BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin, yang diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol termasuk golongan lipid yang tidak terhidrolisis dan merupakan sterol utama dalam jaringan tubuh manusia. Kolesterol mempunyai makna penting karena merupakan unsur utama dalam lipoprotein plasma dan membran plasma serta menjadi prekursor sejumlah besar senyawa steroid (City & Noni, 2013). Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh dengan bermacammacam fungsi, antara lain untuk membuat hormon seks, hormon korteks adrenal, vitamin D, dan untuk membuat garam empedu yang membantu usus untuk menyerap lemak. Jadi, bila takarannya pas atau normal, kolesterol adalah lemak yang berperan penting dalam tubuh (Sri Nilawati dkk, 2008). Kolesterol tidak larut dalam darah. Kolesterol diangkut ke berbagai jaringan dalam tubuh dengan bantuan senyawa yang tersusun atas lemak dan protein, yakni lipoprotein (Jonathan Morrel, 2010). Kolesterol yang diproduksi oleh tubuh terdiri dari 2 jenis, yaitu kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang biasa disebut dengan kolesterol baik dan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) disebut dengan kolesterol jahat. Kolesterol LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah arteri koroner yang menyebabkan penyumbatan, karena itu LDL disebut sebagai kolesterol jahat (Kowalski, 2010). Kelebihan kadar kolesterol dalam darah disebut dengan hiperkolesterolemia (Mayes, 2003). American Heart Association (AHA) memperkirakan lebih dari 100 juta penduduk Amerika memiliki kadar kolesterol total >200 mg/dl yang termasuk kategori cukup tinggi dan lebih dari 34 juta penduduk dewasa Amerika
1
memiliki kadar kolesterol total >240 mg/dl yang termasuk tinggi dan membutuhkan terapi (Mayes, 2003). Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2002, tercatat sebanyak 4,4 juta kematian akibat hiperkolesterolemia atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian (Agam, 2012). Data yang dihimpun oleh WHO dalam Global status report on non-communicable diseases tahun 2008 memperlihatkan bahwa faktor resiko hiperkolesterolemia pada wanita di Indonesia lebih tinggi yaitu 37,2% dibandingkan dengan pria yang hanya 32,8% (Anonim, 2011). Prevalensi hiperkolesterolemia pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3% dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun. (Ruth Grace, Aurika, Carolin, 2012). Hiperkolesterolemia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu hiperkolesterolemia primer terutama disebabkan oleh faktor genetik, usia, jenis kelamin dan hiperkolesterolemia sekunder yang disebabkan oleh kebiasaan diet lemak jenuh, kurangnya aktivitas fisik, obesitas serta sindrom nefrotik (Matfin, 2003). Hiperkolesterolemia biasanya tidak menunjukkan gejala khas, seringkali seseorang baru mengetahui terkena hiperkolesterolemia ketika mereka melakukan pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan atau karena keluhan lain. Hanya saja gejala yang sering ditemui yaitu sering pusing di kepala bagian belakang, tengkuk dan pundak terasa pegal, sering pegal, kesemutan di tangan dan kaki bahkan ada yang mengeluhkan dada sebelah kiri terasa nyeri seperti tertusuk. Jika hiperkolesterolemia ini dibiarkan begitu saja, akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke (Dadan, 2012). Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan 20% serangan stroke dan lebih dari 50% serangan jantung disebabkan oleh kadar kolesterol tinggi. Kasusnya di Indonesia meningkat per tahunnya sebanyak 28 persen dan menyerang usia produktif yaitu usia di bawah 40 tahun (Harian Rakyat Merdeka, 2013).
