131021054.pdf

  • Uploaded by: venny lavenia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 131021054.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 21,663
  • Pages: 123
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU

http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Skripsi Sarjana

2017

Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Tahun 2016 Murtika, Nova Mekar http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3047 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH NOVA MEKAR MURTIKA NIM: 131021054

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjan Kesehatan Masyarakat

OLEH NOVA MEKAR MURTIKA NIM: 131021054

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Januari 2017

Nova Mekar Murtika 131021054

i

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 Yang disiapkan dan dipertahankan oleh

NOVA MEKAR MURTIKA NIM: 131021054 Disahkan oleh: Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

dr. Heldy B.Z., MPH NIP. 19520601 198203 1 003

dr. Rusmalawaty, M.Kes NIP. 19750804 200112 2 001

Medan, 12 Januari 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

ii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kota Medan dalam kurung waktu dua tahun Puskesmas Medan Johor mengalami peningkatan kasus DBD. program pemberantasan DBD yang dilakukan Puskesmas Medan Johor meliputi Fogging, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Abatisasi, Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), dan Penyuluhan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pemberantasan DBD belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia yang terbatas dan kurangnya pelatihan terhadap petugas, kurangnya kesadaran dari masyarakat adanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dalam penjualan bubuk abate, serta kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dinas kesehatan untuk melakukan pengawasan terhadap petugas fogging dan kegiatan yang telah dilaksanakan, diharapkan kepada Puskesmas untuk melakukan pengawasan terhadap kader jumantik dan pemberian bubuk abate terhadap masyarakat, diharapkan kepada masyarakat agar berpartisipasi dalam mengikuti penyuluhan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan kegiatan gotong royong. Kata Kunci : Demam berdarah dengue (DBD), Pemberantasan DBD, Abatisasi, Fogging

iii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is caused by dengue virus which enters human blood vessel through the bites of mosquito from genus aedes type such as aedes albovictus. It can appear throughout the year and can attack all age-groups, and it is related to environmental conditions and people’s behaviour. DHF number of cases in the region of Medan Johor health service parentheses Year prayer time Puskesmas Medan Johor increased DBD CASE. DHF eradication program conducted by Medan Johor health service center include Fogging, mosquito nest eradication (PSN), abatisasi, larva Periodic Inspection (PJB), and socialization. This study is a qualitative study aimed to analyze the implementation of the dengue eradication program in Medan Johor health service district of Medan Johor. The data collection is done by in-depth interviews. The data were analyzed descriptively and presented in narrative form. The results showed that the implementation of the dengue eradication program is not maximized. This is due to limited human resources and lack of training of the personnel, the lack of public awareness of their parties are not responsible for the sale of abate powder, as well as the lack of supervision of other related parties. From the results of research conducted expected health authorities to supervise the officers fogging and activities that have been implemented, it is expected that the health centers to carry out supervision of cadres jumantik and provision of abate powder to the community, it is expected the public to participate in follow counseling, mosquito eradication (PSN) and mutual assistance. Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF,)DHF Eradication, abatisasi, Fogging

iv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Nova Mekar Murtika

Tempat/Tanggal Lahir

: Pekanbaru, 12 November 1990

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Minang

Nama Ayah

: H. Abdul Muis

Suku Bangsa Ayah

: Minang

Nama Ibu

: Dra. Hj. Nurmaini

Suku Bangsa Ibu

: Minang

Alamat

: Jl. Arengka GG. Muslim No. 8 RT/RW. 03/10 Kel. LB. Timur Kec. Payung Sekaki Pekanbaru, Riau

Pendidikan Formal 1. 2. 3. 4. 5.

SD Negeri 015 Pekanbaru SMP Islam As-Shofa Pekanbaru SMA Negeri 2 Pekanbaru D-III Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru Lama Studi Di Fkm USU

: 1997-2003 : 2003-2006 : 2006-2009 : 2009-2012 : 2013-2016

v

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul judul “Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tahun 2016”. Usulan ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Strata 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun material, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. dr. Heldy B.Z, M.PH, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan kritik serta saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. dr. Rusmalawaty, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan, dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

vi

Universitas Sumatera Utara

5. Puteri Citra Cinta Asyura Nst, SKM, MPH selaku Dosen penguji II yang telah memberi kritik dan saran serta pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 6. dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji III yang telah memberi kritik dan saran serta pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh Dosen dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjadi Mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ini. 8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 9. Kepala Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor dan seluruh staf yang telah membantun penulis dalam penelitian ini. 10. Kepala Camat Medan Johor dan staf yang telah membantu penulis dalam penelitian ini 11. Teristimewa untuk keluarga tercinta Ayahanda H. Abdul Muis dan Ibunda Dra. Hj. Nurmaini yang tidak pernah putus asa memberikan do’a dan dukungan terbaik buat penulis, Abangnda Robi Ismarison, SE, Kakanda Mega Mekar Dwinta, S.Pd dan dr. Siska Mekar Tri Andika, dan Adinda Rabiul Ikhsan Jaya, serta seluruh keluarga besar. Terima kasih atas doa, nasihat, kasih sayang, perhatian, dukungan serta motivasi yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Terkhusus orang terkasih dr. Deo Aprianto EG yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

vii

Universitas Sumatera Utara

13. Para sahabat tersayang (Santi, Mifta, Puspa, Kak Kiki Hrp, Putri Dasopang, Kak Adek Saragih, Bang Dame Gulo, dan kawan-kawan seperjuangan Ekstensi-FKM USU 2013) terima kasih atas dukungan, motivasi serta do’ado’a kalian selama ini. 14. Seluruh rekan dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu, memberikan semangat, dukungan dan do’a dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya, serta penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari pemahaman materi, pemakaian bahasa, penyampaian materi, dan lain-lain. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat memperbaiki dan menyempurnakan Skripsi ini.

Medan, 12 Januari 2017 Hormat saya

Nova Mekar Murtika

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii ABSTRAK................................................................................................... iii ABSTRACT.................................................................................................. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vi DAFTAR ISI .............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi DAFTAR ISTILAH .................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................

1 1 7 8 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Puskesmas ........................................................................................ 2.1.1 Definisi Puskesmas ................................................................ 2.2.1 Tujuan Puskesmas ................................................................. 2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas ...................................... 2.1.4 Fungsi dan Wewenang Puskesmas ......................................... 2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD) ...................................................... 2.2.1 Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)........... 2.2.2 Vektor Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) .................. 2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti .................................... 2.2.3.1 Telur ................................................................................ 2.2.3.2 Larva (Jentik) ................................................................... 2.2.3.3 Pupa (Kepompong) .......................................................... 2.2.3.4 Dewasa (Nyamuk) ........................................................... 2.2.4 Gejala dan Tanda DBD … ..................................................... 2.2.5 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti… ........... 2.2.6 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti........................................ 2.2.7 Ekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD).................. 2.3 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................................................................................... 2.3.1 Pengertian Program................................................................ 2.3.2 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).......................................................................

9 9 9 9 10 11 13 13 13 15 15 15 16 17 17 18 19 19 20 20 20

ix

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Tujuan Program Pencegahan dan Penanggulangan DBD ........ 2.3.4 Strategi Penanggulangan DBD ............................................... 2.3.5 Monitoring dan Evaluasi ........................................................ 2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian DBD .................................................. 2.5 Tatalaksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue .................... 2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE) ............................................... 2.5.1.1 Pengertian Penyelidikan Epidemiologi ............................. 2.5.1.2 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi................................... 2.5.1.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Epidemiologi ..... 2.5.2 Penanggulangan Fokus (PF) ..................................................... 2.4.2.1 Pengertian Penanggulangan Fokus (PF) ........................... 2.4.2.2 Tujuan Penanggulangan Fokus (PF) ................................. 2.4.2.3 Kriteria Penanggulangan Fokus (PF) ................................ 2.4.2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Fokus ............................................................................... 2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................................................................................... 2.6.1 Penyemprotan Insektisida (Fogging)......................................... 2.6.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) ...................................................................................... 2.6.3 Larvasida (Abatisasi) ................................................................ 2.6.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)............................................. 2.6.5 Penyuluhan ............................................................................... 2.7 Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) .............................................. 2.7.1 Tugas dan Fungsi POKJANAL DBD ........................................ 2.7.2 Susunan Organisasi POKJANAL DBD ..................................... 2.8 Komponen dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................................................................................... 2.8.1 Masukan (Input) .................................................................... 2.8.1.1 Sumber Daya Manusia ..................................................... 2.8.1.2 Sarana dan Prasarana........................................................ 2.8.1.3 Dana ................................................................................ 2.8.2 Proses .................................................................................... 2.8.3 Keluaran (Output) .................................................................. 2.9 Kerangka Pikir .................................................................................

21 21 22 22 25 25 25 25 26 28 28 28 28

42 42 42 44 45 46 46 46

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................. 3.2.2 Waktu Penelitian.................................................................... 3.3 Informan Penelitian .......................................................................... 3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 3.4.1 Data Primer ........................................................................... 3.4.2 Data Sekunder ......................................................................

49 49 49 49 49 49 50 50 50

29 31 31 33 35 37 38 40 40 41

x

Universitas Sumatera Utara

3.5 Instrumen Pengambilan Data ............................................................. 3.6 Triangulasi ........................................................................................ 3.7 Metode Analisis Data .......................................................................

50 51 51

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ............................................ 4.1.1 Letak Geografi ....................................................................... 4.1.2 Demografis ............................................................................ 4.1.3 Gambaran Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor ...... 4.1.4 Gambaran Sarana dan Prasarana di Puskesmas Medan Johor . 4.1.4.1 Sarana dan Prasarana Gedung .......................................... 4.1.4.2 Sarana Kesehatan ............................................................. 4.2 Karakteristik Informan ...................................................................... 4.3 Struktur Organisasi Puskesmas Medan Johor ..................................... 4.4 Hasil Wawancara Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmasn Medan Johor Tahun 2016 .............................................. 4.3.1 Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ........................................................ 4.3.2 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ................... 4.3.3 Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam Program Pemberantasan DBD ................................................ 4.3.4 Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .......................................................................... 4.3.5 Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .......................................................................... 4.3.6 Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .................................................... 4.3.7 Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan Ketepatan Wakti Penyerahan Laporan di Puskesmas Medan Johor...................................................................................... 4.3.8 Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ........................................... 4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar Lintas Sektor.......................................................................... 4.3.10 Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ...................

52 52 52 53 54 54 54 55 56 57 58 58 58 60 60 62 63 66 66 67 68

xi

Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 5.1 Masukan (Input) ................................................................................ 5.1.1 Sumber Daya Manusia ........................................................... 5.1.2 Sarana dan Prasarana ............................................................. 5.1.3 Dana ...................................................................................... 5.2 Proses (Process) ................................................................................ 5.2.1 Fogging ................................................................................. 5.2.2 Abatisasi ................................................................................ 5.2.3 PSN DBD .............................................................................. 5.2.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) .......................................... 5.2.5 Penyuluhan ............................................................................ 5.3 Keluaran (Output) .............................................................................

69 69 69 73 76 77 77 78 80 81 82 84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 6.2 Saran .................................................................................................

86 86 87

DAFTAR PUSTAKA

xii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kasus DBD di Kota Medan Tahun 2011 s/d 2015 ..

3

Tabel 1.2 Tabel Jumlah Kasus DBD di Puskesmas Medan Johor Tahun 2011 s/d 2015 ..............................................................................

4

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2015 .................................................................................

53

Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor Tabel ...........

54

Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Medan Johor ...............

54

Tabel 4.4 Data Sarana Kesehatan di Kecamatan Medan Johor .....................

55

Tabel 4.5 Karakteristik Informan .................................................................

56

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ..............................................................

58

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .........................

58

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam Program Pemberantasan DBD .....................................................

60

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ................................................................................

60

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor ................................................................................

62

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor ..................................

63

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan Ketepatan Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor .

66

xiii

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan Oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .........................

66

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar Lintas sektor .......................................................................

67

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor .........................

68

xiv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes......................................................

15

Gambar 2.2 Telur Aedes ................................................................................

15

Gambar 2.3 Jentik Aedes ...............................................................................

16

Gambar 2.4 Pupa Aedes ................................................................................

16

Gambar 2.5 Nyamuk Aedes Dewasa ..............................................................

17

Gambar 2.6 Bagan Penyelidikan Epidemiologi .............................................

30

Gambar 2.7 Kerangka Pikir ...........................................................................

42

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Puskesmas Medan Johor ..........................

57

xv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 3 Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU Lampiran 4 Surat Izin Pendahuluan Puskesmas Medan Johor Lampiran 5 Surat Izin Pendahulan PMK Dinas Kesehatan Kota Medan Lampiran 6 Surat Izin Peneltian dari FKM USU Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Medan Johor

xvi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISTILAH Singkatan 3M AJB BOK CFR DBD Depkes DHF Jumantik IR Kemenkes Kepermenkes KLB P2M PE Permenkes PJB Pokja Pokjanal Posyandu PSM PSN Puskesmas PV PVT PWS RS SKD TPA UKM UKP ULV WHO

: Singkatan dari : Menutup, Menguras dan Mengubur : Angka Bebas Jentik : Bantuan Operasional Kegiatan : Case Fatality Rate : Demam Berdarah Dengue : Departemen Kesehatan : Dengue Haemorrhagic Fever : Juru Pemantau Jentik : Incidence Rate : Kementrian Kesehatan : Keputusan Mentri Kesehatan : Kejadian Luar Biasa : Pemberantasan Penyakit Menular : Penyelidikan Epidemiologi : Peraturan Mentri Kesehatan : Pemeriksaan Jentik Berkala : Kelompok Kerja : Kelompok Kerja Nasional : Pos Pelayanan Terpadu : Peran Serta Masyarakat : Pemberantasan Sarang Nyamuk : Pusat Kesehatan Msayarakat : Pengendalian Vektor : Pengendalian Vektor Terpadu : Pemantau Wilayah Setempat : Rumah Sakit : Sistem Kewaspadaan Dini : Tempat Penampungan Air : Upaya Kesehatan Masyarakat : Upaya Kesehatan Perorangan : Ultra Low Volume : World Health Organization

xvii

Universitas Sumatera Utara

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis yang

tidak luput dari serangan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Khususnya di musim hujan, DBD ini menjadi insiden yang sangat mengerikan. Dalam waktu yang singkat penyakit DBD ini dapat menyerang banyak korban jiwa dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan self limiting disease. Beberapa tahun terakhir penyakit ini semakin berat sebagai demam berdarah dengue dan frekuensi kejadian luar biasanya meningkat (Satari, dkk, 2008, Mumpuni, 2015). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes alabovictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2014). Demam Berdarah Dengue adalah salah satu jenis penyakit yang berkembang di daerah tropis. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia penyakit DBD bukan suatu hal baru lagi, apalagi penyakit ini merupakan wabah yang menakutkan masyarakat. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD, karena virus penyebab dan nyamuk penularannya

1

Universitas Sumatera Utara

2

tersebar luas baik di rumah maupun ditempat-tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan air laut. Penyakit DBD ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, mengingat jumlah kasusnya yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah orang yang meninggal jauh lebih banyak dibandingkan kasus kematian manusia karena flu burung atau avian influenza (Ginanjar, 2008). Di dunia diperkirakan yang beresiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5 sampai 3 miliar orang yang tinggal di daerah perkotaan di wilayah yang beriklim tropis dan subtropis. Pada saat ini dengue diperkirakan hanya sebagai masalah yang timbul di daerah perkotaan, ternyata di beberapa wilayah pedesaan di Asia Tenggara masalah ini menjadi masalah yang signifikan. Diperkirakan untuk wilayah Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi setiap tahunnya dan 500.000 kasus dengue haemorrhagic fever (DHF) yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan 90% penderitanya merupakan anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dengan jumlah angka kematian akibat DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2004). Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember di seluruh Indonesia tercatat 71.668 orang penderita DBD dan 641 orang diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 kasus dengan kasus meninggal dunia sebanyak 871 orang. Meskipun secara umum sudah mengalami penurunan kasus DBD di tahun 2014, namun pada beberapa provinsi mengalami peningkatan kasus

