1
Vienna 9 Desember 1987
Sapta Kesuma Kritik & saran:
email:
[email protected]
2
Orang yang buta dan orang yang melihat tidaklah sama. (Fatir: 19) Hai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6)
3
Isi Buku
Pendahuluan 5 Benar Bahwa Aku Tercipta untuk Melayanimu 9 Maaf, Aku Pergi 23 Terserah Kepadamu 42 Bunga Mawar 47 Jangan Ikuti Langkahku 56 Jalan Gajah Mada Tempatnya 62 Berfikir Pelita Hati 70 Penutup 82
4
Untuk Vienna
5
Pendahuluan Aku katakan kepadamu wahai pembacaku, pendahuluan ini sangat berbeda dengan pendahuluan yang ada dimuka bumi ini. Pendahuluan ini dapat berbicara. Pendahuluan ini dapat memberikan sebuah informasi yang sangat berguna. Pendahuluan ini juga dapat mengucapkan selamat ulang tahun kepada siapapun. Namun karena baru sekali ini aku mampu berbicara, aku akan berbicara kepadamu “Vienna”. Tetapi sayang, kau tidak dapat berbicara kepadaku. Seandainya pun bisa, aku tidak akan dapat mendengarkanmu. Karena aku dapat berbicara kepadamu, maka pendahuluan ini termasuk dalam cerpen. Atau cerita pendek. Sehingga lengkaplah isi cerpen ini sebanyak sembilan buah, sesuai dengan tanggal ulang tahunmu. Dan pelengkap yang lain, seperti bunga mawar, baju, brose jilbab, melengkapi hingga menjadi 12. Bukankah sembilan tambah tiga adalah 12 Vienna? Vienna, disini ada delapan cerpen lain. Aku belum sempat membacanya saat penulis membuatku dapat berbicara. Mungkin aku baru membacanya saat buku ini dikirim dalam bentuk kotak. Jadi aku tidak dapat berkomentar.
6 Dengan keharuman baju batik, aku mulai membacanya saat kotak ini telah berada didalam pesawat. Sejenak aku berhenti saat kotak ini dipindahkan dari pesawat ke dalam sebuah truk pos yang siap mengantar ke kantor pos pusat medan. Kemudian pak pos akan mengambil dan memasukkan kedalam kantung sepeda motornya. Dan siap untuk mengirimkannya ke rumah kostmu. Disinilah aku menyelesaikan membaca buku ini. Tetapi sangat sayang sekali pada saat pak pos mengantarkan kotak ini, kau tidak berada dirumah. Karena aku bukan Tuhan, tentunya aku tidak tahu kau berada dimana. Dan sangat sayang sekali bahwa bukan kau juga yang pertama sekali memegang saat pak pos memberikan kotak ini. Hmm, itu semua tidaklah begitu penting. Cerita cerpen, cerita novel, cerita sinetron, dan film lepas, semua berbeda dengan kenyataan. Karena aku tahu yang kau kerjakan adalah semua berguna. Vienna, sebagai pendahuluan, aku menjadi kepala benang merah diantara teman-temanku. Karena teman-teman sangat pemalu, maka aku harus menjalankan fungsiku. Aku akan menjadi pemula untuk mengucapkan selamat ulang tahun.
7
“Selamat Ulang Tahun Vienna. Kau memiliki banyak kegiatan. Itu sangat bagus. Semakin banyak kegiatan semakin bertambah pengalaman. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling bijaksana. Kebijaksanaan juga bukan instant. Ada proses didalamnya. Kebijaksanaan adalah keputusan. Setiap keputusan tentu ada untung dan ruginya. Itu hal yang wajar. Selamat berproses. Semoga Allah SWT selalu melindungimu dalam hal apapun.” Sudah sangat pasti bahwa kotak ini akan terlambat sampai ketanganmu Vienna. Sehingga aku telat untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Sebagai pendahuluan aku meminta maaf. Dibelakang nanti, dengarkanlah cerita temantemanku. Dengarkanlah saat kau memiliki waktu yang cukup luang dari waktu yang padat. Karena aku telah berdoa semoga buku ini termasuk dalam kategori buku. Kau pasti sedikit bingung kenapa aku berdoa agar buku ini masuk dalam kategori buku. Karena menurutku sebuah buku harus mengandung setetes ilmu. Jika buku tidak memiliki tetesan tersebut, maka buku tersebut tidak pantas masuk dalam kategori buku.
8 Aku bersyukur akhirnya buku ini selesai tercipta. Dan disinilah tugasku berakhir. Buku ini berisi tulisan. Tulisan lebih kuat dari pada lisan. Lisan telah sering berbohong. Hingga kata-kata yang keluar tidak lagi sejernih seperti tangisan anak bayi. Akhir kata dariku, Selamat membaca Vienna yang manis, memang manis, dan akan tetap manis. Selamat mendengarkan cerita teman-temanku. Orang buta, nelayan, panglima perang, penjual bunga, surat dan balasan dua orang sahabat, pohon nyiur dan diakhiri dengan penutup, semua akan bercerita kepadamu. Jika kau belum mengerti dengan jelas, suruhlah mereka mengulangi ceritanya. Tetapi ingat, jangan menyuruh mereka dengan berkata-kata. Karena mereka sama sepertiku. Kami semua Tuli. Kami hanya paham sebuah gerak isyarat jika seorang pendengar tidak mengerti apa yang kami ceritakan. Gerak tersebut adalah membalikkan lembaran yang belum dimengerti. Kami akan menceritakan dari manapun yang kau pinta. Kami tidak akan pernah jemu untuk menceritakan apa yang kau pinta Vienna.
