Tugas Kepaniteraan Klinik “GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH)”
Disusun oleh: Widya G Simanjuntak (18010006) Pembimbing: Dr. Rosminta Girsang, Sp.KJ
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN RUMAH SAKIT JIWA PROF.DR.H.MUHAMMAD ILDREM PROVINSI SUMATERA UTARA 2018
PENDAHULUAN Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif dan sulit memusatkan perhatian ynag timbulnya lebih sering, persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Di samping gejala di atas, anak-anak dengan GPPH seringkali juga menunjukkan beberapa gejala Iain seperti; adanya ambang toleransi frustrasi yang rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif. Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting adalah mengganggu kesiapan anak untuk belajar. Semua kondisi ini tentunya akan mengganggu prestasi belajar anak dan secara keseluruhan akan membuat penurunan kualitas hidup anak dengan GPPH di kemudian hari. Gejala-gejala GPPH ini pada umumnya telah timbul sebelum anak berusia 7 tahun. Walaupun demikian, biasanya orang tua dari anak dengan GPPH baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah secara formal, oleh karena pada saat ini mereka di tuntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah. Keluhan yang sering disampailkan adalah anak nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara dengan kawannya saat pelajaran berlangsung, dsb Pada anak yang berusta kurang dari 4 tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Namun pada anak dengan GPPH, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama. Prevalensinya di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 2-9.5 % dari anak-anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, prevalensi GPPH di duga sekitar 2 - 20 % dari jumlah anak-anak usia sekolah dasar. Sedangkan penelitian di Inggris mununjukkan angka 0.5-1 % dan di Taiwan angka prevalensi dari kasus GPPH ini adalah 5-10 %. Berdasarkan yang dilakukan oleh Ira Savitri Tanjung, dkk pada sejumlah SD di wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4.2 % dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 yang mengalami GPPH(I). Saputro D (2000) dałam penelitiannya pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten SlemanDIY menemukan angka prevalensi GPPH sekitar 9.5 %. Pada tahun 2003 saja, sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar di diagnosis sebagai GPPH di Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Prevalensi GPPH juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan juga usia. Angka kejadian GPPH pada anak remaja dan dewasa dikatakan lebih rendah dibandingkan dengan anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki dikatakan memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan, dengan rasio 3-4 : l.
TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari GPPH. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik, struktur anatomi dan neurokimiawi otak dałam terjadinya GPPH. GPPH merupakan suatu gangguan yang sepertinya mempunyai komponen genetik karena gangguan ini seringkali ditemukan bersamaan pada beberapa anggota keluarga yang sama. Dari beberapa penelitian genetik dikatakan bahwa saudara kandung dari anak dengan GPPH mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tuą yang menderita GPPH mempunyai kemungkinan sekitar 50 % untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. Jacquelyn J. Gillis dałam penelitiannya pada anak dengan GPPH menyatakan bahwa 55 - 92 anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama jika salah satu anak tersebut menderita GPPH. Rapoport, dkk dari The National Institute of Mental Health melakukan peneltian pada otak anak dengan dengan tnenggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging), melaporkan bahwa pada anak dengan GPPH didapatkan pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan serta vermis (bagian dar i screbelum) pada anak dengan GPPH jika dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distrakbilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Sedangkan nucleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsanqan tersebut tetap optimal. Sedangkan fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, apa yang menyebabkan pengecilan lobus atau bagian otak tersebut masih merupakan tanda tanya yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Cook EH, dkk (1995) dan Barkley; dkk (2000), menyatakan adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah sistim limbik dan lobus pefrontal akibat dari Dopamine Transporter Gene akibat dari proses mutasi. Dalam kaitannya dengan studi genetik,
Faraone dkk (2001) menemukan adanya pengulangan allele ke 7 dari reseptor dopamine 4 (D4 Dopamine Reseptor). Hal ini dikaitkan dengan gangguan dalam fungsi neurotransmitter dopamine di susunan saraf pusat. Kondisi ini membuat anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilakunya. Secara teoritis, dengan bertambahnya usia maka seorang anak seharusnya mampu melakukan kontrol terhadap dirinya dengan baik dan mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga ia mampu melakukan tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tetapi kondisi ini tidaklah berjalan mulus pada anak dengan GPPH. Oleh karena adanya perubahan aktivitas dari Dopamine Transporter Gene maka anak dengan GPPH akan mengalami beberapa kondisi seperti; a.