Universitas Sumatera Utara

3

DBD, diantaranya Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali dan Kalimantan Utara (Kemenkes RI, 2014). Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD dimana setiap tahunnya terdapat kasus DBD dan penyebaran penyakitnya semakin meluas. Program P2 DBD sejak lama telah dilaksanakan untuk menunjang upaya pengendalian DBD di Sumatera Utara. Namun berdasarkan laporan kasus DBD selama 6 (enam) tahun terakhir dari 2008-2013 menunjukkan bahwa beberapa kabupaten yang awalnya tidak ada laporan kasus DBD (daerah bebas DBD) menjadi daerah sporadik dan daerah sporadik menjadi daerah endemik salah satunya di kota medan (Dinkes Provsu, 2014). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di Kota Medan yang cenderung menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Karena perjalanan penyakitnya sangat cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat serta dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. Seluruh kecamatan di Kota Medan merupakan daerah endemis DBD, dimana setiap tahunnya terdapat kasus DBD (Dinkes Kota Medan, 2014). Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2015, jumlah kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kota Medan Tahun 2014 s/d 2015 dapat dilihat pada table 1.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara

4

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kota Medan Tahun 2014 s/d 2015 Tahun N o

Puskesmas Kecamatan

1

Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Deli Medan Selayang Medan Johor

2 3 4 5

Kasus

2014 IR/100.000 Penduduk

CFR%

Kasus

2015 IR/100.000 Penduduk

CFR%

171

147,8

0

93

127,7

0

158

105,5

1,3

58

263,0

0

141

79,2

0

74

245,2

1,3

121

115,8

0,8

134

79,9

1,5

120

92,0

1,7

165

123

0

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2015

Dari data surveilans Dinas Kesehatan Kota Medan pada tabel 1.1, Tahun 2014 terdapat 1.699 kasus DBD dengan jumlah kematian 15 orang (IR/Angka Kesakitan = 77,5 per 100.000 penduduk dan CFR/Angka Kematian = 0,9 %). Jumlah kasus tertinggai terdapat di Kecamatan Medan Sunggal yaitu 171 kasus dengan jumlah kematian 0 orang (CFR 0%). Kemudian dengan kasus DBD tertinggi kedua adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu 158 Kasus dengan jumlah kematian 2 orang (CFR 1,3%) (Dinkes Kota Medan, 2014). Puskesmas Medan Johor membawahi tiga kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 115.396 jiwa (Profil Puskesmas Medan Johor, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan angka kejadian penyakit DBD di Puskesmas Medan Johor tahun 2014 sebanyak 109 kasus dengan jumlah penduduk 130.414 jiwa (IR = 83,6 per 100.000 penduduk), terjadi peningkatan di tahun 2015 sebanyak 128 kasus (IR = 110,9 per 100.000 penduduk).

Universitas Sumatera Utara

5

Tabel 1.2 Tabel Jumlah Kasus DBD di Puskesmas Medan Johor Tahun 2011 s/d 2015 Σ Tahun Kasus IR Mati CFR % Penduduk 95.797 25 26,1 0 0 2011 97.584 32 32,8 0 0 2012 101.413 74 72,9 0 0 2013 105.294 109 103,5 2 1,8 2014 115.396 128 110,9 0 0 2015 Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor tahun 2015

Dari data Puskesmas Medan Johor kasus DBD mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Dan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan 128 kasus (IR = 110,9 per 100.000 penduduk). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penanggung jawab program DBD di Puskesmas Medan Johor diketahui dalam upaya melakukan pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor telah dilakukan, namun masih ada kendala yang dihadapi terkait masalah koordinasi antar jejaring kerja di Puskesmas dan masalah pelaporan dari masyarakat terhadap penderita DBD yang terlambat dilaporkan ke Puskesmas Medan Johor. Disini Puskesmas tidak berperan aktif dalam pengendalian DBD. Petugas hanya menunggu laporan dari masyarakat jika terhadap kasus DBD tersebut. Tatalaksana kasus dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD. Upaya pemberantasan yang dilakukan untuk pemberantasan DBD yaitu fogging (pengasapan) bila telah ditemukan kasus, Abatisasi, penyuluhan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB). Penelitian

Rosiana

(2006)

tentang

studi

pelaksanaan

program

pemberantasan vektor penyakit demam berdarah dengue terhadap kejadian DBD diwilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Makassar periode 2001-2005

Universitas Sumatera Utara

6

menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang mendukung dan menghambat kegiatan pelaksanaan program pemberantasan DBD yaitu kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat, pola musim, pemberian bubuk abate yang tidak sesuai dosis frekuensinya, keterbatasan tenaga yang dimiliki oleh Puskesmas dan faktor dana. Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara pelaksanaan kegiatan pengendalian DBD yaitu: Surveilans Epidemiologi, Penemuan dan Tatalaksana Kasus, Pengendalian Vektor, Peningkatan

peran

serta

Masyarakat,

Sistem

Kewaspadaan

Dini

dan

Penanggulangan KLB, Penyuluhan, Kemitraan/jejaring kerja, Pengembangan SDM, Penelitian dan survey, Monitoring dan evaluasi. Upaya pemberantasan DBD difokuskan pada penggerakan potensi masyarakat untuk berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) melalui 3M Plus (3M : menguras, menutup, mendaurulang barang bekas dan Plus: menabur larvasida (abatisasi), memelihara ikan pemakan jentik, memakai kawat kasa, menghindari menggantung pakaian di dalam kamar, mengenakan kelambu dan memakai obat/lotion anti nyamuk) (Kemenkes, 2011). Penelitian Rosidi AR dan Adisasmito (2009) tentang hubungan faktor penggerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dengan angka bebas jentik di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka Jawa Barat adalah penyuluhan kelompok tentang demam berdarah dengue, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue, sarana pendukung PSN DBD, serta pemantauan jentik secara berkala.

Universitas Sumatera Utara

7

Hasil penelitian yang dilakukan Manda (2012) tentang evaluasi pelaksanaan program pemberantasan penyakit DBD (P2 DBD) di wilayah kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar memberikan gambaran bahwa dari segi input yaitu tenaga kesehatan belum mencukupi, sarana yang digunakan Jumantik hanya diberikan tiga tahun terakhir. Komponen proses berupa pelaksanaan kegiatan berupa penyelidikan epidemiologi (PE) dan pemeriksaan jentik berkala (PJB) telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur sedangkan fogging focus dan larvasida selektif terkadang tidak sesuai prosedur yang telah ditentukan. Komponen output berupa hasil capaian beberapa kegiatan hasil PE telah tercapai tetapi hasil capaian ABJ yang merupakan indikator keberhasilan PSN dan PJB belum memenuhi standar. Penanggung jawab program DBD juga menyatakan bahwa selain permasalahan kurang kerjasama antar jejaring kerja di Puskesmas Medan Johor. Masalah yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran masyarakat sehingga kegiatan yang dibuat oleh Puskesmas kurang berjalan dengan baik. Program abatisasi kurang berjalan karena tidak semua masyarakat yang mengetahui kegunaan bubuk abate dan pemberian bubuk abate yang belum merata diberikan keseluruh masyarakat, hanya difokuskan pada sekolah-sekolah, mesjid, dan tempat-tempat umum lainnya. Keadaan geografis yang mendukung tingginya kejadian DBD di Kota Medan karena kepadatan penduduk dan curah hujan yang cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu.. Selain itu pelaksanaan penyuluhan dalam pencegahan DBD dilakukan satu kali dalam sebulan di sekolah-sekolah dan saat posyandu. Penyuluhan dilakukan jika sudah ditemukannya kasus DBD.

Universitas Sumatera Utara

8

Penyuluhan juga biasanya disampaikan oleh mahasiswa/i yang sedang menjalankan PKL di Puskesmas tersebut. Tetapi penyuluhan pasif juga dilakukan melalui radio, leaflet, brosur, pamflet, poster, dan buku pegangan. 1.2

Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah

“Bagaimana Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Tahun 2016”. 1.3

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk “Menganalisis Pelaksanaan Program

Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Tahun 2016”. 1.4

Manfaat Penelitian

1. Memberikan Informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Medan tentang Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Tahun 2016. 2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor mengenai dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD Di Puskesmas Medan Johor Tahun 2016. 3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan wawasan keilmuan dan dapat dijadikan sebagai acuan penelitian berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan

yang

menyelenggarakan

upaya

kesehatan

masyarakat dan upaya pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No. 75 tahun 2014). Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua pendududk dengan tidak membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Permenkes RI No. 75 tahun 2014). 2.1.2 Tujuan Puskesmas Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: 1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. 2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu. 3. Hidup dalam lingkungan sehat; dan 9

Universitas Sumatera Utara

10

4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Permenkes RI No. 75 tahun 2014). 2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Sesuai Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi: 1. Paradigma Sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 2. Pertanggungjawaban Wilayah Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. 3. Kemandirian Masyarakat Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 4. Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. 5. Teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

11

6. Keterpaduan dan Kesinambungan Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas. 2.1.4 Fungsi dan Wewenang Puskesmas Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk: a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan; c. Melaksanakan komunikasi,

informasi,

edukasi dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan; d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain yang terkait; e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

12

i.

Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwewenang untuk: a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komperehensif, berkesinambungan dan bermutu; b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung; e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; f. Melaksanakan rekam medis; g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu akses pelayanan kesehatan; h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan; i.

Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya;

j.

Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan (Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

Universitas Sumatera Utara

13

2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2.1 Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang utamanya ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penularan melalui gigitan nyamuk, virus dengue akan terinkubasi selama 3-15 hari. Dengue ini kemudian menyebabkan sakit mirip flu dan nyeri, demam tinggi, kehilangan nafsu makan, sakit kepala dan ruam (Mumpuni, 2015). 2.2.1 Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir seluruh pelosok di Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.

Universitas Sumatera Utara

14

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah: 1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih; 2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, barang bekas, pot tanaman air, tempat minuman burung, dan lain-lain. 3. Jarak terbang ± 100 meter 4. Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat) 5. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008). Nyamuk menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu (Widoyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Nyamuk Aedes aegypti mengalami empat tahapan dalam siklus hidupnya yaitu : Telur, Jentik, Kepompong, Nyamuk.

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes

2.2.2.1 Telur Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips atau oval memanjang berwarna hitam dengan ukuran 0,5-0,8 mm. Telur dapat bertahan di tempat yang kering (tanpa air) selama 6 bulan. Telur akan menetas menjadi larva (jentik) dalam waktu kurang dua hari setelah terendam air (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.2 Telur Aedes

2.2.2.2 Larva (Jentik) Larva nyamuk Aedes aegypti memanjang tanpa kaki dan memiliki bulubulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami pergantian kulit. Pada bagian kepala terdapat

Universitas Sumatera Utara

16

sepasang mata majemuk, sepanjang antena tanpa duri-duri, bagian dada tampak paling besar, perut tersusun atas 8 ruas, larva berbentuk langsing dan bergerak sangat lincah, dan waktu istirahat posisinya tegak lurus dengan permukaan tempat penampungan air. Larva membutuhkan waktu 6-8 hari untuk bekembang menjadi pupa (kepompong) (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.3 Jentik Aedes

2.2.2.3 Pupa (Kepompong) Pupa nyamuk Aedes aegypti berbentuk bengkok dengan bagian kepaladada lebih besar bila di bandingkan dengan bagian perutnya. Pada bagian punggung dada terdapat alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke 8 terdapat sepanjang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Pupa Aedes geraknya lamban, lebih sering berada dipermukaan air karena memerlukan oksigen untuk bernafas. Pupa membutuhkan waktu 1-2 hari untuk menjadi nyamuk dewasa (Kepmenkes RI, 2013).

Gambar 2.4 Pupa Aedes

Universitas Sumatera Utara

17

2.2.2.4 Dewasa (Nyamuk) Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian yaitu: kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap dan termasuk lebih menyukai manusia. Bagi nyamuk betina darah merupakan sumber protein essensial yang berguna untuk mematangkan telur, sedangkan nyamuk jantan pada bagian mulutnya lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia dan lebih menyukai cairan tumbuhan (Soegijanto, 2006).

Gambar 2.5 Nyamuk Aedes Dewasa

2.2.3 Gejala dan Tanda DBD 1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas; 2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah hitam; 3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40); 4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DS, Dengue Shock Syndrome) (Widoyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

18

2.2.4 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah. Nyamuk ini biasaya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tana. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki, tempayan, bak mandi, dan ember. 2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan brang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lain-lain). 3. Tempat-tempat penampungan air alamiah, seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, temputung kelapa, dan potongan bamboo (Ditjen PP & PL, 2014). 2.2.5 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter dan maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angina tau terbawa kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini dapat tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 meter dari permukaan laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian 1.000

Universitas Sumatera Utara

19

meter karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan kehidupuan bagi nyamuk tersebut (Ditjen PP & PL, 2014). 2.2.6 Ekologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu virus dengue, nyamuk Aedes aegypti, dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pengendalian penyakit sebagai ekosistem alam dimana subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Aedes aegypti, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi (Depkes, 2007). 1. Virus Dengue. Virus ini termasuk dalam genus flavivirus dari family flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. 2. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan virus dengue melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat. 3. Manusia merupakan sebaran inang (organisme dimana parasit hidup dan mendapatkan makanan) untuk penyakit DBD. 4. Lingkungan fisik, meliputi: a. Tempat penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. b. Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti. c. Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan kelembaban udara terutama untuk daerah pantai. d. Kecepatan angin juga mempengaruhi pelaksanaan pemberantasan vektor dengan cara fogging.

Universitas Sumatera Utara

20

e. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di salam tubuh nyamuk (Depkes, 2007). 2.3 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.3.1 Pengertian Program Program adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret. Rencana ini konkret, karena dalam “program sudah tercantum, baik sasaran, kebijakan, prosedur, waktu maupun anggarannya”. Jadi, program juga merupakan usaha-usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus dilaksanakan menurut bidangnya masing-masing (Hasibuan, 2011). 2.3.1 Program Pencegahan dan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Program pemberantasan DBD adalah suatu upaya terpadu yang melibatkan berbagai instansi pemerintah maupun seluruh masyarakat di dalam mencegah dan menanggulangi adanya kasus DBD (Depkes RI, 1996). Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit sehingga program penanggulangan dan pemberantasan penyakit DBD (P2DBD) dapat tercapai. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya

Universitas Sumatera Utara

21

adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan mencegah terjadinya KLB penyakit DBD. Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992,

dilaksanakan dengan cara tepat

guna

oleh

pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi: 1. Pencegahan dengan melakukan PSN. 2. Penemuan, Pertolongan, dan Pelaporan. 3. Penyelidikan Epidemiologi dan Pengamatan Penyakit. 4. Penanggulangan seperlunya. 5. Penanggulangan lain. 6. Penyuluhan Kesehatan. 2.3.2 Tujuan Program Pencegahan dan Penanggulangan DBD Tujuan Jangka Panjang

: Membatasi penularan dan penyebaran penyakit DBD agar tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia.

Tujuan Jangka Pendek

: Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat DBD, mencegah dan menanggulangi adanya KLB DBD (Depkes RI, 1996).

