Prof MEZGER
Aturan Hukum yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa Pidana Jadi Dasar Hukum Pidana berpokok pada 2 Hal: – Perbuatan yg memenuhi syarat tertentu • Perbuatan JAHAT (Dilarang); dilakukan oleh orang
– Pidana • Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yg memenuhi syarat tertentu
TRISNO RAHARJO/I/2006
1
Prof Moeljatno
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan aturan untuk: – Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut – Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan – Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
TRISNO RAHARJO/I/2006
2
Prof SIMON
keseluruhan perintah-perintah dan laranganlarangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya; kesemua aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu; dan kesemua aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. TRISNO RAHARJO/I/2006
3
Prof Van Hamel
Hukum Pidana adalah semua dasardasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (Rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut. TRISNO RAHARJO/I/2006
4
PERTEMUAN II Sejarah, Jenis dan Fungsi Hukum Pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006
5
Hukum Pidana Adat Pra Kolonial Kolonial Kemerdekaan
6
TRISNO RAHARJO/I/2006
VOC
Scheepsrecht (hukum kapal) Hukum Belanda yang kuno Asas-asas hukum Romawi
7
HUKUM DISIPLIN
TRISNO RAHARJO/I/2006
Plakaten Pengumuman peraturan VOC 1635 pengarsipan yang tidak teratur menimbulkan kekacauan pengaturan. 1642 Statuten van Batavia 1766 Nieuwe Bataviaasche Statuten 1866 KUHP (Eropa)
8
TRISNO RAHARJO/I/2006
Sumber Hukum
Diwilayah Bataviase Ommelanden
Asas Unifikasi
Diluar wilayah Bataviase Ommelanden Hukum Statuta, Belanda Kuno dan Asas-asas hukum Romawi Hukum Adat
9
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa Inggris
RAFFLES
Memperhatikan kepentingan warga negara Inggris • WN Inggris tidak boleh dihukum lebih berat dari ketentuan hukum pidana Inggris • Eksekusi terhadap orang Inggris setelah dilaporkan kepada Letnan Gubernur • Hukuman Mati hanya dieksekusi setelah dilaporkan kepada Letnan Gubernur • Orang Inggris ditundukkan pada peraturan polisi yang ada
10
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1814-1848 Pemidanaan disesuaikan denganTujuan Politik Agraria Sistem Kerja paksa bagi pelaku tindak pidana
11
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1848-1918
12
Usaha Kodifikasi Hukum Pidana Hindia Belanda
TRISNO RAHARJO/I/2006
Asas Konkordansi Cocor dantil-beginsel, menjadikan Hukum Pidana tertulis disamakan dengan hukum pidana yang berlaku di Belanda. Keadaan khusus Indonesia (HB) dilakukan pengecualian
13
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1918 - 1942
14
Tata Hukum Pidana yang TERUNIFIKASI
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1942-1945 Pendudukan Jepang Hukum Tentara
15
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1945 - 1958
Dualisme KUHP UU No 1 Tahun 1946 KUHP Belanda
16
TRISNO RAHARJO/I/2006
Masa 1958-Sekarang
17
KUHP berdasarkan UU No 1 Tahun 1946
TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembaharuan KUHP UU No 1/1946 – Peraturan Hukum Pidana UU No 20/1946 – Pidana Tutupan UU No 73/1958 – Unifikasi KUHP UU No 1/1960-Perubahan KUHP 359, 360 dan 188 UUNo 16/Prp/1960 perubahan 364, 373, 379, 384 dan 407 denda dirubah menjadi Rp 250
18
TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembaharuan KUHP UU No 18/Prp/1960 denda dibaca dalam Rp dan dilipatkan 15X UU No 2/PNPS/1964 jo UU No 5/1969 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati UU No 1/Pnps/1965 Pencegahan Penyalahgunaan dan atau penodaan agama
19
TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembaharuan KUHP
20
UU No 4/1976 Perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam KUHPidana bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan peruuan pidana, kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan UU No 7/1974 Penertiban Perjudian UU No 27/1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara TRISNO RAHARJO/I/2006
Ius Poenale dan Ius Puniendi Ius Poenale atau hukum pidana objektif, hukum pidana dilihat dari aspek larangan, ancaman bagi yang melanggar. Ius Puniendi atau hukum pidana subjektif berisi hak atau kewenangan negara:
– Menentukan larangan – Penjatuhan sanksi bagi pelanggar – Menjalankan sanksi yang telah dijatuhkan TRISNO RAHARJO/I/2006
21
HP Materiel dan HP Formil
HP Materiel – Aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturanaturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana – Ex: KUHP, UU Korupsi, UU Narkotika dll
HP Formil – Mengatur bagaimana Negara dengan perantara alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana – Ex. KUHAP TRISNO RAHARJO/I/2006
22
HP Umum dan HP Khusus
HP Umum memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang – KUHP
HP Khusus memuat aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum, mengenai golongan-golongan tertentu atau berkenaan dengan jenis perbuatan tertentu – KUHPM, Hukum Pidana Fiskal TRISNO RAHARJO/I/2006
23
Pemberlakuan HP Internasional
–TP Humaneter/Kejahatan HAM Nasional
–KUHP atau UU Nasional Lokal
–Peraturan Daerah dengan Sarana Penal TRISNO RAHARJO/I/2006
24
Dasar sumber dan bentuk Sumber:
–Kodifikasi –Tidak Terkodifikasi Bentuk:
–Tertulis (Perundang-undangan) –Tidak Tertulis (Hukum Adat) TRISNO RAHARJO/I/2006
25
FUNGSI HUKUM PIDANA
UMUM – Mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat – Hukum hanya memperhatikan perbuatanperbuatan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan bermasyarakat secara patut dan bermanfaat
KHUSUS – Melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak menyerang KEPENTINGAN HUKUM dengan sanksi yang tajam atau keras. TRISNO RAHARJO/I/2006
26
FUNGSI HUKUM PIDANA KHUSUS
Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang kepentingan HUKUM Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan HUKUM Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan HUKUM TRISNO RAHARJO/I/2006
27
Kepentingan Hukum yang WAJIB dilindungi
Kepentingan hukum perorangan: Hak hidup (nyawa), Hak atas tubuh (aniaya), hak milik benda (pencurian), harga diri dan nama baik (pencemaran nama baik), rasa susila (TP Kesusilaan) Kepentingan hukum masyarakat: kepentingan dan ketertiban umum, ketertiban lalu lintas Kepentingan hukum negara: keamanan dan keselamatan negara, negara sahabat, martabat kepala negara TRISNO RAHARJO/I/2006
28
Memfungsikan HP SUBSIDIR: hukum pidana hendaknya baru diadakan, apabila usaha-usaha lain kurang memadai. ULTIMUM REMEDIUM: Sanksi yang tajam dan menderitakan harus dijadikan obat terakhir (dibatasi) apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan/ tidak mampu menanggulanginya
TRISNO RAHARJO/I/2006
29
PRINSIP PEMBATASAN Penggunaan PIDANA (Nigel Welkwer) Hukum Pidana (HP) jangan digunakan untuk semata-mata PEMBALASAN HP jangan digunakan untuk perbuatan yang tidak merugikan (membahayakan) HP jangan digunakan untuk mencapai tujuan yang dapat dicapai dengan sarana yang lebih ringan HP jangan digunakan bila kerugian dari penerapan HP lebih besar dari perbuatan pidana Larangan HP jangan mengandung sifat lebih berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah HP jangan membuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari PUBLIK
TRISNO RAHARJO/I/2006
30
Ilmu Hukum Pidana
Ilmu yang mempelajari HUKUM PIDANA POSITIF Ilmu Hukum pidana dalam arti sempit: – Menganalisa dan menyusun secara sistimatis aturan-aturan pidana – Mencari asas-asas yang menjadi dasar dari peraturan perundang-undang pidana – Menilai apakah peraturan-peraturan pidana yang berlaku sejalan dengan asas-asas tersebut – Memberi penilaian terhadap apakah asas yang mendasari sesuai dengan nilai dari negara yang bersangkutan Ilmu Hukum pidana dalam arti luas meliputi Perumusan dan penerapan Hukum Pidana TRISNO RAHARJO/I/2006
31
KRIMINOLOGI Krimono (kejahatan) dan logos (ilmu pengetahuan) Dua bidang Utama Kriminologi:
– Etiology of Crime • Sebab-sebab terjadinya kejahatan
– Criminal Policy • Kebijakan penanggulangan kejahatan
Hubungan dengan HP Kapan HP diterapkan dan cara penyusunan HP TRISNO RAHARJO/I/2006
32
Aliran-aliran dalam ETIOLOGY of CRIME
Mahzab Biologis – Sebab utama kejahatan kr fiologis pelaku (fisik sebagai ciri penjahat)
Mahzab Sosiologis – Pengaruh lingkungan sosial yang negatif
Mahzab Sosio-Biologis – Akumulasi karakter jahat dan lingkungan sosial yang negatif TRISNO RAHARJO/I/2006
33
VIKTIMOLOGI Viktimo (korban) dan Logos (ilmu pengetahuan) Kajian Viktimologi
– Keterlibatan korban dalam proses terjadinya kejahatan • Hubungan dengan HP Pemidanaan
– Masalah perhatian hukum terhadap korban kejahatan • Hubungan dengan HP Pembaharuan HP TRISNO RAHARJO/I/2006
34
Psikologi Kriminal Gabungan ilmu Psikologi dan Kriminologi Ilmu yang mempelajari kondisi kejiwaan pelaku kejahatan Hubungan dengan Hukum Pidana terkait dengan aspek pertanggung jawaban pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006
35
MOBIL KUNO/ANTIK
KUHP (WvS)
Keluaran 1915
Copy/tiruan WvS Belanda 1881
Buatan Belanda (Type : S. 1915:732)
Code Penal Perancis 1810
Berlaku di Indonesia (UU:1/1946 jo. UU:73/ 1958)
Code Penal Perancis 1791
Abad 18
• Sudah 90 th (hampir 1 abad) dihitung dari 1915 • Sudah memasuki 2 abad, dihitung dari 1881 • Sudah memasuki 3 abad, dihitung dari 1791
TRISNO RAHARJO/I/2006
36
KONDISI SUBSTANSIAL KUHP (WvS) KUHP
sarana (obat/senjata/ remedium/kendaraan) KUNO BUKU I
BUKU II
pakaian TAMBAL SULAM & CABIK-CABIK
BUKU III
rumah yang sudah SEMPIT
TRISNO RAHARJO/I/2006
37
Pasal 1 ayat (1) KUHP Tiada
suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangundangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan
TRISNO RAHARJO/I/2006
38
AZAS LEGALITAS Asas
tentang penentuan perbuatan apa sajakah yang dipandang sebagai perbuatan pidana.
NULUM
DELICTUM NULA POENA SINE PEAVIA LEGE
TRISNO RAHARJO/I/2006
39
TRISNO RAHARJO/I/2006
40
PENGATURAN ASAS LEGALITAS
Magna Carta (1215)
– Perlindungan terhadap penangkapan, penahanan, penyitaan, pembuangan atau dikeluarkannya seseorang dari perlindungan hukum atau undang-undang
Hebeas Corpus Act (1679)
– Seseorang yang ditangkap harus diperiksa dalam jangka waktu singkat
Bill of Rights Virginia (1776)
– Tak ada orang yang boleh dituntut atau ditangkap selain dengan dan dalam peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Undangundang
Declaration des droits de l’homme et du citoyen (1789)
– Tak ada orang yang dapat dipidana selain atas kekuatan UU yang sudah ada sebelumnya
UUD 1945 (Amandemen)
– Pasal 28 I – Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. TRISNO RAHARJO/I/2006
41
Tiga Prinsip Asas Legalitas Tiada
suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan ANALOGI Aturan-aturan pidana tidak berlaku mundur (SURUT) TRISNO RAHARJO/I/2006
42
ASAS RETRO AKTIF
Asas Hukum (PIDANA) boleh diberlakukan surut. – – – – –
Zaman Nazi Hitler di Jerman (Lex van der Lubbe) Kejahatan Perang Dunia II Ordonansi S-1945-135 Kejahatan HAM Yugoslavia Kejahatan HAM Ruwanda
ASAS LEGALITAS dapat disimpangi berdasarkan JUS COGENS (Genosida, Kejahatan terhadap kemanusiaan, Kejahatan Perang dan Kejahatan Agresi: Pasal 5 International Criminal Court)
TRISNO RAHARJO/I/2006
43
Pembatasan lex temporis delicti Lex
temporis delicti Perbuatan seseorang pada asasnya harus diadili menurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan dilakukan. Pasal 1 ayat (2) KUHP (hukum TRANSITOIR) – Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundangundangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa. TRISNO RAHARJO/I/2006
44
UU Lama
UU Baru
2 thn
5 thn
TRISNO RAHARJO/I/2006
45
ATURAN PALING RINGAN PERUBAHAN
– Aturan bengenai TINDAK PIDANA DEKRIMINALISASI
– Aturan mengenai PERTANGGUNG JAWABAN Perubahan
Subjek Hukum
– Aturan menganai SANKSI PIDANA Penghapusan
jenis sanksi
TRISNO RAHARJO/I/2006
46
Undang-undang Berubah?