1.
Gangguan Dalam Non-Verbal Working Memory, dengan gambaran berupa; •
Kehilangan rasa 'kesadaran' tentang waktu
•
Ketidakmampuan menyimpan informasi di dalam otaknya
•
Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu objek/kejadian
•
Perencanaan dan pertimbangan yang buruk
Gangguan dalam internalisation of self-directed speech, berupa; •
Kesulitan untuk mengikuti peraturan yang berlaku
•
Tidak disiplin
•
Self guidance dan self questioning yang buruk
Gangguan dalam regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang buruk. Kondisi ini memberikan gejala seperti; •
Kesulitan dalam mensensor semua bentuk reaksi emosi, ambang toleransi terhadap frustrasi yang rendah
• 2.
Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak
Gangguan dalam kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang sudah di observasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, yang ditunjukkan dalam bentuk; •
Keterbatasan untuk menganalisa perilaku-perilaku dan mengsintesanya ke dalam bentuk yang baru
•
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf usianya
Komplikasi perinatal juga dikaitkan dengan timbulnya GPPH pada seorang anak di kemudian hari. Studi retrospekrif pada anak dengan GPPH menunjukkan adanya komplikasi perinatal yang lebih sering jika dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Beberapa komplikasi perinatal yang sering ditemukan adalah perdarahan antepartum, persalinan lama, nilai APGAR yang rendah dalam menit pertama kelahiran, dll. Milberger dkk (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu perokok dalam masa kehamilan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan GPPH. Whitaker dkk (1997) menemukan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah yang disertai dengan kerusakan dari substansia alba mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita GPPH di kemudian harinya. Walaupun masih kontroversi, beberapa kondisi seperti alergi, diet dan pengaruh logam berat juga dikaitkan dengan terjadinya GPPH. Gejala-gejala GPPH mungkin akan meningkat pada anak dengan beberapa penyakit fisik tertentu seperti abnormalitas dari fungsi tyroid, infeksi telinga berulang dan tuli sensorineural.
Gambaran Klinis dan Diagnosis Gambaran perilaku anak dengan GPPH seringkali berlebihan dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Gejala kesulitan memusatkan perhatian, overaktivitas, impulsivitas dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat tergantung dengan usia anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuan anak untuk mengontrol perilakunya. Anak usia pra sekolah dengan GPPH akan bergerak dengan aktif di dałam ruangan dan terangsang untuk memegang semua benda, serta memanipulasi objek-objek dengan semau-maunya di dalam ruangan tersebut. Anak-anak ini akan melompat-lompat, berlari-lari atau memanjat-manjat tanpa kontrol seakanakan ia digerakan oleh mesin. Mereka seringkali menjadi liar, overaktif, berisik dan sulit dikendalikan dałam berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih ringan daripada anak usia pra sekolah. Mereka seringkali mengalami kesulitan memusatkan perhatian di dalam kelas tampak melamun atau berpreokupasi. Anak tampak sulit diam di tempat duduknya dan bergerak-gerak dengan gelisah. Kesulitan memusatkan perhatian akan berpengaruh pada prestasi akademik anak di sekolah, yang tampak dałam bentuk kecerobohan dałam menulis, membuat kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan, dan tidak mampu untuk bersikap rapih. Di rumah orang tua menggambarkan
anaknya sebagai anak yang tidak mau menuruti perintah walaupun sesederhanapun, dan tidak mampu menyelesaikan pekeriaan rumahnya secara lengkap. Diagnosis GPPH biasanya dengan menggunakan kriteria diagnosis yang terdapat di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV-Text revision (DSM-IV TR) dan American Psychiatic Association tahun atau dapat pula dengan menggunakan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai dengan International Classification of Diseases X (ICD X) Berdasarkan DSNf IV maka kriteria diagnostik GPPH adalah sebagai berikut; A. Salah satu dari (1) atau (2): 1) Terdapat minimal enanm (atau lebih) gejala-gejala inatensi berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang maladatif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak; a.
Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap hal-hal yang rinci atau sering melakukan kesalahan yang tidak sehausnya/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah, pekerjaan lain atau aktivitas-aktivitas lainnya
b.
Seringkali mengalami kesulitan untuk mempertahankan
perhatian
dalam
melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain c.
Seringkali tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak berbicara
d.
Seringkali tidak mampu mengikuti aturan atau instruksi dan pagal dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan di tempat kerja (tidak disebabkan oleh karena Gangguan Perilaku Menentang atau kesulitan untuk memahami instruksi)
e.
Seringkali mengalami kesulitan mengorganisasikan tugas tanggung jawabnya atau aktivitas-aktivitasnya
f.
Seringkali menghindar, tidak suka atau menolak dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan konsentrasi yang lama seperti dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah
g.
Seringkali kehilangan barang-barang yang perlu digunakan untuk kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitasnya (seperti mainan, pekerjaan sekolah, pensil, buku-buku, atau peralatan-peralatan Iainnya)
h.
Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang datang dari luar
i.
Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari
2) Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala hiperaktivtas-impulsivltas berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang maladatif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak Hiperaktivitas a.
Seringkali tidak bisa duduk diam atau kaki tangannya bergerak-gerak terus dengan gelisah
b.
Seringkali tidak mampu duduk diam di kursinya di dalam kelas atau pada situasi dimana anak diharapkan duduk diam
c.
Seringkali berlari-lari atau memaniat-maniat secara berlebihan pada situasi-situasi yang tidak sesuai atau pada situasi-situasi yang tidak seharusnya (misalnya pada remaja atau orang dewasa, mungkin dibatasi oleh perasaan kegelisahan yang subjektif)
d.
Seringkali
mengalami
kesulitan
dalam
bermain
atau
dalam
kegiatan
menyenangkan bersama yang memerlukan ketenangan Seringkali 'bergerak' atau sepertinya 'digerakkan oleh mesin' Seringkali berbicara berlebihan Impulsivitas a. Seringkali memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan b. Seringkali mengalami kesulitan dalam menunggu giliran c. Seringkali menginterupsi atau mengintrusi orang Iain (misalnya dalam bermain atau berbicara dengan orang di sekitarnya)
B. Beberapa gejala-gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan gangguan ini sudah timbul sebelum anak berusia 7 tahun C. Gejala-gejala yang menyebabkan gangguan ini terjadi minimal pada 2 (dua) situasi/ tempat yang berbeda (misalnya di sekolah atau tempat kerja dan di rumah) D. Ada bukti yang jelas bahwa gejala-gejala ini menimbulkan gangguan klinis yang signifikan di bidang sosial, akademik dan fungsi pekerjaan E. Gejala-gejala tidak timbul secara eksklusif selama perjalanan penyakit Gangguan Perkembangan Pervasif, Skizofrenia, atau Gangguan Psikotik lainnya dan tidak dapat
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti gangguam mood, gangguan cemas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian) Penulisan kode didasarkan pada tipe gangguan, seperti; •
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas tipe kombinasi: jika memenuhi baik kriteria Al dan A2 dalam 6 bulan terakhir
•
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas, predominan gejala inatensi: jika memenuhi baik kriteria Al, tetapi tidak memenuhi kriteria A2 dalam 6 bulan terakhir
•
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas, predominan gejala hiperaktivitasimpulsivitas: jika memenuhi baik kriteria A2, tetapi tidak memenuhi kriteria Al dalam 6 bulan terakhir
Catatan: untuk individu (teruatama remaja atau orang dewasa) yang saat ini mempunyai gejalagejala GPPH tetapi tidak memenuhi kriteria GPPH lagi yang lengkap, maka harus dituliskan: dengan remisi partial. Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok besar yang disebut sebagai Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu; 1. Gangguan aktivitas dan perhatian 2. Gangguan tingkah laku hiperkinetik 3. Gangguan hiperkinetik lainnya 4. Gangguan hiperkinetik YTV Pedoman diagnosis gangguan hiperfikinetik ini berdasarkan PPDGJ II adalah; •
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
•
Berkurangnya Perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan clitinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik aau perceptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini
seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama •
Hiperaktivitas dinyatakan
dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam
situasi vang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya, mencakup anak itu berlari-lari melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-belit). Tolok ukur untuk penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dałam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak lain yang sama umur dan IQ nya. Cirri khas perilaku ini paljng nyata di dałam situasi yang terstruktur dan di atur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi. •
Gambaran Penyerta tidaklah cukup bahkan tîdak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia dapat mendukung. kecorobohan dałam hubnngan-hubungan sosial, kesembronoan dałam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya ini merupakan cirri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.
