Zaman Batu

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Zaman Batu as PDF for free.

More details

  • Words: 1,283
  • Pages: 5
Zaman Batu Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas. Lompat ke: pandu arah, gelintar

Mata panah Obsidian Zaman Batu ialah satu tempoh prasejarah yang luas semasa manusia menggunakan batu untuk membuat alat-alat. Alat-alat batu diperbuat daripada berbagai-bagai jenis batu. Umpamanya, flin dan rijang dibentuk (atau diserpihkan) untuk digunakan sebagai perkakas pemotongan dan senjata, manakala basalt dan batu pasir digunakan untuk alat-alat batu berasah, seperti batu kisar. Kayu, tulang, cangkerang, tanduk rusa dan bahan-bahan lain juga digunakan secara meluas pada zaman ini. Pada akhir zaman ini, endapan (seperti tanah liat) telah digunakan untuk membuat tembikar. Satu rentetan inovasi teknologi logam mencirikan Zaman Tembaga, Zaman Gangsa dan Zaman Besi yang kemudian. Zaman Batu merangkumi penerapan teknologi pertama yang meluas dalam evolusi manusia serta penyebaran kemanusiaan dari savana Afrika Timur ke bahagian-bahagian lain di dunia. Zaman ini berakhir dengan pengembangan pertanian, pembelajinakan sebilangan haiwan, dan peleburan bijih tembaga untuk menghasilkan logam. Zaman Batu diistilahkan sebagai prasejarah kerana manusia masih belum memulakan penulisan — permulaan sejarah yang tradisional, iaitu sejarah tercatat. Istilah "Zaman Batu" telah digunakan oleh ahli-ahli arkeologi untuk menandakan zaman prametalurgi yang alat-alat batunya (artifak-artifak) jauh lebih tahan berbanding dengan alat-alat yang diperbuat daripada bahan-bahan lain (yang lebih lembut). Zaman ini ialah zaman pertama dalam sistem tiga zaman. Dalam buku klasiknya, Zaman-zaman Prasejarah, pada tahun 1865, John Lubbock membahagikan lagi Zaman Batu kepada tiga subzaman, iaitu zaman Paleolitik, Mesolitik, dan Neolitik. Walaupun demikian, ketiga-tiga subzaman ini masih boleh dibahagikan lagi. Sebenarnya, turutan fasa-fasa amat berbeza dari satu wilayah (dan kebudayaan arkeologi) ke satu wilayah. Sebenarnya, kemanusiaan berkembang ke bidang-bidang baru secara berterusan semasa zaman-zaman logam dan oleh itu, adalah lebih baik untuk seseorang mengatakan sesuatu Zaman Batu (bahasa Inggeris: a ), berbanding dengan si Zaman Batu (bahasa Inggeris: the).

Home

MISTERI PATUNG PULAU PASKAH citra — Sat, 16/02/2008 - 15:34 •

misteri



pulau paskah

Hingga kini patung-patung batu dan Pulau Paskah tetap menjadi misteri. Banyak versi yang mencoba memaparkan bagaimana dan apa yang terjadi di Pulau Paskah. Namun hal itu tetap menjadi kontroversi. "Patung-patung batu yang terdiri dari sedikitnya 3 varian itu diduga berkaitan erat dengan ritual pemujaan suku-suku yang mendiami Pulau Paskah. Masing-masing suku punya puluhan arca sendiri dengan ukuran yang begitu besar. Setiap kali terjadi perang antar suku, patung tersebut akan ikut menjadi sasaran penghancuran." Berdasarkan penelitian, patung batu itu dibuat oleh penduduk lokal dari dinding batu yang terdapat di gunung-gunung berapi yang berada di Pulau Paskah. Sedikitnya ada empat gunung di Pulau Paskah. Karena Pulau Paskah sendiri adalah pulau vulkano. Dikawah gunung api utama yang disebut Rano Raraku, masih terlihat jejak-jejak pembuatan patung. Disana ditemukan patung-patung yang terpahat di dinding batu gunung. Di sekitarnya tersebar 400-an patung yang belum selesai, hampir selesai, dan sudah selesai namun belum dipindahkan. Disekitar kawah dekat patung-patung yang belum selesai itu, ditemukan alat-alat pertukangan khususnya alat-alat pahat. Berdasarkan telaah peneliti, alat-alat itu sengaja ditinggal dan sepertinya akan digunakan kembali oleh pemahatnya. Di sekitar lereng Rano Raraku banyak tersebar patung-patung setengah badan. Berjarak-jarak sampai ke kawasan tepi pantai. Masing-masing patung rata-rata seberat 30 ton - 50 ton, dengan tinggi 3 meter - 19 meter. Rongorongo Pulau Paskah, Chili dan terletak di selatan Samudra Pasifik, diduga ditemukan pertama kali

