Masa Transisi 1966-1967 Masa Transisi 1966-1967
Lahirnya pemeritahan Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial politik di masa itu. Pasca penumpasan G 30 S PKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Kondisi ini membuat situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun. Tanggal 25 Oktober 1965 para mahasiswa di Jakarta membentuk organisasi federasi yang dinamakan KAMI dengan anggota antara lain terdiri dari HMI, PMKRI, PMII, dan GMNI. Pimpinan KAMI berbentuk Presidium dengan ketua umum Zamroni (PMII).Pemuda dan mahasiswa memiliki peran penting dalam transisi pemerintahan yang terjadi pada masa ini. Tokoh-tokoh seperti Abdul Ghafur, Cosmas Batubara, Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi dan Sulastomo menjadi penggerak aksi-aksi yang menuntut Soekarno agar segera menyelesaikan kemelut politik yang terjadi. 1. Aksi-Aksi Tritura Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari percaturan politik Indonesia.Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan rakyat. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau, keadaan perekonomian makin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat. Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G30 S PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemudapemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila. Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Situasi yang menjurus ke arah konflik politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Perasaan tidak puas terhadap keadaan saat itu mendorong para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan yaitu: (1) Pembubaran PKI, (2) Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI, dan (3) Penurunan harga/perbaikan ekonomi.Tuntutan rakyat banyak agar Presiden Soekarno membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi Presiden. Untuk
menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum juga memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI.
Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Pebruari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka.Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Sebagai akibat dari aksi itu keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Februari 1966 berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan. Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan makin parahnya krisis kepemimpinan nasional. Keputusan membubarkan KAMI dibalas oleh mahasiswa Bandung dengan mengeluarkan “Ikrar Keadilan dan Kebenaran” yang memprotes pembubaran KAMI dan mengajak rakyat untuk meneruskan perjuangan. Perjuangan KAMI kemudian dilanjutkan dengan munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), krisis nasional makin tidak terkendalikan. Dalam pada itu mahasiswa membentuk Resimen Arief Rachman Hakim. Melanjutkan aksi KAMI. Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh Front Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali pembubaran KAMI. Dalam suasana yang demikian, pada 8 Maret 1966 para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan mengobrak–abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka juga membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua. Aksi para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden Soekarno. Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha “membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan”, dan supaya siap sedia untuk menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak langsung bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan, atau kebijakan Presiden, serta memperhebat “pengganyangan terhadap Nekolim serta proyek “British Malaysia”. 2. Surat Perintah Sebelas Maret Untuk mengatasi krisis politik yang memuncak, pada tanggal 11 Maret 1966 Soekarno mengadakan sidang kabinet. Sidang ini ternyata diboikot oleh para demonstran yang tetap menuntut Presiden Soekarno agar membubarkan PKI, dengan melakukan pengempesan ban-ban mobil pada jalan-jalan yang menuju ke Istana.
Belum lama Presiden berpidato dalam sidang, ia diberitahu oleh Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa bahwa di luar istana terdapat pasukan tanpa tanda pengenal dengan seragamnya. Meskipun ada jaminan dari Pangdam V/Jaya Amir Machmud, yang hadir waktu itu, bahwa keadaan tetap aman, Presiden Soekarno tetap merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Tindakan itu diikuti oleh Waperdam I Dr.Subandrio dan Waperdam III Dr.Chaerul Saleh yang bersamasama dengan Presiden segera menuju Bogor dengan helikopter. Sidang kemudian ditutup oleh Waperdam II Dr.J. Leimena, yang kemudian menyusul ke Bogor dengan mobil. Sementara itu, tiga orang perwira tinggi TNI-AD, yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M Jusuf, dan Brigjen Amir Machmud, yang juga mengikuti sidang paripurna kabinet, sepakat untuk menyusul Presiden Soekarno ke Bogor. Sebelum berangkat, ketiga perwira tinggi itu minta ijin kepada atasannya yakni Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto yang juga merangkap selaku panglima Kopkamtib. Pada waktu itu Jenderal Soeharto sedang sakit, dan diharuskan beristirahat di rumah. Niat ketiga perwira itu disetujuinya. Mayjen Basuki Rachmat menanyakan apakah ada pesan khusus dari Jenderal Soeharto untuk Presiden Soekarno, Letjen Soeharto menjawab: “sampaikan saja bahwa saya tetap pada kesanggupan saya. Beliau akan mengerti” Latar belakang dari ucapan itu ialah bahwa sejak pertemuan mereka di Bogor pada tanggal 2 Oktober 1965 setelah meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI. Antara Presiden Soekarno dengan Letjen Soeharto terjadi perbedaan pendapat mengenai kunci bagi usaha meredakan pergolakan politik saat itu. Menurut Letjen Soeharto, pergolakan rakyat tidak akan reda sebelum rasa keadilan rakyat dipenuhi dan rasa ketakutan rakyat dihilangkan dengan jalan membubarkan PKI yang telah melakukan pemberontakan. Sebaliknya Presiden Soekarno menyatakan bahwa ia tidak mungkin membubarkan PKI karena hal itu bertentangan dengan doktrin Nasakom yang telah dicanangkan ke seluruh dunia. Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya perbedaan paham itu tetap muncul. Pada suatu ketika Soeharto menyediakan diri untuk membubarkan PKI asal mendapat kebebasan bertindak dari Presiden. Pesan Soeharto yang disampaikan kepada ketiga orang perwira tinggi yang akan berangkat ke Bogor mengacu kepada kesanggupan tersebut.
Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi mengadakan pembicaraan dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, ketiga perwira tinggi tersebut bersama dengan komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur, kemudian diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Setelah dibahas bersama, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani surat perintah yang kemudian terkenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret, atau SP 11 Maret, atau Supersemar.
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar, diantaranya: 1. Situasi negara secara umum dalam keadaan kacau dan genting 2. Untuk mengatasi situasi yang tak menentu akibat pemberontakan G 30 S/PKI 3. Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia 4. Untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah. Supersemar berisi pemberian mandat kepada Letjen. Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Dalam menjalankan tugas, penerima mandat diharuskan melaporkan segala sesuatu kepada presiden. Mandat itu kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Tindakan pertama yang dilakukan oleh Soeharto keesokan harinya setelah menerima Surat Perintah tersebut adalah membubarkan dan melarang PKI beserta organisasi massanya yang bernaung dan berlindung ataupun seasas dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966. Pembubaran itu mendapat dukungan dari rakyat, karena dengan demikian salah satu diantara Tritura telah dilaksanan.Selain itu Letjen. Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan mahasiswa untuk kembali ke sekolah. Tindakan berikutnya berdasarkan Supersemar adalah dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang diduga terkait dengan pemberontakan G-30-S PKI ataupun dianggap memperlihatkan iktikad tidak baik dalam penyelesaian masalah itu. Demi lancarnya tugas pemerintah, Letjen. Soeharto mengangkat lima orang menteri koordinator ad interim yang menjadi Presidium Kabinet. Kelima orang tersebut ialah Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik. Dr Roeslan Abdulgani, Dr. K.H. Idham Chalid dan Dr. J. Leimena. 3. Dualisme Kepemimpinan Nasional Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan nasional yang mengarah pada dualisme kepemimpinan. Disatu pihak Presiden Soekarno masih menjabat presiden, namun pamornya telah kian merosot. Soekarno dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan masyarakat yang mendesak agar PKI dibubarkan. Hal ini ditambah lagi dengan ditolaknya pidato pertanggungjawabannya hingga dua kali oleh MPRS. Sementara itu Soeharto setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Presiden Soekarno dan sehari sesudahnya membubarkan PKI, namanya semakin populer. Dalam pemerintahan yang masih dipimpin oleh Soekarno, Soeharto sebagai pengemban Supersemar, diberi mandat oleh MPRS untuk membentuk kabinet, yang diberi nama Kabinet Ampera.Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai
pemimpin kabinet, tetapi pelaksanaan pimpinan dan tugas harian dipegang oleh Soeharto. Kondisi seperti ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan nasional”, yaitu Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan. Presiden Soekarno sudah tidak banyak melakukan tindakan-tindakan pemerintahan, sedangkan sebaliknya Letjen. Soeharto banyak menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan. Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” ini akhirnya menimbulkan pertentangan politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini jelas membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai awal Juli 1966 memutuskan menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan (Tap) MPRS. Dengan dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara hukum Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Presiden Soekarno. Bahkan sebaliknya secara hukum Soeharto mempunyai kedudukan yang sama dengan Soekarno, yaitu Mandataris MPRS. Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi hak prerogatif Soekarno selaku Presiden. Secara eksplisit dinyatakan bahwa gelar “Pemimpin Besar Revolusi” tidak lagi mengandung kekuatan hukum. Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan pidato pertanggungjawabannya yang diberi judul “Nawaksara”. Pada tanggal 22 Juni 1966, presiden Soekarno menyampaikan pidato “Nawaksara” dalam persidangan MPRS. “Nawa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti sembilan, dan “Aksara” berarti huruf atau istilah. Pidato itu memang berisi sembilan pokok persoalan yang dianggap penting oleh presiden Soekarno selaku mandataris MPR. Isi pidato tersebut hanya sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristiwa berdarah yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Pengabaian peristiwa yang mengakibatkan gugurnya sejumlah jenderal angkatan darat itu tidak memuaskan anggota MPRS. Melalui Keputusan Nomor 5/MPRS/1966, MPRS memutuskan untuk minta kepada presiden agar melengkapi laporan pertanggung jawabannya, khususnya mengenai sebab-sebab terjadinya peristiwa Gerakan 30 September beserta epilognya dan masalah kemunduran ekonomi serta akhlak. Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden menyampaikan surat kepada pimpinan MPRS yang berisi Pelengkap Nawaksara. Dalam Pelnawaksara itu presiden mengemukakan bahwa mandataris MPRS hanya mempertanggungjawabkan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan bukan hal-hal yang lain. Nawaksara baginya hanya sebagai progress reportyang ia sampaikan secara sukarela. Ia juga menolak untuk seorang diri mempertanggungjawabkan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September, kemerosotan ekonomi, dan akhlak.