Teori Formal (SIMON)
– Jika yang berubah adalah teks hukum pidana
Teori Material Terbatas (van Geuns)
– Terjadi perubahan pandangan masyarakat yang telah dituangkan dalam UU
Teori Material tak Terbatas (Utrecht)
– Jika terjadi perubahan pandangan hukum masyarakat yang didasari persepsi Keadilan, tanpa dituangkan dalam UU
TRISNO RAHARJO/I/2006
47
Frans von Liszt Der
Magna Charta des Verbrechers KUHP menjadi pegangan para penjahat untuk dapat berbuat segala sesuatu asal tidak tegas-tegas tercantum dalam KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006
48
Asas Legalitas dalam Konsep
Pasal 2 ayat (1)
– Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan dilakukan
Pasal 2 ayat (3)
– Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan. TRISNO RAHARJO/I/2006
49
Batas Berlakunya HP berdasarkan TEMPAT • 5 Asas – – – – –
Territorialitas Nasional Aktif Nasional Pasif Universalitas Ekstra Territorialitas
• Pasal terkait Pasal 2,3,4,5,6,7,8,9 KUHP • Souvereiniteit/Kedaulatan TRISNO RAHARJO/I/2006
50
Asas Territorialitas • Pasal 2 KUHP – Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah Indonesia
• Lokus delicti – Tempat yang secara hukum dianggap sebagai Tempat Kejadian Perkara TRISNO RAHARJO/I/2006
51
Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan TEMPAT Asas Nasional Aktif (ASAS KEBANGSAAN) Pasal 5 ayat 1 Pasal 5 ke 2 Pasal 5 ayat 2 Pasal 6
TRISNO RAHARJO/I/2006
52
Pasal 5 ayat (1) ke-1 (1) Ketentuan-ketentuan pidana menurut UU Indonesia dapat diberlakukan terhadap WNI yang di luar Indonesia: Ke 1 melakukan salah satu kejahatan seperti dirumuskan dalam BAB-bab Ke-I dan Ke-II Buku ke II dan dalam Pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan Pasal 451 KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006
53
Pasal 5 ayat (1) ke 2 (1) Ketentuan-ketentuan pidana menurut UU Indonesia dapat diberlakukan terhadap WNI yang di luar Indonesia: Ke-2 melakukan suatu tindak pidana yang oleh ketentuan-ketentuan pidana menurut UU Indonesia adalah KEJAHATAN dan oleh UU Negera di mana tindak pidana tersebut dilakukan, di ancam dengan HUKUMAN
TRISNO RAHARJO/I/2006
54
Pasal 5 ayat (2) Penuntutan karena tindak pidana seperti dimaksud dalam PASAL 5 ayat (1) ke 2 di atas dapat dilakukan, apabila terdakwa setelah melakukan tindak pidana tersebut kemudian menjadi warga negera.
TRISNO RAHARJO/I/2006
55
Pasal 6 Pemberlakuan Pasal 5 ayat (1) ke 2 KUHP dibatasi hingga hukuman mati tidak dapat dijatuhkan karena perbuatan2 yang oleh UU dari negera dimana perbuatanperbuatan itu telah dilakukan, telah tidak diancam dengan hukuman mati.
TRISNO RAHARJO/I/2006
56
Asas Nasionalitas PASIF • Pasal 4 KUHP – Aturan Pidana dalam Perundang-undangan Indonesia berlaku bagi SETIAP ORANG yang diluar Indonesia melakukan: – Ke-1 Kejahatan Pasal 104-108, 110, 111 bis 1, 127 dan 131 – Ke-2 Kejahatan mata uang/uang kertas atau meterai, merek yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia – Ke-3 Pemalsuan surat utang Indonesia atau tanggungan darah di Indonesia – Ke-4 Kejahatan 438, 444, 446 mengenai pembajakan laut; Pasal 447 penyerahan perahu pada BAJAK LAUT
• Pasal 8 KUHP terkait PELANGGARAN PELAYARAN TRISNO RAHARJO/I/2006
57
Asas Universalitas/UBIKITAS • UU No 4/1976 tentang kejahatan Penerbangan dan sarana penerbangan. • Amandemen Pasal 3, 4 ke-4 dan 379 KUHP • Perluasan Asas Nasionalitas Pasif
TRISNO RAHARJO/I/2006
58
Asas Ekstra Territorialitas • Pasal 9 KUHP – Berlakunya Pasal 2-5, 7 dan 8, dibatas oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dlaam dunia hukum Internasional “HAK IMUNITAS”
TRISNO RAHARJO/I/2006
59
LOKUS DAN TEMPUS DELICTI Lokus Delikti
Tempus Delikti
Tempat terjadinya Tindak Pidana Untuk Menentukan: • Apakah UUPidana Ind dapat diterapkan terhadap tindak pidana itu • Kompetensi Relatif PN
Waktu Terjadinya Tindak Pidana Untuk Menentukan: • Berlakunya Pasal 1 (1) (2) KUHP • Daluwarsa, Residivis, Kondisi Kejiwaan Pembuat
Menimbulkan Teori Perbuatan Materiil
Instrumen
Akibat
TRISNO RAHARJO/I/2006
Perbuatan Jamak
60
Strafbaar feit Perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum pidana
Peristiwa Pidana
Tindak Pidana
Perbuatan Pidana
Prof. Wirjono P.
Prof. Subekti
Prof. Moeljatno
DELiK TRISNO RAHARJO/I/2006
61
Unsur-unsur DELIK
Perbuatan itu berwujud kelakuan (aktif/pasif) yang berakibat timbulnya suatu hal atau keadaan yang dilarang oleh hukum. Kelakuan dan akibat yang timbul tersebut harus bersifat melawan hukum Adanya hal-hal atau keadaan yang menyertai terjadinya kelakuan dan akibat yang dilarang oleh hukum Berkaitan dengan diri pelaku perbuatan pidana (delik jabatan) Berkaitan dengan tempat terjadinya perbuatan pidana (delik di muka umum) Berkaitan syarat tambahan bagi pemidanaan (Kesengajaan) Berkaitan dengan keadaan yang memberatkan pemidanaan
TRISNO RAHARJO/I/2006
62
Aliran Monistis
Aliran dalam hukum pidana yang menggabungkan konsep delik dengan konsep pertanggung jawaban pidana dalam satu kesatuan konsep. Strafbaar Feit
Perbuatan
Ancaman Pidana
Kesalahan
TRISNO RAHARJO/I/2006
Melawan Hukum
Kemampuan Bertanging Jawab
63
Aliran Dualistis
Aliran dalam hukum pidana yang memisahkan antara konsep perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban pidana dalam bidang sendirisendiri Perbuatan Pidana
Perbuatan
Rumusan UU
Melawan Hukum
Unsur Perbuatan Pidana TRISNO RAHARJO/I/2006
Kemampuan Bertanging Jawab Unsur Orang 64
Delik Berganda
Kejahatan: Buku II Mala per se
Delik dgn Kekhususan: ada peringanan
Pelanggaran: Buku III Mala quia prohibita Delik Formil: Menekankan pd Perbuatan yg dilarang
Delik Terkualifikasi: Pemberatan Delik Berkelanjutan: Keadaan terlarang berlangsung terus Delik Commissionis Peromissionem ommissa: melakukan pelanggaran larangan dgn cara tidak berbuat Delik Omisi (Omissie):Mela nggar Perintah
Kategorisasi DELIK
Delik Materiil: Menakankan pd Akibat Delik Biasa Delik Aduan: Penuntutannya dengan aduan
Delik Komisi (Commissie): Melanggar Larangan
Delik Culpa: Unsur Kealpaan
TRISNO RAHARJO/I/2006
Delik Dolus: Unsur Kesengajaan
Delik Umum dan Politik 65
Pasal 209 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah:
Ke-1 barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada seorang pejabat dengan maksud supaya digerakkan untuk berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Ke-2 barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatnnya. TRISNO RAHARJO/I/2006
66
Pasal 338 KUHP Barangsiapa
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun TRISNO RAHARJO/I/2006
67
Pasal 359 KUHP Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun TRISNO RAHARJO/I/2006
68
Pasal 335 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah:
Ke-2 barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis
(2) dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena TRISNO RAHARJO/I/2006
69
Pasal 531 KUHP
Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selakanya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah TRISNO RAHARJO/I/2006
70
Pasal 194 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan bahaya bagi lalu-lintas umum yang digerakkan oleh tenaga uap atau mesin lainnya di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (2) Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama du puluh tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006
71
Pasal 333 KUHP (1)
Barangsiap dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. TRISNO RAHARJO/I/2006
72
Pasal 363 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Ke-1 pencurian ternak Ke-2 pencurian waktu ada kebarakan, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakan kereta api, huru-hara, pemberantoka perang Ke-3 pencurian diwaktu malam hari Ke-4 pencurian oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu Ke-5 pencurian dengan merusak, memotong atau memanjat atau memakai anak kunci palsu atau jabatan palsu (2) Hukuman jadi 9 tahun jika dilakukan (1) ke-3 disertai salah satu ke-4 dan ke-5 TRISNO RAHARJO/I/2006
73
Pasal 341 KUHP Seorang
ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam dengan penjara paling lama tujuh tahun TRISNO RAHARJO/I/2006
74
Pasal 481 KUHP
(1) Barangsiapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara laing lama tujuh tahun TRISNO RAHARJO/I/2006
75
Teknik Perumusan Tindak Pidana
Menguraikan atau menerangkan sehingga diketahui unsur-unsur deliknya -281 KUHP Hanya menyebut kualifikasi tanpa unsurunsur perbuatan, unsur-unsur delik diserahkan pada yurisprudensi.-351 KUHP Menguraikan unsur-unsur delik serta ditambahkan pula kualifikasi atau sifat dan nama delik-338 KUHP TRISNO RAHARJO/I/2006
76
Cara Penempatan Norma dan Sanksi Pidana
Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal. Penempatan terpisah, sanksi pidana ditempatkan di pasal lain, atau bila dalam pasal yang sama, penempatannya dalam ayat yang lain. Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu, sedangkan normanya belum ditentukan (BLANKETT STRAFGESETZE)-Pasal 122 sub 2 KUHP TRISNO RAHARJO/I/2006
77
Pasal 281
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran, atau benda yang telah diketahui isinya dan yang akan melanggar kesusilaan; atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambar atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri atau mempunyai persediaan; ataupun barangsiapa secara terangterangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya, atau menunjukkannya dapat diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling tinggi tiga ribu rupiah.
TRISNO RAHARJO/I/2006
78
Pasal 351 (1)
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda maksimal tiga ratus rupiah.
TRISNO RAHARJO/I/2006
79
Pasal 122 sub 2
Barangsiapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh Pemerintah guna keselamatan negara diancam pidana maksimal tujuh tahun.
TRISNO RAHARJO/I/2006
80
SUBJEK TINDAK PIDANA
Orang (Perbuatan Orang) –Natuurlijke Personen
Asas SOCIETAS UNIVERSITAS DELINQUARE NON POTES (Badan-badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana) • Ajaran kesalahan individual
Barangsiapa (hij) Jenis-jenis pidana (hanya untuk manusia) Kesalahan
81
TRISNO RAHARJO/I/2006
Subjek Hukum Adalah Orang Memori van Toelihting (MvT): Pasal 59 KUHP “suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia” 1 September 1886
82
Suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh perorangan (natuurlijke persoon). Pemikiran fkisi (fictie) tentang sifat badan hukum (rechtpersoonlijkheid) tidak berlaku pada bidang hukum pidana TRISNO RAHARJO/I/2006
Mengapa Badan Hukum Tidak Dipidana?
Asas SOCIETAS UNIVERSITAS DELINQUARE NON POTES
Von Feuerbach:
83
Suatu perkumpulan mempunyai tujuan tertentu sebagai moralische persoon, dan tindakan di luar tujuan itu hanya dapat diperhitungkan (dipertanggungjawabkan) kepada anggota-anggota khusus perkumpulan atau KORPORASI TRISNO RAHARJO/I/2006
Korporasi dalam Hukum Pidana
84
Baik Berbadan Hukum maupun tidak Berbadan Hukum (perseroan yang bukan badan hukum, perserikatan (maatschap) kekayaan dengan tujuan (doelvermogen)
TRISNO RAHARJO/I/2006
Tafsir Sempit Barangsiapa
Pasal 285, 286, 287, 288 dan 332 (1) ke 1 dan ke 2 KUHP
Pasal 449 dan 451 bis (1) KUHP
Barangsiapa ditafsirkan sebagai PNS
Pasal 413 KUHP
85
Barangsiapa ditafsirkan sebagai NAHKODA
Pasal 414-436 KUHP
Barangsiapa hanya ditafsirkan sebagai lakilaki
Barangsiapa ditafsirkan seorang komandan angkatan bersenjata TRISNO RAHARJO/I/2006
Badan Hukum dalam KUHP
BADAN HUKUM
Pasal 59 KUHP : Pemidanaan terhadap pengurus Pasal 169 KUHP : Ikut dalam Perkumpulan terlarang Pasal 399 KUHP : Komisaris atau Direktur Prus Pailit
Pasal-pasa tersebut tidak berarti adanya pemidanaan bagi KORPORASI
86
TRISNO RAHARJO/I/2006
Pembagian Badan Hukum Badan Hukum Privat Badan Hukum Publik
87
TRISNO RAHARJO/I/2006
Pertimbangan Pengaturan Korporasi sebagai Subjek Hukum Belanda 1951 penjelasan menteri kehakiman dalam memori jawaban dari anggaran belanja kehakiman menyatakan: Pelaksanaan secara umum dari tanggung jawab pidana badan-badan hukum, menanti pengalamanpengalaman peradilan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana 88 Ekonomi (EDW 1950)
TRISNO RAHARJO/I/2006
Perkembangan Badan Hukum Sebagai Subjek Tindak Pidana UU No 7 Tahun 1955 sebagai Pelopor Sejak 1997 disebut dengan istilah KORPORASI Konsep atau RUU KUHP telah mengatur Korporasi sebagai subjek tindak pidana
89
TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
90
Simon: dalam arti yang sesungguhnya berbuat mempunyai sifat aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat
TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
91
Pompe: dalam hukum pidana gerakan otot tidak ada artinya. Serta tidak perlu ada pada setiap tindak pidana. Maka Perbuatan adalah dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran normanorma
TRISNO RAHARJO/I/2006
PERBUATAN
92
Van Hattum: Tidak setuju ada difinisi tentang perbuatan. Karena difinisinya harus meliputi pengertian tentang berbuat dan tidak berbuat
TRISNO RAHARJO/I/2006
GERAK BADAN BUKAN PERBUATAN Gerakan Badan Yang tidak dikehendaki oleh yang berbuat (VIS ABSOLUTA) Gerakan Refleks, gerakan yang tibatiba dari urat syarat. Semua Gerakan Jasmania yang dilakukan dalam keadaan tidak sadar.
