Izzuddin Abdul Manaf (konsultasimuamalat.wordpress.com)
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh • Para ahli sejarah fiqh Islam mengakui bahwa ushul
fiqh lahir bersamaan dengan lahirnya ilmu fiqh • Pendapat tsb cukup logis mengingat secara metodologis, fiqh tidak akan lahir tanpa ada metode istimbath. Metode Istimbath inilah yang menjadi inti Ushul Fiqh
•Dalam sejarah Islam, fiqh sebagai hasil ijtihad para ulama, lebih dahulu populer dan dibukukan dibanding dengan ushul fiqh Perumusan fiqh dilakukan pasca wafatnya Nabi Saw, yaitu periode sahabat
Sementara Ushul Fiqh sebagai sebuah metode Istimbath, baru tersusun sebagai sebuah bidang keilmuan pada abad 2 H yaitu Oleh Imam Syafi’i (150-204 H)
Perkembangan Ushul Fiqh Zaman Nabi Saw
Zaman Sahabat
Sumber Hukum ada 2 : yaitu (Quran dan Sunnah) 2. Ijtihad dgn Qiyas
Sumber Hukum : Quran,Sunnah Qiyas,Ijma Maslahah Ijtihad Umar & Ali
Zaman Tabiin
1.Ahli ra’y & Ahli Hadits 2. Metode Istimbath; Qiyas,fatwa sahabat
Zaman Imam Mujtahid/ Mazhab
Zaman Pasca Syafii
*Metode qiyas, Ada 3 Tahap istihsan, 1.Thp Awal Maslahah, 2.Perkem Amal ahli bangan Madinah,dll 3.Penyempur *Pembukuan naan Ushul Fiqh
Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak terlepas dari pertumbuhan fiqh sejak zaman Rasulullah Saw Jadi, praktek ushul fiqh sebenarnya telah ada sejak masa Rasulullah Saw, Namun penyunannya secara sistimatis dan komprehensif dalam bentuk buku,baru pada abad 2 H •
Sumber hukum Islam di masa Nabi hanya 2, yaitu Alquran dan Sunnah Jika muncul suatu kasus, Rasul menunggu wahyu diturunkan, Jika wahyu tidak turun, maka beliau berijtihad. Hasil Ijtihad ini disebut dengan hadits (Sunnah)
Hasil Ijtihad Nabi juga disebut Wahyu (An_Najm : 4)
Nabi menggunakan Qiyas dalam menjawab pertanyaan sahabat (Umar) tentang batal tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya. Rasul Saw bersabda,”Apabila kamu berkumurkumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal”? Umar menjawab, Tidak Batal. Cara-cara Rasul seperti inilah yang menjadi bibit munculnya ilmu ushul fiqh
Di masa Nabi, seringkali para sahabat “dilatih” berijtihad dalam berbagai kasus, seperti 1. Kasus Shalat Ashar di Bani Quraizah, 2. Kasus tawanan perang, dan 3. Kasus Tayamum Ibnu Mas’ud dan Umar bin Khaththab. Ijtihad tersebut ada yang ditaqrir (diakui) Nabi (Kasus I), ada yang turun ayat tentangnya (Kasus II) ada yang dibenarkan Nabi (Kasus III)
Nabi menyuruh para sahabat agar shalat ashar di desa Bani Quraizah (BQ), namun ternyata sebelum mereka sampai di desa tersebut, waktu ashar hampir habis.
Maka sebagian sahabat melakukan shalat ashar di perjalalan meskipun belum sampai di Desa Bani Quraizhah, karena.Jika shalat ashar di tempat tujuan, waktunya diprediksi sudah magrib. Sebagian sahabat tidak mau shalat di perjalanan, karena Nabi memerintahkan tadinya shalat ashar di Desa Bani Quraizhah. Mereka ashar di Desa tujuan. Menurut anda bagaimana sikap dan jawaban Nabi menyelesaikan Kasus tersebut ?. Siapa yang salah dan siapa yang benar?.
