BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak
mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh normanorma sosial dan budaya. Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi. (www.prakarsa-rakyat.ac.id)Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito, 1997).
1.2
Pembatasan Masalah Untuk lebih memudahkan pembaca memahami isi makalah ini maka penulus membatasi
masalah mencakup : 1. Pengertian 2. Proses terjadinya masalah 3. Tanda dan gejala 4. Diagnosa keperawatan 5. Tindakan keperawatan
1.3
Maksud dan Tujuan Penulisan Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memperkenalkan isolasi sosial pada mahasiswa lainnya. Selain itu penulisan makalah ini sebagai salah satu prasyarat dalam memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Jiwa. Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memacu daya kritis mahasiswa lain dalam memecahkan permasalahan terutama yang behubungan dengan keperawatan jiwa
1.4
Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pengkajian dari berbagai buku sumber yang berkaitan dengan isolasi sosial yang sering muncul di masyarakat saat ini, selain itu untuk melengkapi data maka penulis melakukan pengaksesan langsung di internet sebagai sumber pengetahuan global.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Isolasi Sosial Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat, 1998). Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000). Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
2.2 Proses Terjadinya Masalah Pattern of parenting Ineffective (Pola Asuh)
coping Lack of Development Stessor Internal and
(Koping
Individu task
Tidak Efektif)
(Gangguan External
Tugas (Stres Internal dan
Perkembangan)
Eksternal) Misal : Pada
Misal : anak
kelahirannya
Misal :
yang Saat
individu Kegagalan menjalani Stres terjadi akibat
tidak menghadapi kegagalan hubungan
dikehendaki(unwanted menyalahkan
hamil
diluar menyangkal
nikah, jenis kelamin mampu yang
tidak
intim ansietas
yang
orang dengan sesama jenis berkepanjangan dan
child)akibat kegagalan lain, ketidakberdayaan, atau KB,
Misal :
lawan
jenis, terjadi
bersamaan
tidak tidak mampu mandiri dengan keterbatasan
menghadapi dan
menyelesaikan kemampuan
di kenyataan dan menarik tugas,
inginkan, bentuk fisik diri dari lingkungan, bergaul,
bekerja, individu bersekolah,
untuk
kurang
menawan terlalu
tingginya self menyebabkan
menyebabkan
ideal dan tidak mampu ketergantungan pada
keluarga
menerima
mengeluarkan
mengatasinya.
realitas orang tua, rendahnya Ansietas dengan rasa syukur. ketahanan terhadap akibat
terjadi
berpisah
dengan
komentar-komentar
berbagai kegagalan.
akibat
negative,
orang
terdekat,
merendahkan,
hilangnya pekerjaan
menyalahkan anak.
atau
orang
yang
dicintai.
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi sosial
Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan maladaptif sebagai berikut:
Menyendiri
Otonomi Bekerjasama interdependen
Menarik diri Ketergantungan Manipulasi curiga
Merasa sendiri Depedensi curiga
Respon Adaptif
Respon maladptif
Respons Adaptif Respons adaptif yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam meyelesaikan masalah. a)
Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah di lingkungan sosialnya.
b)
Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c) d)
Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif Respons yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk respon maladaptive adalah : a)
Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
b)
Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain
c)
Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
d)
Curiga : seseorang gagagl mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
2.3 Tanda dan Gejala Gejala subjektif : a.
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain c.
Respons verbal kurang dan sangat singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain e.
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f.
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup i.
Klien merasa ditolak Gejala Objektif :
a.
Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan c.
Banyak berdiam diri di kamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat e.
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f.
Kontak mata kurang
g. Kurang spontan h. Apatis ( acuh terhadap lingkungan ) i.
Ekspresi wajah kurang berseri
j.
Tidak merawat diri dan tidak memperhatiakn kebersihan diri
k. Mengisolasi diri l.
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukan makanan dan minuman terganggu n. Retensi urin dan feses o. Aktivitas menurun p. Kurang energy (tenaga) q. Rendah diri r.
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
2.4 Diagnosa Keperawatan 1. Isolasi sosial 2. Harga diri rendah kronis 3. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi 4. Koping keluarga tidak efektif 5. Koping individu tidak efektif 6. Intoleran aktivitas 7. Defisit perawatan diri 8. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2.5 Tindakan Keperawatan 1. Membina hubungan saling percaya Untuk membinan hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penihi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien sudah percaya maka apapun yang akan diprogramkan, klien akan mengikutinya. Tindakan yang harus dilakukan dalam menbina hubungan saling percaya, adalah a.
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan klien c.
Menanyakan perasaan dan keluhan klien selama ini
d. Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana e.
Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
f.
Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi 2. Membantu Klien Menyadari Perilaku Isolasi Sosial Mungkin perilaku isolasi sosial yang dialami klien diangggap sebagai perilaku yang normal. Agar klien menyadari bahwa perilaku tersebut perlu diatasi maka hal yang pertama dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial merupakan masalah dan perlu diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menanyakan : a.
Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain c.
Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain e.
Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
3. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
a.
Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain c.
Beri kesempatan klien mempraktikan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan sato orang teman/anggota keluarga e.
Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
f.
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya. 4. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki 5. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan 6. Ajarkan klien koping mekanisme yang konstruktif
2.6 Therapy 1. Therapy Farmakologi 2. Electri Convulsive Therapi Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (therapeutic clonic seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum brain-derived neurotrophic factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
3. Therapy Kelompok Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau di arahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.
4. Therapy Lingkungan Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdapak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.
Masalah Keperawatan Masalah keperawatan untuk kasus di atas adalah : 1. Isolasi sosial : Menarik diri 2. Gangguan sensori / persepsi : halusinasi pendengaran; 3.Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri; 4.Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis; 5.Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik; 6.Defisit perawatan diri : mandi dan berhias 7.Ketiakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat clien dirumah; 8. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Gangguan sensori/persepsi: halusinasi pendengaran
Gangguan pemeliharaan kesehatan
Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
Isolasi sosial : menarik diri
Masalah Utama
Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
Gangguan konsep diri : Haraga diri rendah kronis Gangguan pemeliharaan kesehatan.