93
TRISNO RAHARJO/I/2006
Ketidak Sadaran Karena Penyakit (ayan, gegar otak) Mabok Berbuat sesuatu pada waktu tidur (Somnambulisme) Pingsan Dibawah pengaruh hypnotis
94
TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori Conditio Sine Qua Non
95
Suatu Akibat tidak akan mungkin bisa terjadi apabila tidak ada suatu rangkaian hal yang merupakan syarat bagi timbulnya akibat itu sendiri Tiap syarat adalah sebab, dan semua syarat nilainya sama, jika satu syarat tidak ada, maka akibatnya akan lain pula (tidak ada syarat yang dapat dihilangkan tanpa menyebabkan berubahnya akibat TRISNO RAHARJO/I/2006
B
A Pisau D
C
Sam pah kulit pisan g
TRUK
H
F G TRISNO RAHARJO/I/2006
96
Teori Menggeneralisir
97
Membedakan Faktor Dominan (Sebab bagi timbulnya akibat) dan Faktor Irrelevant (Sebagai Syarat) Teori ini menyatakan sebab timbulnya akibat ialah kelakuan yang menurut perhitungan secara umum dapat dinilai sebagai penyebab bagi timbulnya akibat yang terjadi Teori-teori ini melihat secara ANTE FACTUM (Sebelum kejadian/ in abstracto)-dicari sebab yang ADAEQUAT TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori Menggeneralisir…Lanjutan
Von Kries –
Simons –
98
Secara umum: secara normal kelakuan itu layak menimbulkan akibat berdasar pengetahuan subjektif dari pelaku perbuatan pidana. (bukan teori kausalitas yang murni) Secara umum: berdasarkan pengalaman manusia biasanya memang bisa menimbulkan suatu akibat
TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori Menggeneralisir…Lanjutan
Pompe –
Birk Meyer –
Secara umum: kelakuan yang paling banyak pengaruhnya bagi timbulnya akibat tersebut (subjektif-kuantitatif)
Kohler –
99
Secara umum: kelakuan yang cenderung menjadi faktor paling penting bagi timbulnya akibat
Secara umum: Kelakuan yang menurut sifatnya bisa menimbulkan akibat (subjektif-kualitatif)
TRISNO RAHARJO/I/2006
Teori-teori Mengindividualisir
10 0
Teori-teori individualisir memilih secara post factum (setelah peristiwa konkrit terjadi) Kasaulitas harus dipisahkan dengan masalah pertanggung jawaban pidana, kausalitas berhubungan dengan perbuatan pidana Sebab adalah kelakuan yang menurut logika objektif, dapat disimpulkan bahwa kelakuan itulah yang mengadakan faktor perubahan secara langsung menuju pada suatu keadaan berupa terjadinya akibat
TRISNO RAHARJO/I/2006
TEORI-TEORI Mengindividualisir
10 1
BIRKMAYER: sebab adalah syarat yang paling kuat.
TRISNO RAHARJO/I/2006
SIFAT MELAWAN HUKUM • Penilaian Objektif terhadap perbuatan – Bertentangan dengan HUKUM – Bertentangan dengan Hak orang lain – Tanpa wenang atau tanpa hak (tidak perlu bertentangan dengan hukum)
• Kapan suatu perbuatan dikatakan melawan hukum: – Apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam UU
• Perbuatan memenuhi rumusan delik tidak senantiasa bersifat melawan hukum • Apabila suatu perbuatan memenuhi rumusan delik, maka merupakan indikasi perbuatan SMH, akan tetapi sifat itu hapus apabila diterobos dengan adanya alasan PEMBENAR TRISNO RAHARJO/I/2006
102
Ajaran Sifat Melawan Hukum • Sifat Melawan Hukum Formil – Perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai delik dalam UU – Sifat Melawan Hukum Hapus, hanya berdasarkan ketentuan UU
• Sifat Melawan Hukum Materiel – SMH tidak hanya dalam UU akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis – SHM hapus dapat berasal dari UU dan juga aturanaturan yang tidak tertulis (tata susila, agama) TRISNO RAHARJO/I/2006
103
FUNGSI SMH MATERIEL • Fungsi POSITIF – Perbuatan tetap sebagai perbuatan delik meskipun tidak diancam dengan pidana dalam UU, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran laian yang diluar UU (Hukum tidak tertulis sebagai sumber hukum porsitif)
• FUNGSI NEGATIF – Ketentuan tidak tertulis menghapus sifat melawan hukum perbuatan yang memenuhi ketentuan UU
TRISNO RAHARJO/I/2006
104
Fungsi SMH Materiiel yang POSITIF • A membunuh B dengan alasan B telah membunuh C kakak dari A. Hukum Adat menyatakan hutang nyawa dibayar dengan Nyawa • APakah A dapat dikenakan dengan Pasal 338 atau 340
TRISNO RAHARJO/I/2006
105
SMH Dalam RUMUSAN UU • DINYATAKAN DENGAN TEGAS • TIDAK DINYATAKAN ATAU TIDAK TERCANTUM
TRISNO RAHARJO/I/2006
106
ALASAN PEMBENAR DILUAR UU • Ditentukan oleh HAKIM – Hukum tidak tertulis sebagai suatu keadilan oleh suatu golongan dipandang adil atau benar oleh seluruh masyarakat pada umumnya. – Hukum Tidak tertulis yang bertentangan dengan hukum tertulis, harus dipertimbangkan kekuatan menghapus hukum tidak tertulis tersebut terhadap hukum tertulis TRISNO RAHARJO/I/2006
107
ASAS KESALAHAN (CULPABILITAS) • Sebagai masalah dasar muncul asas yg mendasar (fundamental) “tiada pidana tanpa kesalahan”, atau dikenal dgn. istilah lain : – Asas kesalahan (asas culpabilitas); – Nulla poena sine culpa; – Asas mens rea “actus non facit reum nisi mens sits rea” “an act does not make a person guilty unless his mind is guilty”; – No punishment without guilt (fault); – Geen straf zonder schuld; – Keine strafe ohne schuld; – AVAS (afwezigheids van alle schuld); • Asas TAKSI (tidak ada kesalahan sama sekali); • Asas TANPASILA (tanpa sifat tercela).
TRISNO RAHARJO/I/2006
108
PENYIMPANGAN ASAS KESALAHAN • Strict liability (p.j. yang ketat) : – “liability without fault”;
• Vicarious liability (p.j. pengganti): – “the legal responsibility of one person for the wrongful acts of another”;
TRISNO RAHARJO/I/2006
109
PENGERTIAN KESALAHAN 1)
Dlm arti luas : sama dg “pertang-gungjawaban dalam HP” dapat dicelanya (“pencelaan”) si pembuat atas perbuatannya;
2)
Dlm arti juridis (bentuk-bentuk kesalahan) : a. b.
3)
Kesengajaan; Kealpaan;
Dlm arti sempit : kealpaan (culpa)
TRISNO RAHARJO/I/2006
110
UNSUR KESALAHAN 1) KBJ (kemampuan bertanggung jawab); keadaan jiwa yang normal; 2) Hubungan batin (subjektif) dg perbuatannya, berupa : dolus atau culpa; 3) Tidak ada alasan pemaaf.
TRISNO RAHARJO/I/2006
111
Teori Kesengajaan • Teori Kehendak (wilstheorie) – Kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan UU
• Teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellings theorie) – Membayangkan akan timbulnya akibat perbuatan. – Menitikberatkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh pembuat atas rencana perbuatan
• Teori Apa boleh Buat (op de koop toenemen theorie) – Akibat tidak dikehendaki, apabila terjadi perbuatan yang tidak dikehendaki maka harus diterima sebagai risiko TRISNO RAHARJO/I/2006
112
KESENGAJAAN • Corak Kesengajaan – DOLUS DIREKTUS • Perbuatan bertujuan menimbulkan akibat yang dilarang
– SADAR KEPASTIAN • Ada akibat yang dituju (Tujuan Utama/Pertama) dan akibat yang tidak diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapai akibat yang dituju (Delik Tersendiri atau tdk)
– DOLUS EVENTUALIS • Keadaaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian benar-benar terjadi
TRISNO RAHARJO/I/2006
113
A
B
TRISNO RAHARJO/I/2006
114
B A C
D
TRISNO RAHARJO/I/2006
115
Kekeliruan/Kesesatan • Kesesatan menyangkut Peristiwa (error facti) – Ayah memukul anak yang dikira anaknya – Dapat menghapuskan PIDANA (error fakti non nocet)
• Kesesatan mengenai hukumnya (error iuris) – Berlaku FIKSI HUKUM (org diangap mengetahui UU) – Tidak menghapuskan PIDANA (error iuris nocet)
• Kekeliruan mengenai Objek/Orang – Objek : Pasal 338 (A-B mati C) – Orang : Pasal 104 (presiden) - Pasal 338 KUHP (mirip presiden)
• Aberratio ictus: Tindakan yang tidak mengenai sasaran yang dimaksud. • Delik Putatif: Mengira melakukan perbuatan yang dilarang dan dapat dipidana (Kesesatan Terhadap Hukumnya) – tidak berlaku bagi RECHTERLIJKE DWALING TRISNO RAHARJO/I/2006
116
KEALPAAN • Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan, akan tetapi bukannya kengajan yang ringan (SEMBRONO, teledor, Kurang Hati-Hati, Kurang penduga-duga) • Pemidanaan terhadap Kealpan haruslah ada CULPA LATA (kurang hati-hati yang cukup besar) bukan CULPA LAVIS (Kealpaan yang ringan) • Kealpaan yang disadari dan Kealpaan yang tidak disadari • PRO PARTE DOLUS PRO PARTE CULPA (diketahui, mengerti, sepatutnya harus diduga, seharusnya menduga) • Apakah Kealpaan orang lain dapat meniadakan kealpaan dari TERDAKWA? TRISNO RAHARJO/I/2006
117
KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB • Diatur secara negatif dalam Psl. 44 (1) KUHP; “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu jiwanya karena penyakit, tidak dipidana” • TIDAK mampu bertanggung jawab, apabila : jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, TRISNO RAHARJO/I/2006
118
PENETAPAN KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB • PENDEKATAN Diskriptif Normatif – Penentuan keadaan jiwa si pembuat yang menetapkan adalah Psikiater – Adanya hubungan kausal antara keadaan jiwa si pembuat dengan perbuatannya, HAKIM TRISNO RAHARJO/I/2006
119
Pengertian Kemampuan Bertanggung Jawab • KUHP tidak merumuskannya (Definisi) • Van Hamel: – Kemampuan bertanggung jawab suatu keadaan normalitas psychis dan kecerdasan yang membawa 3 kemampuan: • Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri • Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak boleh • Mampu untuk menentukan kehendak atas perbuatan-perbuatan tersebut TRISNO RAHARJO/I/2006
120
KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB • Diatur secara negatif dalam Psl. 44 (1) KUHP; “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu jiwanya karena penyakit, tidak dipidana” • TIDAK mampu bertanggung jawab, apabila : jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, TRISNO RAHARJO/I/2006
121
Pengertian isi Pasal 44 KUHP • Penentuan bagaimana keadaan jiwa sipembuat • Adanya penentuan hubungan kausal antara keadaan jiwa sipembuat degan perbuatannya
TRISNO RAHARJO/I/2006
122
PENETAPAN KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB • PENDEKATAN Diskriptif Normatif – Penentuan keadaan jiwa si pembuat yang menetapkan adalah Psikiater – Adanya hubungan kausal antara keadaan jiwa si pembuat dengan perbuatannya, HAKIM TRISNO RAHARJO/I/2006
123
HAKIM RAGU AKAN KEMAMPAUN BERTANGGUNG JAWAB
• TETAP DIPIDANA – Kemampuan bertanggung jawab dianggap ada, selama tidak dibuktikan sebaliknya. (POMPE)
• TIDAK DIPIDANA – Jika terjadi keragu-raguan harus diambil keputusan yang menguntungkan terdakwa (in dubio pro reo)
TRISNO RAHARJO/I/2006
124
Matregel Pasal 44 KUHP • Terdakwa diperintahkan oleh hakim untuk dimasukkan dalam RSJ selama suatu masa percobaan, yang tidak melebihi waktu satu tahun
TRISNO RAHARJO/I/2006
125
Tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian • Kleptomanie – Gemar mengambil barang orang lain
• Pyromanie – Suka membakar tanpa sebab
• Claustrophobie – Takut berada diruang yang sempit
TRISNO RAHARJO/I/2006
126
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
KUHP mengatur dalam BUKU I Bab III Alasanalasan yang menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan pidana. Alasan penghapusan pidana: alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik tidak dipidana atau Tidak dapat dipertanggung jawabkannya seseorang secara hukum atas perbuatan pidana. TRISNO RAHARJO/I/2006
127
ALASAN PENGHAPUS PIDANA MvT
PADA DIRI ORANG ITU (INWENDIG) – Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna, terganggu karena sakit (Pasal 44 KUHP)
DI LUAR ORANG ITU (UITWENDIG) – Daya memaksa (overmacht) (48); Pembelaan terpaksa ( 49); Melaksanakan Undang-undang (50); Melaksanakan Perintah Jabatan (51)
TRISNO RAHARJO/I/2006
128
ALASAN PENGHAPUS PIDANA Berdasarkan Ilmu Pengetahuan Hukum
UMUM – Berlaku umum untuk tiap DELIK 44, 48 – 51 KUHP
KHUSUS – Berlaku khusus pada delik tertentu • Pasal 221 (2) KUHP menyimpan orang yang melakukan kejahatan tidak dituntut jika untuk menghindari penuntutan dari istri, suami (Keluarga Samenda)