Kepada kelompok yang shalat, Nabi mengatakan
Anda telah kreatif memahami Pesanku dengan melaksanakan shalat Di perjalanan
Nabi Saw
“Anda telah mengamalkan sabdaku”
Kepada kelompok yang tidak shalat di jalan Tapi di desa BQ Nabi mengatakan
kelompok yang shalat di perjalanan
Kelompok ini memahani nash Secara rasional dan kontekstual
Bibit Ahli Ra’y
kelompok yang shalat di Desa Tujuan
Kelompok ini mehami nash Secara literal (tekstual)
Bibit Ahli Hadits
Pada suatu hari Umar dan Ibnu Mas’ud mau melaksanakan shalat,tapi tidak ada air.Maka mereka bertayammum, kemudian mereka melaksanakan shalat. Beberapa saat selesai shalat, tiba-tiba mereka menemukan air. Seorang kembali berwudhuk dan melaksakan shalat, Sementara seorang lagi tidak mengulangi lagi wudhuk dan shalatnya. Siapa yang dibenarkan Nabi Saw ???
Nabi tidak menyalahkan salah satu di antara mereka
Kepada Ibnu Mas’ud ia berkata,”Laka Ajrani” (Bagimu dua pahala) Kepada Umar, Nabi saw berkata, “Ajzaatka Shalatuka”, (shalatmu yang sekali itu telah memadai (cukup), tak perlu diulang lagi).
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat
Umar bin Khaththab Umar dikenal sebagai tokoh inovatif dalam berijtihad
Banyak Ijtihad Umar 1. Kasus tanah Sawad di Iraq 2. Kasus tidak memberi zakat kpd Muallaf 3. Kasus tidak memotong tangan pencuri
Umar menggunakan Maslahah (Istishlah)
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab Umar tidak memberikan harta ghanimah (hasil perang) kepada prajurit Islam, padahal menurut Al-quran (Al-Anfal 41), bahwa 80 % hasil tersebut harus diserahkan kepada prajurit Islam yang telah berhasil membebaskan daerah tsb.
Alasan Rasional Umar : 1. Jika penduduk asli dibiarkan mengusainya, maka mereka akan bayar kharaj yang menjadi income untuk biaya menjaga perbatasan daulah Islam 2. Jika ghanimah diberikan, Umar khawatir para sahabat akan menjadi tuan-tuan Tanah
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab Umar tidak memberikan zakat kepada muallaf, padahal menurut Al-Quran (5:60), mereka berhak mendapat
Alasan Rasional Umar : Dulu di masa Nabi dan Abu Bakar, Islam belum kuat dan belum banyak jumlahnya, maka diperlukan upaya pelunakan hati orang yang baru masuk Islam agar tertarik kepada Islam dan makin banyak yang masuk Islam, Tetapi di masa Umar, Islam telah kuat, tidak begitu dibutuhkan lagi pelunakan hati melalui Materi (dana zakat)
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab Umar tidak memotong tangan pencuri, padahal menurut Al-quran (5:38) mereka harus dihukum.
Alasan Umar : Karena pada masa itu suasana ekonomi sangat gawat ( paceklik), yang disebut dengan Amul maja’ah, yaitu tahun kelaparan
Ijtihad Ali bin Abi Thalib
Ali menggunakan qiyas, yaitu mengqiyaskan orang yang meminum khamar dengan hukuman orang yang melakukan qazaf (menuduh berzina) Hukuman pelaku qazaf ialah dera 80 kali, Ali juga menghukum peminum khamar dengan dera (pukul) 80 kali.