Sementara itu, sebuah kabinet baru telah terbentuk dan diberi nama Kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Kabinet tersebut diresmikan pada 28 Juli 1966. Kabinet ini mempunyai tugas pokok untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Program kabinet tersebut antara lain adalah memperbaiki kehidupan rakyat, terutama di bidang sandang dan pangan, dan melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan Ketetapan MPR RI No. XI/MPRS/1966. Sesuai dengan UUD 1945, Presiden Soekarno adalah pemimpin Kabinet. Akan tetapi pelaksanaan pimpinan pemerintahan dan tugas harian dilakukan oleh Presidium Kabinet yang diketuai oleh Letnan Jenderal Soeharto.Sehubungan dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh “Pelengkap Nawaksara” dan bertambah gawatnya keadaan politik pada 9 Februari 1967 DPRGR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar mengadakan Sidang Istimewa. Sementara itu usaha-usaha untuk menenangkan keadaan berjalan terus. Untuk itu pimpinan ABRI mengadakan pendekatan pribadi kepada Presiden Soekarno agar ia menyerahkan kekuasaan kepada pengemban ketetapan MPRS RI No. IX/MPRS/1966, yaitu Jenderal Soeharto sebelum Sidang Umum MPRS. Hal ini untuk mencegah perpecahan di kalangan rakyat dan untuk menyelamatkan lembaga kepresidenan dan pribadi Presiden Soekarno. Salah seorang sahabat Soekarno, Mr. Hardi, menemui Presiden Soekarno dan memohon agar Presiden Soekarno membuka prakarsa untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan negara, karena dualisme kepemimpinan inilah yang menjadi sumber konflik politik yang tidak kunjung berhenti. Mr. Hardi menyarankan agar Soekarno sebagai mandataris MPRS, menyatakan non aktif di depan sidang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran PKI. Presiden Soekarno menyetujui saran Mr. Hardi. Untuk itu disusunlah “Surat Penugasan mengenai Pimpinan Pemerintahan Sehari-hari kepada Pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966.Kemudian, Presiden menulis nota pribadi kepada Jenderal Soeharto. Pada 7 Februari 1967, Mr. Hardi menemui Jenderal Soeharto dan menyerahkan konsep tersebut. Pada 8 Februari 1967, Soeharto membahas surat Presiden bersama keempat Panglima Angkatan. Para panglima berkesimpulan bahwa draft surat tersebut tidak dapat diterima karena bentuk surat penugasan tersebut tidak membantu menyelesaikan situasi konflik. Kesimpulan itu disampaikan Soeharto kepada Presiden Soekarno pada 10 Februari 1967. Presiden menanyakan kemungkinan mana yang terbaik. Soeharto mengajukan draft berisi pernyataan bahwa Presiden berhalangan, atau menyerahkan kekuasaan kepada Pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966. Pada awalnya Presiden Soekarno tidak berkenan dengan usulan draft tersebut, namun kemudian sikap Presiden Soekarno melunak, ia memerintahkan agar Soeharto beserta Panglima Angkatan berkumpul di Bogor pada hari Minggu tanggal 19 Februari 1967, Presiden menyetujui draft yang dibuat, dan pada tanggal 20
Februari draft surat itu telah ditandatangani oleh Presiden. Ia meminta agar diumumkan pada hari Rabu tanggal 22 Februari 1967. Tepat pada pukul 19.30, Presiden Soekarno membacakan pengumuman resmi pengunduran dirinya. Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden, Soeharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968 dalam Sidang Umum V MPRS. Melalui Tap No. XLIV/MPRS/1968, Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu. Pengukuhan tersebut menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan nasional dan dimulainya pemerintahan Orde Baru.
Sistem Pemerintahan Indonesia Pada Masa Transisi Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan JanuaruFebruari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS. Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal itu menjadi awal
dari kehancuran perekonomian Indonesia. Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari jabatannya tetap saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya pemerintahan transisi.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari
Rp
2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang
kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi.
Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.
Tujuan Ekonomi Pada Masa Transisi Kebijakan ekonomi tentunya mengacu pada tindakan sebuah kebijakan pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini dapat pula mencakup di dalamnya sistem untuk menetapkan sistem perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah serta pasar tenaga kerja, kepemilikan nasional, dan otonomi daerah dari intervensi pemerintah ke dalam perekonomian. Kebijakan ekonomi merupakan seperangkat perencanaan yang mengacu pada tindakan, pernyataan, dan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang ekonomi dan menyangkut kepentingan umum. Semua kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pasti memiliki tujuannya masing-masing, diantaranya: 1. Untuk mengontrol lajunya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, 2. Untuk meningkatkan kenaikan standar hidup rata-rata, dan 3. Inflasi rendah.
Terkadang kebijakan semacam ini sering dipengaruh juga oleh lembaga-lembaga internasional seperti International Monetary Fund atau Bank Dunia serta keyakinan politik dari pihak-pihak yang memegang kekuasaan Negara saat itu.
