PERCOBAAN IX PEMERIKSAAN KREATININ DARAH I. Tujuan Untuk menentukan adanya Kreatinin dalam darah II. Landasan Teori Kreatinin memiliki keuntungan sebagai bahan endogen dan dapat diukur dengan mudah. Kreatinin, prekursor kreatinin, diproduksi oleh hati dan disimpan
sebagai
fosfat
tinggi
energi
dalam
otot
rangka.
Saat
terjadi
metabolisme otot, kreatinin fosfat terbagi dengan adanya pelepasan kreatinin kedalam darah. Kreatinin di dalam darah tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi ginjal namun juga dipengaruhi oleh fungsi hati dan massa otot. Kreatinin dibersihkan melalui penyaringan glomeruli dan sekresi aktif tubulus sehingga dapat menyebabkan perkiraan GFR yang berlebihan. Kreatinin serum (SCr) dapat
dipertimbangkan
sebagai
biomarker
yang
cukup
spesifik
untuk
insufisiensi Ginjal. Namun, SCr sangat tidak sensitif dan meggambarkan perubahan yang terjadi belakangan, secara patologis muncul peningkatan bila lebih dari 50% daya cadang Ginjal yang telah hilang. Kontribusi sekresi tubulus tidak bisa diramalkan, diperikirakan sekitar 15% subjek dengan fungsi ginjal normal tetapi meningkat bila fungsi ginjal berkurang. Reaksi kadar kreatinin dengan
sampel
plasma
EDTA dengan pemakaian antikoagulan yang
memperpendek masa pembekuan dan menurunkan aktifitas fibrinolitik akan bereaksi
dengan
kemerahan.
asam
Intensitas
pikrat
warna
yang
basa
membentuk
terbentuk
kompleks warna
sebanding
dengan kadar
kreatinin yang terdapat pada sampel dan diukur dengan spektrofotometer. Produksi dan ekskresi kreatinin tergantung waktu dengan fluktuasi irama sirkadian harian sehingga membutuhkan pengmpulan urin dalam waktu selama 24 jam (Jeyaratnan dan KOH, 2009). Kreatinin merupakan senyawa yang berperan dalam pembentukan energi di dalam tubuh dengan membentuk adenosin triphosphate (ATP). Sekitar 95% kreatin akan disimpan di dalam otot sedangkan sisanya terdapat pada otak dan jantung. Sisa metabolisme kreatin disebut kreatinin dan akan dikeluarkan melalui urin. Kreatin terdapat pada daging merah dan ikan, tetapi jumlahnya hanya sedikit dan sebagian besar akan masuk oleh proses pemasakan. Kreatin juga di produksi oleh tubuh dari L- Arginine, L- Glysine dan L- Methonine. Pada azetomia prerenal, rasio BUN plasma kreatinin (Cr) bertambah dari nilai normal 10:1 menjadi 20:1 atau lebih. Kreatinin adalah protein yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir
konstan dan diekskresi dalam urin dalam kecepatan yang sama, kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relative konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal ini juga yang memungkinkan perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan laki-laki. Nilai normal kreatinin pada wanita adalah 0,5-0,9 mg/dl, sedangkan laki-laki adalah 0,6-1,1 mg/dl (Sandjaja, 2009). Kreatinin disintesis di otot skelet sehingga kadarnya bergantung pada massa
otot.