TRISNO RAHARJO/I/2006
129
JENIS ALASAN PENGHAPUS PIDANA berdasarkan ilmu pengetahuan hukum
ALASAN PEMBENAR – Menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan meskipun perbuatan telah memenuhi rumusan delik dalam UU: Daya Paksa (48) Pembelaan Terpaksa (49 (1)), Menjalankan Perintah UU (50), Perintah Jabatan (50 (1));
ALASAN PEMAAF – Menyangkut pribadi PELAKU. Pelaku tidak dapat dicela menurut hukum. Menghapuskan KESALAHAN sehingga tidak mungkin ada pemidanaan. Tdk mampu btgjwb (44); Daya Paksa (48), Noodweer exces (49 (2)); Itikat baik melaksanakan perintah Jabatan yang tidak sah (51 (2))
TRISNO RAHARJO/I/2006
130
ALASAN PEMBENAR
Daya Paksa (48) – Alasan PEMAAF – Setiap Kekuatan, setiap Paksaan atau tekanan yang tidak dapat ditahan (MvT) – Vis Absoluta: Manusia/Alam – Vis Compulsiva (Relatif): Paksaan dapat ditahan tetapi tidak dapat diharapkan dapat mengadakan perlawanan (Posisi Terjepit – Seimbang) – Paksaan harus berasal dari luar
Keadaan Darurat – Perbenturan Dua Kepentingan Hukum: Papan Carneades – Perbenturan Kepenitingan Hukum dan Kewajiban Hukum • Kasus Kebakaran
– Perbenturan Kewajiban Hukum dan Kewajiban Hukum • Saksi pada 2 Pengadilan • Perwira Kesehatan TRISNO RAHARJO/I/2006
131
Lanjutan ALASAN PEMBENAR
PEMBELAAN DARURAT – Pasal 49 (1) Tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk membela dirinya sendiri atau orang lain, mebela peri kesopanan sendiri atau orang lain terhadap serangan yang melawan hukum yang mengancam langsung atau seketika itu juga. – ADA Serangan (Seketika, langsung mengancam, melawan hukum, pada badan, perikesopanan dan harta benda) – Ada Pemelaan (perlu diadakan terhadap serangan itu, menyangkut badan, perikesopanan dan harta benda)
PERINTAH UU PERINTAH JABATAN sah (TUPOKSI dan wewenang)
TRISNO RAHARJO/I/2006
132
ALASAN PEMAAF
Tidak Mampu Bertanggung Jawab (44) Daya Paksa (48) – Alasan PEMBENAR NOODWEER EXES – Pasal 49 (2) Tidak dipidana seseorang yang melampaui batas pembelaan yang diperlukan, jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari suatu kegonjangan jiwa yang hebat disebabkan serangan itu
ITIKAT BAIK melakukan perintah jabatan yang tidak sah (51 (2)) TRISNO RAHARJO/I/2006
133
ALASAN PENGHAPUS PIDANA DI LUAR UU
Hak dari orang tua, guru untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya Hak yang timbul dari pekerjaan seorang dokter, apoteker, bidan Ijin dari orang yang dirugikan (Consent of the victim) – delik terkait dengan ijin atau persetujuan. Tidak ada unsur sifat melawan hukum yang materiil Tidak ada kesalahan sama sekali TRISNO RAHARJO/I/2006
134
SISTEM PIDANA Trisno Raharjo
TRISNO RAHARJO/I/2006
135
Istilah Pidana dan Pemidanaan • Straf – Hukuman – Pidana
• Wordt gestraft – Dihukum – Diancam dengan pidana
TRISNO RAHARJO/I/2006
136
Pengertian Pidana • SUDARTO – Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
• Roeslan Saleh – Reaksi atas delik, berwujud nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu
TRISNO RAHARJO/I/2006
137
Unsur-unsur Pidana • Hakekatnya suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan • Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan atau wewenang • Dikenakan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana menurut undangundang TRISNO RAHARJO/I/2006
138
Dua syarat Pemidanaan • Alf Ross – Pidana ditujukan pada pengenaa penderitaan terhadap orang yang bersangkutan – Pidana itu merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku
TRISNO RAHARJO/I/2006
139
Dasar Adanya Pemidanaan • H.L. Packer – Untuk mencegah terjadinya kejahatan atau perbuatan yang tidak dikehendaki oleh perbuatan yang salah – Untuk mengenakan penderitaan atau pembalasan yang layak kepada si pelanggar
TRISNO RAHARJO/I/2006
140
Bukan Merupakan Pemidanaan • Alf Ross – Tindakan-tindakan yang bertujuan pengenaan penderitaan tetapi tidak merupakan pernyataan pencelaan • Contoh: pemberian terapi kejut pada binatang dalam suatu penelitian agar tingkah lakunya dapat diamati atau dikontrol – Tindakan-tindkan yang merupakan pernyataan pencelaan tetapu tidak dimaksudkan untuk menggenakan penderitaan • Contoh: teguran, peringatan atau penyingkiran oleh masyarakat – Tindakan-tindakan yang di samping tidak dimaksudkan untuk mengenakan penderitaan, juga tidak merupakan pernyataan pencelaan • Contoh: tindakan dokter gigi yang mencabut gigi seorang pasien. TRISNO RAHARJO/I/2006
141
Beda Pidana dan Tindakan • H.L Packer – Apabila terhadap remaja yang telah terjatuh ke dunia kejahatan, kita mengirimkannya ke sekolah untuk memperoleh pendidikan berdasarkan penilaian bahwa ia telah melakukan perbuatan terlarang/kejahatan, maka berarti kita telah mengenakan pidana kepadanya – Apabila kita beranggapan bahwa remaja tersebut akan menjadi lebih baik apabila ia dipenjara daripada dibiarkan berada di jalan-jalan dan memenjarakannya tanpa penentuan bahwa ia telah melakukan tindakan pidana, maka berarti kita telah mengenakan treatment. TRISNO RAHARJO/I/2006
142
Pidana dan Tindakan • Sudarto – Pidana adalah pembalasan terhadap kesalahan si pembuat, sedangkan tindkan adalah untuk perlindungan masyarakat dabn untuk pembinaan atau perawatan si pembuat – Secara dogmatis pidana untuk orang yang normal jiwanya, untuk orang yang mampu bertanggung jawab, sedangkan tindakan diberikan kepada orang yang tidak mampu bertanggung jawab karena tidak mempunyai kesalahan
TRISNO RAHARJO/I/2006
143
Pidana Bukun Penderitaan • Hulsman – Hakikat Pidana Menyerukan untuk TERTIB • Mempengaruhi tingkah laku • Menyelesaikan konflik
• Binsbergen – Suatu pernyataan atau penunjukan salah oleh penguasa sehungan dengan suatu tindak pidana
• G.P Hoefnagels – Sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang, sejak penahanan dan penyidikan terdakwa oleh polisi sampai vonis dijatuhkan hakim TRISNO RAHARJO/I/2006
144
TEORI-TEORI PEMIDANAAN • Teori absolut atau Teori Pembalasan • Teori relatif atau teori tujuan • Teori Gabungan
TRISNO RAHARJO/I/2006
145
Teori Absolut • Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana • Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan • Dasar pembenar dari pidana terletak pada adanya KEJAHATAN TRISNO RAHARJO/I/2006
146
PENGANUT TEORI ABSOLUT • Immanuel Kant – Pidana merupakan suatu tuntutan Kesusilaan. Seorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah melakukan kejahatan.
• Hegel – Pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan
TRISNO RAHARJO/I/2006
147
CIRI-CIRI POKOK RETRIBUTIF • Karl. O Christiansen – Tujuan piadan adalah semata-mata untuk pembalasan – Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengtandung sarana-sarana untuk tujuan lain. – Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana – Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar – Pidana melihat kebelang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali pelanggar TRISNO RAHARJO/I/2006
148
PENGGOLONGAN Penganut Teori ABSOLUT (RETRIBUTIF) • Teori Retributif Murni – Pidana harus cock atau sepadan dengan kesalahan si pembuat
• Teori Retributif tidak Murni – Prinsip pembatasan pidana – Terbatas • Pidana tidak harus cocok atau sepadan dengan kesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yang cocok dengan kesalahan terdakwa
– Distributif • Pidana jangan dikenakan pada orang yang tidak salah, tetapi pidana juga tidak harus cocok dan dibatas oleh kesalahan, dengan pengecualian pada strict liability. TRISNO RAHARJO/I/2006
149
Penggolongan Retributif Murni • John Kaplan – Teori Pembalasan • Menghutangkan sesuatu kepadanya • Utang telah dibayarkan kembali • Kamu telah melukai X, maka kami akan melukai kamu
– Teori Penebusan Dosa • Ia berhutang sesuatu kepada kita • Membayar kembali utangnya • Kamu telah mengambil sesuatu dari X, maka kamu harus memberikan sesuatu yang nilainya seimbang
TRISNO RAHARJO/I/2006
150
Teori Relatif • Pemidanaan bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan • Pembalasan tidak memiliki nilai, hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat
TRISNO RAHARJO/I/2006
151
Teori Relatif • J. Andenaes menyebutnya sebagai teori perlindungan masyarakat • Nigel Welker menyebutnya aliran reduktif karena dasar pembenaran pidana untuk mengurangi frekuensi kejahatan • Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yenga telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi memiliki tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat: Teori Tujuan atau UTILITARIAN THEORY) TRISNO RAHARJO/I/2006
152
CIRI-CIRI POKOK UTILITARIAN • Tujuan pidana dalah pencegahan (prevention) • Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat • Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja yang mememenuhi syarat untuk adanya pidana • Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk mencegahan kejahatan • Pidana melihat kemuka, pidana dapat mengandung unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apbila tidak membnatu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat TRISNO RAHARJO/I/2006
153
Tujuan Pidana Untuk Mencegah Kejahatan • Prevensi spesial – Special detterence – Pengaruh pidana terhadap pidana; pencegahan kejahatan dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidam melakukan tindak pidana lagi (rehabilitation theory)
• Prevensi general – General detterence – Pengaruh pidnaa terhadap masyarakat pada umumnya. Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana TRISNO RAHARJO/I/2006
154
Pengaruh General Prevention • Johannes Andenaes – Pengaruh Pencegahan – Pengaruh Untuk memperkuat larangan-larangan moral – Pengaruh untuk mendorong kebiasaan perbuatan patuh pada hukum
• Van Veen – Menegakkan kewibawaan – Menegakkan norma – Membentuk norma TRISNO RAHARJO/I/2006
155
TEORI GABUNGAN • Pellegrino Rossi – Pembalasan sebagai asas dari pidana dan beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, akan tetapi pidana mempunyai pelbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat
TRISNO RAHARJO/I/2006
156
Tujuan Pemidanaan
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia Pemidanaan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari kejahatan. Meresosialisasikan narapidana dan mengintegrasikan narapidana ke dalam masyarakat. Pemidanaan sebagai pembebasan rasa bersalah bagi orang yang telah melakukan tindak pidana tersebut. TRISNO RAHARJO/I/2006
157
Tujuan Pemidanaan dalam RKUHP
Mencegah dilakukan tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna Menyelesaikan konflik yang timbul oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat Membebaskan rasa bersalah pada terpidana TRISNO RAHARJO/I/2006
158
Pedoman Pemidanaan RKUHP
Kesalahan pembuat tindak pidana; Motif dan tujuan melakukan TP, Cara melakukan TP, Sikap Batin pembuat TP, riwayat hidup dan keadan sosial ekonomi pembuat TP, sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan TP, pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat TP, pandangan masyarakat terhadap TP yang dilakukan, pengaruh TP terhadap korban atau keluarga korban dan apakah dilakukan dengan berencana Ringannya Perbuatan, keadaan pribadi pembuat, keadaan waktu dilakukan perbuatan, dapat dijadikan pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan TRISNO RAHARJO/I/2006
159
STELSEL PIDANA KUHP
Pidana Pokok – – – – –
Pidana Mati Pidana Penjara Pidana Kurungan Pidana Denda Pidana Tutupan
Pidana Tambahan – Pidana Pencabutan Hak-hak tertentu – Pidana Perampasan Barang-barang tertentu – Pidana Pengumuman Putusan Hakim TRISNO RAHARJO/I/2006
160
Pidana Mati
Belanda telah menghapuskan Pidana Mati, HB masih mempertahankan karena menganggap rakyat Indonesia masih sulit diatur disamping sesuai dengan karakter hukum adat.