Peran Pemerintah Dalam Masa Transisi Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Untuk itu perlu adanya lembaga di luar birokrasi yang mampu memberikan pencerahan ekonomi seperti halnya kemunculan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa memberikan sedikit pencerahan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi. Zakat adalah potensi yang selama ini belum tergarap secara optimal. Sosialisasinya masih sangat minim. Meskipun masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, namun kesadaran dan pengetahuan tentang kewajiban zakat relatif masih kurang. Di tengah carut marut masa transisi, sosialisasi zakat perlu diperkuat agar terjadi distribusi aset dalam skala ekonomi yang besar. Untuk itu perlu dibuat lembaga yang menangani zakat yang anggotanya diseleksi dan diuji kelayakan dan kepatutan di depan DPR agar didapatkan personil yang mampu mengelola masalah zakat dengan baik serta mendapatkan dukungan dari pemerintah baik berupa dana maupun lainnya. Pemerintah perlu diberikan masukan yang intensif untuk masalah ini agar terbuka pemikirannya untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Kebijakan memperbaiki ekonomi rakyat tak lepas dari upaya pengurangan jumlah kemiskinan. Pada masa tansisi ini, rakyat miskin menjadi pihak yang paling merasakan akibat kebnijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi tinggi. Program pemerintah bagi orang miskin masih kurang efektif akibat birokrasi yang kurang peka terhadap beban penderitaan rakyat, namun di sisi lain diakui distribusinya sudah lebih baik dan ada niat baik dari pemerintah. Untuk itulah pembentukan Komisi Zakat Nasional diperlukan agar adanya lembaga yang memfokuskan diri serta peka terhadap masalah kemiskinan. Di masa transisi ini, di tengah dominannya masalah politik, perhatian kepada orang miskin masih kurang. Ini dapat dilihat dari kebijakan ekonomi yang tercermin di APBN. Maka mau tak mau perlu ada dana yang berasal dari luar APBN. Zakat adalah salah
satu sumber dana yang potensial. Sumber dana lain tentunya ada juga, namun perlu ada pihak yang mengemukakan hal ini agar publik dan pemerintah mengetahuinya. Zakat adalah salah satu bentuk redistribusi aset yang memiliki nilai spriritual. Dengan jumlah orang Islam yang besar, potensi zakat juga besar. Penyaluran zakat yang berskala ekonomi akan membantu pemberdayaan orang miskin sehingga mereka bisa mandiri dan melepaskan ketergantungan dari bantuan zakat. Dengan demikian kelak mereka bisa menjadi pembayar zakat. Jika ini sudah terjadi, pada gilirannya akan membantu kebijakan ekonomi pemerintah. Di masa transisi ini, kebijakan ekonomi pemerintah lebih mengharapkan adanya investasi dari luar yang akan mendatangkan devisa, modal serta memberi peluang kerja kepada rakyat. Sayangnya, iklim investasi di Indonesia saat ini masih kurang menarik dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Dengan adanya kebijakan zakat, jelas akan membantu pemerintah. Pemerintah perlu juga didorong agar komisi zakat nasional bisa memberikan hasil yang signifikan bagi pengurangan angka kemisknan dan memberikan efek muliplier bagi ekonomi. Menyikapi masa transisi yang panjang ini, kemiskinan harus mendapat perhatian. Upaya pemerintah keluar dari krisis masih didominasi dominannya konflik kepentingan sehingga kepentingan nasional tidak berada di depan. Inilah yang menyebabkan berlarutnya masa transisi. Zakat adalah posisi yang masih belum digarap dengan baik dan dalam skala ekonomi, padahal ia tidak berbenturan dengan konflik kepentingan. Hanya saja diperlukan orang-orang yang mau menggerakkan hal ini, termasuk menyampaikannya kepada pemerintah. Dan jutaan rakyat miskinpun menanti tangan-tangan yang tulus ikhlas mengangkat mereka dari kesengsaraan yang berkepanjangan. Tangan yang di atas sangat dinantikan perannya untuk membantu tangan yang di bawah agar keberkahan turun di muka bumi. Sebagian orang meyakini bahwa demokrasi dapat mengurangi bahkan memberantas kemiskinan. Namun di Indonesia, demokrasi yang kian mekar belum menunjukkan ke arah tersebut, bahkan timbul berbagai paradoks. Vietnam yang komunis, perekonomiannya mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik. Namun demikian, pilihan terhadap demokrasi yang sudah terlaksanan jangan sampai menghambat usaha-usaha pengoptimalan zakat. Bahkan sebaliknya, momentum demokratisasi harus mampu menjadi alat mengintensifkan pengurusan zakat dan permasalahannya. Para pemimpin umat mesti menyikapi masa transisi ini dengan memberi perhatian yang besar kepada masalah kemiskinan. Masa transisi yang panjang yang diwarnai
konflik kepentingan akan menjauhkan perhatian kepada masalah kemiskinan. Para pemimpin umat dapat memanfaatkan momentum demokrasi sebagai upaya pemihakan kepada rakyat miskin yang tidak hanya bertambah jumlahnya, akan tetapi semakin sulit memenuhi kebutuhan primernya. Menyikapi masa transisi yang panjang hendaknya dengan mencari solusi yang bisa dimanfaatkan, disamping mengkritisi kebijakan ekonomi yang kadang jauh dari keberpihakan terhadap kesejahteraan rakyat.
Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan JanuaruFebruari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS. Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal itu menjadi awal dari kehancuran perekonomian Indonesia. Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari
jabatannya tetap saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya pemerintahan transisi. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.
Biaya Sosial Pada Masa Transisi Biaya sosial yang didapat rakyat semakin besar jika masa transisi semakin lama. Pada saat ini saja sudah dapat disaksikan betapa besarnya penderitaan rakyat akibat berbagai kebijakan ekonomi yang dihasilkan di masa transisi. Keluarga yang mendaftarkan diri sebagai keluarga miskin bertambah menjadi 10 juta keluarga. Setelah melalui verifikasi pemerintah, hanya 2,5 juta keluarga yang berhak menerima bantuan langsung tunai (BLT). Sebelumnya sudah ada 15 juta keluarga yang menerima BLT. Dengan demikian total keluarga yang akan mendapat BLT adalah 17,5 juta. Jika yang 15 juta ditambahkan dengan 10 juta keluarga yang mengusulkan mendapat BLT maka akan ada 25 juta keluarga miskin di Indonesia. Jika diasumsikan setiap keluarga terdiri dari 4 orang maka jumlah orang miskin adalah sebesar 100 juta jiwa. Sementara jumlah keluarga yang berada di atas kriteria keluarga miskin jumlahnya juga tidak sedikit. Disamping itu kriteria keluarga miskin juga masih bisa diperdebatkan mengingat selama ini pengertian miskin oleh pemerintah belum sesuai dengan realitas di masyarakat. Keluarga miskin dicirikan dengan rumah kayu atau non tembok dan tidak memiliki televisi. Padahal keluarga yang rumahnya tembok dan memiliki televisi banyak juga yang tergolong miskin karena mereka tidak mampu menyekolahkan anak-
anaknya dan sulit memenuhi biaya kesehatan serta sulit memnuhi kebutuhan hidup seharihari. Paradoks antara perkembangan demokrasi dan peningkatan jumlah penduduk miskin adalah hasil dari semakin panjangnya masa transisi yang harus dilalui bangsa Indonesia. Tidak pernah terpikirkan kapan bisa berakhir. Hal ini juga sangat tergantung kepada pemerintah karena konsekuensi dari pemilihan periden langsung adalah timbulnya hak presiden menjabarkan visi pemerintahannya. Jika pemerintah terjebak kepada dinamika politik yang berkembang, maka bisa diramalkan transisi akan lebih panjang. Ini mengakibatkan tumpulnya kepekaan terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Memburuknya kinerja ekonomi, suburnya praktik korupsi, dan suasana politik yang centang perenang selama 10 tahun reformasi memaksa rakyat kembali berpaling pada Soeharto. Baik tidak baik, Soeharto lebih baik. Semiskin-miskinya era soeharto, rakyat tidak pernah antre minyak tanah dan minyak goreng serta kesulitan membeli tahu dan tempe. Soeharto berhasil membangun pertanian dan manufaktur. Ia mampu membalikan posisi Indonesia sebagai Importir beras terbesar di dunia menjadi eksportir beras. Pembangunan sistematis terarah lewat pelita demi pelita berhasil menurunkan angka kemiskinan, buta, kematian dan laju pertumbuhan penduduk.
Kesimpulan Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Fanatik yang berusaha menggulingkan pemerintahan mengatas-namakan demokrasi hanya akan mengulang krisis yang terjadi pada masa transisi pasca reformasi 1998. Setiap rezim pemerintahan memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing tetapi apabila masyarakat tidak mau menerima kelemahannya dan terus menuntut pergantian dalam pemerintahan, program ekonomi yang telah direncakan tidak akan berjalan efektif dan kepentingan politik dalam pemerintahan akan makin memanas. Belum lagi adanya biaya sosial yang harus ditanggung dalam masa transisi.
Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Menanggapi perkembangan itu, pada bulan Juli 1997 BI melakukan 4 kali intervensi yakni memperlebar tentang intervensi. Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak tambah memburuk, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, diantaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rop 2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil. 2. Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisi ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia. 3. Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata opemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Masa transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi rakyat. Fanatik yang berusaha menggulingkan pemerintahan mengatas-namakan demokrasi hanya akan mengulang krisis yang terjadi pada masa transisi pasca reformasi 1998. Setiap rezim pemerintahan memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing tetapi apabila masyarakat tidak mau menerima kelemahannya dan terus menuntut pergantian dalam pemerintahan, program ekonomi yang telah direncakan tidak akan berjalan efektif dan kepentingan politik dalam pemerintahan akan makin memanas. Belum lagi adanya biaya sosial yang harus ditanggung dalam masa transisi. Ketidak jelasan sistem politik-ekonomi Indonesia dalam masa transisi merupakan kelemahan Indonesia dalam menghadapi perkembangan dunia saat ini. Jika ditanya apa sistem politik-ekonomi Indonesia, orang menjawab bukan marksis, bukan sosialis, bukan ini dan bukan itu. Sistem politik dan ekonomi Indonesia selama ini tidak jelas karena terus berubah di setiap pergantian pemimpin. Hal inilah yang menurutnya membuat perkembangan ekonomi Indonesia tidak bisa berkembang cepat. Sementara negara lain sedang sibuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, Indonesia justru terus mengalami perubahan sistem politik dan ekonomi yang terus berubah di tiap pemerintahan.
Pemerintahan Transisi Pada tahun 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami guncangan hebat akibat investor asing mengambil keputusan jual, karna tidak percaya lagi dengan pereonomian negara tersebut. Yang terjadi di Thailand tersebut merembet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lain, ini adalah awal krisis keuangan di Asia. Di Indonesia nilai tukar rupiah terus melemah untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, pemerintah Orde baru mengambil langkah kongkrit yaitu : menunda proyek-proyek senila Rp.39 triliun dalam mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah. Akan tetapi tetap saja, cadangan dolar As di BI makin menipis. Akhirnya pemerintah Indonesia secara resmi meminta bantuan kepada IMF. Lembaga keuangan internasional tersebut mengumumkan paket bantuan kepada Indonesia mencapai 40 miliar. Paket program pemulihan tersebut diharapkan nilai rupiah menguat dan stabil kembali. Tetapi kenyataannya nilai rupiah terus merosot dan membuat kepercayaan masyarakat di dalam dan luar negri pun merosot. Dan dibuatlah kesepakatan yang mengandung butir-butir kebijaksanaan yang mencakup ekonomi makro, restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural. Setelah gagal dalam kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan antara Indonesia dengan IMF dan mencapai lagi satu kesepakatan baru. Ada 5 memorandum dalam kesepakatan baru ini, yaitu :
Program stabilisasi, untuk menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi. Restrukturisasi perbankan, untuk menyehatkan sistem perbankan nasional Reformasi struktural Penyelesaian ULN Bantuan untuk rakyat kecil
Krisis rupiah menjadi krisis ekonomi dan memunculkan krisis politik terbesar dalam sejah perekonomian Indonesia. Krisis politik ini diawali dengan penembakan oleh tentara terhadap 4 mahasiswa trisakti. Kemudian jakarta dilanda kerusuhan. Akhirnya presiden soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Dr. Bj. Habibie. Presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintahan transisi.
Reformasi Sistem Birokrasi di Era Jokowi Reformasi sistem birokrasi merupakan salah satu agenda utama dalam pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Selama masa kampanye, salah satu kata kunci bagi rezim Jokowi adalah reformasi birokrasi. Jokowi mematok target 7% pertumbuhan ekonomi di masa kepemimpinannya. Untuk itu diperlukan pembangunan infrastruktur yang massif yang ditunjang oleh penguatan sumber daya manusia untuk mencapai impian itu. Namun yang jauh lebih mendasar sebetulnya adalah penguatan institusi birokrasi sebagai penyelenggara negara. Dalam sebuah wawancara, Jokowi menerangkan makna dari reformasi birokrasi adalah bagaimana
menggerakkan manajemen organisasi agar semuanya efektif dan bisa menguasai lapangan. Untuk menanggulangi masalah korupsi dalam birokrasi misalnya, Jokowi mengajukan reformasi birokrasi sebagai jawabannya. Saat itu ia merinci bahwa proses rekrutmen kaum birokrat merupakan unsur yang sangat penting yang akan menentukan pengurangan korupsi di Indonesia Tantangan Reformasi Birokrasi Birokrasi di Indonesia setidaknya masih melekat dengan dua permasalahan utama. Pertama, perekrutan pegawai negeri sipil (PNS) yang masih kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Kedua, promosi jabatan dan eselon masih mengenal sistem setoran kepada atasan, seperti kepada kepala dari suatau institusi atau departemen, serta kepada kepala daerah. Berdasarkan riset tentang kesulitan dan kegagalan reformasi birokrasi di negara-negara Asia, penyebab utamanya ialah disebabkan oleh budaya patronase yang sangat kuat. Patronase adalah semangat perkawanan di mana individu yang memiliki status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdayanya untuk melindungi dan memberi keuntungan bagi yang berkedudukan lebih rendah (client), sementara sang client pada gilirannya memberi dukungan dan bantuan termasuk pelayanan personal bagi sang patron. Definisi ini menjelaskan bagaimana hubungan antar birokrat di Indonesia, di mana yang berposisi lebih tinggi ‘mengayomi' yang lebih rendah, sementara pegawai rendah memberi pelayanan. Open Recruitment dan Street-level Bureaucracy Untuk menghadapi permasalahan klasik dalam birokrasi di Indonesia, maka diperlukan suatu terobosan birokrasi yang sangat berani oleh Jokowi. Pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia telah melaksanakan rekrutmen terbuka (open recruitment) dengan sistem lelang jabatan. Hanya orang-orang berkualifikasi dan berintegritaslah yang diharapkan bisa mengisi suatu jabatan publik. Dengan rekrutmen terbuka akan membuat pengisian jabatan tak lagi berdasarkan suka atau tidak suka, berdasarkan kekerabatan, dan atau timbal balik politik. Pada level nasional, sebetulnya sistem open recruitment sudah menjadi satu dari 10 agenda reformasi nasional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara bahkan sudah merinci langkah demi langkah penerapan sistem lelang terbuka untuk jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi. Ketika rekrutmen terbuka sudah berjalan dengan baik, maka para birokrat inilah yang akan merupakan ujung tanduk pemerintah untuk melayani masyarakat. Mereka bukanlah birokrat yang hanya duduk di belakang meja, namun harus menjadi pegawai negeri yang turun ke lapangan dan memahami semua problematika masyarakat di wilayahnya. Saat ini terjadi, maka konsep birokrasi level lapangan atau street-level bureaucracy bisa dijalankan. Konsep inilah yang sudah dicoba dijalankan di Jakarta, ketika para lurah dan camat menjadi ujung tombak penyelenggaraan negara. Merekalah yang sesungguhnya secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Mereka pula yang mengetahui detil persoalan. Para pemimpin yang terpilih melalui proses politik tidak akan bisa berbuat banyak, jika birokrasi level lapangan ini tidak memiliki kualitas yang baik.
Proses yang Tidak Berhenti Proses reformasi birokrasi merupakan kegiatan yang tidak akan pernah berhenti. Hal ini karena akan selalu ada perubahan dan dinamisasi dalam pengelolaan negara, serta kompleksitas masalah yang terus berkembang. Dengan demikian, reformasi birokrasi merupakan program berkelanjutan yang harus dicanangkan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu proses reformasi birokrasi harus terus mendapat dukungan semua pihak. Semua stakeholder atau pemangku kepentingan harus terus terlibat di dalamnya. Baik pihak pemerintah, akademisi, LSM, media, politisi, tokoh adat, tokoh agama, serta unsur-unsur masyarakat lainnya harus tetap menjaga semangat perjuangan untuk mewujudkan birokrat Indonesia yang professional, transparan, efektif, dan bertanggung jawab.
Kasus-kasus Pertentangan dan Dukungan terhadap “Public service and public policy”
Di awal kekuasaan, Pemerintah presiden Ir. soekarno pada masa era Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Kemerosotan ekonomi ini ditandai oleh rendahnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang hanya mencapai 70 dollar AS, tingginya inflasi yang mencapai 65%, serta hancurnya sarana-sarana ekonomi akibat konflik yang terjadi di akhir pemerintahan Ir.Soekarno Untuk mengatasi kemerosotan ini, pemerintah Orde Baru membuat program jangka pendek berdasarkan Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan dan stabilitas tercapai, kegiatan ekonomi akan pulih dan produksi akan meningkat. Mulai tahun 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita pertama yang mulai dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi. Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan sebelum membangun sektor-sektor lain. Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan membangun prasana pertanian seperti irigasi, perhubungan, teknologi pertanian, kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan. Petani juga dibantu melalui penyediaan sarana penunjang utama seperti pupuk hingga pemasaran hasil produksi Repelita I membawa pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun, pendapatan perkapita meningkat dari 80 dolar AS menjadi 170 dolar AS, dan inflasi dapat
ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I di tahun 1974. Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras dari yang tadinya merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia di tahun 1970-an. Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (19891994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian, juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. KEBIJAKAN EKONOMI ORDE BARU PADA MASA PRESIDEN SOEHARTO Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan Oleh Soekarno pada masa Orde Lama Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di indonesia sampai era reformasi birokrasi saat ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.Pen ataan Kehidupan EkonomiUntuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggala n pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah: a. Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari o leh Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966. b.MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, programstabilisasi dan rehabilitasi.