2.3.3 Strategi Penanggulangan DBD 1. PSN secara sektoral mengikutsertakan peran serta aktif masyarakat secara rutin dan bekesinambungan; 2. Fogging massal; 3. Fogging fokus

Universitas Sumatera Utara

22

4. Abatisasi selektif 5. Pemberantasan terpadu 6. Promosi kesehatan (Depkes RI, 1996). 2.3.4 Monitoring dan Evaluasi 1. Penentuan dan pelaporan kasus DBD 2. Penentuan jumlah kasus DBD per minggu per desa melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) P2DBD 3. Angka bebas jentik pada 100 rumah sampel > 95% 4. Abatisasi selektif di desa endemis dan sporadic dilaksanakan 4 kali per tahun 5. PSN dengan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) 4 kali per tahun 6. Cakupan fogging fokus 7. Penyelidikan epidemiologi (Depkes RI, 1996). 2.4 Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Surveilans Epidemiologi Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif ataupun pasif, surveilan vektor (Aedes), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh cuaca hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change). 2. Penemuan dan Tatalaksana Kasus Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita DBD di Puskesmas dan Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara

23

3. Pengendalian Vektor Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fese nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan cara 3M Plus yaitu: a. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas; b. Secara kimiawi dengan larvasida (abatisasi); c. Secara biologis dengan pemberian ikan sebagai predator, seperti memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air. d. Cara lainnya (melakukan rumple leede, obat nyamuk bakar/semprot, kelambu, lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai). Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara: a. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor oleh petugas Puskesmas. b. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan. c. Pemeriksan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas puskesmas. d. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional DBD (Pokjanal DBD), yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

Universitas Sumatera Utara

24

4. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah). 5. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu: dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulanagn seperlunya meliputi fogging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasida. 6. Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD dan tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga kearah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kodisi setempat. 7. Kemitraan/Jejaring Kerja Diketahui bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992 dan KEMENDARGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja opelasional (Pokjanal). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.

Universitas Sumatera Utara

25

8. Capacity Building Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya taget dan indikator dalam pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader, puskesmas, sampai dengan pusat. 9. Penelitian dan Survey Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap harus dilaksanakan oleh berbagai pihak antara lain: Universitas, Rumah Sakit, Litbang, LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD. 10. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun (Kemenkes RI, 2011). 2.5 Tatalaksana Penanggulanagan Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.5.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE) 2.5.1.1 Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE) Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius 100 meter.

Universitas Sumatera Utara

26

2.5.1.2 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Tujuan umum dari PE adalah untuk mengetahui potensi pennularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita DBD, dan tujuan khusus PE adalah untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada/tidak jentik nyamuk penular DBD, dan mengetahui jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan. 2.5.1.3 Langkah-langkah pelaksanaan Kegiatan Epidemiologi (PE) 1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/Koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian penderita DBD. 2. Menyiapkan peralatan survey, seperti tensimeter, thermometer, senter, formulir PE, dan surat tugas. 3. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilakukan PE. 4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran pelaksanaan PE. 5. Pelaksanaan PE, sebagai berikut: a. Petugas Puskemas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada/tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

27

b. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit (peteki), dan uji tourniquet. c. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan. d. Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita. e. Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan dirumah, PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas setempat. f. Hasil pemerikasaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap penderita DBD (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE. g. Hasil

PE

segera

dilaporkan

kepada

Kepala

Dinas

Kesehatan

Kabupate/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah. h. Bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), dilakukan penanggulangan fokus (fogging, penyuluhan, PSN dan larvasidasi selektif), sedangkan bila negative dilakukan penyuluhan, PSN dan larvasida selektif.

Universitas Sumatera Utara

28

2.5.2 Penanggulangan Fokus (PF) 2.5.2.1 Pengertian Penanggulangan Fokus (PF) Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantas nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasida, penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida sesuai dengan kriteria pada bagan PE. 2.5.2.2 Tujuan Penanggulangan Fokus (PF) Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber penular DBD lebih lanjut. 2.5.2.3 Kriteria Penanggulangan Fokus (PF) 1. Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik 5% dari rumah/banguanan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius 100 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu. 2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas, tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, dan penyuluhan.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas dan tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat. 2.5.2.4 Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Penanggulangan Fokus (PF) 1. Setelah Kades/Lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar warga membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus. 2. Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas Puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatankegiatan penanggulanagn fokus. 3. Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE: a. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi 1) Ketua RW/RT, Toma (Tokoh Masyarakat) dan kader memberikan pengarahan langsung kepada warga pada waktu waktu pelaksanaan PSN DBD. 2) Penyuluhan dan penggerakan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida. b. Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas Puskesmas, dengan materi antara lain: 1) Situasi DBD di wilayahnya. 2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh indicidu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi setempat.

Universitas Sumatera Utara

30

c. Pengabutan dengan insektisida 1) Dilakukan oleh petugas Puskesmas atau bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Petugas penyemprot adalah petugas Puskesmas atau petugas harian lepas terlatih. 2) Ketua RT, Toma, atau Kader mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutan (di lapangan tidak hanya mendampingi tetapi juga melakukan penyuluhan). 4. Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupate/Kota dengan tembusan kepada Camat dan Kades/Lurah setempat. 5. Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh Puskesmas Kepada dinas Kesehatan Kabupate/Kota setiap bulan (Kemenkes RI, 2011). Penderita DBD Penyelididkan Epidemiologi (PE) Pencarian suspek infeksi Dengue lainnya dan pemeriksaan jentik di lokasi temppat tinggal penderita dan rumah bangunan lainnya dengan radius 100 m (minimal 20 rumah/bangunan secara random)

Positif: 1. Bila ditemukan 1 atau lebih penderita DBD 2. 3 orang suspek infeksi dengue lainnya dan ditemukan jentik ≥ 5 %

Negatif: - Jika tidak memenuhi 2 kriteria positif

1. PSN DBD 2. Larvasidasi Selektif 3. Penyuluhan 4. Fogging radius 200 m (2 siklus interval 1 minggu)

1. PSN DBD 2. Larvasidasi Selektif 3. Penyuluhan

Gambar 2.6 Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara

31

2.6 Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.6.1 Penyemprotan insektisida (Fogging) Fogging adalah penyemprotan menggunakan insektisida yang dilakukan disebagian atau seluruh wilayah desa rawan I untuk membunuh nyamuk dewasa. Dilaksanakan dalam penanggulangan penyakit DBD dengan memutus rantai penularan secara cepat pada daerah-daerah yang terjangkit penyakit DBD. Dimaksudkan untuk pencegahan penularan lebih lanjut dengan membunuh nyamuk dewasa membawa virus dengue atau populasi nyamuk penular ditekankan serendah-rendahnya (Soegeng, 2001). Fogging dilakukan di desa rawan I dengan sasaran dirumah penderita dan sekitarnya dalam radius 100 meter. Dengan siklus interval sekitar 1 minggu dari jarak pengasapan pertama. Fogging dilakukan sebelum musim penularan dan dilaksanakan oleh pihak pemerintah dengan puskesmas sebagai pelaksana teknisnya (Soegeng, 2001). Kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan (fogging) focus dilakukan di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Fogging (pengabutan dengan insektisida) dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif, yaitu ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukannya tiga atau lebih penderita panas tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging dilaksanakan dalam radius 100 meter dan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu (Depkes RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara

32

Pelaksana

: Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan tenaga lain yang telah dilatih.

Lokasi

: Meliputi seluruh wilayah terjangkit.

Sasaran

: Rumah dan tempat-tempat umum.

Insektisida

: Sesuai dengan dosis.

Alat

: Mesin fogging atau ULV

Cara

: - Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu; - Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang ke depan dan dari lantai 2 ke bawah (untuk rumah bertingkat); - Selanjutnya di luar rumah/bangunan (jangan melawan arah angin).

Operasional

: - Sasaran fogging: rumah/bangunan dan halamam/ perkarangan penderita DBD dan sekitarannya dalam radius 100 meter. - Waktu operasional: pagi atau sore hari (Aedes aegypti) dan malam hari (Anopheles atau culex). - Kecepatan gerak fogging seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam). - Temperatur udara ideal 18°C maksimal 28°C. - Fogging di dalam rumah, dimulai dari ruangan yang paling belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk petugas.

Universitas Sumatera Utara

33

- Fogging di luar rumah, tabung pengasap harus searah dengan arah angin, dan petugas berjalan mundur. - Penghuni rumah, selama rumah di fogging dengan sistem thermal, semua penghuni supaya berada di luar rumah. Setelah fogging dalam ruangan menghilang baru para penghuni boleh masuk rumah kembali (15-30 menit setelah fogging). - Binatang

peliharaan,

makanan

dan

minuman,

untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan makanan, dan tempat penampungan air minum agar ditutup. - Berdasarkan pengalaman, lama fogging dari berbagai studi dan pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman di daerah urban di Indonesia memakan waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. Output petugas: 1 hari kerja ± 20-25 rumah per petugas

atau

disesuaikan

dengan

keadaan

setempat.

Kebutuhan bahan bakar (bahan bakar untuk mesin fogging setiap 10 liter larutan malathion 4,8% diperlukan 1,2 liter bahan bakar) (Kemenkes RI, 2011). 2.6.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Deman Berdarah Dengue (PSN DBD) Pengendalian vektor DBD yang paling efesien dan efektif adalah dengan memutuskan rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam

Universitas Sumatera Utara

34

bentuk 3M Plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu, sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin, serta peran tokoh masyarakat sebagai penguat untuk secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media massa, serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya (Kemenkes, 2011). Pelaksana

: Semua anggota keluarga dan pengelola tempat-tempat umum (TTU)

Lokasi

: Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epidemiologi.

Sasaran

: Semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk seperti: - tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari; - tempat penampungan air alamiah (lubang pohon, tiang pagar, pelepah pisang), barang bekas (botol, pecahan gelas, ban bekas); - tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hati, seperti tempat minum burung, dispenser, penampung air di bawah kulkas, dll.

Cara

: Melakukan kegiatan 3M Plus: - Menguras dan menyikat tempat penampungan air (TPA) sekurang-kurangnya satu minggu sekali;

Universitas Sumatera Utara

35

- Menutup rapat-rapat TPA; - Menguburkan,

mengumpulkan,

mendaurulang/menyingkirkan

memanfaatkan

barang-barang

bekas

atau yang

dapat menampung air hujan. PLUS: - Menganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali; - Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak; - Menabur bubuk larvasida (abate); - Memelihara ikan pemakan jentik; - Menanam pohon/tumbuhan pengusir nyamuk (sereh, zodia, lavender, geranium); - Memakai obat/lotion anti nyamuk; - Menggunakan kelambu saat tidur; - Memasang kawat kasa di rumah; - Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai; - Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah; - Tutup lubang-lubang pada potongan bambo, pelepah pisang, dll (Dirjen P2 dan PL Depkes RI, 2006). 2.6.3 Larvasida (abatisasi) Abatisasi adalah penaburan bubuk insektisida pembasmi jentik berupa bahan kimia larvasida/temephos sebagai salah satu cara untuk menghentikan

Universitas Sumatera Utara

36

perkembangbiakan nyamuk dalam penampungan air. Abatisasi dimaksudkan untuk memutuskan daur hidup nyamuk/membunuh jentik nyamuk dengan memanfaatkan efek residu pada larva. Abatisasi dilakukan di daerah rawan I dan II, khususnya diberikan di wilayah yang sulit air bersih dan tidak memungkinkan untuk dikuras secara berkala. Sedangkan untuk daerah cukup air bersih disarankan untuk melakukan PSN 3M Plus secara rutin dan berkesinambungan. Efek residu larvasida selama 3 bulan sehingga dilakukan abatisasi sebanyak 4 kali setahun. Permintaan masyarakat atas abate dilakukan melalui Puskesmas dan hanya dilayani oleh Puskesmas setempat sesuai seleksi prioritas di Puskesmas (Soegeng, 2001). Abatisasi dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik nyamuk ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres (10 g) abate untuk 100 liter air (Irianto, 2014). Pelaksana

: Tenaga

dari

masyarakat

dengan

bimbingan

petugas

Puskesmas/Dinas KesehatanKabupaten/Kota. Lokasi

: Rumah/Bangunan,

Sekolah

dan

Fasilitas

kesehatan

di

Desa/Kelurahan endemis dan sporadis. Sasaran

: Tempat-tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempattempat umum (TPU).

Alat

: Lavasidasi (bubuk abate) sesuai dengan dosis.

Cara

: - Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah dengan 4 siklus (3 bulan sekali).

Universitas Sumatera Utara

37

- Menggunakan bubuk abate 1 G (takaran 100 liter air cukup dengan 10 gr bubuk abate 1 G); - Menggunakan Altosid 1,3 G (untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gr bubuk altosid 1,3 G atau 5 gr untuk 200 liter air); - Menggunakan sumilarv 0,5 G (DBD) (untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gr bubuk sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0,5 gr untuk 200 liter air). 2.6.4

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk. Kegiatan ini dilakukan di rumah-rumah dan tempat-tempat umum untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M Plus. Selain melakukan pemeriksaan jentik berkala petugas memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat-tempat umum. Dengan kunjungan yang berulang-ulang yang disertai dengan penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara teratur. Pelaksana

: Kader Jumantik

Lokasi

: Rumah/Bangunan,

Sekolah

dan

Fasilitas

kesehatan

di

Desa/Kelurahan endemis dan sporadis. Sasaran

: Tempat-tempat perkambang-biakan nyamuk Aedes aegypti

Universitas Sumatera Utara

38

Cara

: - PJB juga dilakukan oleh masing-masing Puskesmas pada di 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara acak dan dilaksanakan secara teratur setiap 3 bulan sekali untuk mengetahui hasil kegiatan PSN DBD oleh masyarakat; - pemeriksaan pada bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya. Jika tempatnya gelap gunakan senter untuk pemeriksaan. - Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan melaksanakan

pemberantasan

jentik

di

rumah-

rumah/bangunan; - Rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik; - Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke puskesmas sebulan sekali (Dirjen P2 dan PL Depkes RI, 2006). 2.6.5 Penyuluhan Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus dilakuna adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan suasana lingkungan sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya program pengendalian DBD. Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan adalah mengenai waspada nyamuk demam berdarah, gejala demam berdarah, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah dan 3 M Plus dengan

Universitas Sumatera Utara

39

menggunakan media antara lain media massa cetak dan elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain) serta media tradisional. Hasil yang ingin dicapai adalah adanya opini positif yang berkembang di masyarakat tentang pentingnya pengendalian DBD, semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung pengendalian DBD serta adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, sumber daya lain) dari kelompok potensial masyarakat (Ditjen PP & PL, 2014). Pelaksana

: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama Puskesmas

Lokasi

: Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epidemiologi.