TRISNO RAHARJO/I/2006
161
Kejahatan yang diancam pidana MATI
Makar terhadap Kepala Negara Mengajak Negara Asing untuk berperang melawan Indonesia Memberi pertolongan kepada negara asing yang sedang berperang dengan Indonesia Membunuh Kepala Negara Sahabat Pembunuhan Berencana Pencurian berkelompok dengan kekerasan atau kejahatan lain pada malam hari sehingga menimbulkan korban yang meninggal atau luka berat Pembajakan laut yang menyebabkan korban meninggal Menganjurkan huru-hara, pemberontakan pada waktu negara dalam keadaan perang Melakukan penipyan dalam mensuplai keperluan angkatan perang dalam keadaan perang Pemerasan dengan pemberatan TRISNO RAHARJO/I/2006
162
Pelaksanaan Pidana Mati Pasal 11 KUHP pelaksanaan pidana mati dengan menggantungkan narapidana sampai meninggal dunia oleh seorang algojo Penpres No 2 Tahun 1964 pelaksanaan pidana mati dengan ditembak oleh satu regu tembah.
TRISNO RAHARJO/I/2006
163
Pidana Penjara
Pengaturan sebelum 1995 – Gestichten Reglement (Stb 1917 No 708) – Divangopvoedings Regeling (Stb 1917 No 741) – Ordonannantie op de Voorwaardelijke Invrijkeidstelling (Stb 1917 No 749) – Ordonannantie op de Voorwaadelijke Veroordeeling (Stb 1926 No 987)
Konsep Pemasyarakatan diperkenalkan 27 April 1964 (Konsep Sahardjo) 1995 diatur melalui UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan TRISNO RAHARJO/I/2006
164
Penjara v LP Penjara bertujuan membuat jera dengan tindakan-tindakan keras dan sebagai pembalasan. LP memulihkan kembali kesatuan hubungan kehidupan dan penghidupan antara narapidana dan masyarakat.
TRISNO RAHARJO/I/2006
165
Sistem Pemenjaraan Sistem Pennsylvania (maximum security) 1 napi 1 ruang Silent System Sistem Elmira/ Reformatory (Sistem Irlandia) – Kelas I, II, III Sistem Borstal = Sistem Elmira 6 bulan penjara diewaluasi menteri kehakiman
TRISNO RAHARJO/I/2006
166
Pembinaan dan Pembimbingan Warga LAPAS
Tahap Awal – Napi masuk LP sampai 1/3 dari masa mengalami pidana
Tahap Lanjutan – Pertama: Berakhirnya pembinaan tahap awal hingga ½ bagian dari masa menjalani pidana – Kedua: Sejak berakhirnya tahap lanjutan pertama hingga 2/3 dari masa pidana.
Tahap Akhir – Dilaksankan sejak berakhirnya tahap lanjutan hingga berakhirnya seorang narapidana menjalani pidana (PROGRAM INTEGRASI BAGI NARAPIDANA)
TRISNO RAHARJO/I/2006
167
PIDANA KURUNGAN
Dua Fungsi Pidana Kurungan: – Prinsipal – Pidana Pengganti Denda (Subsidair)
Lama Pidana Kurungan: – Prinsipal: 1 hari - 1 tahun (1 tahun, 4 bulan, gabungan delik, pengulangan, atau pns) – Pengganti pidana Denda: 1 hari- 6 bulan (+ 6 bulan jika ada pemberatan)
Prinsipal memiliki HAK PISTOLE TRISNO RAHARJO/I/2006
168
PIDANA DENDA Pidana denda ditujukan terhadap harta benda seseorang. Minimum Rp 250 paling banyak Rp 150.000,00 Pidana denda tidak efektif. Pidana denda dapat dibayarkan oleh orang lain selain oleh narapidana denda.
TRISNO RAHARJO/I/2006
169
Pidana Tutupan UU No 20 Tahun 1946 Pidana tutupan adalah jenis pidana hilang kemerdekaan bagi pelaku tindak pidana yang mempunyai motivasi yang perlu dihormati. Motivasi yang perlu dihormati umumnya adalah Kejahatan Politik. Berfungsi sebagai Custodia Honesta
TRISNO RAHARJO/I/2006
170
PIDANA TAMBAHAN: Pencabutan Hak Tertentu Hak untuk menduduki jabatan tertentu Hak untuk memasuki TNI Hak dipilih untuk anggota DPR pusat maupun daerah Hak untuk menjadi wali atau penasehat Hak kuasa bapak (wali) Hak untuk melakukan pekerjaan tertentu
TRISNO RAHARJO/I/2006
171
PIDANA TAMBAHAN: Perampasan Barang Tertentu
Perampasan: mencabut hak milik atas suatu barang dari orang yang mempunyai. Barang = Binatang Perampasan untuk dimiliki negara atau dimusnahkan Barang yang dirampas dapat barang hasil kejahatan atau barang yang dipergunakan dalam suatu kejahatan. TRISNO RAHARJO/I/2006
172
PIDANA TAMBAHAN: Pengumuman Putusan Hakim Putusan hakim bersifat terbuka. Pengumuman Putusan Hakim menyebarkan secara aktif untuk diketahui oleh masyarakat luas.
TRISNO RAHARJO/I/2006
173
STELSEL PIDANA RKUHP Pidana Pokok: Penjara; Tutupan; Pengawasan; Denda; Kerja Sosial Pidana khusus (eksepsional): Pidana Mati (Diancamkan secara Alternatif) Pidana Tambahan: Pencabutan hak tertentu; perampasan barang tertentu dan atau tagihan; pengumuman putusan hakim; pembayaran ganti kerugian; pemenuhan kewajiban Adat
TRISNO RAHARJO/I/2006
174
DENDA
KUHP; Fixed RKUHP – Tanpa minimum khusus paling sedikit Rp 15.000,00 – Paling Banyak berdasarkan Kategori: • • • • • •
Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV Kategri V Kategori VI
Rp 150.000,00 Rp 750.000,00 Rp 3.000.000,00 Rp 7.500.000,00 Rp 30.000.000,00 Rp 300.000.000,00 TRISNO RAHARJO/I/2006
175
Pidana Bersyarat Trisno Raharjo
[email protected] 2008
TRISNO RAHARJO/I/2006
176
Pidana Bersyarat
Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan. Hakim memberikan pidana bersyarat, apabila ia berpikir siterhukum cukup perasa (gevoeling):
Tidak mau mengulangi melakukan perbuatan pidana Bersedia memenuhi syarat-syarat yang diadakan (UMUM dan KHUSUS)
TRISNO RAHARJO/I/2006
177
Sejarah Pidana Bersyarat
Awal Abad XIX Model Inggris dan Amerika Serikat:
Model Prancis dan Belgia
Fase I: Terdakwa dinyatakan bersalah dan ditetapkan masa percobaan dengan syarat Fase II: Jika melanggar syarat yang ditentukan, maka hakim menetapkan pidana untuk dijalani, pelaksanaan pidana bersyarat dibantu oleh petugas
Fase I: Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhkan pidana namun pelaksanaan pidana ditunda dengan syarat Fase II: Jika melanggar syarat maka pidana dijalankan. Tidak ada petugas yang membantu pelaksanaan pidana bersyarat
Model Belanda (Model KOMBINASI)
Fase I Model Prancis dan Belgia Fase II Model Inggris dan Amerika Serikat
TRISNO RAHARJO/I/2006
178
Tujuan Utama Pidana Bersyarat
Terpidana yang tidak bertabiat jahat tetap tinggal diluar LP, karena ada kemungkinan pengaruh buruk terhadap terpidana dalam LP.
TRISNO RAHARJO/I/2006
179
SYARAT UMUM
Terhukum dalam waktu percobaan tidak melakukan perbuatan perbuatan pidana. Syarat ini merupakan sudut yang negatif dari pidana bersyarat.
TRISNO RAHARJO/I/2006
180
SYARAT KHUSUS
Disebut pula sudut yang positif dari pidana bersyarat. Syarat khusus sangat beragam dan haruslah mengenai kelakukan siterhukum. Syarat khusus dapat dirubah: dikurangi atau ditambahkan Syarat khusus tidak boleh mengurangi kemerdekaan berpolitik atau beragama.
TRISNO RAHARJO/I/2006
181
PENGAWASAN
Inti dari pidana bersyarat adalah pengawasan. Pengawasan ditujukan untuk ditaatinya syarat-syarat yang ditentukan oleh hakim. Pengawas:
JPU, lembaga berbadan hukum, rumah penampungan, atau pejabat tertentu.
TRISNO RAHARJO/I/2006
182
Lama pidana bersyarat
Paling lama 3 tahun untuk kejahatan dan pelanggaran Pasal 492, 505 dan 506 Paling lama 2 tahun untuk pelanggaran lainnya. Lama pidana bersyarat dapat dirubah. Waktu selama terhukum ditahan dengan sah tidak termasuk masa percobaan. Masa percobaan dapat diperpanjang paling lama ½ dari waktu paling lama.
TRISNO RAHARJO/I/2006
183
Pasal 492 KUHP
Keadaan mabuk, dimuka umum merintangi lalu lintas atau menggangu ketertiban atau mengancam keamanan orang lain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau mengadakan tindakan penjagaan terlebih dahulu, agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain TRISNO RAHARJO/I/2006
184
Pasal 505 KUHP
Mengenai bergelandangan tanpa pencarian
TRISNO RAHARJO/I/2006
185
Pasal 506 KUHP
Menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian
TRISNO RAHARJO/I/2006
186
Syarat Khusus Ganti Rugi
Pasal 14 c KUHP:
Terhukum dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidana Ganti rugi lebih banyak diperintahkan kepada pengendara kendaraan bermotor yang karena kealpaannya lalu mengakibatkan kerusakankerusakan pada benda yang ditabraknya.
TRISNO RAHARJO/I/2006
187
Pelanggaran terhadap SYARAT
Syarat Umum
Dilakukan eksekusi pidana penjara atau kurungan
Syarat Khusus
Tidak selalu diakhiri dengan eksekusi pidana penjara atau kurungan
TRISNO RAHARJO/I/2006
188
Pelepasan Bersyarat (PB) Trisno Raharjo
[email protected] 2008
TRISNO RAHARJO/I/2006
189
Ketentuan Pelepasan bersyarat
Pasal 15-17 KUHP Masa percobaan merupakan peralihan dari kehidupan dalam penjara (LP) pada kebebasan sepenuhnya. Terpidana dalam pelepasan bersyarat harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pelepasan bersyarat tidak dapat diberikan kepada pidana penjara seumur hidup. Pelepasan bersyarat tidak dapat diberikan terhadap pidana kurungan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
190
Tujuan Pelepasan Bersyarat
Pelaksanaan pidana penjara pada akhir atau menjelang bagian akhir masa pidana, terpidana menjalaninya di luar LP (bagian terakhir dari pidana tidak dijalankan). Masa transisi untuk memudahkan kembalinya terpidana ke masyarakat Mendorong terpidana berkelakuan baik selama di LP
TRISNO RAHARJO/I/2006
191
Pasal 15 ayat (1) KUHP
Pelepasan bersyarat dapat diberikan jika terpidana telah paling sedikit menjalani dua pertiga dari masa pidana dan paling sedikit menjalani masa pidananya selama sembilan bulan, terhadap terpidana yang masa pidananya lebih dari sembilan bulan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
192
SYARAT UMUM
Tidak melakukan perbuatan pidana Tidak akan melakukan perbuatan lain yang tidak baik:
Hidup bermalas-malasan Bergaul dengan orang yang tidak baik namanya.
TRISNO RAHARJO/I/2006
193
SYARAT KHUSUS
Syarat khusus bersifat fakultatif. Syarat khusus ditujukan untuk memberi arah kepada terpidana dalam pelepasan bersyarat dapat berperilaku baik. Syarat khusus tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan politik.
TRISNO RAHARJO/I/2006
194
Penetapan Syarat
Syarat umum dan khusus dalam SURAT PAS ditetapkan oleh MENTERI KEHAKIMAN dengan memperhatikan pendapat:
JPU Hakim pemeriksa perkara, sipir dan badan pelapasan bersyarat Dirjen Pemasyarakatan.
Dipertimbangkan adalah sikap dan perilaku terpidana dalam LP.
TRISNO RAHARJO/I/2006
195
LAMA MASA PERCOBAAN
Sisa masa pidana yang belum dijalani + 1 tahun Masih diperhitungkan sebagai masa percobaan tiga bulan setelah masa percobaan selesai.
TRISNO RAHARJO/I/2006
196
Pencabutan Pelepasan Bersyarat
Terpidana berbuat bertentangan dengan syarat yang ditentukan sebagaimana terdapat dalam SURAT PAS. Pencabutan dapat bersifat sementara maupun permanen.