Program
pemerintah
diarahkan
pada
upaya
penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang- barang tidak melonjak terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan system ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi
ekonomi
ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut. 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
menuju
kepada
terciptanya
keadilan
2. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis 3. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989) Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan mening katkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada Pelita IV: Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras se banyak 25,8 ton. Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras.dan mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisa si Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. selain itu. dilakukan Program KB dan Rum ah untuk keluarga. 5. Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994) Sasaran Pelita V ini : sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Dilanjutkan pem bangunan jangka panjang ke dua, yaitu mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai m emasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendi ri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kebijakan ekonomi pada masa orde baru 1. Dikeluarkannya beberapa peraturan pada 3 oktober 1966 Kebijakan ini antara lain : Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk mengur angi salah satu penyebab terjadinya inflasi.
Menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha- usaha
sector
produktif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industri. Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (rescheduling), serta berusa ha untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru.
Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia. 2. Dikeluarkannya peraturan 10 februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif. 3. Dikeluarkannya peraturan 28 juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan stimulasi kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan ekspor Indonesia. 4. Menerapkan UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. 5. Mengesahkan dan menerapkan RUU APBN melalui UU no.13 tahun 1967 Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan me lakukan permintaan pinjaman dari luar negeri Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti International Bank for Rescontruction and Development (IBRD), International Monetary Fund (IMF), Internatio nal Development Agency (IDA) dan Asian Development Bank (ADB)Setelah berhasil menci ptakan politik dalam negeri , maka pemerintahan berusaha melakukan pembangunan nasional yang di realisasikan pada pembangunan jangka panjang dan pembangunan jangka pendek. Hal ini dirumuskan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi.Kebijakankebijaka ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN. Pelaksanaan demokrasi langsung pada munculnya era orde reformasi birokrasi 1.
Pengertian Demokrasi Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal daribahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat,dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
2.
Pengertian Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yangtelah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakanmahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru Kendati demikian, kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul darigerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa
Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll. 3.
Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei1998.
4.
Penegakan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakato Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
5.
Sistem pemerintahan yang masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan yaitu untuk kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan dan upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998.
6.
Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara ,UUD 1945 di amandemen,pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
7.
Akibat Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi (1998 – sekarang) mengalami suatu pergeseran yang mencolok walaupun sistem demokrasi yang dipakai yaitu demokrasi pancasila tetapi sangatlah mencolok dominasi sistem liberal contohnya aksi demonstrasi yang besar-besaran di seluru lapisan masyarakat.
Penyebab Terjadinya Era Reformasi Penyebab utamanya adalah berhentinya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dan digantikian oleh Wakil Presiden Dr.Ir.Bj.Habibie. Berhentinya Soeharto karena tak adanya kepercayaan dari masyarakat serta menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ada faktor-faktor lain penyebab munculnya era reformasi: 1. Krisis Politik Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Kedaulatan rakyat berada di tangan kelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Pada UUD 1945 pasal 2 telah disebutkan bahwa kedaulatan ada di
tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun pada dasarnya secara de jure kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan oleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat, tetapi secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa. Sebagian anggota DPR itu diangkat berdasarkan hubungan kekeluargaan (nepotisme), misalnya istri, anak, atau kerabat dekat para pejabat tinggi. Oleh karena itu, keputusan DPR/MPR dapat diatur oleh pihak penguasa. Setahun sebelum pemilu 1997, situasi politik di Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan pemilu secara mutlak, seperti pada pemilihan umum sebelumnya. Sedangkan tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru semakin berkembang. Baik di kalangan politisi, cendekiawan, maupun dari masyarakat. Terjadinya kerusuhan-kerusuhan:
27 Juli 1996, bentrok antara PDI pro-Megawati dengan PDI por-Suryadi di kantor pusat PDI.
Oktober 1996, kerusuhan di Situbondo, Jawa Timur.
Desember 1996, kerusuhan di Tasikmalaya , Jawa Barat.
Menjelang akhir kampanye pemilu 1997, terjadi kerusuhan di Banjarmasin
Orang-Orang Penting yang mempengaruhi pada Era Reformasi 1. Soeharto Soeharto merupakan presiden kedua Republik Indonesia dan merupakan presiden dengan masa jabatan terlama, beliau terkenal dengan sistem pemerintahan masa orde barunya yang akhirnya runtuh pada tahun 1998 dan digantikan dengan sistem pemerintahan masa reformasi yang diikuti dengan pengunduran diri Soeharto. 2.Mahasiswa Tak dapat dipungkiri, peran mahasiswa saat itu sangatlah besar dalam pembentukan sistem pemerintahan reformasi yang manggantikan sistem pemerintahan pada masa orde baru. Saat itu mahasiswa melakukan unjuk rasa berskala nasional yang akhirnya diikuti oleh pengunduran diri Soeharto sebagai presiden dan terlahirnya era reformasi. 3.Presiden Bj Habibie Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung,
peristiwa bersejarah ini disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para mahasiswa yang berada di Gedung DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto berakhir dan Era Reformasi dimulai di bawah pemerintahan B.J. Habibie 4.Presiden Gusdur ( Abdurahman Wahid ) Pada awal tahun 1998 rezim Orde Baru sudah tidak mampu membendung arus Reformasi yang bergulir begitu cepat. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri maka bangsa Indonesia memasuki babak baru. Yang dimulai dari Presiden BJ.Habibie segera melakukan langkah-langkah pembaruan sebagaimana tuntutan Reformasi. Yang selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang menampilkan energi yang luar biasa, tekad untuk menggulingkan unsur-unsur sentralistis dan hierarkis yang represif (menindas) semasa pemerintahan Soeharto dan kesediaan untuk berfikir kreatif sehingga banyak pihak mengaguminya 5.Presiden Megawati Soekarnoputri Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan merupakan anak dari presiden Indonesia pertama. Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999. Pemilu 1999. 6. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono MPR pada periode 1999–2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. MASA KEPEMIMPINAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Tutioktafiani/S/A A.Masa Pemerintahan Presiden SBY bersama Wakil Presiden JK Pemerintahan SBY-JK berlangsung pada tahun 2004-2009. Dalam pemerintahan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya, Jusuf Kalla mencetuskan visi dan misi sebagai berikut: Visi: 1) Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai. 2) Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi
hukum, kesetaraan dan hak-hak asasi manusia. 3) Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
[1] Misi: 1) Mewujudkan Indonesia yang aman damai. 2) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis. 3) Mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Pada periode kepemimpinannya yang pertama, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007. Program pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program 100 hari.
Program ini bertujuan memperbaiki sitem ekonomi yang sangat memberatkan rakyat Indonesia, memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN, serta mewujudkan keadilan dan demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan agung. Langkah tersebut disambut baik oleh masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan pemeriksaan kepada pejabat yang diduga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi kebebasan oleh presiden melakukan audit dan pemberantasan korupsi. Hasilnya telah terjadi pemeriksaan tersangka korupsi dan pejabat pemerintahan sebanyak 31 orang selama 100 hari.[2] Kebijakan parsial dan spontan sering datang dan hasilnya mengecewakan masyarakat.