Sasaran

: Seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas

Cara

: - Penyuluhan Perorangan, seperti kunjungan rumah bisa dilakukan pada saat melakukan pendataan kasus maupun saat warga berkunjung ke Puskesmas; - Penyuluhan Kelompok, seperti pada saat pertemuan desa, forum pengajian atau majelis taklim, khotbah jum’at, khotbah minggu,

kunjungan

posyandu,

pertemuan

PKK,

dan

pertemuan karang taruna; - Penyuluhan Massa, dapat dilakukan pada saat digelarnya pesta rakyat, kesenian tradisional, pemutaran film, ceramah umum, tablig akbar. Selain itu juga bisa dilakukan dengan cara memasang media massa seperti poster, iklan, spanduk ditempat-tempat keramaian yang sesuai dengan kelompok

Universitas Sumatera Utara

40

sasaran (balai desa, posyandu, poskesdes, dll) (Kemenkes RI, 2011). 2.7 Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) Kelompak kerja operasional pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (POKJANAL DBD) adalah kelompok kerja yang membantu Tim Pembina LKMD dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. POKJANAL DBD dibentuk dengan tujuan melakukan pembinaan operasional terhadap pelaksanaan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di wilayah kerjanya secara berjenjang dan berkesinambungan. Disebutkan secara berjenjang dan berkesinambungan, karena prinsip kerja POKJANAL DBD adalah membina dan mengendalikan aktivitas POKJANAL DBD setingkat dibawahnya secara berjenjang dan berkesinambungan, mulai dari Tingkat Pusat, Tingkat Provinsi, Tingkat Kabupaten/Kota sampai Tingkat Kecamatan dan akhirnya sampai pada Tingkat Pelaksana Operasional oleh POKJA DBD yang dapat dibentuk di Tingkat Desa/Kelurahan/Dusun/Lingkungan/RW/RT (Depkes RI, 1997) 2.7.1 Tugas dan Fungsi POKJANAL DBD POKJANAL DBD mempunyai Tugas dan Fungsi sebagai berikut: a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan POKJA DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan; b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi POKJA DBD/POKJANAL DBD;

Universitas Sumatera Utara

41

c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah; d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program; e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d) tersebut diatas kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah; f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan POKJANAL DBD kepada Kepala Wilayah/Daerah pada tingkat pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (Kemenkes RI, 2011). 2.7.2 Susunan Organisasi POKJANAL DBD Susunan Organisasi POKJANAL DBD yaitu: a. POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan, Tingkat Dati II dan Tingkat Dati I, masing-masing dibentuk olah Camat, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk II, Gubernur Kepala daerah Tk I, dan merupakan Forum Koordinasi dalam wadah Tim Pembinaan LKMD. Anggotanya terdiri dari unsure instansi dan lembaga terkait dalam pembinaan penatalaksanaan pemberantasan penyakit DBD termasuk Tim Penggerak PKK Pusat, tingkat II dan PKK tingkat Kecamatan. b. Pokjanal DBD Tingkat Pusat dibentuk oleh Menteri Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Penerangan,

Departemen

Agama,

Departemen

Keuangan,

Bappenas,

Departemen Sosial, Tim Penggerak PKK Pusat dan instansi lain terkait (Kemenkes RI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

42

2.8 Komponen dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.8.1 Masukan (Input) 2.8.1.1 Sumber Daya Manusia Dalam Kemenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992, untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang meliputi pelaksanaan surveilans kasus DBD, Kader/PKK/Jumantik, pengelola program DBD Puskesmas, pengelola program DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum (Ditjen PP & PL, 2014). Tugas dan Tanggungjawab Sumber Daya Manusia dalam Pemberantasan DBD yaitu: 1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota a. Memberi bimbingan teknis kepada Puskesmas; b. Menganalisis dan membuat laporan hasil kegiatan untuk semua daerah kegiatan pemberantasan di wilayahnya; c. Mengirimkan umpan balik ke Puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

43

2. Kepala Puskesmas a. Bertanggungjawab atas pelaksanaan upaya pemberantasan DBD; b. Memberikan Pelatihan pada kader Jumantik; c. Menganalisis dan membuat laporan hasil kegiatan untuk semua daerah kegiatan pemberantasan di wilayahnya setiap bualan. 3. Petugas P2M, mempunyai tugas: a. Menyusun rencana kegiatan P2M (Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular) berdasarkan data program puskesmas. b. Melaksanakan P2TB, P2 DBD, P2 ISPA, P2 Diare, P2 HIV-AIDS, Imunisasi dan koordinasi lintas program sesuai dengan prosedur/SOP. c. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan serta visualisasi data sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada kepala puskesmas. d. Melakukan evaluasi hasil kinerja kegiatan surveilans. e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala puskesmas. 4. Petugas SE, mempunyai tugas: a. Menyusun rencana kegiatan surveilans berdasarkan data program puskesmas. b. Melakukan pengamatan penyakit yang berkesinambungan, meliputi pengumpulan data, pengolahan, analisis dan visualisasi data serta melakukan penyelidikan epidemiologi,

penanggulangan KLB dan

koordinasi lintas program terkain sesuai prosedur dan ketentuan. c. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan serta visualisasi data sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban kepada kepala puskesmas.

Universitas Sumatera Utara

44

d. Melakukan evaluasi hasil kinerja kegiatan surveilans. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala puskesmas. 5. Kader Jumantik a. Membuat rencana/jadwal kunjungan seluruh rumah yang ada di wilayah kerjanya; b. Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan melaksanakan pemberantasan jentik di rumah-rumah/ bangunan; c. Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat dalam PSN DBD; d. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik; e. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke Puskesmas sebulan sekali; f. Bersama petugas DBD melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) dan pemetaan per RW hasil pemeriksaan jentik, setiap bulan sekali. 2.8.1.2 Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan dan fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD serta pemeriksaan penunjang lainnya di Puskesmas Medan Johor. Dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor sarana yang dibutuhkan adalah abate, PSN Kit isinya senter, pulpen, buku tulis, formulir pemeriksaan jentik, pipet, plastik tempat jentik, laboratorium, alat transportasi, mesin fogging¸media penyuluhan. Menurut Mursid (2003) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu program selalu membutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung sehingga program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan.

Universitas Sumatera Utara

45

Untuk melaksanakan kegiatan penanggulanagn DBD diperlukan berbagai alat dan bahan. Dalam standar penanggulanagan DBD alat dan bahan yang harus tersedia antara lain formulir pemekriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet, poster, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal 4 buah per Puskesmas Kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes RI, 2002). Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasaranan kerja yang jenis, jumlah, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan dapat juga mendorong keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi tidak dapat berjalan dengan sempurna tanpa adanya sarana maupun prasaranan untuk menggerakkan sumber daya lainnya dalam organisasi (Azwar, 1996). 2.8.1.3 Dana Menurut Kempmenkes RI No. 581/MENKES/SK/VII/1992 biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. Salah satu sumber dana lain untuk kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). BOK merupakan upaya masyarakat dalam bentuk bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu pemerintahan daerah melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan. Bantuan Operasional Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya tidak lagi menafikan dan mempunyai tujuan

Universitas Sumatera Utara

46

meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif. 2.8.2 Proses Proses (Process) adalah kegiatan pemberantasan DBD yang dilakukan untuk menurunkan jumlah kasus DBD yaitu dengan fogging focus, pemberantasan darang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, pemeriksaan jentik berkala (PJB), dan penyuluhan. 2.8.3 Keluaran (Output) Keluaran hasil dari pelaksanaan program pemberantasan DBD ini, diharapkan terlaksananya program pemberantasan DBD untuk menurunkan jumlah kasus DBD. 2.9 Kerangka Pikir Kerangka pikir ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu, kerangka pikir disusun sebagai berikut: Input: 1. 2. 3.

SDM Sarana dan Prasarana Dana

Process: 1. 2. 3. 4.

5.

Fogging PSN DBD Larvasidasi PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) Penyuluhan

Output: Terlaksananya program pemberantasan DBD untuk menurunkan jumlah kasus

Gambar 2.7 Kerangka Pikir

Universitas Sumatera Utara

47

Berdasarkan gambar 2.7, dapat dirumuskan definisi kerangka pikir sebagai berikut: 1. Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan program pemberantasan DBD dengan optimal, meliputi: SDM, Sarana dan Prasaranan, Dana. a. SDM adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan untuk melaksanakan program pemberantasan DBD seperti Dokter dan Tenaga Kesehatan lainnya yang telah mendapatkan pelatihan untuk terlibat dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD. b. Sarana dan Prasarana adalah seluruh bahan, peralatan dan fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD serta pemeriksaan penunjang lainnya. c. Pendana adalah dana yang digunakan untuk melaksanakan program pemberantasan DBD. 2. Process (proses) adalah kegiatan pemberantasan DBD yang dilakukan untuk menurunkan jumlah kasus DBD yaitu : a. Fogging adalah suatu metode untuk penanggulangan DBD dengan cara pengasapan.

Sehingga dapat

membunuh nyamuk

Aedes dewasa,

pengasapan ini lebih efektif dilakukan 2x di suatu wilayah yang sudah ditemukan kasus DBD. b. Abatisasi adalah proses pemberian serbuk kimia (serbuk Abate) kepada masyarakat, Institusi Pemerintahan, Sekolah, Mesjid, dan tempat-tempat umum lainnya.

Universitas Sumatera Utara

48

c. PSN DBD adalah gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan bersamaan dengan 3M Plus. d. Pemeriksaan

Jentik

Berkala

adalah

pemeriksaan

tempat-tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk. e. Penyuluhan adalah suatukegiatan secara aktif maupun pasif yang disampaikan oleh tenaga kesehatan mengenai bahaya DBD dan cara penanggulangannya kepada masyarakat. 3. Output (keluaran) adalah hasil dari pelaksanaan program DBD diharapkan tercapainya keberhasilan program pemberantasan DBD.

Universitas Sumatera Utara

49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan

kualitatif untuk mendeskripsikan informasi analisis pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor. Untuk keabsahan hasil penelitian ini dilakukan menggunakan metode triangulasi dengan membandingkan dan mengenali kebenaran informasi yang diperoleh (Moleong, 2012). 3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor dengan pertimbangan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2015, bahwa Puskesmas Medan Johor memiliki kasus tertinggi di Kecamatan Medan Johor. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober 2016. 3.3

Informan Penelitian Pada penelitian kualitatif sampel lebih sering disebut sebagai narasumber,

informan atau partisipan. Informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah Penanggung jawab dari Program Demam Berdarah pada Puskesmas yaitu: 1. Pegawai Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kota Medan.

49

Universitas Sumatera Utara

50

2. Kepala Puskesmas Medan Johor 3. Penanggung Jawab Program DBD Puskesmas Medan Johor 4. Petugas Surveilans Epidemiologi 5. Camat Medan Johor 6. Kader Jumantik 7. Masyarakat 3.4

Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer Data primer diperoleh dengan cara Observasi langsung serta wawancara mendalam (Indepth Interview) dan terbuka dengan menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan. Pertanyaan tersebut digunakan oleh pewawancara agar memudahkan dalam wawancara, penggalian data dan informasi (Moleong, 2012). 3.4.2 Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan, Puskesmas Medan Johor dan referensi buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan Analisis Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD. 3.5

Instrumen Pengambilan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa daftar pertanyaan

sebagai pedoman wawancara kepada informan.

Universitas Sumatera Utara

51

3.6

Triangulasi Triangulasi yaitu merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

melakukan pengecekan atau perbandingan terhadap data yang diperoleh dengan sumber atau kriteria lain untuk meningkatkan keabsahan data. Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertannyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012). 3.7

Metode Analisis Data Menurut Bogdan dan Bilken sebagaimana dikutip Moleong (2012),

mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

52

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1

Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografi Puskesmas Medan Johor terletak di Kecamatan Medan Johor Kecamatan Medan Johor ini berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang/Medan Tuntungan 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12 m diatas permukaan laut yang merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan. Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah pengembangan wisata, dan berada di kawasan pinggiran bagian selatan Kota Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah kecamatan Medan Johor adalah 15 Km² atau sekitar 17,15 Ha. Secara garis besar Kecamatan Medan Johor merupakan kawasan pemukiman namun masih memiliki kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan Gedung Johor dan Kwala Bekala yang masih memiliki peluang untuk dapat dikembangkan menjadi kawasan agrobisnis yang bernilai ekonomis. Untuk sarana kebersihan menjadi prioritas utama dan untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sarana pendukung kebersihan yang

52

Universitas Sumatera Utara

53

berfungsi dengan baik, guna mengangkut sampah, dan juga personil yang mampu bekerja dengan baik. Kenyataannya di Kecamatan Medan Johor untuk sarana kebersihannya masih belum cukup memadai. Hal ini dapat menyebabkan munculnya kasus DBD di daerah Kecamatan Medan Johor, ini dikarenakan padatnya pemukiman, masih ditemukannya penumpukan sampah dan terbatasnya tempat pembuangan sampah sehingga masih banyak masyarakat yang menumpukkan sampah tidak pada tempatnya. Hal ini dikarenakan susahnya akses untuk kontainer pengangkut sampah masuk kedaerah pemukiman, serta kurang aktifnya masyarakat dalam partisipasi gerakan PSN DBD di wilayah tersebut. 4.1.2 Demografis Berdasarkan wilayah kerja Puskesmas Medan Johor semua kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Johor merupakan wilayah yang datar. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor tahun 2015 sebanyak 115396 jiwa dari 3 kelurahan. Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2015 No

Kelurahan

1 2 3

P. Masyhur Kw. Berkala G. Johor Total

Luas Wilayah (Ha) 400 550 315 1265

Jumlah Lingkungan

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

15 20 13 48

6692 6595 6109 18396

40928 41280 33188 115396

Jenis kelamin L 20847 21863 17494 60204

P 20181 19417 15594 55195

Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor Tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

54

4.1.3 Gambaran Tenaga Kesehatan di Puskemas Medan Johor Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor memiliki tenaga kesehatan yang terdiri dari medis, paramedis, dan staf administrasi yang bekerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Tabel 4.2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Data Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Johor TenagaKesehatan Jumlah Dokter Umum 5 Dokter Gigi 4 Serjana Kesehatan Masyarakat 5 D4 Kebidanan 1 D3 Kebidanan 9 S1 Keperawatan 7 D3 Keperawatan 8 D3 Perawat Gigi 2 Asisten Apoteker 3 D3 Analis 1 D3 Kesling 1 D3 Gizi 1 Staff 1 Jumlah 48

Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

4.1.4 Gambaran Sarana dan Prasarana di Puskesmas Medan Johor Berikut adalah gambaran fasilitas kesehatan berupa sarana dan prasarana di Wilayah Puskesmas Medan Johor: 4.1.4.1 Sarana dan Prasarana Gedung Berikut ini data sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Puskesmas Medan Johor, meliputi: Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Medan Johor No Sarana Jumlah 1 Ruang Kepala Puskesmas 1 2 Ruang Poli Gigi 1 3 Ruang PeriksaPasien/Suntik 1 4 Ruang Obat Apotik 1 5 Ruang KIA/KB 1 6 Ruang Poli Umum 1 7 Ruang Laboratorium 1 8 Ruang Kartu 1

Universitas Sumatera Utara

55

No 9 10 11 12 13

Sarana Ruang Tunggu Pasien Gudang Toilet Sarana Komunikasi dan Informasi Prasarana

Komputer Printer Sarana Air Bersih Sarana Pembuangan Sampah Medis Sarana Pembuangan Sampah Non Medis Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Sarana Pembuangan Tinja

Jumlah 1 1 1 3 3 Ada Ada Ada Ada Ada

Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

4.1.4.2 Sarana Kesehatan Berikut ini data sarana kesehatan yang ada di wilayah Kecamatan Medan Johor, meliputi: Tabel 4.4 Data Sarana Kesehatan di Kecamatan Medan Johor No Sarana Kesehatan Jumlah Rumah Sakit Swasta 2 1 Balai Pengobatan 8 2 Klinik 6 3 Apotik 15 4 Puskesmas 1 5 Puskesmas Pembantu 2 6 Sumber: Profil Puskesmas Medan Johor 2015

Universitas Sumatera Utara

56

4.2

Karakteristik Informan Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 informan yang terdiri dari satu

informan pegawai bidang Pengendalin Masalah Kesehatan (PMK), satu informan Kepala Puskesmas Medan Johor, satu informan Petugas DBD Puskesmas Medan Johor, satu informan Petugas Surveilans Epidemiologi Puskesmas Medan Johor, satu informan Camat Medan Johor, satu informan Kader Jumantik, satu informan Masyarakat. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Karakteristik Informan Jenis No Informan Kelamin H. Sirlan Yarli, Laki-laki 1 SKM Dr. Marlina Perempuan 2

Umur (tahun) 54

Pendidikan

Jabatan

S1

Pegawai Bidang PMK Kepala Puskesmas Petugas DBD Puskesmas Medan Johor Petuga SE Puskesmas Medan Johor Camat Medan Johor Kader Jumantik Masyarakat

51

S1

Perempuan

47

D3

4

Ernawati Sitanggang, Am.KL Susilawti

Perempuan

50

D3

5

Khoiruddin, S.Sos

Laki-laki

52

S1

6

Rahmi Risky

Perempuan

36

SMA

7

Sanah

Perempuan

50

SMP

3

Universitas Sumatera Utara

57

Universitas Sumatera Utara

58

4.3

Hasil Wawancara Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor tahun 2016

