BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi pembaruan Islam di Indonesia. Dalam pengamatan ternyata Muhammadiyah memang memiliki sebuah kerangka pandang, namun muatan dalam kerangka itu berbeda – beda, dan mengalami pertumbuhan yang bersifat pasang surut. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah “ Amar Ma’ruf Nahi Munkar ”, dan itu bukan semata-mata menyeru kebaikan dan mencegah yang munkar. Akan tetapi mengandung tiga hal yang mencakupi gerakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar tersebut, yakni Liberasi, Humanisasi, dan Transendensi. Membebaskan manusia dari ketertindasan, dalam arti kebodohan, penyakit, kelompok rentan, serta tentunya kemiskinan. Merupakan suatu hal yang mendasari gerakan dari Muhammadiyah, dan hal itu yang disebut liberasi. Seperti halnya pada saat KH. Ahmad Dahlan mendirikan Rumah Sakit PKU untuk membantu umat dalam pelayanan kesehatan. Karena pada saat itu kebanyakan umat tidak memiliki keuangan yang cukup untuk berobat di rumah sakit yang dikelola oleh Belanda. Ini merupakan salah satu penindasan. Oleh sebab itulah KH. Dahlan mendirikan rumah sakit tersebut. Dan itu merupakan gagasan yang keluar dari Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Jika kita lihat atau coba kita bahasakan adalah dari Al-Qur'an berdirilah rumah sakit yang diprakarsai oleh KH. Dahlan. Kemudian, humanisasi dapat diartikan memanusiakan manusia. Atau dapat disebut manusia yang diberdayakan. Dan yang terakhir adalah Transendensi yang memiliki artian membawa manusia pada keimanan dan kesholehan. Menurut Kuntowijoyo, ada empat hal yang tersirat dalam surat Ali-Imran ayat 110, yaitu tentang konsep umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran dan etikaprofetik. Pertama, umat manusia akan menjadi umat terbaik, tatkala mampu melaksanakan “pengabdian kemanusiaan” bagi umat manusia (civil society); Kedua, mengemban misi kemanusiaan, berarti berbuat untuk manusia dalam bentuk aktivisme sosial dan membentuk sejarah; Ketiga, kesadaran dimaksud adalah kesadaran ilahiah. Dengan kata lain, suatu bentuk “keterpanggilan etis”untuk kemanusiaan yang dilandasi
oleh spirit teologis; Keempat, etika profetik ini berlaku umum, yaitu menyeru kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah (transendensi).1 Seperti itulah dakwah menurut Muhammadiyah. Tidak langsung diajak untuk hal kesholehan, akan tetapi ada tahapan-tahapan yang mengiringi kearah tersebut. Oleh sebab itu dibebaskan dari ketertindasan dahulu, kemudian diberdayakan terlebih dahulu, dan barulah dibawa ke arah keimanan dan kesholehan.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja peran Muhammadiyah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar? 2. Apa hambatan dalam penegakkan amar ma’ruf nahi munkar?
1
Kuntowijoyo, Ibid., h.357 – 358.