Apabila diperhatikan secara cermat, para sahabat mengistimbath hukum, mula-mula dengan memperhatikan teks-teks Al-Quran kemudian Sunnah. Bila hukumnya tidak ditemukan di dalam keduanya, mereka melakukan ijtihad dan mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah dan hasil kesepakatan mereka dikenal dengan ijma’ sahabat. Sahabat telah menggunakan metode qiyas dan istislah dalam berijtihad. Mereka juga telah menggunakan ijma’sebagai sumber hukum
Hirarki Penggunaan Dalil Oleh Sahabat
Alquran Sunnah Ijtihad Ijma’
Qiyas Istislah
Masa Tabi’in
Di masa tabiin, permasalahan hukum semakin kompleks. Para Tabi’in melakukan ijtihad di berbagai wilayah Islam. Di Madinah, ada Said bin Musayyab Di Irak An-Nakhai dan Al-Laits Metode ulama dalam mengistimbath hukum bisa berbeda, ada yang menggunakan maslahat dan ada yang menggunakan qiyas Kelompok ulama inilah yang melahirkan Aliran fikih ahli ra’yi dan ahli hadits
Ahli ra’yi lebih banyak menggunakan ra’y (rasio) dibanding ahli hadits dalam mengistimbath hukum.
Ahli hadits dalam menyelesaikan berbagai kasus berusaha mencari illat hukum, sehingga dengan Illat ini mereka dapat menyamakan hukuman kasus yang dihadapi dengan kasus yang ada nashnya Mereka juga sering mencari rahasia dan maqashid suatu dalil syara, seperti benda zakat yang bisa diganti dengan uang
Masa Imam Mujtahid/Imam Mazhab (Masa Pembukuan Ilmu Ushul Fiqh)
Para Imam Mujtahid : • Imam Abu Hanifah (80—150H) • Malik bin Anas (93-179 H) • Imam Syafi’I (150-204 H) • Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
Mengapa pembukuan Ushul fiqh Diperlukan ?
Salah satu pendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqh adalah perkembangan wilayah Islam yang makin luas, yang berimplikasi bagi munculnya berbagai persoalan baru yang membutuhkan jawaban hukum syara. Untuk itu para ulama sangat membutuhkan kaidah-kaidah yang standar dan sudah terbukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum
Siapakah penyusun Buku Ushul Fiqh Pertama?
Para pengikut mazhab masing-masing mengklaim gurunya (pendiri mazhabnya) sbg penyusun pertama Ushul fiqh. 1.Golongan Hanafiyah mengklaim Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani sebagai orang pertama menyusun ilmu ushul fiqh Alasannya, Abu Hanifah adalah orang pertama yang menjelaskan metode istimbath dalam buku Ar-Ra’y, sedangkan Abu Yusuf menyusun tulisan Ushul Fiqh. Demikian pula Muhammad bin Hasan Menyusun Kitab Ushul Fiqh sebelum Syafi’i
2. Golongan Malikiyah juga mengklaim Imam Malik sebagai orang pertama berbicara ilmu ushul fiqh Tapi mereka tidak mengklaim Imam Malik sbg orang Pertama menyusun kitab Ushul Fiqh 3. Syi’ah Imamiyah juga mengklaim Muhmmad Baqir Ibnu Ali Ibn Zainal Abidinkemudianm diteruskan putranya Ja’far Shodiq, 4. Golongan Syafi’iyah juga mengklaim Imam Syafi’i sebagai orang pertama menyusun Kitab Ushul Fiqh dengan nama Ar-Risalah
Klaim Hanafiyah dibantah Ali Abdul Raziq, bahwa Abu Yusuf Dan Asy-Syabani menyusun ushul fiqh sangat Cendrung untuk mendukung metode istihsan gurunya yang sangat ditentang ahli hadits. Orang yang menyusun ilmu ushul fiqh secara lengkap dan komprehsnif dan tidak sektarian adalah Imam Syafi’ dengan karya Ar-Risalah
Klaim Malikiyah wajar,Namun harus dicatat, Bahwa pembahasan ushul fiqh dengan metodologi ushul juga sudah terjadi di masa sahabat dan tabi’in, Jadi bukan Imam Malik yang pertama membicarakan Ushul Fiqh
Imam Syafii dianggap sebagai ulama pertama menyusun Ilmu ushul fiqh, karena beliau secara komprehensif telah merumuskan kaidah-kaidah fiqhiyyah bagi setiap bab dalam bab-ban fiqh, menganalisisnya serta meng aplikasikan kaedah-kaedah itu atas masalah furu’. Imam Syafii dalam Ar-Risalah berhasil merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong ulama untuk mengistimbath hukum dari sumber-sumber syar’i, tanpa terikat pendapat seorang faqih(ulama) tertentu, sehingga ushul fiqhnya betul-betul independen dan sempurna
Jalaluddin Al-Suyuthi berkata, “Disepakati bahwa Asy-Syafii adalah peletak batu pertama Ilmu ushul fiqh yang lengkap dan independen. Dia orang pertama yang menulis ilmunya secara tersendiri. Adapun Malik dalam Al-Muwaththa hanya menunjukkan sebagian kaedah-kaedah, demikian pula Abu Yusuf dan Muhammad Hasan Syaibani.