4.3.1 Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlibat dalam Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataaan Pegawai PMK Tenaga kesehatan yang terlibat di bidang program DBD orang Kesling. Tapi tidak cuma petugas kesling, kapus, dokter, petugas surveilans epidemiologi juga ikut membantu. Kepala Yang terlibat itu petugas DBD dan petugas lainya seperti dokter, bidan/perawat, petugas kesling, petugas surveilans Puskesmas epidemiologi. Petugas DBD Yang terlibat dokter, saya sebagai petugas DBD dan Kesling, petugas SE, tenaga kesehatan lainnya juga ikut terlibat. Petugas SE Yang terlibat semuanya dek. Ada dokter, petugas kesling, saya petugas SE. Dari pernyataan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor adalah kepala puskesmas, dokter, petugas DBD, petugas kesling dan petugas surveilans epidemiologi. 4.3.2 Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana Kesehatan yang tersedia dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Kalau sarananya yang tersedia itu bubuk abate, mesin fogging, cairan fogging, leaflet tentang DBD, Poster DBD. Di Puskesmas abate lah yang tersedia di puskesmas dek, kalau fogging itu dari kita dek. Mesinnya di setiap puskesmas ada, cairannya aja dari kita. Kepala Kalau sarananya udah disiapkan dek. Penyediaan bubuk Abate Puskesmas untuk 1 tahun, terus leaflet untuk penyuluhannya juga sudah disedikan, kalau poster kita tempel di Puskesmas. Tapi untuk

Universitas Sumatera Utara

59

pemeriksaan DBD belum ada. Sarana untuk pemeriksaan DBD belum ada IgG IgM kami dek, kalau udah kita curigai tanda-tanda DBD kita rujuk ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan laboratorium. Kalau hasilnya udah positif baru kita laporkan ke Dinas dek. Kalau sarana kita bubuk abate udah disediakan dari Dinas, terus untuk fogging kita ada mesinnya tapi udah rusak. Kalau untuk program PJB kita udah siapkan PSN Kit untuk kader Jumantik dek. Isi didalamnya lengkaplah alat-alat untuk pemeriksaan jentiknya. Dulu ada kita kasih lah PSN Kit itu, sekarang gak lagi mereka juga gak pernah minta ke kita, tapi PSN Kitnya masih lengkap kok isinya. Petugas SE Untuk sarana udah cukuplah, soalnya abate kan dari Dinkes udah disedikan untuk 1 tahun, kalau fogging mesinnya ada tapi udah rusak dek. Kalau untuk penyuluhan paling kita bawa bubuk abate buat jadi metodenya, terus leaflet, poster, sama TOA dek. Kader Sarananya itu ada sebenarnya dek, tapi gak pernah dikasih lagi Jumantik lah, dulu ada kami dikasih. Dulu itu kami dikasih tas lengkap isinya untuk PSN ada topi, rompi, senter, pipet, plastik untuk jentik, alat tulis, formulir hasil pemeriksaan jentik. Mayarakat Bubuk Abate masih ada aja yang jual ke kita dek. Jadi saya rasa soal sarananya yaaa masih kurang lengkaplah dek. Kalau fogging paling di rumah yang kena DBD aja, udah lama juga gak ada fogging dek. Iya abate itu ada yang jual gitu, saya gak tau lah dari mana tapi ada yang pernah datang katanya dari kelurahan gitu jual bubuk abate kalau itu program pemerintah, tapi saya gak pernah beli. Dari pernyataan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana Petugas DBD

yang tersedia di Puskesmas Medan Johor sudah cukup tersedia, seperti bubuk abate yang telah disediakan untuk 1 tahun, materi DBD dan alat bantu untuk penyuluhan. Untuk pemanfaatan mesin fogging yang telah tersedia di Puskesmas masih belum dimanfaatkan, dan pemafaatan PSN Kit untuk kader jumantik belum diberikan kepada kader jumantik, serta masih ditemukannya bubuk abate yang di jual kepada masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

60

4.3.3 Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam Program Pemberantasan DBD Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan tentang Dana yang tersedia dalam Program Pemberantasan DBD Informan Pernyataan Petugas PMK Dana untuk DBD dari APBD. Fogging dan abate dari APBD. Kepala Dananya dari APBD sama BOK dek. fogging, abate kita Puskesmas tinggal terima aja dari dinas. Petugas DBD Dana buat DBD ini dari APBD dek. Ada dana dari BOK juga. Kalau penyuluhan dari BOK dek. Putugas SE Dari APBD dek. Dari pernyataan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dana untuk program pemberantasan DBD yaitu dari APBD dan BOK. Dana BOK yang tersedia digunakan untuk bubuk program penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas. 4.3.4 Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan tentang Kerjasama Lintas Sektor dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Ada kerjasama dengan puskesmas, kecamatan, kelurahan, kader jumantik. Kami kerjasamanya biasanya gini dek kalau misalnya ada kasus ni, masyarakatnya bisa melapor ke kelurahan nanti kelurahan yang lapor ke kami atau kecamatan yang lapor ke puskesmas orang puskesmas yang melaporkan ke kami, kadang kecamatan kami yang kasih tau ada kasus DBD dimana-mananya. Kalau kita temukan daerah tersebut agak kumuh kita bilang ke camat tolong ajak masyarakat mereka bergotong-royong terus waktu itu sekalian kita kasih tau kalau fogging itu bukan solusi untuk memeberantas DBD melainkan dapat dicegah dengan melakukan PSN yaitu dengan 3M, Abate. Karena fogging itu hanya mengusir nyamuk dewasa bukan mematikannya. Baru orang puskesmas lakukan PE. Diperiksalah rumah yang terkena DBD ditemukan jentik atau tidak. Setelah dilakukan PE baru kami bisa melaksanakan fogging dek. Itu pun kalau udah ada kasus lebih dari 3 atau ditemukannya jentik di radius 100 m dek. Kepala Kalau kerjasamanya itu kita lakukan dengan orang kecamatan, Puskesmas kelurahan, dinas. Kalau ada wabah kita lakukan pertemuan dengan orang kecamatan agar kasus itu tidak jadi KLB. Orang

Universitas Sumatera Utara

61

dinas juga biasanya kasih tau ke kita kalau ada kasus DBD. Nanti barulah saya bilang ke petugas DBD. Petugas DBD Kalau kerjasama dengan dinas, kecamatan, kelurahan, kepling, terus kader jumantik dek. Nanti kan kalau misalnya ada kasus ni kita dapat laporan di keluarga pasien kita langsung melaporkan ke kecamatan kalau ada kasus di wilayah mereka. Kalau kita orang puskesmas kan biasanya kita minta bukti kalau anggota keluarga mereka itu positif DBD biasanya itu hasil labor dek soalnya kan kita juga butuh nanti buat laporan ke orang Dinas. Kalau kami turun ke lapangan biasanya di damping sama kepling untuk melakukan PE. Kalau misalnya dirumah mereka ada ditemukan jentik kita curigai ada DBD terus kita periksa beberapa rumah jika jentik positif juga baru setelah itu kita berikan penyuluhan dek, penyuluhan 3M, PSN, fogging biasanya dek. Kalaupun misalnya udah ada kasus DBD dek kita langsung lapor ke dinas biar dilaakukan fogging. Petugas SE Untuk kerjasama itu biasanya sama orang kecamatan, dinas, kelurahan, di sekolah-sekolah juga. Camat Itu kerjasama dengan orang puskesmas sama orang dinas biasanya dek. Kalau kami ini biasanya tunggu laporan dari mereka. Kalau kami gak terlalu terlibat, paling nanti mereka mau penyuluhan atau fogging baru bilang ke kita biar kita bisa sampaikan ke lurah kalau ada kasus di wilayah mereka. Kami paling cuma dapat laporan dari mereka. Kader Kerjasama, sama orang puskesmas, dinas juga. Kalau periksa Jumantik jentik biasanya kami yang lakukan. Orang puskesmas jarang damping kami PSN. Tapi kalau orang Puskesmas turun kami ikut sama orang puskesmas. Tapi kami yang lakukan periksa jentiknya, orang puskesmas lihat aja. Dari pernyataan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa kerjasama lintas sektor yang dilakukan dalam mendukung pelaksanaan program pemberantasan DBD telah berjalan dengan baik yang melibatkan kelurahan, kecamatan, kepala lingkungan, kader jumantik, puskesmas dan dinas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

62

4.3.5 Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Kalau keterlibatan masyarakat ini lah yang masih agak susah dek. Meraka takut nya sama penyakit DBD tapi lingkungan mereka aja masih jorok dek. Memang kurang kali kesadaran mereka padalah udah berkali-kali kita bilang tolong kuras bak mandi atau penampungan air yang terbuka setiap minggunya, pakai kawat nyamuk di pentilasi pintu, tidur pakai kelambu tapi masih banyak yang tidak mengerjakan. Baru nanti kalau udah ada kasus baru minta-minta di fogging. Di ajak gotongroyong malah purak-purak gak dengar, tutup pintu aja mereka, malah ada yang sengaja masuk ke dalam rumahnya, padahal kan buat mereka juga nya kita bantu mereka juga, ini buat lingkungan mereka juga nya. Kalau bersih nya lingkunagan dan rumah mereka itu insya’allah lah ya dek aman nya mereka dari penyakit DBD itu. Kepala Kalau masyarakat ya gitulah dek, ada yang ikut terlibat ada Puskesmas juga ya gak. Kalau untuk keseluruhan paling orang kecamatan yang tau dek, karena mereka yang lebih tau kapan aja kegiatan gotong-royong. Jadi mereka lah yang lebih tau masyarakat yang terlibat atau gak. Petugas DBD Masyarakatnya kurang aktif lah dek, soalnya kan kalau kita mau melakukan PE ni, misalnya lah kan periksa jentik gitu, masyarakatnya kadang ada yang mau kadang gak mau jadi susahlah kita ambil sampelnya dek. Padahal kan dek, udah kita bilang waktu posyandu, arisan kalau kita ada laporan DBD gitu. Cuma disitulah kita jelaskan buat apa di periksa airnya. Jadi mereka kan paham juga dek. Petugas SE Ya kalau kita udah kasih penyuluhan mereka awal-awalnya aktif dek nanti kalau gak ada masyarakat yang lain ikut serta mereka malas lagi lah dek. Paling mereka cuma bersihkan rumah mereka aja. Kerna kan capek jugak mereka-mereka aja yang kerja yang lainnya cuma lihatin aja nya. Camat Masyarakatnya biasanya terlibat setiap jum’at bersih tapi gak banyak memang yang ikut serta. Kerna kan banyak yang bekerja swasta dek. Kader Masyarakat kurang berpartisipasi, padahal kita kan udah Jumantik umumin di mesjid, kelurahan, kecamatan, kepling juga untuk gotong-royong tapi cuma sedikit yang berpartisipasi buat bersihkan halaman rumah mereka aja gak mau. Nanti kalau

Universitas Sumatera Utara

63

udah ada kejadian DBD barulah ngelapor, nangis-nangis mereka minta di fogging. Padahal kan, fogging itu bukan memberantas DBD, udah sering kami bilang sama mereka kalo fogging itu cuma bunuh nyamuk dewasa aja, sebaiknya mereka itu PSN dulu di rumah mereka. Padahal PSN itu gak susah, cuma kuras bak mandi aja setiap minggu. Masyarakat Kalau gotong-royang biasanya saya ikut bersihkan rumah sama halaman rumah saya aja dek. Soalnya kan saya di rumah kalo pagi sendirian. Itupun kadang saya malas ikut gotongroyong dek capek-capek awak bersihkan nanti orang lain juga yang ngotori nya. Kalo gotong-royong pun gak banyak nya yang ikut paling itu-itu aja orangnya dek. Gak setiap minggu juga lah gotong-royongnya dek, paling 1 bulan sekali aja kadang sekali 2 bulan gitu. Dari pernyata tabel 4.10 dapat diketahui bahwa Keterlibatan Masyarakat dalam Mendukung Program Pemberantasan DBD masih sangat kurang, hal tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat tentang kesehatan masih rendah dalam partisipasi gotong-royong yang dilakukan di lingkungan pemukiman tidak banyak masyarakat yang ikut berperan. Ada juga masyarakat yang berpartisipasi namun hanya sekedar membersihkan lingkung rumahnya saja. Untuk program gotongroyong tersebut hanya berjalan sebulan sekali tapi masyarakat yang terlibat tidak banyak. 4.3.6 Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Program Pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Program pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas itu Abatisasi, PSN, Penyuluhan, PJB. Kalau dari dinas sama ada penyuluhan, fogging, kalau soal PSN orang puskesmas biasanya penyuluhan waktu posyandu. Waktu penyuluhan itu bawa leaflet untuk dibagikan, terus kita kasih juga bubuk abate ke masyarakat. Materi yang disampaikan tentang DBD dek. Kalau PJB itu kan orang puskesmas yang turun langsung dek, kami kan cuma tunggu laporan aja dari mereka. Kepala Kalau program pemberantasan dari puskesmas biasanya lebih Puskesmas ke penyuluhan, kerna kasus DBD itu kan dapatnya enggak

Universitas Sumatera Utara

64

Petugas DBD

Petugas SE

Camat Kader Jumantik

cuma di lingkungan sekitar rumah, bisa juga di tempat-tempat umum kayak di sekolah atau taman. Kalau pun penyuluhan di sekolah-sekolah program kita paling kita usahakan 3 sampai 4 kali gitu dalam setahun. Kalau di sekolah jarang juga kita kasih penyuluhan tentang DBD, paling kalau udah mau musim penghujan gini baru kita kasi penyuluhan tentang DBD di sekolah, biasanya kalau di sekolah lebih ke tentang gizi anak sekolah, bahaya rokok, narkoba dll. Kalau ada kasus DBD, misalnya saya dapat laporan dari kepling atau kelurahan, ya saya langsung lapor ke Dinas, tapi sebelumnya dilakukan PE. Kalau ditemukan jentik DBD positif baru kami laporkan ke Dinas dek. Itu pun harus ada bukti Laboratoriumnya. Kalo untuk program pemberantasan DBD di Puskesmas kami ya paling penyuluhan, PSN, PJB, sama Abate lah dek, kalo fogging itu kan tunggu ada kasus dulu baru bisa dilakukan fogging dek memang itu masuk program juga tapi orang dinas yang lakukan. Kalau program PSN itu saya yang turun langsung, sekalian kita periksa jentik. Tapi kan kalau kami periksa jentik biasanya jarang, itu kader jumantik biasanya yang kerjakan paling kami dapat laporannya ada dari mereka. Kalau abate, kita kasih sama warga abate setelah penyuluhan tapi kami gak bawa abate banyak. Kalau ada masyarakat kami suruh minta aja ke Puskesmas. Kalau PSN itu kan dek biasanya kami bilang waktu penyuluhan, atau Posyandu dek disitu kami jelaskan supaya mereka mengerti guna PSN, apa aja yang harus dilakukan kayak kuras bak mandi atau penampungan air terbuka setiap minggu, jangan gantung pakaian, pasang kawat halus di pentilasi udara, terus nanti jelaskan jugalah gimana bentuk nyamuknya, ciri-ciri orang yang sakit DBD itu gimana, kalau ada di curigai gimana nanti penanganan awalnya di rumah kayak kasih minum air putih banyak. Terus kapan nyamuk itu menggigit kita kan biasanya pagi ato sore hari, terus dimana nyamuk DBD berkembang-biak kalau nyamuk DBD ni berkembangbiak malah ditempat air yang bersih air yang gak bersentuhan dengan tanah. Ya gitu lah dek. Kalau program kami dek yang beri bubuk abate, PSN, penyuluhan itu. Kalau PE itu biasanya petugas DBD yang turun. Kalau untuk penyuluhan biasanya kami waktu posyandu, pengajian atau arisan, kadang ke sekolah juga kami kasih penyuluhan. Setau saya programnya fogging itu dek. Nanti kalau orang puskesmas mau fogging baru lapor ke kami. Tapi ada juga penyuluhan sekali-kali, tapi jarang juga tentang DBD. Program dari puskesmas ada penyuluhan, kami juga berperan dalam penyuluhan ini. Kami sampaikan kepada masyarakat

Universitas Sumatera Utara

65

tentang 3M untuk menguras bak mandi sekali seminggu, menutup tempat penampungan air lainnya, dan mengubur barang-barang yang dapat menampung air. Kemudian pertolongan pertama buat penderita DBD. Kalau program lain PSN, PJB, fogging lah paling kalo udah ada kasus. Kalau abate kami kasih waktu penyuluhan sekalian kami jelaskan fungsi abate dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Masyarakat Kalau program puskesmas kami gak tau dek. Paling yang kami tau orang puskesmas datang bilang mau periksa jentik kerna sekarang musim DBD ya terus nanti dilihat bak mandi kami terus selesai, iya kalau ada jentik dibilangnya nanti disuruh kuras bak mandinya. Kalau fogging biasanya kalau ada yang sakit DBD aja dek dilakukan, tapi gak pernah lagi fogging disini dek. Terakhir dua tahun lalu kayaknya waktu calekcalek itu. Abate ada dek tapi itu di jual, ada waktu itu yang jual kan dek katanya orang dari kelurahan mereka, kemaren itu 3 bungkus Rp. 20.000.-, mahal kali saya rasa jadi gak saya beli lah gak di kasih tau juga cara pakainya cuma bilang program pemerintah. Kalo penyuluhan tentang DBD dulu ada, tapi sekarang belum ada lagi kayaknya. Penyuluhannya yang tentang 3M itu dek, terus pernah juga lah di bilang pakai kawat untuk pentilasi. Kalau penyuluhan memang di posyandu kadang, tapi gak fokus bahas DBD kalo ada yang kenak DBD baru mereka jelasin DBD. Kalau waktu posyandu paling tentang imunisasi, gizi anak kalau gak tentang ASI dek. Ya gak banyak jugalah yang ikut, paling yang ada anak aja sama ibu hamil yang datang ke posyandu. Kalo di rumah saya jarang dek dapat periksa jentik itu. Dari pernyata tabel 4.11 dapat diketahui bahwa Program Pemberantasan DBD yang ada di Puskesmas Medan Johor yaitu PSN, PJB, penyuluhan, abatisasi dan fogging jika ada kasus. Fogging dilakukan oleh petugas dinas kesehatan kota medan, untuk bubuk abate penggunaannya masih belum tepat kepada masyarakat ada yang menjual bubuk abate yang telah disediakan pemerintah, program penyuluhan tentang DBD di lakukan hanya ketika musim hujan.