BAB II PEMBAHASAN
PERMASALAHAN DAN POLA KEBIJAKSANANAAN DAKWAH MUHAMMADIYAH
A. PERMASALAHAN DAKWAH MUHAMMADIYAH Berangkat dari uraian tentang gambaran masyarakat Indonesia dan kecenderungan perkembangannya, dapat sdirangkum permasalahan - permasalah yang dihadapi oleh dakwah Islamiyah sebagai berikut. 1. Masalah utama Proses pendangkalan aqidah (deislamisasi) dan pemurtadan (proselitisasi), baik yang didahului atau dibarengi proses pendangkalan akhlaq (demoralisast), sebagai akibat dari : a. proses pasif (dampak perkembangan masyarakat), b. proses aktif, dari kegiatan sekularisasi, nasranisasi, dan nativisasi » 2. Masalah umum Pertama, kenyataan yang menyangkut pergeseran nilai yang makin menjauh atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam, yaitu: a. materialisme dan rasionalisme sebagai akibat kecenderungan reifikasi b. objektivasi dan manipulasi manusia c. fragmentasi sosial dan kehidupan egoistis Kedua, masalah kemiskinan, ketergantungan sosial, serta kebodohan (kejumudan), sebagai manifestasi kecenderungan perkembangan sosial-ekonomi, dengan berbagai akibatnya yang dapat terjadi, seperti: 1. kesenjangan kaya-miskin dan pengangguran 2. kriminalitas dan perilaku penyimpangan sosial lain,
3. ketunawismaan, dsb. Kelompok terbesar objek dakwah, adalah mereka yang dha'if secara ekonomis, dan kedba 'ifan sosial" yang lain (pen- didikan, kesehatan, dsb.). 3. Masalah khusus Pertama, yang menyangkut kalangan umat Islam pada umumnya ialah: a Gejala hilangnya kepekaan beragama dan keterperangkapan mereka pada beragama secara kulit atau for- malitas saja (rutinitas ritualistk). Mereka kehilangan idealisme sebagai seorang muslim. b. Keterbatasan pemahaman tentang Islam dan hakekat Muhammadiyah sebagai alat perjuangan, di kalangan umat, warga persyarikatan, dan bahkan sebagian da'i. c. Berkembangnya persepsi dan pola pemikiran yang majemuk tentang Islam, yang cenderung "melelahkan" kegiatan dakwah Islamiyah. Kedua, yang menyangkut objek dakwah non muslim (umat dakwah) ialah berkembangnya opini yang menyudutkan Islam dan umat Islam di Indonesia, baik akibat pengaruh media massa maupun upaya-upaya Islamofobia. B. POLA KEBIJAKSANAAN DA'WAH Dengan memperhatikan: (a) kondisi umat/masyarakat sebagai objek dakwah, (b) kecenderungan perkembangannya dan (c) permasalahan dakwah yang dihadapi sebagaimana dikemukakan di atas, maka perlu dikembangkan pola kebijalk sanaan (strategi) dakwah sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan dakwah Persyarikatan khususnya dan umat Islam pada umumnya. Pola kebijaksanaan ini terbagi atas empat bagian, yaitu (1) Pola Kebijaksanaan Umum, (2) Pola Kebijaksanaan Konseptual, (3) Pola Kebijaksanaan Perencanaan dan Pendekatan, dan (4) Pola Kebijaksanaan Khusus.
Pola Kebijaksanaan Umum
1. Meningkatkan pemahaman dan penghayatan agidah Islamiyah di kalangan warga persyarikatan dan umat, sehingga mampu menumbuhkan pemikiran dan perilaku yang islami. Dalam kaitan ini, perlu mendahulukan (memprioritaskan) pembinaan aqidah di samping aspek yang lain. 2. Mengembangkan kesadaran di kalangan warga Persyarikatan dan umat, terutama para pimpinan, tentang tiga tantangan utama yang dihadapi dakwah Islamiyah, yaitu sekularisasi, na sranisast, dan nativisasi. Meningkatkan sensitivitas umat ter hadap perjuangan/dakwah, termasuk meningkatkan komitmen nya pada perjuangan. 3. Meningkatkan dan membiasakan mekanisme perencanaan dan pengorganisasian kegiatan Dakwah yang benar bagi tiap eselon kepemimpinan Persyarikatan 4. Mendudukkan kegiatan salibisasi di Indonesia, dalam segala bentuknya, sebagai "masalah serius" bersama, yang perlu dihadapi oleh seluruh kekuatan dakwah dalam "bidang garap bersama", dengan cara penyemaan persepsi dan penyusunan perencanaan kegiatan "counter" bea Dasar-dasar hukum yang berkaitan untuk itu perlu digali dan ditingkatkan validitas- nya, serta dimasyarakatkan 5. Mengembangkan sistem informasi yang mampu menjangkau warga Persyarikatan dan umat secara luas dan menumbuhkan komunikasi yang cfektif. Upaya pengembangan informasi ini terutama dalam rangka "meluruskan" distorsi informasi tentang Islam dan umat Islam.