Misalnya kedatangan Presiden AS George W. Bush pada tanggal 20November 2006 yang dipersiapkan secara besar-besaran dan menghasilkan dana besar telah mengundang banyak kecaman. Masyarakat yang anti AS menuduh Indonesia tidak memiliki agenda pemerintahan yang pasti. Belum lagi masalah Lumpur PT. Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah lumpur ini telah menenggelamkan empat desa yang dihuni oleh ribuan warga. Selain itu banyak perusahaan yang terendam lumpur, artinya negara dan masyarakat dirugikandengan adanya masalah ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengupayakan segala macam cara untuk menanganinya termasuk mendatangkan tim dari luar negeri dan pembentuk tim
nasional penanggulangan bencana lumpur. B.Masa Pemerintahan Presiden SBY bersama Wakil Presiden Boediono Pemerintahan SBY-Boediono berlangsung dari tahun 2009 sampai sekarang. Dalam pemerintahan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama wakilnya, Boediono mencetuskan visi dan misi sebagai berikut: Visi: Terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. 1) Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera. 2) Memperkuat pilar-pilar demokrasi. 3) Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Misi: Mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman, dan damai, seta meletakkan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan dekratis.
1) Melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 2) Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.3) Demokratisasi pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa. 4) Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi. 5) Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka pembangunan masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa. [3] Pada pemilu 2009, SBY kembali menjadi calon presiden bersama pasangan barunya yaitu Boediono dan kembali terpilih sebagai presiden Indonesia. Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentukKabinet Indonesia Bersatu II yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan. Pada tanggal 18 Oktober 2011, Presiden SBY mengumumkan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II, beberapa wajah baru masuk ke dalam kabinet dan beberapa menteri lainnya bergeser jabatan di dalam kabinet. C.Masa Kepemimpinan Presiden SBY di era reformasi memenangkan pemilu secara langsung SBY tampil sebagai presiden pertama dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung. Pada awal kepemimpinanya SBY memprioritaskan pada pengentasan korupsi yang semakin marak di Indonesia dengan berbagi gebrakannya salah satunya adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk memberantas korupsi yakni KPK. Dalam masa
jabatannya yang pertama SBY berhasil mencapai beberapa kemajuan diantaranya semakin kondusifnya ekonomi nasional. Dengan keberhasilan ini pula ia kembali terpilih menjadi presiden pada pemilu ditahun 2009 dengan wakil presiden yang berbeda bila pada masa pertamanya Jusuf Kalla merupakan seorang bersal dari parpol namun kini bersama Boediono yang seorang profesional ekonomi.[4] Di masa pemerintahanya yang kedua ini dan masih berjalan hingga kini mulai terlihat beberapa kelemahan misalnya kurang sigapnya menaggapi beberapa isu sampai isu-isu tersebut menjadi hangat bahkan membinggungkan, lalu dari pemberantasan korupsi sendiri menimbulkan banyak tanda tanya sampai sekarang mulai dari kasus pimpinan KPK, Mafia hukum, serta politisasi diberbagai bidang yang sebenarnya tidak memerlukan suatu sentuhan politik yang berlebihan guna pencitaraan. Konsep Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) pada masa pemerintahan SBY mengalami perubahan progresif, dimana konsep tersebut berusaha menempatkan posisinya berdasarkan prinsip structural Sistem Politik Indonesia, yakini berdasarkan kedaulatan rakyat. Pada masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar terimplementasikan, di mana rakyat bisa memilih secara langsung calon wakil rakyat melalui Pemilu untuk memilih anggota dewan legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan elit eksekutif, sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihanya masih dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden. Di Indonesia sendiri, selama masa pemerintahan SBY di tahun 2004-2009, sistem kepartaian mengalami perubahan yang signifikan, dimana partai politik bebas untuk didirikan asalkan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, serta tidak menyimpang dari hakikat pancasila secara universal. Masyarakat Indonesia pun dapat memilih calon wakil rakyat pilihan mereka secara langsung, hal tersebut tentu menunjukan apresiasi negara terhadap hak dasar bangsa secara universal dalam konteks pembentukan negara yang demokratis. Sisi lain dari pemerintahan SBY adalah penegakan supremasi hukum. Penegakan supremasi hukum dilakukan agar Indonesia memiliki kepastian hukum. Berbagai upaya penegakan hukum ini dapat kita jumpai pada pengusutan kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara, anggota DPR, dan berbagai kasus lain. Perang terhadap narkoba juga gencar dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pemerintah lewat kebijakan penegakan hukum telah dapat mengembalikan kepercayaan rakyat untuk menyerahkan mandat pemerintahan kepada eksekutif, sehingga dalam periode kepemimpinan SBY ini masyarakat lebih memandang bahwa pemerintah serius dalam menangani masalah perekonomian yang berdampak pada peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. [5] Sektor pendidikan juga digagas dengan baik oleh SBY. Berbagai kunjungan ke daerah dilakukan untuk menengok fasilitas pendidikan agar tidak mengganggu jalannya
proses pembelajaran. Hal ini semakin mengukuhkan masyarakat jika SBY mencoba untuk membuat Indonesia yang lebih baik dari sisi pelaksanaan pemerintahan hukum dan ekonomi. Kepemimpinan SBY dilihat dari berbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta ideologi sebagai berikut: 1.Politik Politik di zaman SBY dapat terlihat dalam masalah hubungan Indonesia dengan Negara terdekat seperti Singapura, Australia, dan Malaysia, serta sikap Indonesia terhadap masalah-masalah Internasional. Hubungan Indonesia dengan Negara-negara lain, apalagi negara terdekat atau negara tetangga, merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka eksistensi NKRI di dalam kancah internasional. Eksistensi NKRI dalam dunia Internasional sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan internal Indonesia sendiri, karena itu kekuatan diplomasi Indonesia yang ditunjukkan sekarang pada dasarnya juga menunjukkan kekuatan di dalam Negara Indonesia. Kasus-kasus yang dialami warga negara di luar negeri ternyata sampai saat ini masih terus terjadi, baik yang menyangkut tindak pidana kekerasan, pelecehan seksual, penganiayaan sampai pembunuhan, maupun yang menyangkut masalah ketenagakerjaan. Diperlukan peningkatan kekuatan baik fisik maupun non- fisik, antara lain yang menyangkut peningkatan SDM yang tidak hanya bisa mengirimkan TKI yang berposisi sebagai PRT (pekerja rumah tangga), juga penambahan anggaran untuk Alusista. Dengan demikian sisi diplomasi NKRI merupakan bagian yang penting untuk mendapat perhatian lebih dalam rangka pembangunan pemerintahan SBY di masa 20092014. 2.Ekonomi Ekonomi Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini. Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik.Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6% pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5% pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. 3.Sosial
Presiden SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon, Sampit dan juga di Aceh. Pada masa pemerintahan ini, kehidupan masyarakat mulai menuju kepada kehidupan individualis yang mengutamakan kepentingan individu. Hal ini dapat dilihat dengan kurangnya sosialisasi antarwarga di perkotaan. Arus urbanisasi juga semakin marak. Namun pemerintah tidak lagi mencanangkan transmigrasi. Di pemerintahan SBY juga telah dibuat undang-undang mengenai pornografi dan pornoaksi. Namun usaha ini tidak disertai dengan penegakan hukum yang baik sehingga tidak terealisasi. Meski konflik di beberapa daerah telah diredam, namun kembali muncul berbagai konflik lagi seperti di Makassar. Bahkan baru-baru ini terjadi tawuran antar-SMA di Jakarta yang membawa korban para pejuang jurnalistik.[6] 4.Budaya Dalam hal pelestarian budaya, di masa pemerintahan SBY terlihat jelas kemundurannya. Terutama dengan banyaknya warisan budaya asli Indonesia yang diklaim oleh pemerintah negara lain. 5.Pertahanan dan Keamanan Dalam masa pemerintahan SBY, pertahanan dan keamanan sudah baik. Namun pada pemerintahannya, banyak sekali teroris yang masuk ke Indonesia. Misal, Amrozi, Imam samudera. Namun, dengan kerja keras dan bantuan dari pemerintah misal Densus 88, terorisme mampu dibasmi. Peningkatan anggaran pertahanan Indonesia secara signifikan telah ditunjukkan selama era kepemimpinan Presiden SBY. Ini patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara cermat karena dengan peningkatan anggaran pertahanan diharapkan semakin memperbaiki penyelenggaraan sistem pertahanan negara. Kekayaan Angkatan Bersenjata RI sebagai kekuatan sosial, bersama kekuatan sosial lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan dan memperjuangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembinaan kemampuan ABRI sebagai kekuatan sosial diarahkan agar Angkatan Bersenjata RI dalam kemanunggalannya dengan rakyat, mampu secara aktif melaksanakan kegiatan pembangunan nasional, serta dapat meningkatkan peranannya dalam memperkokoh ketahanan nasional. Di samping itu, operasi Bakti ABRI merupakan peluang untuk menyumbangkan sesuatu yang berharga kepada masyarakat. 