Laki-laki
memiliki
massa
otot
yang
lebih
tinggi
daripada
perempuan. Hasil penelitian sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin akan berkurang dan kreatinin serum akan meningkat. Peningkatan kadar kreatinin serum dua kali lipat mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar kreatinin serum tiga kali lipat merefleksikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%. Salah satu fungsi ginjal yang terpenting adalah eksresi produk sisa metabolik seperti kreatinin (Alfonso et al., 2016). Teori Dominic menyatakan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik dengan kadar ureum dan kreatinin
yang
tinggi,
selain
transplantasi
ginjal,
tindakan
hemodialisis (HD) merupakan cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup pasien dengan tujuan menurunkan kadar ureum, kreatinin dan zat-zat toksik lain nya dalam darah. Kadar ureum dan kreatinin justru berubah-ubah melebihi kadar normal akibat pasien melakukan diet yang tidak sesuai dengan kondisinya. Ureum dan kreatinin merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal kepada pasien yang di duga mengalami gangguan pada organ ginjal manusia. Kreatinin terdapat di dalam otot, otak dan darah dalam bentuk terfosforilasi sebagai fosfokreatin dan dengan keadaan yang bebas.Kreatinin dalam jumlah sedikit juga terdapat di dalam urin normal.Kreatinin adalah anhidrida dari 8 kreatin, sebagian besar di bentuk di dalam otot dengan pembuangan
air
dari
kreatin
fosfat
secara
tidak
reversibel
dan
non
enzimatik.Kreatinin bebas terdapat di dalam darah dan urin, pembentukan kreatinin merupakan langkah yang di perlukan untuk ekskresi sebagian besar kreatinin. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah adalah Perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar
kreatinin
sampai
beberapa
jam setelah makan, aktifitas fisik yang
berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah, Obat-obatan sefalosporin,
aldacton,
aspirin,
dan
co-trimexazole dapat
seperti
mengganggu
sekresi
kreatinin
sehingga
meningkatkan
kadar kreatinin dalam darah,
Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal, Usia
dan
jenis
kelamin pada orang tua kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Makmur et al., 2013). Berdasarkan hasil penelitian ini, kadar kolesterol LDL terbukti memiliki hubugan penyakit
yang bermakna terhadap kadar kreatini darah pada penderita ginjal
kronik
(P=
0,004).
Hasil
peneltian
ini
ternyata
tidak
mendapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kreatinin dan kolesterol total (P= 0,680), kadar kolesterol HDL (P= 0, 868) dan kadar kreatinin trigliserida (P = 0, 581) dengan kadar kreatinin darah. Kemungkinan yang menyebabkan variabel tersebut tidak memiliki hubungan bermakna dengan kadar kreatinin kadar darah adalah banyaknya faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin antara lain diet tinggi kreatinin, malutrisi, ketoasidosis dan obat-obatan (Cimetidin, sulfa) yang membuat sekresi kreatinin menurun. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction adalah laki-laki 0,8-1,2 mg/dl, sedangkan wanita 0,6-1,1 mg/dl. Pemeriksaan kreatinin
kreatinin
darah
dengan
urin biasanya digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi
glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang gangguan
fungsi
ginjal.
Hemodialisis
dilakukan
berat
ringannya
pada gangguan
fungsi
ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dL serum. Hemodialisis sebaiknya dilakukan
sedini
mungkin
untuk
menghambat
progresifitas penyakit. Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal. Kreatinin disintesis dalam hati, pankreas, dan ginjal dari asam amino arginin, glisin, dan metionin. Senyawa ini dihasilkan ketika terjadi kontraksi pada otot. Dalam darah, kreatinin dihilangkan dengan proses filtrasi melalui glomerulus ginjal dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Analisis kadar kreatinin dalam tubuh merupakan indeks medis yang penting untuk mengetahui kondisi laju filtrasi glomerulus, keadaan ginjal, dan berfungsinya kerja otot. Angka normal kreatinin serum atau plasma <1,4 mg/100 ml (Bhagaskara et al., 2015).