Pola Kebijaksanaan Konseptual 1. Perlunya disegarkan kembali pemahaman warga Persyarikatan dan umat dan da'i tentang pengertian dan hakekat dakwah, suaru pemahaman yang secara aktual terkait dengan keadaan masyarakat. Untuk ini diperlukan pergeseran orientasi dari medan dakwah konvensional, yaitu tabligh dalam makna sempit, menjadi dakwah dalam segala aspek kehidupan, meliputi dialog. amal, dialog-seni, dialog-budaya (nilai), dialog-intelektual 2. Untuk merealisasikan fungsi kerahmatan dakwah, diperlukan pengembangan nilai-nilai agama menjadi konsep-konsep yang operasional dalam masyarakat, suatu upaya penyeimbangan pen dekatan objektif dan subjektif terhadap Islam. Pemahaman subjektif Islam akan menimbulkan kesadarar tentang makna Islam sebagai pandangan hidup (Islam sebagai sumber nilat). Sementara pemahaman
objektif berarti men- jabarkan nilai tersebut dalam realitas sosial yang ada (Islam sebagai sumber konsep). Atau dengan ungkapan lain, melakukan interpretasi ajaran Islam secara kreatif proporsional, dikaitkan dengan kehidupan manusia, alam dan sejarah. 3. Mengembangkan nilai-nilai ruhaniah islam yang memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam rangka menghadapi ekses moderenisasi, terutama yang menyangkit pergeseran sistem nilai sebagai akibat perkembangan sosial-budaya. 4.
Mendorong
ulama,
cendekiawan,
dan
budayawan
muslim
untuk
mengembangkan gagasan-gagasan filsafati, ilmiah dan kul- tural untuk menjawab tantangan intelektual dunia moderen dalam rangka "perang intelektual" (ghazwul fikri)
Pola Kebijaksanaan Perencanaan dan Pendekatan Pola Kebijaksanaan di bidang perencanaan perlu dikem- bangkan dengan pendekatan pemecahan masalah. Untuk ini berarti diperlukan informasi yang memadai tentang 1. permasalahan dakwah yang dihadapi, 2. kondisi objek dakwah beserta seting masyarakat darn lingkungannya 3. kondisi subjek dakwah (da'i dan lembaga) 4. sarana dan faktor lain Pola Kebijaksanaan di bidang pendekatan (metodologi) dan perencanaan
dakwah secara terinci adalah sebagai berikut: 1.Peninjauan kembali pendekatan dakwah dengan upaya sentral (a) perencanaan yang berorientasi pada pemecaban masalab yang didasarkan atas ciri objek dan lingkungan dakwah, dan (b) pengkoordinasian kegiatan dakwah secara lebih profesional. 2. Mengembangkan sistem pemantauan, pengkajian, analisis, dan markaz" dakwah dalam suatu lembaga khusus (laboratorium dakwah). Sebagai pembantu Pimpinan Persyarikatan, lembaga ini bertugas menyiapkan "bank
data" dan "peta dakwah" sebagai sarana perencanaan, dan memberikan "kosultasi" pada pelaksana dakwah di lapangan. 3. Mengembangkan upaya-upaya pengadaan informasi dakwah dengan berbagai cara, termasuk di dalamnya kegiatan "penelitian dakwah" (penelitian dalam rangka perencanaan, planning re- search) 4. Memanfaatkan secara optimum peraturan dan hukum positif serta lembaga yang ada, baik pemerintah maupun suasta untuk kepentingan dakwah 5. Pengembangan model-model dakwah khusus (yang menyangkut pendekatan, metode, pengolahan pesan) untuk objek-objek dakwah tertentu. Dalam kaitan ini, maka pengem- bangan media dakwab perlu mendapat penekanan dalam perencanaannya . 6. Pengembangan model-model atau pendekatan dakwah seni- budaya. 