TRISNO RAHARJO/I/2006
197
PERCOBAAN • Pengertian Tata Bahasa – Mencoba berarti berusaha untuk mencapai sesuatu, tetapi tidak tercapai
TRISNO RAHARJO/I/2006
198
Menurut Hukum Pidana – KUHP hanya merumuskan batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan kejahatan – Pasal 53 KUHP ayat (1) – “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat utk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan krn kehendaknya sendiri.” TRISNO RAHARJO/I/2006
199
SIFAT PERCOBAAN
• Dasar memperluas dapat dipidananya orang (Delik tidak sempurna) – Strafausdehnungsgrund – Pelaku tindak pidana meskipun tidak memenuhi unsur delik tetap dapat dipidana apabila telah memenuhi rumusan Pasal 53 KUHP
• Dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan (Delik tersendiri) – Tatbestandausdehnungsgrund – Delictum sui generis/bentuk delik tersendiri TRISNO RAHARJO/I/2006
200
Percobaan sebagai delik tersendiri • Prof. Moeljatno – Pada dasarnya seseorang itu dipidana karena melakukan suatu delik – Konsepsi perbuatan pidana ukuran suatu delik didasarkan pada pokok pikiran adanya sifat berbahaya perbuatan itu sendiri bagi keselamatan masyarakat – Hukum adat tidak mengenal percobaan sebagai bentuk delik yang tidak sempurna – KUHP terdapat beberapa perbuatan yang dipandang sebagai delik yang berdiri sendiri dan merupakan delik selesai, walaupun pelaksanaan dari perbuatan itu sebenarnya belum selesai, misalnya delik-delik makar. TRISNO RAHARJO/I/2006
201
DASAR PATUT DIPIDANANYA PERCOBAAN • Teori Subjektif – sikap batin atau watak yang berbahaya dari sipembuat
• Teori Objektif – Sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat • FORMIL-TATA HUKUM • MATERIIL-KEPENTINGAN/BENDA HUKUM
• Teori Campuran – Sikap batin dan sifat berbahaya perbuatan TRISNO RAHARJO/I/2006
202
Unsur Percobaan • Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) KUHP unsur-unsur percobaan: – Ada niat – Ada permulaan pelaksanaan – Pelaksanaan tidak selesai bukan sematamata krn kehendaknya sendiri
TRISNO RAHARJO/I/2006
203
UNSUR NIAT • Niat=sengaja dalam segala tingkatan (CORAK) • VOS = Niat sama dengan kesengajaan dengan maksud
TRISNO RAHARJO/I/2006
204
Pandangan Prof Moeljatno terhadap NIAT • Niat jangan disamakan dengan KESENGAJAAN • Niat menjadi kesengajaan jika sudah ditunaikan menjadi perbuatan yang dituju • Jika niat belum semua ditunaikan maka niat masih ada dan merupakan sikap batin yang memberi arah pada berbuatan
TRISNO RAHARJO/I/2006
205
ARTI NIAT • Niat dalam percobaan memiliki dua arti: – Pada percobaan selesai niat sama dengan kesengajaan – Pada percobaan tertunda niat hanya merupakan unsur sifat melawan hukum yang subjektif
TRISNO RAHARJO/I/2006
206
Percobaan Selesai • A bermaksud membunuh B dengan pistol, picu pistol telah ditarik, tetapi ternyata pistol tersebut tidak meletus atau tembakan tidak mengenai sasaran
TRISNO RAHARJO/I/2006
207
Percobaan Tertunda • A bermaksud membunuh B, picu belum ditarik ternyata B telah tidak tampak.
TRISNO RAHARJO/I/2006
208
Unsur Permulaan Pelaksanaan • Persoalan POKOK, dan selalu dipersoalkan batas antara perbuatan persiapan dan perbauatan pelaksanaan • Perbuatan Persiapan = tidak dipidana • Perbuatan Pelaksanaan = pemidanaan
TRISNO RAHARJO/I/2006
209
Teori Percobaan yang subjektif • VAN HAMEL ada perbuatan pelaksanaan apabila dilihat dari perbuatan yang telah dilakukan telah ternyata adanya kepastian niat untuk melakukan kejahatan
TRISNO RAHARJO/I/2006
210
Teori Percobaan Objektif Materiil • SIMONS – Delik Formil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai perbuatan yang disebut dalam rumusan delik – Delik Materiil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai/dilakukan perbuatan yang sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang UU tanpa memerlukan perbuatan lain TRISNO RAHARJO/I/2006
211
Teori Percobaan Campuran • Perbuatan Pelaksanaan – Dua faktor yang harus diperhatikan • Sifat inti dari delik percobaan • Sifat inti dari delik pada umumnya
– tiga syarat: • Perbuatan harus mendekati delik yang dituju • Tidak ada keraguan perbuatan ditujukan pada delik • Apa yang telah dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum TRISNO RAHARJO/I/2006
212
Unsur Pelaksanaan Tidak Selesai Bukan Karena Kehendak Sendiri
• Adanya Penghalang Fisik • Akan adanya Penghalang Fisik • Keadaan khusus pada Objek sasaran
TRISNO RAHARJO/I/2006
213
Adanya Penghalang FISIK • Tidak matinya orang yang ditembak, karena tangannya disentakkan orang sehingga tembakan menyimpang atau pistolnya terlepas • Termasuk dalam pengertian penghalang fisik ini ilaha apabila adanya kerusakan pada alat yang digunakan (pelurunya macet/tidak meletus, bom waktu yang jamnya rusak) TRISNO RAHARJO/I/2006
214
Akan adanya penghalang FISIK • Pencuri, takut segera ditangkap karena gerak-geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang lain
TRISNO RAHARJO/I/2006
215
Keadaan khusus pada Objek sasaran
• Daya tahan orang yang ditembak cukup kuat sehingga tidak mati atau tertembak bagian yang tidak membahayakan • Barang yang dicuri terlalu berat walaupun si pencuri telah berusaha mengangkatnya sekuat tenaga
TRISNO RAHARJO/I/2006
216
Konsekuensi Unsur Ke-3 • Konsekuensi Materiil, bersifat accessoir (melekat) Apabila ada pengunduran diri secara sukarela maka tidak ada percobaan. • Konsekuensi Fromil- berdiri sendiri, walaupun unsur ini tidak ada maka percobaan tetap dipandang ada
TRISNO RAHARJO/I/2006
217
Percobaan Tidak Mampu • Telah dilakukan perbuatan pelaksanaan tetapi delik yang dituju tidak selesai atau akibat yang terlarang menurut undang-undang tidak timbul. • Pembagian Percobaan Tidak Mampu – Tidak Mampu Objek – Tidak Mampu Alat yang digunakan
TRISNO RAHARJO/I/2006
218
Tidak Mampu Objek • Mencoba membunuh orang yang ternyata sudah mati • Menggugurkan kandungan orang yang tidak hamil • Mangel am Tatbestand, tidak adanya atau tidak lengkapnya/tidak terpenuhinya unsurunsur delik, delik tidak sempurna
– Melarikan perempuan yang ternyata sudah cukup umur – Orang mencuri barang yang ternyata sudah menjadi miliknya TRISNO RAHARJO/I/2006
219
Tidak Mampu Alat yang digunakan • Tidak mampu mutlak
• Alat tidak mungkin menimbulkan delik: meracun dengan air kelapa
• Tidak mampu relatif
• Keadaan tertentu dari alat
– Jenis tersendiri » Gula (TM) dan warangan (arsenicum) (M) – Keadaan konkrit » Warangan kurang dari 5 mg (TM)
• Keadaan tertentu dari orang yang dituju – Abstrak/rata-rata orang » Gula (TM) – Keadaan Konkrit » Gula (M)
TRISNO RAHARJO/I/2006
220
UKURAN/BATAS Percobaan mampu dan tidak mampu (1) • SIMONS – Ada percobaan mampu, apabila perbuatan yang menggunakan alat yang tertentu itu dapat membahayakan benda hukum.
TRISNO RAHARJO/I/2006
221
UKURAN/BATAS Percobaan mampu dan tidak mampu (2) • POMPE – Percobaan mampu, jika perbuatan atau alat yang digunakan mempunyai kecenderungan atau menurut sifatnya mampu untuk menimbulkan delik selesai
• Penentuan ketidak mampun yang absolut dan relatif jangan dilihat secara abstrak, tetapi harus dilihat secara konkrit TRISNO RAHARJO/I/2006
222
Contoh • Orang membeli warangan di apotek untuk melakukan pembunuhan, tetapi karena kekeliruan apotek, bukan warangan yang diberikan tetapi gula sehingga tidak menimbulkan kematian. • Pompe: TETAP ADA PERCOBAAN karena meski sifat gula tidak mampu absolut, tetapi dilihat dari keseluruhan perbuatan: mencampurkan gula yang dikira warangan, kedalam makanan orang lain untuk membunuh adalah percobaan selesai. TRISNO RAHARJO/I/2006
223
UKURAN/BATAS Percobaan mampu dan tidak mampu (3) • VAN HATTUM – Percobaan mampu apabila perbuatan terdakwa ada hubungan kausal yang adekuat dengan akibat yang dilarang oleh UU
• Ukuran adekuat: – Hal-hal yang terjadi secara kebetulan jangan dimasukkan, karena rasa keadilan tidak membenarkan hal demikian memberikan keuntungan kepada si pembuat – Hal-hal yang merintangi selesainya kejahatan yang dituju jangan dimasukkan, apabila pada hakekatnya perbuatan terdakwa membahayakan benda/kepentingan hukum. TRISNO RAHARJO/I/2006
224
CONTOH • Dengan maksud menembak musuhnya, seseorang telah mengisi senapannya dengan peluru dan kemudian meletakkan disuatu tempat untuk menunggu saat yang baik. Sementara itu dengan tidak diketahuinya ada orang lain mengosongkan senapan itu, sehingga pada saat ditembakkan tidak mebimbulakan akibat matinya orang lain (musuhnya itu) TRISNO RAHARJO/I/2006
225
UKURAN/BATAS Percobaan mampu dan tidak mampu (4) • Moeljatno • Tidak menekankan pada kausalitas tetapi pada normatif yaitu ukuran patut dipidananya suatu delik yaitu bersifat melawan hukum. – Teori Eindrucks/Kesan
• Ada percobaan yang mampu apabila dalam keadaan tertentu ada perbuatan yang menimbulkan kesan dari luar ada permulaan perbuatan yang dapat dipidana • Kesan dari luar yaitu dari sudut padang masyarakat, perbuatan-perbuatan itu telah mengganggu atau melukai tata hukum. • Orang hendak membunuh dengan pistol yang kosong atau pencopet merogoh kantong orang lain yang ternyata kosong TRISNO RAHARJO/I/2006
226
PENGUNDURAN DIRI SUKARELA • Tidak Selesainya Delik Karena Kehendak Sendiri – Pengunduran diri Sukarela (Rucktritt) – Tindakan Penyesalan (Tatiger Reue)
• Pengunduran diri maupun penyesalan merupakan: – Alasan penghapus pidana (Pompe) – Alasan pemaaf (van Hattum, Seno Adji) – Alasan penghapus penuntutan (VOS, Moeljatno)
TRISNO RAHARJO/I/2006
227
Pemidanaan Percobaan • Pasal 53 ayat (2) KUHP maks pidana pokok thp kejahatan dikurangi 1/3 • Pasal 53 ayat (3) KUHP ancaman mati/seumur hidup maks 15 tahun • Pasal 53 ayat (4) KUHP utk pidana tambahan sama seperti kejahatan selesai • Pasal 54 KUHP Percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana TRISNO RAHARJO/I/2006
228
Pemidanaan Percobaan • KUHP hanya mempidana percobaan terhadap tindak pidana berupa KEJAHATAN
TRISNO RAHARJO/I/2006
229
Tidak semua Percobaan thp Kejahatan dipidana
• Percobaan tanding • Percobaan hewan • Percobaan • Percobaan
duel/pekelahian penaganiayaan ringan
Penganiayaan biasa Penganiayaan ringan TRISNO RAHARJO/I/2006
230
PENYERTAAN TRISNO RAHARJO
[email protected] 2008
TRISNO RAHARJO/I/2006
231
Beberapa Istilah
Turut Serta (Utrecht) Turut Berbuat Delik (Karni) Turut Campur dalam Peristiwa Pidana (Tresna) Delneming (Belanda) Complicity (Ingris) Participation (Prancis) TRISNO RAHARJO/I/2006
232
Pandangan Sifat Penyertaan
Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang)
Penyertaan dipandang sebagai persoalan pertanggung jawaban pidana Penyertaan bukan suatu delik sebab bentuknya tidak sempurna Simons, van Hattum, Hazewinkel-Suringa
Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan)
Penyertaan dipandang bentuk khusus dari tindak pidana Penyertaan merupakan suatu delik, hanya bentuknya istimewa Pompe, Moeljatno, Roeslan Saleh
TRISNO RAHARJO/I/2006
233
Pembagian Penyertaan
Pembagian Dua
Belanda/Indonesia (Prancis, Belgia, Ingggris)
Dader/Pembuat Medeplichtige/Pembantu
Pembagian Tiga
Jerman (Jepang)
Pembuat Penganjur Pembantu
TRISNO RAHARJO/I/2006
234
PENYERTAAN
Pasal 55 dan 56 KUHP
Pembuat/DADER Pasal 55 KUHP
Pelaku Yang Menyuruh Lakukan Yang Turut Serta Penganjur
Pembantu/MENDEPLICHTIGE Pasal 56 KUHP
Pembantu Pada Saat Kejahatan Dilakukan Pembantu sebelum Kejaatan Dilakukan TRISNO RAHARJO/I/2006
235
Pembuat/DEDER
Setiap orang yang menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan delik (pandangan luas) Hanya orang yang melakukan sendiri perbuatan sesuai dengan rumusan delik (pandangan sempit)
TRISNO RAHARJO/I/2006
236
Pelaku/PLEGER
Orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik Pedoman penetapan pelaku:
Pengadilan Indonesia
Pelaku orang yang menurut maksud pembuat UU harus dipandang yang bertanggungjawab
Pengadilan Belanda
Pelaku orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang, tetapi tetap membiarkan keadaan terlarang itu berlangsung terus
TRISNO RAHARJO/I/2006
237
Pelaku/PLEGER
Dua Pandangan
Pelaku dimasukkan dalam Pasal 55 KUHP janggal karena tidak masuk penyertaan Dapat dipahami karena Pasal 55 menyebut mereka yang dipidana sebagai pembuat.