oleh orang-orang Polinesia pada tahun 400. Sekelompok suku yang dipimpin Hotu Matua. Mereka mengembang kebudayaan dan peradabannya sendiri secara mengangumkan. Kemudian terpecah menjadi dua suku besar yaitu Suku Kuping Panjang dan Suku Kuping Pendek. Suku ini dikenal punya keahlian memahat dan mengukir, itu terlihat dari banyaknya patung batu pahatan berukuran raksasa [petroglyphs] yang tersisa di Pulau Paskah. Catatan sejarah yang tersisa dari suku ini selain patung-patung raksasa ada juga semacam "prasasti" yang dikenal sebagai Rongorongo. Naskahnya ditulis dalam bahasa Oceania. Berupa lambang gambar yang hingag kini belum bisa diuraikan maknanya. Namun peneliti bahasa asal Hungaria, Wilhelm atau Guillaume de Hevesy [1932] tertarik pada naskah Rongorongo Pulau paskah ini. Ia menemukan semacam persamaan karakter naskah Rongorongo dengan naskah dari peradaban prasejarah Lembah Indus di India. Ia menemukan sedikitnya 40 persamaan umum yang menghubungkan keduanya pada tanda atau segel dari Mohenjo-daro. "Diyakini Rongorongo berarti damai-damai. Diduga semacam dokumen perjanjian damai antara suku Kuping Panjang dan Suku Kuping Pendek yang berdiam di Pulau Paskah." "Diyakini Rongorongo berarti damai-damai. Diduga semacam dokumen perjanjian damai antara suku Kuping Panjang dan Suku Kuping Pendek yang berdiam di Pulau Paskah." Patung-patung yang tersisa di Pulau Paskah juga menggambarkan wajah berkuping panjang dan wajah berkuping pendek serta patung bertopi. Ini mungkin menggambarkan keturunan suku yang mendiami Pulau Paskah. Tapi siapa yang tahu? ***rilekscom Foto/Video/Audio

Taman Prasejarah Leang-Leang Diposkan oleh Buginese | Sabtu, 2009 Juni 20 | Label: Kab. Maros, Wisata Sejarah |

Leang-leang adalah kawasan yang terletak di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, tidak jauh dari lokasi taman wisata air terjun Bantimurung. Leang-leang merupakan bagian dari ratusan gua prasejarah yang tersebar di perbukitan cadas (karst) Maros-Pangkep. Leang dalam bahasa Makassar berarti gua (Bahasa Indonesia: liang yang berarti lubang). Tanda peradaban yang sangat tua tersimpan di Taman Prasejarah Leang-Leang. Bukan fosil purba, melainkan lukisan di dinding gua. Para arkeolog memperkirakan, lukisan-lukisan itu dibuat 5.000 tahun silam. Obyek wisata prasejarah seperti Leang-leang jarang ditemui di dunia. Apalagi yang berada di kawasan karst luas. Gua-gua tersembunyi di antara batu-batu cadas yang menjulang dan kaya akan vegetasi serta biota. Lukisan dan peninggalan manusia prasejarah di Leang-leang memberikan petunjuk tentang peradaban mereka, peradaban nenek moyang manusia. Peninggalan arkeologis bercerita banyak hal. Adalah Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, dua arkeolog Belanda, yang menemukan gambar-gambar pada dinding gua (rock painting) di Gua Pettae dan Petta Kere, dua gua di Leang-leang, pada tahun 1950. Gambar-gambar itu dominan berwarna merah. Mereka terkesima terhadap peninggalan prasejarah itu dan segera merekonstruksi cerita di balik pembuatan gambar-gambar itu. Gua Pettae menghadap ke barat. Tinggi mulut gua delapan meter dan lebar 12 meter. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa lima gambar telapak tangan, satu gambar babi rusa meloncat dengan anak panah di dadanya, artefak serpih, bilah serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus menaiki 26 anak tangga. Sementara Gua Petta Kere berada 300 meter di sebelah Gua Pettae. Mulut gua menghadap ke barat. Terdapat teras pada mulut gua selebar satu atau dua meter yang berfungsi sebagai pelataran gua. Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah dua gambar babi rusa, 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah, dan mata panah. Untuk mencapai gua ini wisatawan harus mendaki 64 anak tangga. Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan menceritakan kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang mereka anut saat itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap telapak tangan milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari. Ritual itu dilakukan sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya. Para arkeolog memperkirakan, gambar-gambar itu sudah berumur sekitar 5.000 tahun lebih. Gua-gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000- 3000 sebelum Masehi. Gambar-gambar yang berwarna merah marum terbuat dari bahan pewarna alami yang dapat meresap kuat ke

dalam pori-pori batu sehingga tidak bisa terhapus dan bertahan ribuan tahun. Keberadaan gua-gua tersebut juga menceritakan pola migrasi manusia prasejarah dan lingkungan saat itu. Pulau Sulawesi merupakan daerah lintasan strategis dalam jalur migrasi penduduk dari daratan Asia ke Pasifik selatan. Gua-gua adalah satu-satunya tempat yang ideal untuk berlindung, baik sebagai tempat tinggal ataupun sekedar transit. Sementara kulit-kulit kerang yang terdeposit di mulut gua menunjukkan, ketika manusia gua tinggal di tempat tersebut, permukaan air laut berada setinggi 80 meter dari daratan yang ada sekarang. Pemandangan yang mengelilingi kawasan Leang-leang sangat indah. Yang paling terlihat adalah tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Tidak jauh dari tempat itu, perkebunan membentang dengan tanaman musiman. Pohon-pohon rindang menjadi pemandangan dominan. Hawa yang sejuk terpadukan dengan suara air sungai yang mengalir. Di lokasi ini terdapat empat gazebo yang bisa digunakan wisatawan untuk beristirahat. Sumber : Kota Maros , Prov. Sulsel vvvv

Related Documents

Zaman Batu
June 2020 21
Zaman Batu Tua.docx
April 2020 4
Zaman
June 2020 37
Zaman
October 2019 46
14 Batu-batu Yang Aneh
April 2020 33
Zaman Time
May 2020 26