Universitas Sumatera Utara

66

4.3.7 Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan Ketepatan Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan tentang Laporan Kasus DBD dan Ketepatan Waktu Penyerahan Laporan Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PKM Puskesmas sebenarnya kasih laporan ke dinas sebelum tanggal 5 tapi seringnya setiap tanggal 10 di kasih. Kalau untuk pelaporannya jumlah kasus DBD, nama pasien, kelurahan, nama KK, umur, jumlah trombosit, di rawant di Rumah Sakit (RS) mana. Kepala Laporan di antar ke dinas setiap awal bulan, biasanya tanggal Puskesmas 10. Petugas DBD Laporan kita antar ke dinas setiap awal bulan, itu sebelum tanggal 10 biasanya di antar. Rutin kita antar sebelum tanggal 10 lah harus diserahkan ke dinas. Petugas SE Kalau untuk laporan sebelum tanggal 10 udah kita serahkan. Kader Kalau untuk laporannya kita kasih per triwulan dek. Nanti Jumantik orang puskesmas yang rekapkan sama laporan yang lain. Dari pernyataan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa pelaporan kasus DBD di berikan kepada dinas kesehatan setiap bulannya sebelum tanggal 10. Untuk pelaporan dari kader jumantik di berikan setiap triwulan kepada pihak puskesmas. 4.3.8 Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Kalau pelatihan ada dek, tapi dalam tahun ini belum ada kita lakukan. Belum ada dana kita buat pelatihan. Kepala Kalau pelatihan gak tentu juga, kadang ada kadang gak. Kalau Puskesmas petugas yang ikut pelatihan petugas DBD dek. Soalnya kan mereka yang harus tau perkembangan ilmu baru kasus DBD. Setahun kemaren gak ada lah setau saya pelatihannya. Petugas DBD Seharusnya ada dek, tapi udah lama gak ada pelatihan. Seingat saya dua tahun lalu terakir. Gak tau juga kenapa gak ada pelatihan lagi. Kalau kader jumantik seharusnya ada pelatihan juga, tapi kayaknya dua tahun ini gak ada lagi peltihannya. Kalau ada pelatihan itu biasanyanya kami bahas-bahas tentang DBD, gimana cara penyuluhan supaya masyarakat mengerti,

Universitas Sumatera Utara

67

materi apa saja yang akan dibahas saat penyuluhan. Dulu ada dek, tapi kayaknya udah lama gak ada lagi pelatihannya. Gak tau juga kenapa. Seringnya petugas DBD yang pergi. Kader Kadang ada kadang gak dek. Kalau pelatihan ya biasanya dari Jumantik pagi gitu sampai siang jam-jam 2 gitu. Ya kalau saya pelatihan tentang periksa jentik, gimana ciri-ciri jentik nyamuk DBD, siklus hidup nyamuk, gimana isi formulir untuk periksa jentik, apa aja guna alat-alat untuk periksa jentik itu. Disana sekalian pembagian honor, cuma kalau gak ada laporan atau laporannya belum siap yaa honornya gak dikasi. Pernah dulu kan laporan kami belum siap jadi kami akali aja kami isi asal-asal, mau gimana lagi kalau gak honornya gak keluar. Dari tabel 4.13 menyatakan bahwa Pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Petugas SE

Kesehatan Kota Medan beberapa tahun terakhir ini tidak pernah dilakukan, ada juga yang menyatakan kalau dana untuk pelatihan belum ada. Pelatihan biasanya dilakukan petugas DBD dan jumantik. 4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar Lintas Sektor Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan tentang Pentingnya Koordinasi antar Lintas Sektor Informan Pernyataan Pegawai PMK Koordinasi itu penting dek. kalau gak ada koordinasi program gak jalan. Kami kan juga ada tugas lain gak semuanya kami yang jalan kan. Program yang kami pegang juga gak satu dek, jadi memang perlu kerjasama lintas sektor lain. Kepala Koordinasi penting. Puskesmas juga kerjasama dengan rumah Puskesmas sakit dek. Misalnya ada pasien yang kita curigai sakit DBD langsung kita rujuk ke rumah sakit, orang rumah sakit langsung periksa darah, kalau hasilnya positif nanti petugas DBD yang laporkan ke dinas kesehatan dek. Petugas DBD Pentinglah dek. Koordinasi itu perlu, gak mungkin semuanya saya yang jalankan. Kami juga ada koordinasi dengan lintas sektor. Kalau ada kasus misalnya, kami dapat laporan dari kepling tapi belum ada hasil dari rumah sakit, tapi kami udah lakukan PE ditempat pasien. Jadi waktu hasil RS keluar kami tinggal lapor ke dinas. Jadikan gak mesti lama-lama. Petugas SE Kalau koordinasi itu perlu kali. Koordinasi kami juga baik dengan orang kelurahan. misalnya ada kasus, datanya kurang lengkap untuk mencari alamat pasien, nanti kami minta bantuan sama orang kelurahan, orang kelurahan ikut bantu itu.

Universitas Sumatera Utara

68

Camat

Kalau koordinasinya ya kami cuma melaporkan kasus DBD. Biasanya kalau ada kasus kami laporkan ke puskesmas. Nanti orang puskesmas yang lihat langsung. Kalau perlu fogging mungkin orang kelurahan yang damping. Kalau udah dilaksanakan fogging itu, kelurahan yang kasih laporan ke kecamatan kalau fogging itu udah terlaksana. Kader Ya penting dek. kalau gak kami gak tau juga kerja kami apa. Jumantik Tapi maunya kan pas kami turun dilapangan ada orang puskesmas juga yang ikut dampingi kami kerna kan kami masih banyak belum ngerti. Dari tabel 4.14 menyatakan bahwa koordinasi lintas sektoral dalam pemberantasan DBD penting untuk dilakukan. Tanpa adanya koordinasi dengan lintas sektor terkait sulin untuk menyelesaikan permasalahan DBD di Puskesmas Medan Johor. 4.3.10 Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor

Program

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan tentang Evaluasi terhadap Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor Informan Pernyataan Pegawai PMK Kalau untuk evaluasi dari laporan yang diberikan petugas DBD, itu biasanya laporan kasus, PSN, PJB dek. Kalau langsung lihat ke lapangan gak penah kita dek, paling orang puskesmas aja lah dek. Kepala Ya dari laporan yang dibuat petugas DBD, kalau kapus kan Puskesmas gak harus ikut waktu pelaporan ke dinas, jadi orang itu yang evaluasi. Petugas DBD Kalau buat evaluasi setiap bulan ada, setiap awal bulan hari rabu minggu pertama dek. Orang dinas gak pernah dek melihat kami di lapangan. Kalau penilaiannya ya dari laporan kami ajalah dek. Kalau bukan karna fogging ya orang dinas gak pernah ikut kami turun. Yang pergi evaluasi ya saya sendiri aja ke dinas nanti sekalian bawa laporannya. Petugas SE Dari laporan yang kami kasih itu orang itu menilainya. Kalau turun kelapangan belum pernah setau saya. Kalau evaluasi biasanya petugas DBD aja sama orang dinas, awal bulan biasanya itu minggu pertama. Dari tabel 4.15 menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan yaitu dari laporan yang diberikan pihak puskesmas dan evaluasi di lakukan setiap awal bulan di hari rabu minggu pertama.

Universitas Sumatera Utara

69

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Masukan (Input) Aspek yang dikategorikan sebagai masukan (Input) dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor yaitu: 5.1.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber

Daya

Manusia

(SDM)

yang

terlibat

dalam

kegiatan

pemberantasan demam berdarah dengue (DBD) meliputi penanggung jawab DBD dengan latar belakang pendidikan kesehatan lingkungan, penanggung jawab surveilans epidemiologi dengan latar belakang pendidikan perawat. Adapun SDM yang berada diluar petugas kesehatan yang ikut berperan dalam pelaksanaan kegiatan pemberantasan DBD adalah kader jumantik dengan latar belakang tamat SMA dan kepala lingkungan yang memiliki wewenang dan kekuatan untuk menggerakkan masyarakat diwilayahnya mengingat untuk pemberantasan DBD harus melibatkan semua pihak baik petugas kesehatan, kader jumantik, kepala lingkungan dan masyarakat. Setiap SDM memiliki perannya masing-masing dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD. Untuk kegiatan penyuluhan, kegiatan ini dilakaukn oleh penanggung jawab DBD yang sekaligus penanggung jawab bidang kesehatan lingkungan (kesling). Sedangkan kegiatan pemeriksaan jentik berkala (PJB) SDM yang bertanggung jawab untuk laksanakan kegiatan PJB ini adalah kader Jumantik yang telah terlatih. Kegiatan abatisasi dilakukan oleh masyarakat dengan bimbingan petugas Puskesmas. Kemudian kegiatan pemberantasan sarang 69

Universitas Sumatera Utara

70

nyamuk (PSN) pihak Puskesmas berkoordinasi dengan kepala lingkungan untuk memberikan instruksi kepada masyarakat agar melaksanakan kegiatan PSN. Dan kegiatan fogging dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dimana petugas dilapangannya ditunjuk oleh Dinas Kesehatan yang terdiri dari tiga orang yang masing-masing memiliki tugas sebagai pembuka pintu ruangan, penyemprot dan penutup pintu setelah ruang di disemprot. Dalam pelaksanaan fogging ini, petugas Puskesmas yang terlibat hanya sebagai pendamping fogging dan sebagai penyuluh saat melaksanakan fogging. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa SDM yang digunakan untuk pemberantasan DBD belum sesuai dengan seharusnya. Hal ini dikarenakan masih ada SDM yang tidak digunakan dan berperan ganda untuk melaksanakan program pemberantasan DBD. Menurut Ditjen PP & PL sumber daya manusia (SDM) untuk pemberantasan DBD meliputi petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang meliputi pelaksana surveilans kasus DBD, Kader/PKK/Jumantik, Pengelola program DBD Puskesmas, Pengelola program DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum. Menurut hasil penelitian dalam struktur organisasi Puskesmas Medan Johor diketahui bahwa SDM yang berperan dalam pemberantasan DBD di wilayah Puskesmas Medan Johor mempunyai peran ganda dalam tanggungjawab yang diberikan. Dapat dilihat dari petugas DBD yang memiliki tanggungjawab juga sebagai petugas kesehatan lingkungan, dimana petugas DBD juga memiliki tanggungjawab untuk melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) yang

Universitas Sumatera Utara

71

dimana semestinya juga menjadi tanggungjawab petugas surveilans epidemiologi. Sementara itu petugas SE tidak terlibat dalam pelaksanaan pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor. Petugas SE hanya bekerja untuk membuat laporan yang diberikan oleh petugas DBD setiap bulannya. Padahal menurut Ditjen PP & PL, petugas surveilans harus dilibatkan dalam kegiatan pemberantasan DBD. Petugas surveilans epidemiologi Puskesmas Medan Johor merupakan seorang perawat. Menurut KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan

surveilans

epidemiologi

kesehatan,

tenaga

surveilans

epidemiologi di tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota terdiri dari satu tenaga epidemiologi ahli (S2), dua tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil, dan satu tenaga dokter umum dan untuk Puskesmas tenaga surveilans yang dibutuhkan satu tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tenaga tenaga surveilans epidemiologi di Puskesmas Medan Johor belum sesuai dengan tataran ideal tenaga surveilans. Maka untuk mengatasi hal itu sebaiknya perlu diadakan pelatihan untuk petugas surveilans epidemiologi agar menjadi tenaga surveilans yang terampil. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Medan Johor menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang yang bertanggung jawab dalam hal pemberantasan DBD yaitu kepala puskesmas, dokter, petugas DBD, petugas kesehatan lingkungan dan petugas surveilans epidemiologi. Agar program pemberantasan DBD berjalan dengan optimal peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan untuk mensukseskan program pemberantasan DBD tersebut. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam program pemberantasan

Universitas Sumatera Utara

72

DBD tidak hanya tanggungjawab petugas DBD saja, tetapi harus ada peran serta dari lintas sektor yang terlibat. Petugas DBD tidak akan mampu mengatasi masalah DBD tanpa adanya kerjasama/koordinasi dengan lintas sektor yang lain. Menurut Handoko (2003) dalam mencapai sebuah tujuan organisasi memerlukan koordinasi dengan lintas sektor lain. Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas peran mereka dalam organisasi. Dalam mendukung program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor dibutuhkan kerjasama dengan lintas sektor. Puskesmas Medan Johor menjalin kerjasama tidak hanya dengan Dinas Kesehatan selain itu dengan kecamatan, kelurahan, kepala lingkungan dan kader jumantik. Untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus DBD, petugas DBD berperan penting dalam program pemberantasan DBD. Petugas DBD berperan dalam melakukan semua program yang ada yaitu melakukan PSN yang meliputi Abatisasi (Larvasida), pemeriksaan jentik berkala (PJB) dan Penyuluhan. Untuk melaksanakan program pemberantasan DBD di wilayah Puskesmas Medan Johor, kader jumantik juga memiliki peran sebagai penyuluh ketika melakukan pemeriksaan jentik di rumah penderita DBD dan lingkungan sekitarnya. Kader jumantik juga akan menjelaskan tentang PSN dengan cara 3M Plus. Kader jumantik yang terpilih tentunya sudah terlatih. Kader jumantik juga mempunyai tugas membuat laporan rutin setiap tiga bulan (triwulan). Menurut Dirjen P2 & PL seharusnya laporan dari kader jumantik harus dilaporkan setiap bulan kepada petugas DBD di Puskesmas Medan Johor. Pada kenyataannya