TRISNO RAHARJO/I/2006
238
Yang Menyuruh Lakukan/DOENPLEGER
Orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara hanya diumpamakan sebagai alat Doenpleger terdapat dua pihak
Pembuat langsung (auctor physicus) -ALAT Pembuat tidak langsung (auctor intellectualis)
TRISNO RAHARJO/I/2006
239
Yang Menyuruh Lakukan/DOENPLEGER
Unsur-unsur dari ALAT:
harus manusia, berbuat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (TANDA CIRI doenpleger)
Pasal 44 (tdk sempurna jiwa), Pasal 48 (daya paksa), Pasal 51 ayat 2 (perintah jabatan tdk sah) , Kekeliruan (wesel ttd palsu) , tdk ada maksud utk kejahatan (kuli diminta mengambil suatu brg utk diangkut) TRISNO RAHARJO/I/2006
240
Apakah Menyuruh Lakukan terjadi pada DELIK CULPA
Mungkin: A menyuruh pekerja B untuk melemparkan benda yang
berat dari atap rumah ke bawah, tanpa menghiraukan apakah benda itu akan menimpa orang yang kebetulan lewat di bawah atap rumah. B mengira A telah mengadakan pengamanan seperlunya. Jika karena lemparan itu ada orang tertimpa dan mati, maka A dituntut menyuruh lakukan tindak pidana yang tersebut dalam Pasal 359 KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006
241
Yang Turut Serta/MEDEPLEGER
Orang yang turut melakukan ialah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan tejadinya sesuatu
TRISNO RAHARJO/I/2006
242
Yang Turut Serta/MEDEPLEGER
POMPE, turut mengerjakan terjadinya suatu tindak pidana ada tiga kemungkinan:
Mereka masing-masing memenuhi semua unsur dalam rumusan delik
Salah seorang memenuhi semua unsur delik, sedang yang lain tidak
Dua orang dengan bekerja sama melakukan pencurian di gudang beras
Pencopet A dan B, saling bekerja sama, A menabrak orang yang menjadi sasaran dan B yang mengambil dompet orang itu
Tidak seorang pun memenuhi unsur-unsur delik seluruhnya, tetapi mereka bersama-sama mewujudkan delik
Pencurian dengan merusak: salah seorang melakukan perusakan, kawannya masuk rumah dan mengambil barang yang kemudian diterimakan kepada kawannya yang merusak tadi.
TRISNO RAHARJO/I/2006
243
Syarat TURUT SERTA
Ada kerjasama secara sadar
Tidak harus mufakat, cukup ada pengertian antara peserta saat perbuatan dilakukan dengan tujuan mencapai hasil yang sama (dgn sengaja) Tidak ada turut serta, jika A menganiaya B menghendaki mati
Ada pelaksanaan bersama secara fisik
Perbuatan langsung menimbulkan selesainya delik dengan bekerjasama
TRISNO RAHARJO/I/2006
244
Turut Serta DELIK CULPA
CULPA tidak menghendaki terjadinya akibat. Kalau kesengajaan orang yang turut serta juga herus ditunjukkan untuk timbulnya delik maka tidak ada turut serta secara CULPA. Jika kesengajaan ditujukan kepada adanya kerjasama maka MUNGKIN ada turut serta pada delik culpa:
A dan B bersama-sama melemparkan barang berat dari gedung bertingkat dan menimpa orang sampai mati C memberi pelajaran D mengendarai mobil dilapangan yang luas. D belajar di Kemudi, C instruktur, D menabrak seseorang. Maka ada turut serta melakukan perbuatan Pasal 55 jo 359 KUHP)
TRISNO RAHARJO/I/2006
245
Penganjur/UITLOKKER
Penganjur ialah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan saranasarana yang ditentukan oleh undangundang.
TRISNO RAHARJO/I/2006
246
Syarat Penganjuran
Ada kesengajaan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang terlarang Menggerakkanya dengan menggunakan upaya sebagaimana ditentukan undang-undang Putusan kehendak dari sipembuat materiil ditimbulkan karena sayarat 1 dan 2 Pembuat materiil melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau percobaan melakukan tindak pidana Pembuat materiil harus dapat dipertanggungjawabkan
TRISNO RAHARJO/I/2006
247
PENGANJURAN DELIK CULPA
Tidak mungkin
Sifat khas dari penganjuran membujuk terjadinya perbuatan dengan sengaja. (van Hamel)
Mungkin
Pembujuk mempunyai kesengajaan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang ternyata delik culpa. Yang membujuk dan dibujuk mempunyai kealpaan yang disyaratkan UU
TRISNO RAHARJO/I/2006
248
Pembantu/MENDEPLICHTIGE Pasal 56 KUHP
Sifatnya
Dari perbuatannya pembantuan bersifat accessoir untuk adanya pembantuan harus ada orang yang melakukan kejahatan sedangkan dari pertanggungjawabannya tidak accesoir, dipidananya pembantu tidak tergantung pada dapat tidaknya si pelaku dituntut atau dipidana.
Jenisnya
Pembantu Pada Saat Kejahatan Dilakukan Pembantu sebelum Kejahatan Dilakukan
Melalaui memberikan kesempatan, sarana atau keterangan
TRISNO RAHARJO/I/2006
249
PEMBANTUAN Saat Kejahatan dilakukan
MIRIP dengan turut serta Perbedaan
Pembantuan: hanya penunjang, tidak ada kerjasama yang disadari Turut serta: Perbuatan pelaksana, kerjasama yang disadari
TRISNO RAHARJO/I/2006
250
PEMBANTUAN sebelum kejahatan dilakukan
MIRIP dengan Penganjuran
Penbantuan: kehendak jahat pada pembuat materiil sudah ada sejak semula (bukan oleh kehendak pembantu) Penganjuran: kehendak untuk melakukan kejahatan pada pembuat materiil ditimbulkan oleh si penganjur
TRISNO RAHARJO/I/2006
251
Pertanggungjwaban Pembantu
Pidana pokok pembantu lebih ringan daripada pembuat yaitu maksimum dikurangi 1/3 bila ancaman mati/seumur hidup, maka maksimum pembantu adalah 15 tahun Pidana tambahannya sama dengan pembuat
TRISNO RAHARJO/I/2006
252
PERTANGGUNG JAWAWABAN PEMBANTU (2)
Dalam mempertanggung jawabkan seoarang pembantu, KUHP menganut sistem pertangungjawaban berdiri sendiri, artinya tidak tergantung pada pertanggungjawaban si pembuat:
A membantu B membunuh C. B Gila, A sebagai pembantu tepap dipidana. A memberikan bantuan kepada B membunuh C, karena pembalaan terpaksa, maka A tidak dapat dipidana. A memberikan bantuan kepada B untuk menganiaya C. Akibat penganiayaan C mati. A dipertanggungjawabkan penganiayaan yang menyebabkan C mati.
TRISNO RAHARJO/I/2006
253
Pengecualian Pemidanaan Pembantuan
Pasal 333 ayat (4) Pembantu dipidana sama dengan pembuat (perampasan kemerdekaan) Pasal 231 ayat (3) Pembantu dipidana lebih berat dari si pembuat (ttg brg sitaan pengadilan)
TRISNO RAHARJO/I/2006
254
PENYERTAAN DENGAN KEALPAAN
A memberi gunting kepada B yang katanya untuk menggunting kain. Ternyata B menggunakan gunting tersebut untuk membunuh. Pada waktu B akan memasuki rumah C untuk mencuri, ia berkelakuan seolah-olah kehilangan kunci rumah. A yang lewat dan sama sekali tidak tahu B berdiri dirumah orang lain menolong B mauk kerumah C melalui jendela.
TRISNO RAHARJO/I/2006
255
Penyertaan Yang Tidak Dapat Dihindari
Delik yang baru terjadi kalau ada orang lain (Kawan berbuat) yang mau tidak mau harus ada. Apabila kawan berbuat itu tidak ada maka delik itu tidak dapat dilakukan. Penyertaan yang tidak dapat dihindarkan atau penyertaan yang diharuskan.
PERZINAHAN, MENOLONG ORANG LAIN UNTUK BUNUH DIRI
TRISNO RAHARJO/I/2006
256
TINDAKAN2 SESUDAH TERJADINYA TINDAK PIDANA
Pasal 221: Menyembunyikan penjahat Pasal 223: Menolong orang melepaskan diri dari tahanan Sebenarnya tergolong penyertaan, tetapi yang dilakukan setelah terjadi tindak pidana lain. Dikenal dengan Tindak Pidana PEMUDAHAN
TRISNO RAHARJO/I/2006
257
PERBARENGAN TRISNO RAHARJO
[email protected] 2008 TRISNO RAHARJO/I/2006
258
PENGERTIAN
KUHP tidak mendefinisikan CONCURSUS, dalam perumusan pasal dapat dipereroleh pengerrtian:
Concursus Idialis: suatu perbuatan masuk dalam lebih dari
Perbuatan berlanjut: seseorang melakukan beberapa
satu aturan pidana
perbuatan, perbuatan tersebut masing-masing kejahatan atau pelanggaran dan antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut Concursus Realis: seseorang melakukan beberapa perbuatan, masing-masing perbuatan berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (Kejahatan/pelanggaran) – tidak perlu sejenis atau berhubungan satu sama lain
TRISNO RAHARJO/I/2006
259
BEBERAPA PANDANGAN
CONCURSUS: Sebagai
masalah pemberian pidana, Hazewinkel-Suringa Sebagai bentuk khusus dari tindak pidana, pompe, mezger, muljatno
TRISNO RAHARJO/I/2006
260
PERBARENGAN/CONCURSUS DALAM KUHP Perbarengan Peraturan (Concursus Idealis) Pasal 63 KUHP Perbuatan berlanjut (voortgezettehandeling) Pasal 64 KUHP Perbarengan perbuatan (Concursus realis), Pasal 65-71
TRISNO RAHARJO/I/2006
261
Suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana
Contoh:
Perkosaan dijalan umum
Pasal 285 (Perkosaan) dan Pasal 281 (Melanggar Kesusilaan didepan umum)
Bersetubuh dengan anak sendiri yang belum berusia 15 tahun
Pasal 294 (Pebuatan cabul dgn anak sendiri blm 15 thn) Pasal 287 (bersetubuh dgn wanita yg blm 15 thn diluar perkawinan)
TRISNO RAHARJO/I/2006
262
Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum) Pasal 64 KUHP Seseorang melakukan beberapa perbuatan Perbuatan tersebut masing-masing merupakan KEJAHATAN/PELANGGARAN Antara Perbuatan ada hubungan sehingga dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut
Harus ada satu keputusan kehendak; masing-masing perbuatan harus sejenis; tenggang waktu tidak terlampau lama.
Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan belum ada keputusan hakim
Contoh: Korupsi dalam jangka waktu yang panjang TRISNO RAHARJO/I/2006
263
Perbarengan Perbuatan (Concorsus Realis) Pasal 65 s/d Pasal 71 KUHP Seseorang melakukan beberapa perbuatan Masing-masing pebuatan berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan belum ada keputusan hakim
Contoh: Pencurian (362 KUHP), 5 thn penjara Penganiayaan (351 KUHP), 2 thn 8 bln penjara Penadahan (480 KUHP), 4 thn penjara Penipuan (378 KUHP), 4 thn penjara TRISNO RAHARJO/I/2006
264
SISTEM PEMBERIAN PIDANA CONCURSUS IDEALIS 1
Pasal 63 ayat 1 Berlaku sistem absorbsi Sistem ABSORBSI hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat:
Hanya dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yang memuat ancaman pidana pokok terberat Contoh: Perkosaan dijalan umum
Pasal 285
Pasal 281
Perkosaan dgn ancaman max 12 tahun penjara Melanggar Kesusilaan didepan umum dgn ancamn max 2 thn 8 bln penjara
Maksimum pidana penjara yang dapat dikenakan 12 tahun penjara
TRISNO RAHARJO/I/2006
265
SISTEM PEMBERIAN PIDANA CONCURSUS IDEALIS 2
Apabila pidana pokok sejenis dgn masksimum yang sama, ditetapkan pidana pokok dgn pidana tambahan yang paling berat. Contoh: Pidana
penjara 5 thn dgn pidana tambahan pencabutan hak Pidana penjara 5 thn tanpa pidana tambahan Pidana yang dikenakan adalah 5 thn penjara dan pidana tambahan pencabutan hak TRISNO RAHARJO/I/2006
266
SISTEM PEMBERIAN PIDANA CONCURSUS IDEALIS 3
Apabila pidana pokok tidak sejenis maka penentuan pidana yang terberat didasarkan pada urutan-urutan jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP. Contoh: Penjara
8 bulan, Kurungan 1 tahun, Denda Rp
1 Juta Pidana yang dikenakan Penjara 8 bulan TRISNO RAHARJO/I/2006
267
SISTEM PEMBERIAN PIDANA CONCURSUS IDEALIS 4
Apabila terdapat ketentuan lex specialis derogat legi generali dikenakan aturan specialis Contoh: Seorang
ibu membunuh anaknya sendiri pada saat anaknya dilahirkan Pasal
338 (15 tahun penjara) Pasal 341 (7 tahun penjara) Pidana
yang dikenakan adalah maksimal 7 tahun penjara TRISNO RAHARJO/I/2006
268
SISTEM PEMBERIAN PIDANA PERBUATAN BERLANJUT
Pasal 64 ayat (1) KUHP
Berlaku sistem absorbsi Hanya dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yang memuat ancaman pidana pokok terberat
Pasal 64 ayat (2) KUHP
Penetapan Pemalsuan dan perusakan mata uang sebagai perbuatan berlanjut Pasal 244 pemalsuan mata uang 15 tahun penjara Pasal 245 mengedarkan mata uang 15 tahun penjara TRISNO RAHARJO/I/2006
269
SISTEM PEMBERIAN PIDANA PERBUATAN BERLANJUT Pasal 64 ayat (3) KUHP Kejahatan Ringan Pasal 364 pencurian ringan 3 bln penjara atau denda Rp 60,00 Pasal 373 penggelapan ringan 3 bln penjara atau denda Rp 60,00
Perbuatan Berlanjut Kerugian lebih dari Rp 250 menjadi kejahatan Biasa
Kejahatan Biasa Pasal 362 Pencurian 5 thn penjara atau Rp 60,00 Pasal 372 Penggelapan 4 thn penjara atau denda Rp 60,00
Pasal 379 penipuan ringan 3 bln penjara atau denda Rp 60,00
Pasal 378 Penipuan 4 thn penjara
Pasal 407 ayat (1) perusakan barang ringan 3 bln penjara atau denda Rp 60,00
Pasal 406 Perusakan Barang 2 tahun 8 bulan atau denda Rp 300,00
TRISNO RAHARJO/I/2006
270
SISTEM PEMBERIAN PIDANA Concursus Realis
Concursus realis berupa kejahatan dengan ancaman pidana pokok sejenis (pasal 65) hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan jumlah maksimal pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat ditambah sepertiga
TRISNO RAHARJO/I/2006
271
CONTOH A melakukan 3 Kejahatan dgn ancaman 4 thn, 5 thn dan 9 thn 9 thn + (1/3 x 9) tahun = 12 tahun penjara B melakukan 2 Kejahatan dgn ancaman 1 tahun dan 9 tahun
Berapa
tahunkan lama pidana bagi B
TRISNO RAHARJO/I/2006
272
CONCURSUS REALIS PIDANA POKOK TIDAK SEJENIS 1 Kumulasi yang diperlunak (Pasal 66) A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 2 tahun penjara dan 9 bulan kurungan Semua senis pidana (penjara dan kurungan) harus dijatuhkan. Maksimumnya adalah 2 tahun + (1/3 x 2) tahun = 2 tahun (penjara) 8 bulan (kurungan).
