17 Tahun

  • Uploaded by: muhammad rizqi romdhon
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 17 Tahun as PDF for free.

More details

  • Words: 675
  • Pages: 2
17 Tahun “Maaaaaaaaa!! Putri minta duit buat jjs ama temen-temen”, ucap putri anakku semata wayang hasil buah cintaku dengan almarhum suamiku. Nama saya Dewi, panjangnya sih Dewi Kusumawati, tapi saya sering juga dipanggil “Dewer” oleh suami saya. Ia bilang, Dewer itu bahasa indonesianya dari Dear, walaupun agak sebel dipanggil gitu, tapi terkadang saya merasa senang dan bangga apabila suami memanggil saya dengan nama itu. Oya, saya belum mengenalkan diri seutuhnya. Saya berasal dari daerah Banten. Banyak orang bilang, Banten adalah daerahnya para jawara. Tapi saya sekarang tinggal di Tangerang. Kedua orang tuaku berasal dari Tasik, katanya sih keturunan orang Arab. Makanya wajahku kelihatan cantik dan manis. Hi..hi.. Pe De dikit gak pa pa kan. Suami saya… Ups.. itu rahasia! Sedangkan putriku bernama Putri, sibuah hati. Sekarang ia sudah berumur 17 tahun, masih di SMU, tapi bandelnya minta ampun, sering bikin pusing orang tua, banyak maunya. Saya menikah pada waktu usia saya masih muda sekali yaitu umur 17 tahun. Nah dari kata inilah saya akan memulai cerita saya… Sewaktu umur saya 17 kalo ga salah waktu itu tahun 2004, kejadiannya dimulai sewaktu saya dan teman-teman sedang mengikuti lomba tujuh belasan dikampung saya, waktu itu pak lurah akan meniup peluit tanda siap bersedia, entah karena terlalu bersemangat atau bagaimana, peluit tersebut masuk kedalam mulut pak lurah!! Beliau tersedak oleh peluit tersebut, sebenarnya sih lucu liatnya, tapi kasihan juga, pak lurah megapmegap kaya ikan yang baru keluar dari kolam, akhirnya acara lomba dihentikan diganti dengan acara penyembuhan pak lurah, lalu beliau dibawa ke rumah sakit dan disimpan di bangsal nomor 17. Sayang saya tidak bisa ikut untuk menyaksikan operasi pengeluaran peluit tersebut, katanya sih sampe menghabiskan waktu 17 jam untuk mengeluarkan peluit tersebut dari mulut pak lurah. Sewaktu kami pulang dari lapangan tempat acara tadi kira-kira jam 17.00 petang, sekonyong-konyong datang rombongan tak dikenal dan membawa spanduk besar bertuliskan “17th Terror”, mereka merangsek masuk kedalam kampung dan mencari-cari seorang pemuda yang bernama Beni. Dengan beringasnya mereka memeriksa setiap rumah dengan beranggapan Beni ada didalam setiap rumah tersebut, ke 17 anggota pemuda tersebut merasa

kecewa dan marah karena setelah memeriksa 17 rumah tapi belum juga menemukan Beni! Anak Pak Mimin yang baru berumur 17 tahun, ya seumur dengan saya. Tiba-tiba salah seorang anggota gang tersebut mendatangi saya dan teman-teman yang tengah bersembunyi dibelakang rumah pak lurah, dengan galaknya dia mencengkram baju saya, “Hai cewek!! Mana temanmu si Beni!! Mana dia? Jawab!!”, Sentak dia, tapi saya hanya bisa menggigil ketakutan tanpa bisa berbicara, lalu dia berteriak lagi, “Eh! Malah diam! Belum pernah merasakan tamparan tanganku hah!”, Plaaaaak!!! Dengan kejamnya dia menamparku. Sakit sekali rasanya sampai pusing 17 keliling, ingin rasanya membalas tapi cuma air mata yang bisa saya keluarkan. Lalu tanpa ngomong lagi dia menyeret saya didepan orang banyak, dibawanya saya kehalaman rumah pak lurah. Lalu saya dicampakannnya didepan pintu rumah pak lurah, tanpa diduga dari dalam rumah seorang ibu-ibu keluar dan dengan sengaja bermaksud untuk menolong saya. Yah namanya juga ibu-ibu dalam waktu kurang dari 17 detik berhasil dilumpuhkan oleh sibrengsek itu. “Cepat keluarkan teman kalian yang bernama Beni itu!! Kalau tidak akan saya apa-apain kedua orang ini!, katanya. “Jangan!! Jangan sakiti kedua orang itu! Saya yang namanya Beni”, kata seorang pemuda cakep. Walaupun wajahku terasa panas, mendadak sejuk ketika mendengar suara pemuda itu. “Lo Bang Joni? Ada perlu apa dengan saya?”, tanya Beni dengan heran. Semua penduduk kampung terkejut termasuk saya, ko pemuda cakep gitu bisa kenal dengan orang brengsek yang namanya Joni itu. Tanpa dinanya Joni berkata “Ben aku punya hutang sama kamu 17 rebu rupiah, katanya kalo hutang gak cepet dibayar Tuhan bakal marah sama aku!”. “Yah si Abang ada-ada aja, kirain ada apa, ayo kerumahku minum-minum teh dulu”, kata Beni polos. “Maaf ya bapak-bapak ibu-ibu teman saya ini dah ngerepotin banyak orang harap dimaklum”, kata si Beni. Apa ini seenak perut saja minta dimaklum, ga ngerasa wajahku sakit ditampar si brengsek itu. Yah itulah sekelumit cerita saya 17 tahun yang lampau, emang ga seru sih. Saya kan bukan petualang seperti sinbad yang mengelilingi 17 samudra. Maaflah kalo kurang puas, salam dari saya. DEWI Karya: cep_iq

Related Documents

17 Tahun
May 2020 26
Uu No. 17 Tahun 2006
July 2020 24
Uu No 17 Tahun 2000
May 2020 25
Pp No. 17 Tahun 2005
June 2020 20

More Documents from ""

Serba Serbi
May 2020 23
Takabbur _ok_
May 2020 22
Counter Theory
May 2020 27
Haji Pertama
May 2020 25
17 Tahun
May 2020 26
Kolom Oke
May 2020 34