Universitas Sumatera Utara

73

laporan yang masuk dari kader jumantik setiap tiga bulan. Hal ini dikarenakan rendahnya honor dan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas puskesmas dan dinas kesehatan terhadap kader jumantik menyebabkan rendahnya motivasi kerja kader jumntik. Sebaiknya petugas dinas kesehatan memberikan motivasi berupa reward atau hadiah kepada kader jumantik yang aktif dilapangan. Hal ini akan membuat kader jumantik lebih semangat dalam melaksanakan tugastugas yang diberikan. Menurut Muninjaya (2004) menyatakan bahwa wawasan dan motivasi kerja kader sebaiknya dapat terus dibina agar tugas yang dibebankan kepada mereka dapat dikerjakan secara optimal. Mereka harus disadarkan bahwa tugas mereka sangat penting, artinya bagi pembangunan keshatan warga sehingga tugas mereka bukan semata-mata untuk kepentingan program kesehatan. 5.1.2 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor masih belum memadai. Tidak ada

prasarana

khusus

yang

dipergunakan

untuk

melakukan

kegiatan

pemberantasan DBD karena kegiatan pemberantasan DBD tidak dilakukan di dalam gedung Puskesmas. Prasarana yang digunakan untuk kegiatan meliputi tempat posyandu dan mesjid sebagai prasaana untuk penyuluhan dengan kata lain prasarana yang digunakan bukan fasilitas yang dimiliki puskesmas. Sarana yang dimiliki oleh Puskesmas Medan Johor untuk kegiatan pemberantasan DBD adalah bubuk abate, leaflet dan poster yang jumlahnya sangat terbatas. Dikatakan terbatas karena leaflet tidak dibagikan kepada masyarakat melainkan hanya untuk penyuluhan, sedangkan poster tentang gerakan

Universitas Sumatera Utara

74

3M Plus tidak tersedia di Puskesmas. Pentingnya poster tentang 3M Plus ini adalah agar bisa menjangkau masyarakat yang tidak tahu informasi mengenai gerakan 3M Plus. Pada kenyataannya untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan tentang DBD di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor petugas Puskesmas tidak menggunakan leaflet ataupun poster yang merupakan sarana yang telah tersedia. Petugas Puskesmas hanya menyampaikan penyuluhan melalui penjelasan kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan kurang meratanya informasi yang didapatkan oleh masyarakat, karena informasi yang disampaikan tidak dapat menjangkau semua masyarakat. Sesuai dengan pernyataan informan yang masih belum mengerti kegunaan bubuk abate dan gerakan jum’at bersih. Seharusnya petugas kesehatan menempelkan poster di tempat-tempat yang strategis sehingga masyarakat dapat menjangkau dan membaca poster yang ditempelkan, dan membagi leaflet kepada masyarakat. Untuk pelaksanaan fogging sarana yang dibutuhkan adalah mesin fogging, alat pelindung diri berupa masker, solar dan insektisida. Jumlah mesin fogging yang digunakan untuk pengasapan adalah lima unit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jumlah ini masih kurang karena jumlah kecamatan yang ada di Kota Medan tidak sebanding dengan jumlah mesin fogging yang tersedia. Hal ini ditandai dengan keterlambatan pelaksanaan fogging karena harus menunggu giliran. Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai alat dan bahan. Dalam standar penanggulanagan DBD alat dan bahan yang harus tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet,

Universitas Sumatera Utara

75

poster, proyektor, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal empat unit per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes RI, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana yang digunakan untuk pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor belum memadai. Salah satunya mesin fogging yang tersedia di Puskesmas hanya satu unit itupun dalam kondisi rusak. Selama ini pelaksanaan fogging menggunakan mesin fogging yang tersedia dari Dinas Kesehatan, namun mesin fogging yang tersedia di Dinas Kesehatan juga masih terbatas. Maka dari itu Puskesmas perlu melengkapi semua sarana yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD agar dapat berjalan optimal. Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di Puskesmas Medan Johor bahwa sarana di Puskesmas Medan Johor belum cukup memadai karena mesin fogging yang dimiliki Puskesmas cuma satu unit dan keadaan mesin fogging dalam keadaan rusak. Hal ini disebabkan tidak ada petugas yang terlatih untuk menggunakan mesin fogging. Sedangkan menurut Depkes RI (2007), jumlah mesin fogging yang ideal adalah empat unit per kecamatan. Menurut Putri (2008) ketidakcukupan sarana dapat menyebabkan terlambatnya pelaksanaan kegiatan dan kegiatan tidak terlaksana sesuai standar yang ada. Sarana merupakan peunjang kegiatan yang sangat pentig agar kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

76

5.1.3 Dana Dalam sebuah program, dana merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam keberhasilan seatu program. Dari hasil wawancara dengan semua informan menyatakan dana yang tersedia dalam pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor merupakan dana yang berasal dari dana APBD dan dana BOK. Pelaksanaan program pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor, dana yang dipakai untuk melakukan penyuluhan ke masyarakat adalah dana BOK, sedangkan dana yang digunakan untuk abate, fogging, cairan fogging, honor petugas kesehatan dan kader jumantik itu berasal dari dana APBD yang di kelola oleh dinas kesehatan kota medan. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Puskesmas Medan Johor dana BOK yang ada di puskesmas medan johor digunakan untuk penyuluhan yang dilakukan di sekolah-sekolah, penyuluhan yang dilakukan tidak hanya penyuluhan tentang DBD, ada juga penyuluhan lainnya sepeti gizi anak sekolah, narkoba, bahaya rokok, dll. Penyuluhan yang dilakukan tidak setiap bulan, dalam satu tahun penyuluhan bisa dilakukan sekitar 3 sampai 4 kali. Hal ini disebabkan karena kurangnya dana untuk petugas kesehatan dalam program tersebut. Dana BOK di puskesmas sebaiknya tidak hanya untuk kegiatan penyuluhan saja, seharusnya dana yang ada bisa di manfaatkan untuk melengkapi sarana yang dibutuhkan oleh puskesmas seperti lcd untuk penyuluhan dan sarana laboratorium untuk pemeriksaan DBD. Puskesmas seharusnya membuat anggaran dana untuk pelaksanaan program pemberantasan DBD serta mengajukan proposal

Universitas Sumatera Utara

77

kepada dinas kesehatan kota medan agar mengalokasikan dana operasional untuk membantu keterbatasan biaya operasional program pemberantasan DBD di puskesmas medan johor. Untuk memperoleh hasil yang baik atas setiap kinerja, organisasi harus melakukan investasi terhadap kegiatan yang ada. Individu atau tim akan menjadi kurang berguna jika tidak didukung sumber dana untuk melakukan pekerjaan (Mahsum, 2006). 5.2 Proses (Process) 5.2.1 Fogging Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan bahwa fogging merupakan program dari Dinas Kesehatan. Pengasapan (fogging) dilakukan oleh Dinas Kesehatan jika telah ditemukan kasus DBD di wilayah kerja puskesmas. Pelaksanaan fogging ini biasanya dilaksanakan jika telah ditemukannya kasus DBD berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium positif menyatakan pasien menderitan sakit DBD. Kemudian petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) ke rumah penderita DBD dengan jarak radius 100 meter ke depan, belakang, samping kiri dan samping kanan dari rumah yang terkena DBD, jika ditemukan jentik DBD maka dilakukan fogging oleh dinas kesehatan. Berdasarkan keterangan dari salah satu petugas Dinas Kesehatan Kota Medan, jika sudah ada satu kasus DBD maka langsung dilakukan PE, tidak perlu menunggu tiga kasus DBD. Dan ketika PE ditemukan jentik DBD dengan radius 100 meter maka langsung dilakukan fogging.

Universitas Sumatera Utara

78

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor menganggap bahwa dengan adanya fogging tidak perlu dilakukan pemberantasan DBD karena masyarakat menganggap bahwa fogging sudah cukup untuk memberantas DBD. Padahal pemberantasan DBD tidak cukup dengan melakukan fogging, selain itu bisa melakukan 3M (menguras, menutup, dan mengubur barang-barang yang dapat menampung air. Masyarakat juga tidak paham cara penaburan bubuk abate dan manfaat bubuk abate. Kurangnya informasi dari tenaga kesehatan mengakibatkan masyarakat kurang aktif dalam hal keterlibatan pemberantasan DBD. Menurut Sungkar (2007) menyatakan bahwa pengasapan juga harus diikuti abatesasi dan PSN karena pengasapan hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa. Apabila tidak diikuti dengan abatisasi dan PSN, larva Aedes aegypi tidak dapat diberantas dan akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Larvasida yang digunakan untuk abatisasi (temefos) mempunyai efek residu selama 2-3 bulan. Jadi, jika tidak dilakukan empat kali abatisasi maka selama setahun populasi nyamuk akan terkontrol dan dapat ditekan serendah-rendahnya. 5.2.2 Abatisasi Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan semua informan menyatakan bahwa pemberian bubuk abate di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor telah dilakukan ketika ditemukan kasus DBD dan ketika Posyandu. Pelaksana abatisasi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang dibantu oleh kader juantik yang terlatih. Adapun kegiatan program abatisasi yang dilakukan oleh Puskesmas dalam pemberian bubuk abate ketika telah ditemukannya kasus DBD. Pemberian bubuk

Universitas Sumatera Utara

79

abate biasanya diberikan ketika posyandu, pada tempat-tempat umum seperti sekolah, mesjid, gereja dll. Seharusnya program abatisasi tersebut dijalankan sebelum ditemukannya kasus DBD, agar dapat mengurangi perkembangbiakan vektor DBD lebih awal. Keberhasilan program abatesasi tidak terlepas dari kerja sama pemerintah dan masyarakat, khususnya petugas Puksesmas dan kader jumantik sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Namun pemberian bubuk abate harus sesuai dengan dosis dan frekuensi pemberiannya, dan dilakukan secara rutin sehingga dapat membunuh vektor jentik nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan pengakuan salah satu

informan menyatakan bahwa

pelaksanaan abate ada dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor masih ditemukan penjual bubuk abate dengan harga Rp. 20.000 untuk mendapatkan 3 bungkus bubuk abate. Menurut pengakuan warga penjual bubuk abate mengaku dari kelurahan dan saat menawarkan bubuk abate menggunakan pakaian dinas kemudian memaksa warga untuk membeli bubuk abate tanpa menjelaskan cara pemakaian bubuk abate tersebut. Setelah mengetahui hal ini, petugas Puskesmas Medan Johor memberikan himabaun kepada masyarakat bahwa abate tidak pernah diperjual belikan, jika ada yang menjual bubuk abate bisa menghubungi atau melapor ke petugas kesehatan. Namun kenyataannya tidak jarang petugas puskesmas menerima telepon bahwa masih ada penjual bubuk abate mengatas namakan orang dinas dan puskesmas. Kurang aktifnya kader jumantik dalam membagikan bubuk abate menyebabkan tidak meratanya pembagian bubuk abate di masyarakat. Hal ini disebabkan bahwa kader jumantik malas untuk menjemput

Universitas Sumatera Utara

80

bubuk abate ke puskesmas. Sehingga ketika kader jumantik turun kelapangan untuk pemeriksaan jentik, jarang membawa bubuk abate. Hendaknya terjalin kerjasama antara petugas puskesmas dengan kader jumantik, tidak ada salanya sesekali petugas puskesmas mengantar bubuk abate ke rumah jumantik. 5.2.3 PSN DBD Saat ini strategi pemberantasan DBD antara lain dengan memberantas aedes aegypti sebelum musim penularan untuk membatasi penyebaran DBD dan mencegah KLB. Pemberantasan tersebut dilakukan dengan menggerakan masyarakat untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dikenal dengan program jum’at bersih(Sungkar, 2007). Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini, kegiatan PSN masih menjadi tugas puskesmas dan kelurahan. pada program PSN ini masyarakat kurang berperan dalam mensukseskan program tersebut. Padahal untuk mendapat hasil yang maksimal peran masyarakat sangat dibutuhkan. Kurangnya partisipasi masyarakat diasumsikan karena kurangnya kesadaran dari masyarakat. Menurut Sungkar (2007) menyatakan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menunjang keberhasilaan PSN yang merupakan upaya termurah untuk memberantas DBD. Karena itu, diperlukan peenyuluhan yang berkesianambungan mendorong masyarakat agar semakin menyadari bahaya DBD dan pentingnya PSN. Dari hasil penelitian, kurangnya partisipasi masyarakat terlihat dari adanya masyarakat yang tidak terlibatnya dalam pelaksanaan gotong royong yang diadakan oleh pihak kelurahan, tidak bersedia untuk dilakukan periksa jentik

Universitas Sumatera Utara

81

ketika petugas mendatangi rumah mereka. Berdasarkan penelitian Anita (2012) menyatakan bahwa kurangnya partisipasi dan kerjasama antara anggota masyarakat menjadi faktor utama sulitnya penanggulangan DBD. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi timbul apabila masyarakat mengetahui dampak buruk DBD. Kurangnya pengetahuan masyarakat disebabkan oleh kurangnya penyuluhan yang diberikan pada masyarakat. 5.2.4 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) di wilayah kerja puskesmas medan johor sudah berjalan dengan baik, namun belum dilakukan secara maksimal karena puskesmas melakukan pemeriksaan jentik berkala jika telah ditemukan kasus DBD. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan PJB dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dari hasil wawancara yang dilakukan, kegiatan jumantik hanya dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD di wilayah kerjanya sehingga program PJB belum maksimal. Belum maksimalnya kerja jumantik disebabkan karena kurangnya motivasi yang diberikan oleh pihak puskesmas dan dinas kesehatan. Pada kenyataannya data yang diberikan oleh jumantik setiap tiga bulan lebih sering data yang asal-asalan karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak puskesmas. Menurut Sambo, dkk (2012) menyatakan bahwa program pemeriksaan jentik berkala kurang berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kurangnya dana untuk pelaksanaan program, masih kurangnya pengetahuan kader dalam pengisian blanko, dan keterlambatan pengambilan blanko dari masing-masing kader.