•
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di catat secara terpisah (di bawah F80-F89, Gangguan perkembangan psikologis) bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis actual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya
•
Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun krlteria Inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk sub divisi utama dari gangguan tersebut (lihat di bawah) - F 90.0 gangguan aktivitas dan perhatian. Kriteria umum mengenai gangguan hiperkirłetik (F 90) telah terpenuhi, tetapi criteria untuk gangguan tingkah laku (F91) tidak terpenuhi. Termasuk: gangguan defisit perhatian dan hiperkinetik - F90.1, gangguan tingkah laku hiperkinetik. Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai hiperkinetik (F90) dan juga kriteria menyeruluh mengenai gangguan tingkah laku (F91)
Diagnosis banding dan ko-morbiditas. Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai GPPH. Gangguan medis/neurologis yang sering menyerupai GPPH adalah; epilepsi, sindroma Tourette, gangguan pergerakkan (movement disorders), sekuele dari trauma kepala, gangguan/
kerusakan
penglihatan
atau
pendengaran,
pola
nutrisi
yang
buruk,
kekurangan/gangguan tidur. Gangguan psikiatri yang sering menyerupai GPPH adalah; gangguan penyesuaian. gangguan cemas, gangguan depresi/distimik, gangguan mood bipolar, serta retardasi mental. Gangguan medis yang seringkali menyertai atau berkormorbiditas dengan GPPH adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan reaksi penyesuaian anak dengan GPPH dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali merasa gagal dalam proses belajar, serta timbulnya perasaan rendah diri akibat dari berkurangnya kemampuan yang seharusnya sudah mereka miliki, jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Gangguan lain yang juga seringkali menyertai GPPH adalah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang, serta gangguan obsesif kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35 % kasus GPPH juga disertai dengan Gangguan perilaku menentang dan sekitar 25% - 75 % kasus GPPH disertai dengan gangguan suasana perasaan.
Tata Laksana GPPH adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manisfestasi klinis yang beragam. Disamping itu, sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat di akui untuk menyembuhkan anak dengan GPPH secara total. Berdasarkan evidence based, tatalaksana GPPH yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi Treatment Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku), terapi kognitif-perilaku dan juga latihan keterampilan sosial. Disamping itu juga memberikan psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh maupun guru yang sehari-harinya berhadapan dengan anak dengan GPPH. Tujuan utama dari tatalaksana anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak
sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan GPPH Pemberian obat pada anak clengan GPPH sudah dimulai sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah sikostimulan obat golongan. Dikenal ada 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu •
Golongan metilfenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan di Indonesia)
•
Golongan Deksamfetamin
•
Golongan Pamolin
Barkley, dkk () mengatakan bahwa efektivitas pemakaian obat golongan Metilfenidat adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivtas-impulsivitas dan inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini dikatakan cukup efektif dalam mengurangi gejala-gejala GPPH. Efek samping yang sering ditemukan dalam pemakaian obat golongan ini adalah, penarikan diri dari lingkungan sosial, over fokus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, Sakit kepala, pusing clan timbulnya tics yang tidak ada sebelumnya. Biasanya efek samping ini timbul pada waktu pemakaian pertama kali atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian adanya gejala-gejala di atas dapat menandakan bahwa dosis yang diberikan terlampau tinggi. Biasanya gejala efek sam in akan hilang dalam beberap jam setelah obat dihentikan atau diturunkann dosisnya. Penghentian obat golongan psikostimulan biasanya dilakukan secara bertahap untuk terjadinya rebound phenomena.