2
Berdasarkan profil kesehatan kota Makassar 2012, pada tahun 2012 penyakit kardiovaskular masuk dalam 10 besar penyebab kematian di kota Makassar yaitu sebesar 1044 kasus kematian dengan jumlah penyakit jantung sebesar 432 kasus dan penyakit hipertensi 612 kasus (Profil Kesehatan Kota Makassar, 2012). Untuk profil kesehatan kota Makassar pada tahun 2013, penyakit kardiovaskular masuk dalam 10 besar penyebab kematian di kota Makassar yaitu sebesar 1010 kasus kematian dengan jumlah penyakit jantung sebesar 469 kasus, penyakit hipertensi 445 kasus dan penyakit stroke 96 kasus (Profil Kesehatan Kota Makassar, 2013). Proporsi penderita penyakit kardiovaskular di Sulawesi Selatan masih sangat tinggi, menurut hasil survei status kesehatan pada tahun 2009 penderita penyakit kardiovaskular sebesar 35.82% pada pasien rawat jalan dan 35.11% pada pasien rawat inap (Profil Kesehatan Sulsel, 2009) dan berdasarkan hasil surveilans penyakit tidak menular berbasis rumah sakit, penyakit kardiovaskular masuk kedalam lima besar penyebab kematian di Sulsel (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, 2010).
1.2
Rumusan Masalah 1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya hiperkolesterolemia? 2. Bagaimanakah menegakkan diagnosa secara klinis dan diagnosa psikososial? 3. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit hiperkolesterolemia? 4. Bagaimana
hasil
dari
terapi
yang diberikan
kepada
penderita
hiperkolesterolemia? 5. Bagaimana pencegahan untuk penyakit hiperkolesterolemia?
3
1.3
Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik Komprehensif pada Penderita Hiperkolesterolemia Untuk pengendalian masalah hipertensi baik pada tingkat individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehensif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan. Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.3.1 Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : Untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan
permasalahan
dalam
pengendalian
hiperkolesterolemia secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etika, moral, dan peraturan perundangan. 1.3.2 Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial dan budaya sendiri dalam penanganan hiperkolesterolemia, melakukan rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan. 1.3.3 Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian hiperkolesterolemia. 1.3.4 Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik kedokteran. 1.3.5 Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pengendalian hiperkolesterolemia secara
4
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum. 1.3.6 Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah hiperkolesterolemia dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain. 1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif,
holistik,
koordinatif,
kolaboratif
dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
1.4
TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.4.1 Tujuan Umum: Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat menerapkan penatalaksanaan
hiperkolesterolemia
dengan
pendekatan
kedokteran
keluarga secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan hiperkolesterolemia dengan pendekatan diagnostik holistik di Puskesmas Cendrawasih.
5
1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya hiperkolesterolemia di Puskesmas Cendrawasih tahun 2019.
2.
Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis hiperkolesterolemia di Puskesmas Cendrawasih.
3.
Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian hiperkolesterolemia di Puskesmas Cendrawasih.
4.
Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian hiperkolesterolemia di Puskesmas Cendrawasih.
5.
Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinik dan Kesehatan Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam pengendalian hiperkolesterolemia di Puskesmas Cendrawasih.
6.
Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi hiperkolesterolemia sesuai
Standar
Kompetensi
Dokter
Indonesia
di
Puskesmas
Cendrawasih.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus 1.
Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2.
Bagi Penderita (pasien) Menambah wawasan akan hiperkolesterolemia yang meliputi proses penyakit dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan keyakinan untuk menghindari tetap berobat secara teratur.
3.
Bagi Tenaga Kesehatan Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di
6
dalamnya
mengenai
pendekatan
diagnosis
holistik
penderita
hiperkolesterolemia. 4.
Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa) Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based Medicine dan pendekatan diagnosis holistik hiperkolesterolemia serta dalam hal penulisan studi kasus.
1.5
Indikator Keberhasilan Tindakan Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan penderita hiperkolesterolemia dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran Keluarga adalah: 1.
Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab hiperkolesterolemia.
2.
Kepatuhan penderita datang berobat ke Puskesmas secara teratur.
3.
Perbaikan gejala dan penurunan kadar kolesterol dapat dievaluasi setelah dilakukan
penatalaksanaan
dan
perbaikan
diet
pada
pasien
hiperkolesterolemia. 4.
Perbaikan gaya hidup yang di lakukan pasien, seperti melakukan aktivitas fisik, dan mengkonsumsi makanan yang di anjurkan.
5.
Pasien
memahami
komplikasi
yang
dapat
terjadi
dari
hiperkolesterolemia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan atas kadar kolesterol dalam darah pasien menurun mendekati batas normal, perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah dilakukan penatalaksanaan dan perbaikan diet maupun gaya hidup.
7