Universitas Sumatera Utara

82

Secara umum, peran kader jumantik selama ini sudah cukup maksimal dalam pencegahan DBD. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika mereka turun ke lapanagan untuk melakukan pemeriksaan jentik ke rumah warga kader jumantik biasanya tidak memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat mengenai DBD dan pencegahan DBD. Menurut Pratamawati (2012) menyatakan bahwa peran jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini (SKD) hasil pemantauan kepadatan vektor. Peran jumantik sangat penting dalam SKD DBD karena berfungsi memantau keberadaan serta mengahaymbat perkembangan awal dari vektor penular DBD. Keaktifan kader jumantik dalam memantau lingkungannya merupakan langkah penting untuk mencegah meningkatnya kasus DBD. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan motivasi jumantik melalui motivasi yang diberikan oleh dinas kesehatan setempat. 5.2.5 Penyuluhan Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga kesehatan di Puskesmas Medan Johor, penyuluhan tentang DBD dilakukan di Posyandu dan ketika turun kelapangan saat melakukan Penyelidikan Epidemiologi pada kunjungan ke rumah penderita DBD. Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas medan johor. Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa promosi atau pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat

Universitas Sumatera Utara

83

memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik, pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran. Pada kenyataannya penyuluhan tentang DBD ini sangat jarang dilakukan, terbukti dengan adanya pengakuan dari masyarakat bahwa jika penyuluhan yang disampaikan kepada masayarakat tidak mengenai tentang DBD tetapi lebih sering mengenai imunisasi, gizi pada anak atau tentang pemberian ASI. Berdasarkan penelitian kegiatan penyuluhan yang dilakukan di Posyandu dan kunjungan ke rumah penderita DBD tidak terprogram dengan baik. Kegiatan dilakukan secara insidentil apabila ditemukan masalah atau ada kegiatan tertentu bukan kegiatan yang direncanakan dari awal baik dalam hal materi ataupun waktu pelaksanaan kegiatan. Informasi tentang DBD yang diberikan selama ini masih kurang lengkap, terbukti dengan adanya pengakuan masyarakat yang tidak mengetahui cara menggunakan serbuk bubuk abate. Selama ini informasi yang diberikan hanya sebatas apa penyebab penyakit DBD dan gejala nya, tetapi belum sampai tentang bagaimana cara pencegahan yang dilakukan untuk menanggulangi DBD tersebut. Dan penyuluhan yang dilakukan selama ini tidak terjadwal dengan baik dan akan dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD. Di samping itu kader juga dapat berperan sebagai orang yang pertama kali menemukan jika ada masalah kesehatan didaerahnya dan segera melaporkan ke tenaga kesehatan setempat. Kader merupakan penghubung antara masyarakat dengan tenaga kesehatan karena kader selalu berada di tengah-tengah masyarakat

Universitas Sumatera Utara

84

(Kepmenkes RI, 2011). Kader diharapkan dapat berperan sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat dan penggerak masyarakat untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan demi kehidupan yang lebih bersih dan sehat. 5.3 Keluaran (Output) Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran yang diharapkan Tujuan umum pemberantasan DBD adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian DBD bersama lintas sektor terkait. Keluaran (output) dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di puskesmas medan johor dapat dinilai dari upaya program pemberantasan DBD yang dilakukan. Upaya pemberantasan DBD yang telah dilakaukan di Puskesmas Medan Johor belum berjalan dengan maksimal. Dapat dilihat dari program penyuluhan yang dilakukan selama ini belum terprogram dengan baik. Kegiatan hanya dilakukan insidential apabila telah ditemukan masalah, bukan kegiatan yang telah terencana dari awal sehingga masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara mencegah agar tidak terjadinya kasus DBD. Upaya pemberantasan yang dilakukan selama ini dapat dilihat dari program fogging yang telah terlaksana di masyarakat. Kegiatan fogging yang dilakukan selama ini hanya dilakukan satu kali. Dimana semestinya fogging dilakukan dua kali dengan interval satu minggu pelaksanaan fogging pertama. Program abatisasi yang berjalan di masyarakat dan tempat-tempat umum seperti sekolah belum berjalan dengan maksimal. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi petugas kesehatan mengenai bubuk abate di masyarakat, sehingga

Universitas Sumatera Utara

85

masyarakat masih belum memahami kegunaan bubuk abate dan masih ditemukannya penjualan bubuk abate yang dilakukan kepada masyarakat. PSN DBD yang ada selama ini di masyarakat masih belum berjalan dengan

baik.

Dimana

masih

kurangnya

kesadaran

masyarakat

untuk

melaksanakan kegiatan 3M Plus karena banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan 3M. Pemantaun jentik berkala (PJB) yang dilakukan oleh Puskesmas Medan Johor belum terlaksana dengan baik, karena saat melakukan pemeriksaan jentik petugas tidak melakukannya dengan benar. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengawasan kepala puskesmas. Pengawasan dan pembinaan perlu ditingkatkan agar pelaksanaan program pemberantasan DBD dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah di capai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumberdaya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Munijaya, 2004).

Universitas Sumatera Utara

86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Program Pemberantasan DBD di Puskesmas Medan Johor belum maksimal dilakukan. Hal ini karena petugas kesehatan yang terlibat belum maksimal melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan, sarana yang telah tersedia belum dimanfaatkan dengan baik, seperti sarana PSN Kit untuk kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk dan tidak adanya prasarana

khusus

yang

dipergunakan

untuk

melakukan

kegiatan

pemberantasan DBD karena kegiatan pemberantasan DBD tidak dilakukan di dalam gedung Puskesmas. 2. Untuk pelaksanaan fogging di Puskesmas Medan Johor sudah berjalan di masyarakat. Fogging dilakukan jika laporan yang diberikan oleh pihak Puskesmas ke Dinas Kesahatan Kota Medan. Laporan yang diterima oleh pihak Puskesmas berasal dari laporan masyarakat kepada Kepala Lingkungan sekiar. Fogging ini biasanya dilakukan hanya satu kali di masyarakat yang seharusnya pelaksanaan fogging dilakukan dua kali dengan interval satu minggu dari jarak fogging yang pertama. Hal ini dikarenakan kurangnya pelatihan kepada petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan fogging tersebut.

86

Universitas Sumatera Utara

87

3. Pelaksanaan Abatisasi belum merata sasaran di masyarakat Medan Johor karena masih ditemukannya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menjual bubuk abate di masyarakat yang seharusnya bubuk abate tersebut diberikan secara gratis kepada masyarakat, karena bubuk abate sudah disediakan oleh Dinas Kesehatan. 4. Pelaksanaan PSN DBD di masyarakat belum maksimal dilakuakan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan 3M Plus dan penggunaan bubuk Abate. 5. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) belum maksimal dilakukan karena petugas yang melakukan PJB tidak menggunakan alat-alat untuk pemeriksaan jentik seperti senter, pipet untuk mengambil jentik, dan pelastik untuk meletakan jentik. 6. Pelaksanaan Penyuluhan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Medan Johor hanya dilakukan jika telah ditemukannya kasus DBD di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor sehingga program penyuluhan belum berjalan secara maksimal. Program penyuluhan seharusnya dilakukan sebelum ditemukannya kasus DBD agar dapat mencegah terjadinya peningkatan kasus DBD di Wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.

Universitas Sumatera Utara

88

6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan, adapun saran-saran yang diberikan adalah sebagai berikut: 6.2.1 Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan: 1. Agar melengkapi sarana dan prasarana laboratorium di Puskesmas Medan Johor. 2. Agar mengadakan pelatihan kepada petugas kesehatan dengan kader Jumantik. 3. Agar melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja petugas di lapangan secara khusus dan berkelanjutan. 4. Agar mengkontrol petugas kesehatan dalam memberikan bubuk abate sebagai upaya kewaspadaan dini terhadap adanya kasus DBD. 5. Agar membuat kebijakan yang melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD melalui metode yang lebih efektif. 6.2.2 Kepada Puskesmas Medan Johor diharapkan: 1. Agar meningkatkan koordinasi kerjasama dengan lintas sektor baik dengan kelurahan, kecamatan, dinas kesehatan dan instansi terkait lainnya. 2. Agar melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja petugas kesehatan di Puskesmas Medan Johor secara khusus dan berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

89

3. Agar mengoptimalkan penyuluhan tentang DBD kepada masyarakat, sehingga masyarakat

memahami tentang Pemberantasan DBD

dilingkungannya. 6.2.3 Kepada Lintas Sektoral dan Masyarakat 1. Masyarakat

dapat

berpartisipasi

dalam

mengikuti

penyuluhan

kesehatan tentang pemberantasan DBD yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan ataupun LSM lainnya. 2. Masyarakat untuk berperan dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan lebih aktif mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. 3. Masyarakat wajib berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong di lingkungan rumahnya untuk mencegah tempat perindukan nyamuk dan keberadaan jentik nyamuk DBD setiap minggu.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA Anita, Fitri. 2012. Peranserta Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan DBD Di Kecamatan Pies Kecamatan Aceh Tengah. Skripsi. Medan : FKep Universitas Sumatera Utara. Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan: Edisi Ketiga. Jakarta: Binarupa Aksara. Depkes RI, 1996. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). Pemberantasan Demam Berdara. Jakarta. ______,1997. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). Membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Jakarta. ______,2007. Modul Pelatihan bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014. Profil Kesehatan Kota Medan. ______,2015. Profil Kesehatan Kota Medan. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Profil Kesehatan Sumatera Utara. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD. Jakarta. ______,2014. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI. Jakarta. Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka. Handoko, T Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Drs. H. Malayu S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kementerian Kesehatan RI, 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 581 Tahun 1992 Tentang Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta. _____,2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Survailans Epidemiologi. Volume 2. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

______,2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2 & PL). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta. ______,2011. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi Petugas di Puskesmas. Jakarta. ______,2013. Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue untuk Pengelola Program DBD Puskesmas. ______,2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta. Manda, Yunita Sari. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit DBD (P2DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin. Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualititif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mumpuni, dr. Yekti. 2015. Cekal (Cegah dan Tangkal) sampai Tuntas Demam Berdarah. Yogyakarta: Andi Offset. Muninjaya, Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Renika Cipta. Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Pratamawati, D.A. 2012. Peran Juru Pemantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal. Kesehatan Masyarakat Nasional. Rosiana. 2006. Studi Pelaksanaan Program Pemberantasan Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue terhadap Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Kota MakassarPeriode 2001-2005. Skripsi. Makassar: FKM Universitas Hasanuddin. Rosidi, AR dan Adisasmito, W. 2009. Hubungan Faktor penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) dengan Angka Bebas Jentik di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Jurnal. Majalah Kedokteran Bandung No. 2 Vol 41. Bandung: FK Universitas Padjajaran. Sambo F, Hasanuddin I, Agus B. 2010-2012. Implementasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam Menurunkan Insiden DBD Berbasis Kelurahan di Kota Makassar Periode 20122012. Jurnal. Makassar: FKM Universitas Hasanuddin.

Universitas Sumatera Utara

Satari, Hindra I dan Mila Meiliasari.2008.Demam Berdarah Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit Plus Menu. Jakarta: Puspa Swara. Siagian, Sondang. 1996. Organisasi, Kepemimpinan, Administras. Jakarta : Bumi Aksara.

dan

Perilaku

Soegeng, S. 2001. Penatalaksanaan DBD pada Anak. Jakarta: IDI. Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press. Surabaya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Sungkar, Saleha. 2007. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Tantangan yang Harus Dijawab. Jurnal. Jakarta: FK Universitas Indonesia. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan. WHO. 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. EGC. Jakarta. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga. Semarang.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 I. Identidas Informan Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Asal Instansi Tanggal Wawancara

: : tahun : LK/PR : : :

II. Daftar Pertanyaan A. Petugas Dinas Kesehatan KotaMedan 1. Terkait dengan program DBD di puskesmas medan johor, siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program pemberantasan DBD di puskesmas medan johor? 2. Bagaimana dengan sarana dan prasarana yang tersedia dalam mendukung program pemberantasan DBD di dinas kesehatan? 3. Bagaimana dengan dana yang tersedia dalam mendukung program pemberantasan DBD? 4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program pemberantasan DBD? 5. Apakah masyarakat terlibat dalam program pemberantasan DBD? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut? 6. Apa saja program pemberantasan DBD yang dilakukan oleh dinas kesehatan? Bagaimana pelaksanaannya? 7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan? 8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka kesakitan DBD? 9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas kesehatan? B. Kepala Puskesmas Medan Johor 1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat? 2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif? 3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif?

Universitas Sumatera Utara

4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program pemberantasan DBD? 5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut? 6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut? 7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan? 8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka kesakitan DBD? 9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas kesehatan? C. Penanggung jawab Program DBD Puskesmas Medan Johor 1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat? 2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif? 3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif? 4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program pemberantasan DBD? 5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut? 6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut? 7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan? 8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka kesakitan DBD? 9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas kesehatan? D. Petugas Surveilans Epidemiologi di Puskesmas Medan Johor 1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor siapa saja tenaga kesehtan yang terlibat? 2. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif? 3. Bagaimana dengan dana untuk program pemberantasan DBD? baik dalam hal promotif dan preventif? 4. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor dalam mendukung program pemberantasan DBD?

Universitas Sumatera Utara

5. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut? 6. Apa saja program yang ibu lakukan dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas medan johor? Langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam pemberantasan DBD tersebut? 7. Apakah puskesmas selalu memberikan laporan kasus DBD secara runtin? Kapan puskesmas memberikan laporan? 8. Terkait tentang program pemberantasan DBD di Puskesmas, apakah ada pelatihan bagi petugas DBD dalam hal menurunkan angka kesakitan DBD? 9. Apakah bapak pernah melakukan supervisi kepata petugas DBD di puskesmas medan johor? Jika ada, apakah ada evaluasi dari dinas kesehatan? E. Camat Medan Johor 1. Apa saja yang bapak ketahui tentang kasus DBD di Wilayah Kecamatan ini ? Bagaimana cara bapak mengatasi kasus DBD yang terjadi di wilayah kelurahan ini ? 2. Darimana bapak mengetahui jika ada kasus DBD? Apakah bapak/ibu segera melaporkan kasus DBD ke puskesmas setempat? 3. Apakah bapak pernah diberi penyuluhan tentang DBD di kelurahan ini ? 4. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam program pemberantasan DBD? Bagaimana bentuk keterlibatan yang dilakukan masyarakat setempat? 5. Jika ditemukan kasus DBD kemanakah bapak akan melaporkan kasus tersebut? 6. Jika kasus DBD sudah positif ada di lingkungan bapak/ibu apakah segera dilaporkan ke Puskesmas? Apa langkah yang diambil Puskesmas untuk menangani kasus DBD tersebut? 7. Apakah sudah berjalan pelaksanaan pemberantasan vektor DBD di lingkungan bapak? Dalam bentuk apa kegiatan yang telah bapak/ibu lakukan dalam pemberantasan DBD? F. Kader Jumantik 1. Bagaimana dengan kelengkapan sarana dan prasarana dalam program pemberantasan DBDtik di puskesmas medan johor untuk kader juman? 2. Bagaimana dengan kerjasama lintas sektor kader jumantik dalam mendukung program pemberantasan DBD? apa saja yang dilakukan? 3. Apakah masyarakat telibat aktif dalam mendukung program pemberantasan DBD ? apa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut? 4. Apa saja program yang ada di puskesmas medan johor tentang rogram pemberantasan DBD? 5. Adakah laporan kusus kader jumantik untuk puskesmas medan johor? Kapan laporan jumantik diberikan kepada puskesmas medan johor?

Universitas Sumatera Utara

G. Masyarakat 1. Apakah ibu penah mendapatkan instruksi mengenai informasi pemantauan jentik berkala? Apakah ada tenaga kesehatan melakukan pemantauan jentik berkala? 2. Menurut ibu bagaikmana pelaksanaan penyuluhan yang selama ini berjalan di masyarakat ? 3. Apakah ibu terlibat aktif dalam mendukung program pemberantasan DBD? bagaimana bentuk keterlibatan yang ibu lakukan? 4. Bagaimana sarana buubuk abate dari puskesmas? Sudahkah ibu mendapatkan bubuk abate?

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 2 Lembar Observasi No 1 2 3

4

5 6 7 8 9 10 11 12

Kegiatan Program Pemberantasan DBD Petugas DBD melakukan surveilans kasus secara aktif dan pasif Pasien dengan suspek DBD dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin Tersedianya alat-alat sederhana yang digunakan untuk pemeriksaan DBD: 1. Manset anak 2. Mikroskop 3. Hb Sahli 4. Pipet Hb 5. Pipet eritrosit 6. Pipiet leokosit 7. Kamar hitung trombosit Pasien dengan kasus positif DBD dianjurkan untuk Rawat Inap dan pemeriksaan darah rutin (trombosit) sampai batas normal 150.000-350.000 Kegiatan fogging dilakukan jika terdapat kasus DBD ≥ 3 kasus dan ditemukannya ± 5 jentik di suatu wilayah Petugas puskesmas melakukan upaya PSN (abatisasi, pemeriksaan jentik berkala, dan penyuluhan) Daftar kegiatan puskesmas dan jadwal realisasinya Catatan pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE), Fogging Fokus (FF), larvasida, PJB dan penyuluhan Pihak puskesmas melakukan PE terhadap penderita/tersangka DBD Pencatatan dan pelaporan di Form. PE Puskesmas memiliki daftar inventaris dan stok bahan dan alat di puskesmas seperti mesin fogging, larvasida, dan penyuluhan Tersedianya alat-alat PSN Kit: 1. Topi 2. Rompi 3. Tas kerja

Ya

Tidak

Keterangan

Universitas Sumatera Utara

13

4. Form. Hasil pemeriksaan jentik 5. Alat tulis 6. Senter 7. Pipet 8. Plastik tempat letak jentik 9. Laevasida (abate) Petugas melakukan pemeriksaan jentik menggunakan PSN kit yang telah di sediakan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

More Documents from "venny lavenia"