Edisi 073 6 Jumadil Awwal 1440 H 11 Januari 2019 M
LAYANAN KESEHATAN: HAK RAKYAT, KEWAJIBAN NEGARA
I
slam menetapkan kebutuhan atas pangan, papan, dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan, dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa ketersediaan kebutuhan-kebutuhan ini seperti memperoleh dunia secara keseluruhan. Ini sebagai kiasan dari betapa p entin gnya keb u tu h an kebutuhan tersebut bagi setiap individu. Rasulullah saw. bersabda:
ً ِ ﻣﻧﻛم آﻣﻧﺎ ِﻓــــــﻲ َ َ ْ ََﻣْن أ ْ ُ ْ ِ ﺻﺑﺢ ً َ ُ ،رﺑﮫ ،ﺟﺳده ِ ِ َ َ ﻣﻌﺎﻓــﻰ ِﻓــﻲ ِ ِ ْ ِﺳ ِْ ُ ُﻋﻧَده ُ ﻓﻛﺄﻧﻣﺎ ِ ِ ﻗـــــوت َﯾ َ َ َ َ ﱠ،ْوﻣﮫ ْ َ ِ اﻟدﻧﯾﺎ َ ْ ﺣﯾزت َﻟُﮫ ﱡ Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya
sehat dan ia mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatkan dunia (HR atTirmidzi). Untuk itu, dalam ketentuan Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, papan, dan sandang untuk tiap-tiap individu rakyat. Negara juga wajib menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk s e l u r u h ra k yat . H a l i t u merupakan bagian dari kewajiban mendasar negara (penguasa) atas rakyatnya. Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari penunaian kewajiban itu. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban ini di akhirat. Sayang, penguasa saat ini tampak berlepas
tangan dari kewajiban untuk menjamin berbagai ke b u t u h a n d a s a r y a n g menjadi hak rakyatnya. Salah satunya adalah jaminan kesehatan. Saat ini jaminan kesehatan masyarakat malah menggunakan sistem asuransi sosial dalam kerangka Sistem Jaminan S o s i a l N a s i o n a l ( SJ S N ) . Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikelola oleh Badan Penyeleng gara Jaminan S o s i a l Ke s e h ata n ( B PJ S Kesehatan). Pengalihan Tanggung Jawab Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertolak belakang dengan ketentuan Islam. Pasalnya, yang terjadi dalam JKN, pelayanan
Tidak dibaca saat khatib sedang khutbah
Waktu Zhuhur Jum’at, 6 Jumadil Awwal 1440 H 11 Januari 2019 M untuk Jakarta & Sekitarnya
12.02 WIB
Halaman 2
ke s e h a t a n ra k ya t ya n g sesungguhnya kewajiban negara justru diubah menjadi kewajiban rakyat. Menurut Asih dan M i ro s l aw, d a r i G e r m a n Technical Cooperation (GTZ), LSM yang berperan aktif membidani kelahiran JKN: “Ide dasar jaminan kesehatan sosial adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari Pemerintah ke p a d a i n st i t u s i y a n g memiliki kemampuan tinggi untuk membiayai pelayanan kesehatan atas nama peserta jaminan sosial.” (Asih Eka Putri dan Miroslow Manicki. “Pembangunan Sistem Jaminan Kesehatan Sosial: Bagaimana Jaminan Kesehatan Sosial Dapat M e m b u a t Pe r u b a h a n ? ” G e r m a n Te c h n i c a l Cooporation, Social Health Insurance Project Indonesia). Jakarta. ( M a k a l a h ) . www.sjsn.menkokesra.go.id. ). Jadi sejak awal ruh dari sistem JKN oleh BPJS adalah pengalihan tanggung jawab dari pundak negara ke pundak seluruh rakyat. Dengan pengalihan itu, jaminan kesehatan yang merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara justru diubah menjadi kewajiban rakyat. Rakyat diwajibkan
untuk saling membiayai pelayanan kesehatan di a n ta ra m e re ka m e l a l u i sistem JKN dengan prinsip asuransi sosial. Asuransi Sosial Kesehatan JKN sejatinya bukanlah jaminan kesehatan. JKN sebenarnya a d a l a h a s u ra n s i s o s i a l . Asuransi sosial itu adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN). A k i b a t n y a , pelayanan kesehatan untuk rakyat disandarkan pada premi yang dibayar oleh rakyat. Jika rakyat tidak membayar, mereka tidak b e r h a k ata s p e l aya n a n kesehatan. Karena diwajibkan, jika telat atau tidak bayar, rakyat (peserta asuransi sosial kesehatan) dikenai sanksi, baik denda atau sanksi administratif. Pelayanan kesehatan rakyat bergantung pada jumlah premi yang dibayar rakyat. Itulah ide dasar operasional BPJS. Pemasukan dari iuran dikelola oleh BPJS untuk memberikan jaminan