6.Ideologi Pada masa ini ideologi yang digunakan adalah Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila yang bersifat terbuka. Artinya Ideologi Pancasila merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembagan jaman tanpa pengubahan nilai dasarnya. Indonesia menganut ideologi terbuka karena Indonesia menggunakan sistem pemerintahan demokrasi yang didalamnya membebaskan setiap masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginannya masing-masing. Maka dari itu, ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah yang paling tepat digunakan Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono selalu menekankan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang terbuka dan hidup. Dengan sifatnya yang seperti itu, ia meyakini ideologi Pancasila pun akan mampu bertahan melintasi zaman. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undangundang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah. Kesimpulan Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi banyak kemajuan di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan kebebasan berpendapat. Namun, terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari berbagai sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk pada Orde Baru tidak terlihat. Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan terkesan lambat. Meski begitu, musyawarah mufakat ini dilakukan untuk kepentingan bersama. MASA KEPEMIMPINAN PROGRAM PRESIDEN JOKOWI Salah satu janji Presiden Jokowi ketika masa kampanye Pilpres 2014 adalah membentuk kabinet profesional dan mengurangi bagi-bagi kursi menteri dengan mitra koalisi. Jokowi juga menyatakan akan ada sistem seleksi mirip lelang jabatan yang pernah ia terapkan dalam menyeleksi calon pejabat camat dan lurah ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jokowi menyatakan bahwa ini tidak berarti menteri tidak ada yang berasal dari partai politik, karena ada juga orang partai yang profesional. Pada Juli 2014, tim transisi Jokowi-JK meluncurkan halaman Kabinet Alternatif Usulan Rakyat, dimana rakyat bisa mengusulkan dan memilih calon-calon menteri melalui Google Docs. Sebelum mengumumkan susunan kabinet, Presiden Jokowi terlebih dahulu mengirimkan daftar nama calon menteri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17
Oktober 2014, tiga hari sebelum dilantik sebagai Presiden RI. KPK memeriksa nama-nama tersebut dan memberikan laporan kepada Presiden pada 21 Oktober 2014. Dilaporkan, delapan nama dianggap bermasalah oleh KPK, dan Presiden Jokowi menerima saran KPK untuk mengganti calon-calon menteri tersebut dan menyerahkan kembali perubahan daftar calon menteri kepada KPK dan PPATK. Presiden Jokowi melakukan seleksi tertutup dengan beberapa calon menteri dengan memanggil ke Istana Negara antara 22 - 25 Oktober 2014 serta melalui komunikasi telepon dengan calon menteri lainnya. Pengumuman kabinet beberapa kali tertunda dari yang semula dijadwalkan pada 22 Oktober di Pelabuhan Tanjung Priok ditunda menjadi 24 Oktober setelah keluarnya rekomendasi dari KPK dan PPATK yang baru keluar pada hari itu. Karena menimbang rekomendasi KPK dan PPATK terkait calon menteri, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya baru dapat mengumumkan Kabinet Kerja pada 26 Oktober pukul 17.00 WIB di halaman belakang kompleks Istana Negara dan melantik pada keesokan harinya (27 Oktober 2014).
Kebijaksanaan Kenaikan Gaji PNS TNI POLRI Pemerintahan Jokowi JK Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperkirakan semakin memperketat sistem kerja para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal itu dibuktikan dengan rencana moratorium (penghentian sementara) penerimaan CPNS 5 tahun yang mana hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi anggaran belanja negara. Selain itu, pemerintah akan mempertimbangkan sejumlah faktor untuk menaikkan gaji PNS ke depan. "Pertama kita lihat apakah saat itu kondisi keuangan negara sedang baik atau tidak," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy di Kantor Kemenpan-RB, Jumat 14 November tahun 2014. Kenaikan gaji PNS, pada pemerintahan yang lalu nampak dilakukan tiap tahunnya dalam APBN, tidak ada syarat khusus bagi seorang aparat Sipili negara atau PNS namun kenaikan Gaji PNS tetap berjalan secara rutin pada tiap tahunnya.Hal ini sepertinya akan berbeda pada pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi yang nampak sudah mulai mengambil sikap akan kualitas pelayanan publik yang diberikan PNS di Negeri ini adalah hal mutlak untuk dijadikan persyaratan kriteria untuk kenaikan Gaji PNS. Kritik Penulis dan Analisas Kasus Empiris di Indonesia pada pasca era orde baru sampai era reformasi birokrasi pada pemerintahan jokowi Coba kita menyimak peristiwa nyata dari pasca orde baru sampai era reformasi birokrasi pada saat ini yang sangat pelik dan merupakan kebijakan “buah simalakama pada
pemimpin” perubahan kenaikan harga BBM dari orde baru sampai era reformasi birokrasi pemerintahan jokowi yang di mulai tahun 2014 akhir, dan beberapa kenaikan BBM pada 2 minggu selalu terjadi perubahan harga bbm dan kebutuhan pokok masyarakat ,permasalahan HUKUM KAPOLRI VS KPK & NILAI TUKAR RUPIAH YANG MELEMAH PADA EKONOMI .Sungguh sebuah “pelayanan publik dan kebijakan publik” yang tidak berdampak baik bagi masyarakat dalam revolusi mental pada program pemerintahan era reformasi birokrasi yang buruk dari pemikiran birokrasi mental pemerintahan yang tidak memperhitungkan anggaran negara dengan perbandingan kenaikan harga minyak dunia. Menjadi eksistensi upaya mempertahankan keterpurukan negara dari pengaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para pengusaha kecil yang memakai BBM maupun masyarakat. Apakah ini yang dinamakan sebagai revolusi mental birokrasi berdampak dan berpengaruh
kepada masyarakat yang secara keseluruhan pada roda perekonomiannya
digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik “si miskin” lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan subsidi bagi masyarakat “kepentingan publik” sampai saat ini. Sungguh sulit kiranya mengkampanyekan “pelayanan publik” sampai beberapa tahun mendatang, karena di negara maju pun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud yang dapat memuaskan dan meningkatkan harapan kepentingan publik secara umum. Namun hal yang menggembirakan “pelayanan publik” dapat menjadi sebuah konsep ideologi yang mampu mencerdas generasi bangsa tentang apa yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-alasan pembenar dari diambilnya sebuah kebijakan. Hal ini diakui oleh Down, Perlu adanya sebuah perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kebijakan yang berpihak pada lembaga birokrasi ketimbang rakyat banyak , seperti yang disampaikan oleh Down (dalam Adi Sasono, 2008: 209)
bahwa paradigma public Service, dianggap mampu memagari
kecendrungan psikologis para birokrat yang lebih melayani dirinya sendiri ketimbang melayani kepentingan umum.
KESIMPULAN Penempatan pada pemuasan kepentingan individu melalui “pelayanan publik” memiliki dampak positif dan negatif, secara kenyataan lebih bernuansa normatif ideologis sebagai ukuran alat untuk mengakaji apa yang benar dan apa yang salah dari dilaksanakannya pelayanan publik, baik dalam tataran kebijakan negara maupun yang melandasi sebuah
pilihan yang dilakukan oleh individu. Karena secara terapan “pelayanan publik” tidak bisa menjamin secara benar-benar dapat memberikan pencerahan yang berpihak pada “kepentingan publik” atau keinginan dari sebagian besar “the voter” pada praktik kenegaraan. Dari beberapa kasus yang
telah ditemukan dari pasca orde baru sampai era
reformasi birokrasi peraturan politik melalui “kebijakan publik” lebih mengedepankan kepentingan kelompok tertentu (penguasa) atau ideologi “jargon” politik yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu yang berkepentingan untuk memperoleh simpati dan kemenangannya di masa mendatang, ketimbang pada “pelayanan publik” yang sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan kepentingan umum. Namun demikian kita tidak perlu kecewa, karena kehadiran “teori pelayanan publik” dapat menjadikan kerangka landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang mementingkan diri sendiri “greed of a selfish power”, yang nantinya akan diperhadapkan pada kekuasaan yang lebih besar “pilihan publik rakyat (public choice of the people)” yang telah menjadi cerdas oleh jasa teori “public service”.