Jenis Obat
Dosis
Efek Samping
Metilfenidat
0,3-
Insomnia,
(sedian tablet
Lama Kerja
Perhatian
Untuk jenis
Tidak
0,7mg/KgBB/hari. penurunan
intermediate
dianjukan pada
10 mg, dan 20
Biasanya dimulai
nafsu makan,
release (IR)
pasien dengan
mg)
dengan 5 mg/ hr
penurunan
maka lama
kecemasan
pada pagi hari.
berat badan,
kerja obat
tinggi, tics
adalah 3-4 jam.
motorik, dan
Mula kerja obat
riwayat
Dosis maksimal
adalah
sakit kepala
ini cepat (30-60
keluarga
60mg/hari.
iritabel
menit). Efektif
dengan
untuk 70 %
sindroma
kasus;
Tourette.
keamanan cukup terjamin
Metilfenidat
Dosis
Untuk jenis
Awitan kerja
(slow release,
dengan
mg penurunan
slow release
lambat (1-2 jam
20 mg)
pada
hari nafsu makan,
(SR), sekitar 7
setelah
dapat ditingkatkan penurunan
jam. Terutama
pemberian
dengan dosis 0.3- berat badan,
berguna untuk
oral); tidak
0.7 mg/KgBB/hr. sakit kepala,
remaja dengan
dianjukan pada
Kadang-kadang
GPPH sehingga
pasien dengan
perlu
dapat
kecemasan
ditambahkan 5-10
menghindari
tinggi, tics
mg
pemberian obat
motorik, dan
di Siang hari
riwayat
pada agar
dimulai Insomnia, 20 pagi
iritabel
metilfenidat pagi
hari untuk
keluarga
mendapatkan efek
dengan
awal yang lebih
sindroma
cepat.
Tourette.
Dosis
maksimal 60 mg/ hr Metilfenidat-
Dosis dimulai
Insomnia,
Untuk jenis
Tidak
OROS (18mg,
dengan 18 mg,
penurunan
osmotic release
dianjukan pada
36mg, 54 mg)
satu hari sekali di
nafsu makan,
oral system
pasien dengan
pagi hari. Dosis
penurunan
(OROS), sekitar
kecemasan
ditingkatkan
berat badan,
12 jam dengan
tinggi, tics
dengan dosis 0.3-
sakit kepala,
kadar plasma
motorik, dan
0.7 mg/KgBB/hr.
iritabel
obat yang
riwayat
relatif stabil.
keluarga dengan sindroma Tourette.