kesehatan kepada peserta JKN-KIS. Namun, tidak semuanya digunakan untuk itu. Menurut UU, sebagian dari dana yang dikelola BPJS Kesehatan harus diinvestasikan dalam instrumen investasi dalam negeri baik instrumen deposito, saham, SBN (Surat Berharga Negara atau surat utang negara), reksadana dan instrumen lainnya. CNN Indonesia melansir bahwa pada akhir tahun lalu (2017) aset dana kelolaan BPJS Kesehatan menyentuh angka sekitar Rp7,2-Rp7,3 triliun (www.cnnindonesia.com, 28/8/2018). Dalam perjalanan mengelola JKN-KIS, BPJS terus mengalami defisit sejak 2014. Defisit itu makin besar dari tahun ke tahun. Tahun 2014 defisitnya Rp 3,3 triliun, lalu naik menjdi Rp5,7 triliun pada 2015. Berikutnya naik lagi menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016 dan Rp 9,75 triliun pada 2017. Untuk tahun ini, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setidaknya hingga akhir 2018, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,98 triliun. Akibat defisit itu, BPJS Kesehatan menunggak pembayaran kepada ratusan rumah sakit yang menjadi partner BPJS Kesehatan. Dalam rapat di DPR,
Tidak dibaca saat khatib sedang khutbah
Halaman 3
Selasa (18/9), Direktur U t a m a B PJ S Ke s e h a t a n Fa c h m i I d r i s m e nye b u t besaran klaim yang dibayarkan perusahaan selalu lebih besar ketimbang iuran yang diterima dari pesertanya. CNBC Indonesia (29/9/2018) menyebutkan, BPJS Kesehatan memang memiliki potensi menderita defisit setiap tahun. Pasalnya, besaran iuran tidak bisa menutupi rata-rata biaya peserta. Pada 2017, rata-rata premi perorang perbulan mencapai Rp 34.119, sementara rata-rata biaya perorang Rp 39.744 perbulan. Artinya, tekor Rp 5.625 perorang perbulan. Dengan jumlah peserta mencapai 204,4 juta hingga pertengahan September 2018 maka defisit BPJS Kesehatan perbulannya sekitar Rp 1,1 triliun. Selama kondisinya seperti itu, meski kepesertaan 100% lebih sekalipun, BPJS akan terus defisit. D a l a m ke r a n g k a berpikir asuransi sosial, tentu solusi defisit BPJS adalah dengan menaikkan iuran premi. Namun, dalam situasi tahun Pemilu, solusi menaikkan iuran BPJS jelas “tidak menguntungkan” bagi Jokowi. Karena itu untuk menutup defisit itu dipilih kebijakan menyuntikkan dana dari APBN ke BPJS
Kesehatan. Dalam hal ini Pemerintah telah menyuntikkan dana yang jika ditotal sudah mencapai Rp 10,1 triliun (finance.detik.com, 12/12/2018). Jaminan Kesehatan dalam Islam Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw.:
ٌ ُ وﻣﺳ ْ َ َ ھو ؤول َ ُ راع َو ُ َِ ٍ َ اﻹﻣــﺎم ﯾﺗﮫ ِ ِ رﻋ ﱠ ِ َ َﻋْن Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari). Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah
menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cumacuma. Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad s a w. p u n m e nye d i a ka n dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau m e n j a d i ka n d o k t e r i t u sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah 'Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba'. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim). Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim). Masih ada nas-nas lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma untuk rakyatnya.
Tidak dibaca saat khatib sedang khutbah
Halaman 4
S e m u a i t u merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama, universal, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan b i ay a u n t u k m e n d a p a t p elaya n a n kes eh ata n . Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon. Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu
membutuhkan dana tidak kecil. Pembiayaannya bisa d i p e n u h i d a r i s u m b e rsumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanîmah, fa'i, 'usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas. Ku n c i nya a d a l a h dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw., lalu dilanjutkan oleh
Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah yang harus d i p e r j u a n g k a n oleh—sekaligus menjadi tanggung jawab—seluruh umat Islam. WalLâh a'lam bi ashshawâb. []
HIKMAH Rasulullah saw. bersabda:
ً َ َ وﺳﺗﺻﯾُر َﻧ َ َ ﺻون ً َ ْ وﺣ َ َ إﻧﻛم … اﻟﻘﯾﺎﻣﺔ ِ َ َ ِ ْ ْوم ِ َ َ َ ،اﻹﻣﺎرة ِ َ َ ِ ْ ﻋﻠﻰ َ َ داﻣﺔ َ ُ ﺣر ْ ُ ِﱠ َ ﺳرة َﯾ ِ ْ ﺳﺗ
Kalian begitu berhasrat atas kekuasaan, sementara kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kesedihan pada Hari Kiamat… (HR Ahmad).
Simpan baik-baik lembaran ini, di dalamnya ada ayat-ayat al-Quran