Pemerintahan Jokowi Dianggap Paling Lemah Sejak Reformasi Ketika rezim Orde Baru tumbang, Indonesia memasuki babak baru, yaitu era reformasi. Namun, sejak awal reformasi berjalan hingga saat ini, pemerintahan Joko Widodo dianggap pemerintahan yang paling lemah di antara pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. “Hal itu bisa terlihat dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama satu tahun menjabat. Kepemimpinan Jokowi kerap tidak tegas dan seolah tidak bisa mengatur para pembantunya lantaran sering terjadi konflik di antara jajaran kabinetnya,” kata Indria Samego, analis politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ketika ditemui di Jakarta, Selasa (24/11). Dia mencontohkan konflik yang mencuat ke publik dan ramai menjadi pergunjingan, yakni ketika Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menantang Wakil Presiden Jusuf Kalla berdebat terbuka terkait proyek pembangunan listrik 35 ribu megawatt. Kemudian konflik yang paling anyar adalah ketika Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mempersoalkan langkah Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. “Konflik-konflik terbuka di jajaran kabinet pemerintahan sekarang kerap muncul. Dan ini hanya terjadi di pemerintahan Jokowi. Bukan kekompakan dan keselarasan dalam menjalankan program kerja Nawa Cita pemerintah, justru yang terjadi para pembantu Presiden ini kerap mempertontonkan konflik terbuka kepada publik,” tuturnya.
Presiden Jokowi Kuasai Politik, Tapi Beberapa Agenda Reformasi Mandek Menjelang akhir tahun kedua berkuasa, Jokowi berhasil memukul mundur oposisi politik di parlemen. Pemerintahnya saat ini praktis "menguasai" 2/3 suara di parlemen. Tapi banyak agenda reformasi malah mandek. Tahun pertama masa pemerintahan Joko Widodo adalah masa-masa sulit, dengan banyak sekali upaya menghambat dan mendongkel kekuasaannya di parlemen. Beberapa kalangan mulai mempertanyakan kemampuan Jokowi "bermain" politik. Namun menjelang akhir dua tahun kekuasaannya, Jokowi yang berusia 55 tahun kini makin kuat duduk di puncak pemerintahan. Presiden yang dikenal lembut dan murah senyum ini pelan-pelan menggalang kekuatan politik dan mengumpulkan partai-partai yang sebelumnya beroposisi untuk berbalik mendukungnya. Jokowi memimpin tim ekonomi dengan hati-hati dan berkonsentrasi mendapatkan dukungan dari Golkar, partai hegemoni selama puluhan tahun di era Soeharto. Berbagai konsesi politik dibuat untuk meminang partai kuning itu. Sekarang, jalan terbuka lebar bagi Jokowi untuk mencalonkan diri lagi tahun 2019, bahkan tanpa dukungan PDIP sekalipun. Juru bicara presiden Johan Budi mengatakan, Jokowi "belum berpikir" tentang pemilu 2019. "Dia fokus pada periode ini dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat," kata Budi. Sebagian pengamat politik mengatakan, berbagai manuver yang dilakukan Jokowi menunjukkan bahwa dia cenderung menjalin kompromi dan tidak akan melakukan perubahan radikal seperti yang dijanjikan selama kampanye Pemilihan Presiden 2014. Apalagi perekonomian Indonesia masih tetap bergantung pada ekspor sumber daya di tengah perekonomian global yang penuh ketidakpastian. Ketika terpilih sebagai presiden pertama Indonesia yang berasal dari kalangan sipil dan berhasil memenangkan pemilihan langsung, banyak pihak berharap Jokowi akan melakukan gebrakan-gebrakan besar, terutama membasmi korupsi, memperkuat perlindungan HAM, dan memilih menteri dan pejabat yang berkapasitas, tidak berdasarkan koneksi atau pertimbangan-pertimbangan transaksional. "Alih-alih mengubah gaya permainan, seperti yang dijanjikan pada pemilih, Jokowi sekarang mulai pintar berpolitik," kata Aaron Connelly, peneliti di Lowy Institute for International Affairs di Sydney, Australia. Marcus Mietzner, profesor di Australian National University College of Asia and Pacific, menambahkan: "Dia beranggapan - ini menyedihkan tapi benar - bahwa soal-soal itu tidak akan menentukan kemenangan atau kekalahan dalam pemilu, jadi dia mengabaikannya."
Selain itu, lanjut Indria, persoalan kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tidak tegas tersebut terjadi bukan hanya di lingkup internal saja, melainkan juga eksternal. Hal itu dapat terlihat dari lambannya Presiden Jokowi dalam merespons konflik antara Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri terkait upaya kriminalisasi. Juga maju mundurnya menetapkan penolakan pencalonan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Menurut Indria, Presiden Jokowi harus bisa menyelesaikan konflik-konflik yang kerap terjadi baik di jajaran kabinetnya maupun sesama lembaga negara. Sebab, meski ekpektasi publik saat ini masih besar, bukan tidak mungkin nantinya akan berbalik. Publik tidak lagi percaya dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo. “Akibatnya, sulit bagi publik memilih kembali Joko Widodo untuk melanjutkan kepemimpinannya di periode berikutnya.” Jika terjadi demikian, lanjut dia, rivalitas pemilu berikutnya akan berat. Prabowo mempunyai kans besar memenangkan pemilu berikutnya. Karena itu, satu tahun masa kepemimpinannya ini seharusnya menjadi alarm bagi Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya. Dengan begitu, publik dapat percaya dengan kinerja pemerintahan yang ia pimpin setidaknya hingga empat tahun kemudian. Setelah beberapa kali "berhadapan" dengan Megawati dan PDIP, Jokowi tampaknya sekarang bertekad memperluas dukungan di parlemen lebih dulu, untuk memaksa PDIP tunduk. Bergabungnya Golkar, yang dalam pemilu legislatif terkahir mengumpulkan hampir 15 persen kursi parlemen, adalah kemenangan besar bagi Presiden yang sebelumnya memerintah tanpa mayoritas di DPR. Dengan reshuffle kabinet yang kedua, Jokowi akhirnya makin mantap mengukuhkan kekuasaan. Dia sekarang tidak tergantung lagi hanya pada satu partai politik, tapi punya opsiopsi alternatif untuk terus memerintah. "Partai-partai (yang baru bergabung) ini punya agenda masing-masing dengan Jokowi, tapi dia (Jokowi) bisa memastikan untuk mendapat dukungan yang dia butuhkan dari mereka," kata Eva Kusuma Sundari, anggota senior PDIP. Setelah lebih setahun dirongrong kanan kiri oleh menteri-menteri yang senang berbicara di media dan saling bantah, lewat reshuffle kedua Jokowi akhirnya mengakhiri kegaduhan dalam pemerintahan. Para menteri mulai sekarang tidak boleh punya "visi dan misi"sendiri, begitu pesan Presiden kepada anggota kabinet yang baru saja dilantik. "Tidak ada lagi yang jalan sendiri," kata Jokowi. Pengangkatan Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan menuai banyak kecaman dari kalangan pegiat hak asasi. Wiranto, yang bertanggung jawab untuk masalah keamanan saat protes anti Soeharto meluar tahun 1998, masih menghadapi dakwaan dari panel PBB karena dianggap bertangung jawab atas kerusuhan berdarah yang merebak di Timor-Timor setelah pengumuman hasil referendum tahun 1999. Jajak pendapat aktual menunjukkan, dukungan pemilih kepada Jokowi makin kuat, mencapai 68 persen, angka tertinggi sejak ia menjabat. Tapi banyak pengamat politik mengakui, Jokowi orangnya "susah dibaca". Banyak langkahnya lebih bersifat simbolis. "Sebagian besar hanya hebat di permukaan, sehingga ketika orang menggunakan sebutan seperti reformasi, saya pikir itu tidak tepat," kata Matthew Busch, konsultan yang fokus pada isu-isu ekonomi dan investasi di Indonesia.
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA KELOMPOK 2
D I S U S U N OLEH;
NAMA: FREJON RIHULAY NPM: 12160201160001
FRETOS WHIZKEY