7. Meningkatkan dan mengembangkan kerjasama dengan ber- bagai lembaga dakwah Islamiyah, baik organisasi formal maupun non-formal.Pola Kebijaksanaan Khusus 1. Khusus untuk objek dakwah kalangan dhu'afa dan muallaf diperlukan kegiatan dakwah yang dapat menstimulasi jiwa untuk menumbuhkan harga diri dan sikap serta perilaku yang mandiri. Bentuk-bentuk penyantunan setidaknya menyangkut dua hal, yaitu: a. memberikan kemampuan dasar atau ketrampilan agar mampu berkarya secara mandiri (proses babilitasi), dan b. memberi jalan agar kemampuan/ketrampilan tersebut dapat membuahkan kenyataan dalam menopang kehidupannya, misalnya mengembangkan sistem pemasaran bagi jasa atau barang mereka (proses validast) Dengan demikian, bentuk dakwah untuk golongan ini akan lebih banyak bersifat dakwah bil-bal (dialog amal), 2. Khusus untuk generast muda, di samping penanaman aqidah yang benar, perlu diberikan perhatian khusus pada beberapa hal, yaitu :
a. masalah pergeseran nilai, terutama yang menyangkut masalah akhlaq (erosi akhlaq) b. penyadaran tnetang makna dan peran mereka di masa depan, termasuk tanggungjawab keberagamaan (dakwah) c. Pengembangan model-model pendekatan dakwah sesuai dengan tingkat kematangan jiwa mereka (bila memungkinkan diadakan penelitian / uji coba khusus) 3. Khusus untuk kaum intelektual dan dunia kampus, dakwalh dikembangkan dengan memberikan perhatian khusus pada: a) "counter dialoque" terhadap nilai-nilai sekularisme dan rasionalisme b) pelurusan kecenderungan pandangan dikotomi agama dengan ilmu c) bahan bacaan /kajian yang islami d) penyadaran tentang peran dan tanggung jawab mereka ter- hadap masa depan agama dan dakwah 4. Khusus untuk kelompok dakwah 'umara', pejabat, dan ke- lompok 'eksekutif, perlu dikembangkan kegiatan dakwah dengan perhatian khusus pada: a) pengembangkan "rasa aman", termasuk tuntunan penyantunan spiritual yang islami b) peningkatkan kepekaan dan tanggung jawab mereka sebagai muslim c) peningkatkan komitmen mereka terhadap agama dan ngan perhatian khusus pada: tunan spiritual yang islami muslim tanggung jawab dakwah mereka 5. Khusus untuk kelompok 'marginal dan 'abangan, perlu dikembangkan pendekatan positif konstruktif, dengan cara: a. meniadakan jarak psiko-sosial mereka dengan umat Islam, dan b. "meletakkan" kelompok masyarakat tersebut sebagai subkul dikembangkan pendekatan positif konstruktif, dengan cara: dan tur umat. Dengan demikian, perbedaan mereka dengan santri bukan sesuatu yang bersifat antagonistik. Tuntunan hidup spiritual yang islami, perlu dilakukan sebagai tarikan kecondongan mereka pada nativisme. 6. Khusus untuk kelompok yang belum Islam (umat dakwah) perlu dikembangkan model-model dakwah yang menunjukkan ‘keluhuran’ ajaran Islam, sekaligus sebagai
"counter" terhadap distorsi informasi tentang Islam dan umatnya yang mereka dapatkan. Tergantung pada dari lapis sosial mana, dakwah dapat berupa dialog amal, dialog budaya, dialog intelektual, dan bahkan dialog "bisnis". 7. Pengembangan dan perancanaan yang khusus dakwah untuk: a. transmigrasi, b. masyarakat/suku terasing, c. buruh, tani dan nelayan serta kelompok masyarakat "terugikan" yang lain, sebagai paket-paket khusus. 8. Pengembangan dakwah keluarga, dengan tujuan utama pembinaan keluarga sakinah dalam berbagai aspeknya, dan men- jadikan tiap keluarga muslim sebagai "benteng pertahanan dak- wah".2
2
Ahmad W. Islam dan Dakwah Pergumulan Antara Nilai dan Realitas . Yogyakarta , Desember 1988. Hal 145153
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.