III. Prosedur Percobaan 3.1 Alat dan Bahan A. Alat - Pipet - Sentrifuge Listrik - Sentrifuge Tube - Spektrofotometer - Waterbath B. Bahan - Eter - Na2SO4 - Reagen Biuret - Serum Kontrol/Standar
3.2 Skema Kerja A. Total Protein 1. Test B Blanko Ditambah reagen biuret 3 ml Ditungggu 10 menit Dibaca pada 546 nm Hasil 2. Test St Serum Standar Diambil 0,05 ml Ditambah reagen biuret 3 ml Dicampurkan Ditunggu 10 menit Dibaca pada 546 nm Hasil 3. Test S Serum Sampel Diambil 0,25 ml Ditambah reagen biuret 3 ml Dicampurkan Ditunggu 10 menit Dibaca pada 546 nm Hasil
B. Cara membuat Filtrat Albumin 1. Test St Serum Standar Diambil 0,25 mldan ditambah 5 ml Na 2SO4 Dicampurkan dan ditunggu 5 menit Ditambah 1 ml Akuades Dibiarkan 5 menit pada 1000 ppm Ditambah 1 ml Ester Dikocok selama 1 menit Dibiarkan 5 menit disentrifuge pada 1000 rpm Diambil filtrat Hasil
2. Test S Serum Sampel Diambil 0,25 ml Ditambahkan 5 ml Na2SO4 23 % 37o Dicampurkan Ditunggu 5 menit Ditambahkan 1 ml eter Dikocok selama 1 menit Dibiarkan selama 5 menit Disentrifuge 5 menit 1000 rpm Diambil filtrat Hasil C. Pemeriksaan Albumin 1. Test B Blanko Ditambah 1 ml Na2SO4 Ditambah 3 ml Zat Biuret Dicampurkan Ditunggu hingga 10 menit Dibaca pada 546 nm Hasil 2. Test St Filtrat Serum Standar Diambil 1 ml Ditambah 3 ml Zat Biuret Dicampurkan Ditunggu 10 menit Dibaca pada 546 nm Hasil
3. Test S Filtrat Serum Sampel Diambil 1 ml dan Ditambah 3 ml Zat Biuret Dicampurkan dan Ditunggu 10 Menit Dibaca pada 546 nm Hasil
IV. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dilaboratorium RS islam faisal Makassar. Selama penelitian ini didapatkan 15 sampel darah penderita gagal ginjal. Hasil pemeriksaan
kadar
kreatinin
darah
dengan
deproteinisasi
dan
non
deproteinisasi metode jaffe reaction pada penderita gagal ginjal. Table 1 hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah dengan deproteinisasi dan non deproteinisasi jaffe reaction. No Sampel
Jenis kelamin
Hasil pemeriksaan Non
Deproteinisasi
deproteinisasi 1
P
11,4 mg/dL
10,8mg/dL
2
L
20,3 mg/dL
20 mg/dL
3
P
7,1 mg/dL
6.3 mg/dL
4
P
10,4 mg/dL
9,7 mg/dL
5
P
6,7 mg/dL
5, 9 mg/dL
6
L
10,1 mg/dL
9,4 mg/dL
7
P
9,6 mg/dL
8, 9 mg/dL
8
L
12,8 mg/dL
12 mg/dL
9
P
7,0 mg/dL
6,3 mg/dL
10
L
5,7 mg/dL
4,8mg/dL
11
L
12,4 mg/dL
11,8 mg/dL
12
L
8,3 mg/dL
7,6 mg/dL
13
L
12,1 mg/Dl
11,6 mg/dL
14
P
10,7 mg/dL
10 mg/dL
15
P
12,2 mg/dL
11,8 mg/dL
Sesuai dengan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan darah dengan cara deproteinisasi non deproteinisasi metode jaffe reaction maka selanjutnya dilakukan pengujian standar deviasi dan standar error untuk mengetahui seberapa besar perbandingan nilai sampel terhadap rata-rata. Kreatinin adalah produk akhir dan metabolisme keratin. Kreatinin terutama disintesis oleh hati dan terdapat hamper semuanya dalam otot rangka yang terikat secara reversible dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin atau kreatinfosfa, yakni senyawa penyimpanan energy. Pada penentuan kadar kreatinin dengan cara deproteinisasi, dilakukan dengan penambahan Trichlor Acetic Acid atau TCA sebagai agen pendeproteinisasi. Sehingga kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein dan ureum
sudah terikat dengan Trichlor Acetic Acid sehingga angka tinggi palsu pada kreatinin dapat dihindari,adapun cara deproteinisasi lain yaitu dengan menambahkan H2SO4 0,006 N dan Na tungstat 10% sebagai katalisnya. Sampel darah selanjutnya disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000rpm, sehingga dihasilkan serum dibagian atas dan plasma dibagian bawah. Pengukuran kreatinin darah dilakukan dengan menggunakan serum yang dihasilkan. Metode yang digunakan pada pemeriksaan kreatinin darah ini adalah Metode jaffe reaction yang merupakan suatu Metode dimana pengujian kadar kreatininnya menggunakan asam pikrat yang berperan untuk mengikat kreatinin sehingga menciptakan warna kuning dalam suasana basa sehingga perlu ditambahkan NaOH 10%. Pemeriksaan kreatinin ini berguna untuk mengevaluasi fungsi dari glomerulus yang hasilnya lebih spesifik peningkatan kadar kreatininnya menunjukkan indikasi penyakit ginjal atau kerusakan nefron lebih dari 50%. Kreatinin di filtrasi di glomerulus dan diabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma disintesis di otot dan berat badan dimana nilai normal kreatinin serum pada pria 0,7-1,3 mg/dL dan wanita 0,6-1,1 mg/dL. Tingginya kadar kreatinin yang diperoleh pada pemeriksaan kreatinin darah ini disebabkan karena pasien yang di uji mengalami gagal ginjal, dimana penderita