Ushul Fiqh Pasca Asy-Syafii
Tahap Awal (Abad 3 H)
1.Ar-Risalah sbg rujukan 2.Aktivitas pensyarahan Ushul fiqh dimulai 3.Muncul 2 aliran
Tahap Perkembangan (Abad 4 H)
1.Pintu ijtihad Ditutup 2.Mensyarah, Memperjelas Illat hukum, 3.Mentarjih 4. Pengandaian2 5.Corak filsafat
Tahap Penyempurnaan (abad 5-6 H)
1.Penulisan ushul Fiqh terpesat 2.Lahir buku-buku Standar yang Lbh sempurna 3. Kristalisasi aliran ushul
Tahap Awal
1. Ar-Risalah sebagai rujukan utama para ulama 2.
Pasca Ar-Risalah banyak lahir kitab ushul, tetapi tetap tergantung pada Ar-Risalah Asy-Syafi’i, bukan pemikiran orisinil, seperti : -Itsbat al-Qiyas, Khabar Wahid : Isa Ibnu Iban (w.221H) -An-Nakt oleh Ibrahim An-Nazzam (w.221H) -Kitab Ushul oleh Daud Zahiry (w.270 H) Zahiri juga menulis Al-Ijma’, Ibthalut Taqlid, Ibthalul Qiyas, Al-Khusus wal Umum, dll
3. Muncul aliran-aliran ushul fiqh : Syafi’iyah (Mutakal limin dan Aliran Hanafiyah
Tahap Awal
1. Maraknya aktivitas pensyarahan kitab ushul menunjukkan kajian ilmiah tetap hidup, dinamis dan berkembang, sehingga teori ushul fih makin rinci, jelas dan komprehensif. Jadi meskipun pintu ijtihad muthlak telah mulai ditutup,, tetapi hal itu tidak melemahkan kajian pengembangan Ushul fiqh
Tahap Perkembangan 1.
