manusia mampu menembus apapun,, Menggapai apapun,, Itulah kualitas yang telah diberikan oleh ; Oleh ALLOOOH.. Membuang hasrat ego yang tak berdasar ; Yang tak berdasar kepada wushul, ridho ; Mahabbah dan Ma’rifat kepadaNYA.. Latar belakang niat mesti dipijakan kepada ; Kepada iman pada ALLOH, butuh kepada ; Kepada wushul dan ridloNYA.. Takkan terasa butuh kepada keduanya, jika ; Jika tak mahabbah padaNYA ; Mahabbah takkan terasa jika tanpa mujahaddah ; Mujahaadah takkan ada jika tanpa ma’rifat.. Ma’rifat yang sejati pasti membuahkan sabar ; Sabar dalam mujahaddah.. Man ‘arofa nafsahu, faqod ‘arofa ROBBAhu.. Laa ILAHA illa LLOOH…

142

Tentang Penulis Darwiisy Muhyidiin (Nama Pena), "Membuat karya tulis itu bukanlah sebuah keinginan, tapi sebuah kewajiban." Itulah prinsif dari sang penulis ini. Sang penulis sangat menggiuri dunia tashowwuf atau dunia Shufi. Tepat semenjak ia duduk di bangku kelas 2 smp, & mulai digeluti secara sungguh-sungguh semenjak kelas 1 SMA semester 2. Sang penulis lahir di Cianjur, 24-02-88, tapi karena suatu kejadian yang tak terduga, kelahiran sang penulis yang tertera di dalam ijazah, adalah tahun 1989. Keseharian sang penulis tidak nyleneh ; yakni dia sama dengan kehidupan orang-orang pada umumnya; mengaji, kasab, & sedang terus meningkatkan pengabdian kepada Guru Mursyidnya; Agama & Negara. Kontak penulis; Akun FB; Danz Darwiisy BBM; 57BAA0EE 143

Daftar Pustaka Al-iskandary, Ibn AthoiLLAH, al-Hikam, terj. K.H. Salim Bahreisyy, Balai Buku, Surabaya, 1984. Ghozali, Al, Ihya Ulumuddin, terj. Prof. T.K.H. ismail Yakub SH MA, Fauzan, Semarang, 1878. Ghozali, Imam, Mukasyafatul Qulub, terj. Tim Penerbit, Bintang Usaha Jaya, Surabaya, 2003. Sulami, Al, Al-Futuwwah, terj. Tim Penerbit, Hikmah, Jakarta, 2000. Rumi, Jalaluddin, matsnawi, terj. Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. Akhyar, Thowil, The Secret Of Shufi, Asy Syifa, Semarang, 1992.

144

TENTANG BITREAD

BITREAD adalah sebuah gerakan menerbitkan buku secara swadaya. BITREAD memberikan kemudahan sekaligus keleluasaan kepada para penulis untuk menerbitkan buku tanpa harus melalui proses seleksi. Siapapun bisa menerbitkan bukunya melalui BITREAD dengan estimasi waktu 1 (satu) bulan sejak naskah dikirim kepada tim redaksi. Dengan

kemudahan

dan

kecepatan

proses

penerbitan buku di BITREAD serta sistem Indie Publishing yang kami terapkan, BITREAD tidak melakukan proses editing/penyuntingan pada naskah. Namun, BITREAD tetap memberikan treatment atau pelayanan untuk naskah yang dikirimkan berupa pembuatan desain cover dan melakukan promosi bersama Penulis. Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab BITREAD

terhadap

naskah

yang

dikirimkan

di

antaranya: 1. Editing. BITREAD tidak bertanggung jawab atas kesalahan typo atau kesalahan konten pada 145

naskah setelah naskah melalui proses revisi. Penulisan naskah SEPENUHNYA diserahkan kepada Penulis. BITREAD hanya melakukan screening

apakah

naskah

tersebut

layak

diterbitkan atau tidak, dengan pertimbangan dari sisi sensitifitas konten (bebas pornografi dan SARA). 2. Pengurusan ISBN. BITREAD tidak menyertakan ISBN pada buku-buku yang diterbitkan. Jika Penulis ingin buku terbitannya disertai ISBN, BITREAD memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengurusnya secara mandiri. BITREAD akan memberikan bantuan dengan menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengurusan ISBN. Permohonan ISBN dan korespondensi

dengan

pihak

Perpusnas

sepenuhnya merupakan tanggung jawab Penulis.

146

Nikmati cara seru menerbitkan buku, hanya di:

Twitter: @BITREAD_ID

Instagram: @BITREAD_ID

Facebook Fan Page: BitreadID www.bitread.co.id

Terbitkan bukumu

147

More Documents from "R. Gesit Prasasti Alam"