gagal
ginjal
tidak
mampu
menjalankan
fungsinya
untuk
mempertahankan homeostatis dalam mengatur volume cairan, keseimbangan osmotic, asam basa, ekskresi sisa metabolisme dan system pengaturan hormonal. Pengukuran kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan fotometer 5010 dengan panjang gelombang 492 nm konsentrasi NaOH 3,5% merupakan konsentrasi optimum yang menghasilkan absorbansi paling besar karena pada kondisi ini suasana basa yang dihasilkan paling sesuai dengan suasana pembentukan senyawa kreatinin pikrat. Pada konsentrasi NaOH lebih rendah dari optimum menyebabkan nilai absorbansi senyawa kreatinin pikrat juga rendah karena akan terbentuk endapan natrium pikrat yang menyebabkan sensitivitas pengukuran menjadi rendah. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal
mengisyaratkan adanya
gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction adalah
laki-laki
0,8-1,2
mg/dl,
sedangkan
wanita
0,6-1,1
mg/dl.
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin biasanya digunakan
untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga member gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum.
Hemodialisis sebaiknya dilakukan sedini mungkin
untuk menghambat progresifitas penyakit. Serum adalah darah yang terdapat di dalam tabung dan di biarkan selama 15 menit dan darah tersebut akan membeku selanjutnya akan mengalami retraksi bekuan akibat terperasnya cairan dalam bekuan tersebut, selanjutnya darah di sentrifuge dengan kecepatan dan waktu tertentu. Lapisan jernih berwarna kuning muda di bagian atas disebut serum. Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan atau sel darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan darah di dalam tabung reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian disentrifuge dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan semua sel-selnya. Cairan di atas yang berwarna kuning jernih disebut serum. Serum mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali fibrinogen dan faktor pembekuan II, V, VIII, XIII yang sudah tidak ada. Penggunaan
serum
dalam
kimia
klinik
lebih
luas
dibandingkan
penggunaan plasma. Hal ini disebabkan serum tidak mengandung bahanbahan dari luar seperti penambahan antikoagulan sehingga komponenkomponen yang terkandung di dalam serum tidak terganggu aktifitas atau reaksinya Kandungan yang terdapat dalam serum adalah antigen, antibodi, hormon, dan 6-8% protein yang membentuk darah. Serum ini terdiri dari tiga jenis berdasarkan komponen yang terkandung di dalamnya yaitu serum albumin, serum globulin, dan serum lipoprotein. Reaksi kadar kreatinin dengan sampel serum yang merupakan cairan tanpa fibrinogen dan faktor-faktor koagulasi lain berkurang akibat proses pembentukan bekuan akan bereaksi dengan asam pikrat basa membentuk kompleks warna kemerahan. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar kreatinin yang terdapat pada sampel dan diukur dengan spektrofotometer. Plasma adalah darah dalam tabung yang berisi antikoagulan lalu di sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sehingga sel-sel darah terpisah
dari
darah,
karena
antikoagulan
tersebut
untuk
mencegah
pembekuan dengan cara mengikat kalsium, lapisan jernih warna kuning muda yang ada di bagian atas adalah plasma. Plasma dalam pemeriksaan kreatinin hanya digunakan sebagai alternative pengganti serum apabila serum yang
diperoleh sangat sedikit pada kondisi darurat. Tinggi rendahnya kadar kreatinin
dalam
darah
digunakan
sebagai
indikator
penting
dalam