Pintu Ijtihad tertutup
2. Kegitan ilmiah di bidang Ushul hanya untuk menyempurnakan pemikiran pendahulunya dalam bentuk pensyarahan, pentarjihan yang cendrung untuk membela dan Memperkuat pendapat mazhabnya 3. Memperbanyak pengandaian2 dalam masalah hukum Berupa prediksi hukum di masa depan untuk memberi jawaban hukum yang mungkin terjadi in the future. Contoh, jika kambing melahirkan manusia, bolehkah anak itu disembelih jadi kurban? Bolehkan ia menjadi Imam Shalat ? 4. Ushul Fiqh diwarnai filsafat
Pada abad ke 4 H ini muncul kitab-kitab Ushul : 1.Kitab Ushul Al-Kharkhiy ditulis Abu Hasan UbaidillahAl-Karkhiy 2.Kitab Fushul fil Ushul oleh Al-Jashshaah 3. Bayan Kasyful Ahfaz oleh M.Badaruddin Mahmud Al-Lamisi al-Hanafi Catatan : Kajian kitab ini lebih sempurna,bersifat utuh dan spesifik ushul
Tahap Penyempurnaan/Takmil
1.Penulisan ushul Fiqh terpesat yang ditandai oleh lahirnya buku-buku Standar yang sempurna : -Kitab Al-Mughniy : Qadhi Abd Jabbar (w.415 H) -Al-Mu’amad fi Ushul Fiqh :Abul Husain Al-Bashri (w.436 H)
-Al-Iddaf fi ushul Fiqh :Al-Farra’ (w. 458 H) -Al-Burhan fi Ushul Fiqh : Al-Juwaini Imam Harmain (w.478H)
Menurut Ibnu Khaldun ini kitab standar Ushul Fiqh -Al-Mustasfa : Al-Ghazali w505 H), juga kitab standar 2. Kristalisasi aliran ushul 3. Interelasi/Interkoneksi berbagai aliran ushul
Tahap Penyempurnaan/Takmil
Para ulama mutaakhkhirin (generasi belakangan) memperdalam ilmu ushul dengan lintas mazhab. Ulama Syafii, Maliki dan Hanbali, misalnya banyak menyusun ushul fiqh menurut /memasukkan metode Hanafiyah,seperti Al-Qarafi yang berasal dari mazhab Maliki. Ia menggunakan metode mazhab Hanafi dan Maliki. Demikian pula Imam Asnawi yang berasal dari Asy-Syafii, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim dari mazhab Hanbali. Bahkan Syiah Imamiyah dan Zaidiyah juga menggunakan metode mazhab Hanafi
Aliran-aliran Ushul Aliran-aliran UshulFiqh Fiqh
1
Aliran Syafi’iyah atau Mutakallimin
2
Aliran Hanafiyah
3
Aliran Mutaakhkhirin
Aliran-aliran Ushul Fiqh Aliran Syafi’iyah/Mutakallimin
Disebut aliran Syafi’iyah karena Imam Syafii adalah tokoh pertama yang menyusun ushul fiqh dengan menggunakan sistem ini Disebut mutakallimin karena dalam metode pembahasannya menggunakan falsafah dan mantiq dan tidak terikat pada mazhab tertentu Dan mereka yang banyak memakai metode ini berasal dari ulama mutakallimin
Ciri Aliran Syafi’iyah/Mutakallimin Aliran-aliran Ushul Fiqh
Dalam menyusun ushul fiqh aliran ini menetapkan Kaedah dengan didukung oleh alasan-alasan yang kuat, baik Al-quran, Sunnah maupun akal pikiran Penyusunan kaedah tidak terikat kepada penyesuaian dengan furu’ (masalah hukum), sehingga persoalan furu’ bisa dikuatkan dengan kaedah dan adakalanya melemahkan furu’ mazhab
Aliran Hanafiyah Aliran-aliran Ushul Fiqh
Dalam menyusun ushul fiqh, aliran ini banyak mempertimbangkan masalah furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka. Mereka menyusun ushul fiqh hanya untuk memperkuat pendapat mazhab yang mereka anut. Oleh karena itu, sebelum mereka menyusun kaedah, terlebih dahulu mereka menganalisis secara mendalam terhadap hukum furu’ yang ada dalam mazhab mereka
Ciri Aliran Hanafiyah Aliran-aliran Ushul Fiqh
Ciri lain aliran Hanafiyah ini ialah bahwa kaedah yang disusun dalam ushul fiqh semuanya bisa diterapkan, Hal ini logis karena mereka telah terlebih dahulu menyesuaikannya dengan hukum furu’ yang ada dalam mazhab mereka