TRISNO RAHARJO/I/2006
273
CONCURSUS REALIS PIDANA POKOK TIDAK SEJENIS 2
Kumulasi yang diperlunak (Pasal 66) A melakukan 2 jenis kejahatan yang masingmasing diancam dengan pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 1.000 Noyon, semua harus dijatuhkan 6 bulan penjara dan denda Rp 1.000 Blok, pidana denda dijadikan pidana kurungan pengganti denda (maksimum 6 bulan kurungan)
6 bulan penjara dan 6 bulan kurungan maka 6 bln penjara + (1/3 X 6) bln penjara = 8 bulan penjara 8 bulan penjara dijadikan penjara dan kurungan sehingga menjadi 6 bulan penjara dan 2 bulan kurungan 2 bulan kurungan (maksimum 6 bulan) dapat diperhitungkan = 1/3 x Rp 1000 = Rp 333,30 = Rp 334. TRISNO RAHARJO/I/2006
274
CONCURSUS REALIS PIDANA POKOK TIDAK SEJENIS 3 Kumulasi yang diperlunak (Pasal 66) A melakukan dua jenis kejahatan yang terdapat dalam Pasal 351 (diancam pidana 2 tahun 8 bulan penjara atau denda Rp 4.500,-) dan Pasal 360 (diancam pidana 5 tahun penjara atau 1 tahun kurungan) Dalam hal ini hakim harus mengadakan pilihan hukum terlebih dahulu Jika dipilih ancaman sejenis dipakai ABSORBSI Kalau dipilih pidana tidak sejenis dikunakan kumulasi yang diperlunak
TRISNO RAHARJO/I/2006
275
Concursus Realis berupa Pelanggaran Pasal 70 sistem Kumulasi Kumulasi maksimum 1 tahun 4 bulan A melakukan 2 pelanggaran dengan ancaman pidana kurungan 6 bulan dan 9 bulan maka maksimum menjadi 9 + 6 = 15 bulan = 1 tahun 3 bulan Jika 2 pelanggaran 9 bulan dan 9 bulan maka maksimum menjadi 9 + 9 = 18 bulan atau 1 tahun 6 bulan maka hanya dapat dijatuhi 1 tahun 4 bulan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
276
Concursus Realis berupa Kejahatan Ringan Pasal 302 (1), 352, 364, 373, 379 dam 482 KUHP berlaku Pasal 70 bis menggunakan sistem kumulasi tetapi dengan pembatasan maksimum 8 bulan penjara. A melakukan 3 kejahatan ringan, dengan ancaman penjara masing-masing 3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan tetapi 8 bulan penjara
TRISNO RAHARJO/I/2006
277
Concursus realis yang diadili pada saat yang berlainan
Pasal 71 KUHP Jika
seseorang, setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan salah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
278
Contoh
A melakukan kejahatan:
(1) (2) (3) (4)
Tgl Tgl Tgl Tgl
1/1: pencurian (362, 5 thn penjara) 5/1: penganiayaan biasa (351, 2 tahun 8 bln penjara) 10/1: penadahan (480, 4 thn penjara) 20/1: penipuan (378, 4 thn penjara)
A ditangkap, diproses dan diadili untuk perbuatan (1) s.d (4) adapun maksimal yang dapat dijatuhkan adalah pidana 5 tahun + (1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan penjara. Hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara Setelah putusan berkekuatan hukum tetap ternyata diketahui A pada 14/1 (sebelum ada putusan) melakukan penggelapan (372, 4 tahun penjara) yang selanjutnya disidangkan untuk kedua kali, maka hakim dalam putusannya adalah: Maksimum yang dapat dijatuhkan 6 tahun 8 bulan – putusan I 6 tahun = maka pidana maksimal yang dapat dijatuhkan adalah selama 8 bulan penjara. PUTUSAN II = Putusan sekaligus (maksimum) – Putusan I
TRISNO RAHARJO/I/2006
279
ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA Trisno Raharjo
[email protected] 2008 TRISNO RAHARJO/I/2006
280
TIDAK ADANYA PENGADUAN Pasal 72 s.d. 75 KUHP Yang berhak mengadu Ybs Belum 16 Tahun/belum cukup umur/dibawah pengampuan
Ybs Meninggal
Pasal 73 KUHP Orang tuanya/anaknya/suami/istrinya
Untuk Perzinahan
Pasal 72 KUHP Wakil yang sah dalam perkara perdata/ wali pengawas/ pengampu/ istrinya/ keluarga sedarah garis lurus/saudara garis menyimpang sampai derajat ke-3
Pasal 284 KUHP Suami/Istri yang tercemar
Melarikan wanita
Pasal 332 KUHP Jika Belum Cukup Umur
Wanita ybs atau org yg memberi izin wanita tsb menikah
Jika Sudah Cukup Umur
Wanita ybs atau suaminya TRISNO RAHARJO/I/2006
281
Tenggang Waktu Pengaduan
Pengajuan Pasal
74 KUHP
Bertempat
6 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan
Bertempat
tinggal di Indonesia tinggal diluar Indonesia
9 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan
Penarikan Pasal 75 KUHP
3
Bulan setelah diajukan TRISNO RAHARJO/I/2006
282
NE BIS IN IDEM Pasal 76 KUHP
Syarat-syarat ne bis in idem
Ada putusan hakim yang berkekuatan tetap Orang (subjek) adalah sama Perbuatan (Objek) adalah sama
Putusan Hakim berkekuatan tetap berupa:
Pembebasan Pelepasan dari segala tuntutan hukum Penjatuhan pidana
Tidak termasuk putusan hakim yang belum berhubungan dengan pokok perkara seperti Tentang tidak berwenangnya hakim untuk memeriksa perkara yang bersangkutan Tidak diterimanya tuntutan jaksa karena terdakwa tidak melakukan kejahatan Tentang tidak diterimanya perkara karena penuntutan sudah kedaluwarsa
TRISNO RAHARJO/I/2006
283
MATINYA TERDAKWA Pasal 77 KUHP
KUHP berpendirian bahwa yang dapat menjadi subjek hukum hanyalah orang dan pertanggungan jawab bersifat pribadi.
TRISNO RAHARJO/I/2006
284
DALUWARSA Pasal 78 KUHP
Tenggangwaktu daluwarsa
Semua Pelanggaran dan Kej. percetakan sesudah 1 th Untuk kejahatan yang diancam denda, kurungan atau penjara maksimum 3 tahun daluwarsanya 6 tahun Untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun daluwarsanya 12 tahun Untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup daluwarsanya sesudah 18 tahun Bagi yang belum berusia 18 tahun daluwarsa dikurangi sepertiga TRISNO RAHARJO/I/2006
285
TELAH ADA PEMBYARAN DENDA MAKSIMUM
AFKOOP ATAU SCHIKKING
Pasal 82 KUHP Pada delik yang diancam hanya dengan denda. Denda maksimal telah dibayarkan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
286
ADA ABOLISI ATAU AMNESTI
Abolisi dihapuskan penuntutan terhadap
pelaku tindak pidana. Hanya dapat dilakukan sebelum ada putusan pengadilan Pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dihapuskan. Dapat diberikan kapanpun. TRISNO RAHARJO/I/2006
287
ALASAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENJALANKAN PIDANA Trisno Raharjo
[email protected] 2008 TRISNO RAHARJO/I/2006
288
Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana
KUHP Matinya
Terdakwa (Pasal 83) Daluwarsa (Pasal 84, 85)
Diluar KUHP Pemberian
amnesti dan grasi
TRISNO RAHARJO/I/2006
289
DALUWARSA Pasal 84 dan 85 KUHP
Tenggang waktu daluwarsa Pasal 84 ayat (2)
Untuk semua Pelangaran daluwarsanya 2 tahun Untuk Kejahatan Percetakan daluwarsanya 5 tahun Untuk Kejahatan dgn ancaman kurang dari 3 Tahun penjara 9 tahun Untuk Kejahatan dgn ancaman lebih dari 3 Tahun penjara 16 tahun Untuk Kejahatan dgn ancaman pidana seumur hidup 24 tahun Tidak ada tenggangwaktu daluwarsa untuk pidana mati Pasal 84 ayat (3)
TRISNO RAHARJO/I/2006
290
PEMBERIAN AMNESTI ATAU GRASI Pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dihapuskan. Dapat diberikan kapanpun. Grasi tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan, keputusan hakim tetap ada, tetapi pelaksanaannya dihapuskan atau dikurangi atau diringankan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
291
PENGULANGAN TINDAK PIDANA Trisno Raharjo
[email protected] 2008 TRISNO RAHARJO/I/2006
292
Pengertian Pengulangan tindak pidana (Residive) terjadi dalam hal seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Pengulangan Tindak Pidana merupakan alasan pemberatan pemidanaan.
TRISNO RAHARJO/I/2006
293
Sistem pemberatan pidana residive
Sistem Residive Umum
Setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapanpun.
Sistem Residive Khusus
Pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. Sistem ini dianut KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006
294
Syarat-syarat Residive menurut KUHP Pada Kejahatan
Residive pada kejahatan-kejahatan tertentu yang sejenis
Pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 157 (2), 161 (2), 63 (2), 208 (2), 216 (3), 321 (2), 393 (2), 303 bis (2) KUHP
Syarat adanya residive sejenis secara umum:
Kejahatan yang diulangi harus sama atau sejenis dengan kejahatan terdahulu Diantara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus sudah keputusan hakim berupa pemidanaan yang telah memiliki kekuatan tetap. Si Pelaku melakukan kejahatan yang bersangkutan pada waktu menjalankan pencahariannya (Kecuali utk Pasal 216 (3), 303 bis (2), 393 (2)) Pengulangan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu yaitu 2 tahun atau 5 tahun TRISNO RAHARJO/I/2006
295
Bentuk Pemberatan residive sejenis
Dapat diberikan pidana tambahan berupa pelarangan atau pencabutan hak untuk menjalankan mata pencahariannya. Pidana ditambahkan sepertiga (Khusus Pasal 216 KUHP) Pidana penjara dilipat duakan (Khusus Pasal 393) dari 4 bulan 2 minggu menjadi 9 bulan penjara TRISNO RAHARJO/I/2006
296
Tenggang waktu Resideive Kejahatan Sejenis
2 Tahun
5 Tahun
Pasal 137, 144, 208, 216, 303 bis, dan 321 KUHP
Pasal 155, 157, 161, 163, dan 393 KUHP
TRISNO RAHARJO/I/2006
297
Residive pada kejahatan-kejahatan tertentu yang masuk kelompok jenis
Diatur dalam Pasal 486, 487 dan 488 KUHP Syarat adanya residive Kelompok Jenis secara umum:
Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau yang terdahulu Antara Kejahatan yang kemudian dengan kejahatan yang pertama harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang berkekuatan tetap Pidana yang pernah dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana penjara Pengulangan dilakukan dalam suatu tenggang waktu tertentu yaitu lima tahun atau belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankan pidana penjara yang terdahulu. TRISNO RAHARJO/I/2006
298
Bentuk Pemberatan kelompok jenis
Pemberatan dilakukan dengan menambahkan hukum seperiga dari makimum ancaman pidana untuk kejahatan yang diulangi. Kusus kelompok jenis Pasal 486 dan 487 yang dapat diperberat hanyalah ancaman pidana pokok berupa pidana penjara sedangkan untuk pemberatan kelompok jenis Pasal 488 semua jenis pidana dapat diperberat sepertiga.
TRISNO RAHARJO/I/2006
299
Residiv Pada Pelanggaran
Terdapat 14 Jenis pelanggaran di dalam Buku II KUHP yang bila diulangi dapat merupakan alasan pembertaan pidana yaitu pelanggaran terhadap Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP Syarat adanya residive Pelanggaran secara umum: Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu. Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan tetap untuk pelanggaran yang terdahulu. Tenggang waktu pengulangan belum lewat 1 tahun atau 2 tahun sejak ada putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap.
Bentuk Pemberatan
Pidana denda diganti atau ditingkatkan menjadi pidana kurungan Pidana (DENDA/KURUNGAN) dilipatkan dua kali
TRISNO RAHARJO/I/2006
300