menentukan apakah seseorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan hemodialisis atau tidak. Kreatinin serum adalah tes darah yang umum dilakukan sebagian dari pemeriksaan fisik jika seseorang melakukan medical check up. Kreatinin serum dapat membantu mengevaluasi fungsi ginjal seseorang. Kreatinin terdapat di dalam otot, otak dan darah dalam bentuk terfosforilasi sebagai fosfokreatin dan dengan keadaan yang bebas.Kreatinin dalam jumlah sedikit juga terdapat di dalam urin normal.Kreatinin adalah anhidrida dari keratin, sebagian besar di bentuk di dalam otot dengan pembuangan air dari kreatin fosfat secara tidak reversibel dan non enzimatik.Kreatinin bebas terdapat di dalam darah dan urin, pembentukan kreatinin merupakan langkah yang di perlukan untuk ekskresi sebagian besar kreatinin. Faktor
yang
mempengaruhi
kadar
kreatinin
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah adalah : 1. Perubahan massa otot 2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan. 3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah. 4. Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meningkatkan kadar kreatinin dalam darah. 5. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal. 6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita. Di berbagai RS pemeriksaan cepat sangat diperlukan untuk efesiensi waktu. Cara nondeproteinisasi merupakan cara yang paling sering digunakan. Selain faktor ekonomis, cara nondeproteinisasi lebih mudah digunakan. Kekurangan dari metode ini adalah beberapa protein tidak diendapkan sehingga dapat menyebabkan tinggi palsu pada kreatinin. Untuk itu perlu adanya penambahan zat yang dapat mengendapkan protein tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu cara deproteinisasi. Tujuan
dari
penelitian
ini
untuk
menentukan
perbedaan
hasil
pemeriksaan kreatinin darah dengan deproteinisasi dan nondeproteinisasi metode jaffe reaction. Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasi analitik study komparatif.Sampel penelitian adalah 15 penderita gagal ginjal di
Rumah Sakit Islam Faisal Makassar pada tanggal 3-9 April 2017. Hasil pemeriksaan kreatinin darah metode jaffe reaction didapatkan nilai tertinggi cara deproteinisasi 20 mg/dl dan nilai terendah 4,8 mg/dl, nilai rata-ratanya 9.793 mg/dl dan standar deviasi sebesar 3.7003 mg/dl, sedangkan cara nondeproteinisasi didapatkan nilai tertinggi 20.3 mg/dl dan nilai terendah 5.7 mg/dl, nilai rata -ratanya 10.453 mg/dl dan standar deviasi sebesar 3.5689 mg/dl. Setelah dilakukan uji T dua sampel berpasangan didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa
T
hitung
tabel
(0.497<1.753)
hal
tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua cara tersebut. Pemeriksaan kreatinin dalam darah yakni cara deprotoeinisasi dan non deproteinisasi,
nitrogen
dalam
sampel
seperti
protein.
Cara non deproteinisasi merupakan cara yang paling sering digunakan. Selain faktor ekonomis, cara nondeproteinisasi lebih mudah digunakan. Namun kekurangan dari metode ini adalah beberapa protein tidak diendapkan sehingga dapat menyebabkan tinggi palsu pada kreatinin. Untuk itu perlu adanya penambahan zat yang dapat mengendapkan protein tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu cara deproteinisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kreatinin darah dengan cara deproteinisasi dan nondeproteinisasi menggunakan metode Jaffe Reaction. Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal.
V. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan Jurnal yang telah didapatkan, maka dapat diketahui dari hasil penelitian tersebut bahwa Protein Total mengalami penurunanan disebabkan oleh semakin bertambahnya umur atau usia pada pasien. 5.2 Saran Diharapkan kepada Praktikan agar dapat memahami terlebih dahulu Prinsip pemeriksaan Protein Total, agar nantinya didapatkan hasil yang akurat dan seperti yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Alfonso, A. A ., A. E. Morgan dan M. F. Memah. 2016. “Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialis”. Jurnal e-Biomedik. Vol. 4(1) : 178-183. Bhagaskara ., P. Liana dan B. Santoso. 2015. “Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Satu Januari - 31 Desember 2013”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol. 2(2) : 223-230. Jeyaratnan, J dan D. KOH. 2009. Praktik Kedoteran Kerja. Jakarta : EGC. Makmur, N.W ., H. Tasa dan Sukriyadi. 2013. “Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisis (HD) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Jurnal Farmasi. Vol. 2(1) : 1-7. Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Jakarta : Buku Kompas.