AliranMutaakhkhirin Aliran-aliran Ushul Fiqh
Aliran yang menggabungkan kedua metode yang dipakai Syafi’iyah dan Hanafiyah. Mereka melakukan tahqiq terhadap kaedah yang dibuat kedua aliran di atas, Lalu meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk Mendukung aliran mereka dan berusaha Menarapkannya pada furu’ fiqhiyyah
Kitab Ushul Fiqh yang menggunakan metode Aliran ini ialah : 1. Jam’ul Jawami’ oleh Imam As-Subky (w.771H) 2. At-Tahrir oleh kamal bin Kamal Al-hanafi (w.861 H) 3. Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syawkany (w.1255) 4. Ushul Fiqh oleh Khudry Beik (1345 H) 5. Ilmu Ushul Fiqh oleh A.Wahhab Khallaf 6. Ushul Fiqh oleh Muhammad Abu zahroh
Pengaruh Mantiq Aristo Ar-Risalah Imam Syafii banyak menggunakan metode deduksi filsafat, yaitu menyusun kaedah-kaedah kulliyah (umum) yang dapat diaplikasikan dalam masalah-masalah juz’iy (khusus), Karena itu ada yang menilai Syafii terpengaruh filsafat Aristo, Metode qiyas yang paling banyak dikembangkan Syafii, mirip dgn Sillogisme Filsafat Yunani, Namun anggapan itu kurang kuat, karena Imam Syafii sendiri membenci filsafat Aristo (As-sami an-Nasiy 1978 : 70)
Contoh Implementasi Qiyas
5 1
Khamar itu Haram
2 Illatnya : sama-sama Memabukkan dan Merusakkan akal
Bagaimana Dengan Arak or narkoba ?
4
3 Ada dalil Quran
Tidak ada Dalil Quran 6
Kesimpulan hukum syara’ untuk Arak/Tuak/Narkoba ialah haram, karena sama-sama memabukkan dan merusakkan akal (illatnya sama)
Cari contoh Qiyas yang lain Penyalahgunaan Narkoba Formalin Korupsi Bunga Bank
Meskipun Ushul Fiqh Imam Syafii belum dipengaruhi teori filsafat Aristo, tetapi pada perkembangan selanjutnya, para pengikutnya mulai mewarnai ushul fiqh dengan corak pemikiran kalam yang bernuansa filsafat Ulama yang paling getol menerima mantiq adalah Al-Ghazali. dalam muqaddimah kitab Al-Mustashfa ia secara jelas mengemukakan teori-teori manthiq. Ia mengatakan bahwa manthiq Aristo sebagai syarat ijtihad dan fardhu kifayah mempelajarinya. Ia mengatakan : “Siapa yang tidak mengetahui manthiq, maka tak dipercayai Ilmunya”.
Masuknya pengaruh manthiq Aristo ke dalam ushul fiqh dimulai semenjak Al-Juwaini (Imam Al-Harmain)
Pengaruh ini terjadi sejak abad ke 5 H dan karena itu banyak ulama yang tidak setuju dengan Al-Ghazali Ulama yang paling keras menentangnya adalah Ibnu Taymiyah dan Ibnu Shalah (643H) , juga Imam Nawawi
Pada abad 8 H, muncul Abu Ishak Asy-Syatibi (w.790H) dengan bukunya Al-Muwafaqat. Pemikirannya yang sangat berlian adalah Maqashid asy-Syari’ah, yaitu memperhatikan tujuan-tujuan syari’ah dalam menetapkan hukum, selain memperhatikan aspek-aspek kebahasaan.
Setiap permasalahan dan kaedah-kaedah kebahasaan yang ia kemukakan senantiasa dikaitkan dengan Maqashid Syari’ah dalam menetapkan hukum Dengan demikian, ia memberikan warna baru di bidang ushul fiqh yang selama ini kurang menjadi perhatian para ulama Para ahli ushul fiqh komtemporer menganggap kitab Al-Muwafaqat tulisan Asy-Syatibi ini sebagai kitab Ushul Fiqh yang komprehensif dan akomodatif untuk zaman sekarang Hampir seluruh pakar ekonomi Islam dewasa ini menggunakan teori maqashi Syari’ah Asy-Syatibi, seperti Umar Chapra, Masusudul Alam Chuodhury, M.N.Shiddiqy, dll
SEKIAN TERIMA KASIH
1.Asal 2.Furu’ 3. Illat (sifat yang menjadi motiv) 4. Hukum Asal