Rabu, 11 Maret 2009
BACAAN RENUNGAN PAGI
KALVARI “Tetapi dia tertikam oleh karena pembrontakan lota, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bulir-bulirnya menjadi sembuh” Yesaya 53:5 Orang-orang Roma tidak membuat salib. Namun mereka mengambil alih dan menggunakannya selama berabad-abad untuk menghalangi secara efektif pihak oposisi terhadap kekaisaran. Salib itu cocok dengan tujuan mereka secara ideal. Salib itu dapat menjadi alat eksekusi secara terbuka yang sangat unggul. Para pemberontak terhadap Pax Romana diarak melalui jalan-jalan dengan membawa salibnya atau ada seseorang yang membawakannya. Para pejalan yang lain dapat melihatnya – dan merasa gentar. Tempat untuk melaksanakan eksekusi itu sendiri juga merupakan tempat umum yang terbuka. Mereka membiarkan kerumunan orang itu untuk melihat nasib dari orang yang berani bangkit melawan Roma! Dan kematian akan tiba dengan perlahan-lahan. Korban itu mungkin saja dapat tergantung selama berhari-hari, dipakukan atau diikat ke salib, sampai terpanggang sinar matahari dan kehilangan cairan tubuh yang menyebabkan kematian. Orang – orang Roma itu seringkali menggunkan salib, tetapi tidak pernah dipergunakan untuk menghukum warga negaranya sendiri. Kalau kaisar kadangkala tidak ingin mengikuti cara ini, maka akan terjadi kekerasan dan kerusuhan yang mentebar sebagai protes. Salib itu adalah lambang dari rasa malu dan kehinaan, terlalu menggegerkan bagi seseorang penduduk Roma. Rasul paulus, sebagai contohnya, adalah seorang Roma, dan tidak disalibkan. Dia dibunuh dengan pedang. Tetapi Yesus dari Nazaret itu, bukanlah warga Negara Roma, tentu dapat disalibkan, dan memang demikian jadinya untuk Dia. “Anak Allah yang tidak bercacat-cela tergantung di salib, daging-Nya sobek dengan pukulan; tangan yang sering direntangkan untuk memberkati, dipakukan pada kayu palang, kaki yang tidak mengenal jerih lelah dalam pelayanan kasih, dipakukan ke salib; kepala Raja ditembusi mahkota duri; bibir yang gemetar mengucapkan seruan malapetakan. Dan segala sesuatu yang diderita-Nya – tetesan darah yang mengalir dari kepala-Nya, tanggan-Nya, kaki-Nya, kesengsaraan yang menyiksa tubuh-Nya serta kepedihan yang tidak terperikan yang memenuhi jiwa-Nya ketika wajah Bapa disembunyikan— berbicara kepada setiap anak manusia, menyatakan, Bagimulah Anak Allah rela menanggung beban kesalahan ini; bagimulah ia merusakkan kerjaan kematian, dan membuka gerbang Firdaus. Ia yang mendiamkan lautan yang bergelora dan berjalan diatas ombak yang berbuih, menyebabkan Setan-setan gemetar dan penyakit lenyap, yang mencelikkan mata yang buta dan membangkitkan orang mati, mempersembakan diri-Nya di atas salib sebagai korban, dan hal ini disebabkan oleh kasih bagimu. Ia, penanggung dosa menderita murka keadilan Ilahi, dan untuk kepentinganmu menjadi dosa dengan sendirinya.” (Alfa dan Omega, Jld.6. hlm 407).
Sumber : disalin kembali dari buku Renungan Pagi
PEMUDA ADVENT INDONESIA e-mail :
[email protected]