Obat golongan antidepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan GPPH. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamine dan norepinefrin. Obat antiderpesan seperti Imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk mengurangi gejala (GPPH, tetapi mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada obat golongan psikostimulan. Efek samping kardiovaskuler, neurologik dan anti kolinergik yang ditimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas. Obat antidepresan lain yang juga sering digunakan saat ini adalah obat antidepresan golongan penghambat ambilan serotonin yangng bekerja secara spesifik (SSRI=Serotonin Specific Reuptake Inhibitor), misalnya Flouxetine. Pemberian Fluoxetine 0,6 mg/KgBB dikatakan memberikan respons sebesar 58 % pada anak dengan GPPH yang berusia 7-15 tahun. Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan GPPH adalah obat antiderpesan golongan penghambat monoamin oksidase, seperti moclobemide dengan dosis 23-5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone jaga dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas, walaupun demikian belum banyak penelitianpenelitian yang mengungkapkan hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah Obat antikovulsan sepertl golongan carbamazepin dan obat antihipertensi seperti klonidin juga dikatakan bermanfaat dalam mengurangi gejala GPPH pada anak. 2. Pendekatan psikososial pada penanganan anak dengan GPPH 1. Adanya pelatihan keterampilan sosial bagi anak dengan GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga disertai dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optinnal dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang
cukup sering terjadi adalah mereka (singkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan kesulitan untuk mencari teman yang baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi 'kambing hitam' karena tanpa, sadar teman, guru atau lingkungan cenderung memberi label negatif terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban anak dengan GPPEI akan bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan keterampilan sosial bagi bagi ini, dengan harapan mereka akan lebih mengerti norma-norma sosial yang berlaku dan berperila ku serta bereaksi sesuai norma yang ada 2. Edukasi bagi orang tua dan guru. Banyak orang tua dan guru merasa belum mengerti akan GPPH sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu maka sangat dianjurkan bagi anak dengan GPPH beserta orang tua dan juga guru kelasnya mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut sebagai modifikasi perilaku. 3. Modifikasi perilaku merupakan suatu tehnik terapi perilaku dengon mengutamakan prinsip ABC (Antecedents Behaviour and Consequences). Antecedents adalah semua bentuk juga kondisi yang terjadi sebelum anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara orangtua/guru nemberikan instruksi pada anak. Behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah) dan Consequences adalah reaksi orang tua/guru yang terjadi setelah anak menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orang tua dan guru diharapkan untuk merubah Antecedents dan juga Consequencesnya sehingga diharapkan anak juga dapat merubah perilaku yang tadinna kurang adatif menjadi lebih adatif dengan lingkungan sekitarnya. Tehnik ini pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten, sehingga hasilnya akan lebih tampak lebih jelas. 4. Selain itu edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal sangat penting karena salah satu permasalahan utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan akademis. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan
menghindari terjadinya stigmatisasi pada anak dengan GPPH, sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak nakal, bandel atau malas, dsb. Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan GPPH ini diharapakan akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPPH. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan guru kelas, orang tua, konselor, psikolog dan juga psikiater anak, serta profesi lain yang terkait. 5. Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga (family suport group) atau kelompok antar orangtua. Poutiniemi dan Kyngas (2002) dalam penelitaannya mengemukakan bahwa adanya kelompok dukungan orang tua yang memiliki permasalahan yang sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap anak mereka. Di dalam kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih tnudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan adanya kondisi ini maka orang tua akan mendapatkan dukungan ernosional dari sesama orang tua lainnya, serta mengurangi penderitaan yang di alami dan belajar dari pengalaman praktis dari para orang tua lainnya dalam menangani berbagai masalah yang mungkin dihadapi baik oleh anak maupun mereka sebagai orang tua
PENUTUP Permasalahan maupun penyelesaian masalah anak dengan GPPH merupakan tanggung kita semua, terutama dari para praktisi kesehatan jiwa yang bekerja dalam dunia anak. Angka kejadian GPPH yang cukup tinggi di masyarakat (4-10% dari populasi anak usia sekolah dasar) merupakan sinyal bagi kita semua untuk mulai memikirkan apa yang sebaiknya dan seharusnya dapat kita lakukan saat ini dan di masa mendatang. Anak-anak dengan GPPH merupakan anak yang dengan kebutuhan khusus oleh karena itu perencanaan dan tatalaksana yang akan diberikan haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh aspek kehidupan anar dan juga
keluarganya. Untuk itu para praktisi hendaklah saling bahu membahu untuk membantu anakanak ini sehingga mereka tetap dapat menjadi anak yang berkualitas di kemudian hari.
Daftar Pustaka
T. Wiguna. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH). In: Buku Ajar Psikiatri FK UI. 2ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 483-497.