9
Benar Bahwa Aku Tercipta untuk Melayanimu Jika manusia bergoyang saat mendengarkan musik berdendang, aku juga akan ikut bergoyang saat angin pantai menerpaku. Tetapi aku tidak bisa bergoyang seperti inul daratista, trio macan, agnes monika, dan Britney spears. Aku bergoyang hanya kekanan dan kiri mengikuti gelombang angin. aku bersyukur hanya dapat bergoyang seperti itu, karena jika aku dapat bergoyang seperti orang yang kusebutkan diatas, aku akan melewati kodratku sebagai pohon kelapa. Selain itu juga, jika aku bergoyang seperti mereka, aku akan menimbulkan fitnah atas diriku. Dan aku dapat memancing birahi lawan jenis. Engkau pasti heran mengapa aku dapat dengan cepat menerima kabar-kabar yang dilakukan manusia. Seperti yang kalian dengar dariku diatas, aku selalu terkena angin. Angin tersebutlah yang membawa kabar berita tentang segala sesuatu. Ada satu yang membuat aku tertawa sampai berhari-hari hingga aku lupa untuk melakukan fotosintesis. Kabar ini terdengar dari Indonesia bagian timur. Bahwa koteka orang irian jaya banyak yang pecah ketika melihat inul
10 daratista bergoyang. Aku bertanya kepada angin bahan koteka tersebut. Angin menjawab dengan jelas cara pembuatan koteka tersebut. Koteka terbuat dari kulit pisang yang dikeringkan. Setelah kering baru dirangkai sedemikian rupa hingga terbalut pas kepada orang yang ingin memakainya. Aku menjadi heran sambil tertawa. Ini telah memasuki tahun 2007. Dan internet telah menjamur dimana-mana. Tetapi daerah timur kok masih memakai koteka. Siapakah yang patut disalahkan? Ah, aku rasa aku tidak harus ambil pusing. Dan memang aku tidak mampu untuk membahas kasus tersebut. Itu tugas sesama manusia. Karena hanya manusia mahkluk yang dapat berfikir. Aku diciptakan hanya untuk melakukan fotosintesis lalu menghasilkan buah untuk dipetik oleh setiap manusia yang bersedia mengambilnya. Tentunya dengan memanjat tubuhku. ketahuilah, tubuhku sangat mudah untuk dipanjat. Lihatlah gambar disamping ini. ( ). Begitulah bentuk tubuhku. Jika ada yang duduk dibagian yang datar, dia akan langsung melihat dan merasakan indahnya pantai Kapuas ini. Jangan kau cari dimana pantai ini berada. Engkau tidak akan menemukannya dipeta manapun. Pantai ini hanya ada di pikiranku. Jika kau bersikeras ingin mengetahui betapa indahnya pantai ini, carilah seseorang yang sering bersamaku.
11 Namanya adalah Hasan. Dia sering memanjatku dan memetik buahku. Dia juga yang dapat mendeskripsikan indahnya pantai ini seperti aslinya. Sekarang dia berumur sekitar 27 tahun. Tetapi dia kini jauh dariku. Aku merindukannya. Aku selalu ingat saat-saat dia SMA dahulu. Dia selalu duduk dibagian pohonku yang datar dengan membawa gitar dan bernyanyi. Dia datang pada sore hari untuk melihat indahnya sunset. Sambil bermain gitar, diapun mulai bernyanyi. Saat rambasan pertama mulai dimainkan, Suara indah mulai mendayu bersatu bersama dengan angin pantai. ombak pantai tak mau ketinggalan untuk ikut meramaikan kami. Mulailah sunset dengan warna merah keemasannya memancar. Pasir-pasir menari riang gembira. Aku dan teman-teman yang lain mulai bergoyang kekanan dan kekiri dengan serentak. Oh, momen itu sangat indah. Aku merindukannya. Carilah Hasan. Hmm, aku yakin, kau tidak akan mencarinya. Ada satu lagu yang selalu dinyanyikannya. Sekarang aku akan menyanyikan lagu itu untuk melepas kerinduanku. Kabarnya lagu itu dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade. Judulnya “Nyanyian Kasmaran”. Apakah kau penasaran? Baiklah aku akan m memulainya.
Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut
12 Ada yang tersentak dari dalam dadamu Kau menyendiri duduk dalam gelap Bersenandung nyanyian kasmaran Dan tersenyum entah untuk siapa Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang Kau pahat langit dengan angan-angan Kau ukir malam dengan bayang-bayang. Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab Bersikaplah jujur dan terbuka Tumpahkanlah perasaan yang syarat Dengan cinta yang panas bergelora Barangkali takdir tengah bicara Ia diperuntukkan buatmu Dan pandangan matanya memang buatmu Mengapa harus sembunyi dari kenyataan Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga Bergegaslah bangun dari mimpi Atau engkau akan kehilangan keindahan yang tengah engkau genggam Anggap saja takdir tengah bicara A Ia datang dari langit buatmu Dan pandangan matanya khusus buatmu
13 Harus kuakui bahwa nyanyianku sangat jelek. Tidak ada yang menyanyi sehebat Hasan. Tetapi kini ia entah dimana. Aku telah meminta tolong agar keluarga angin mencari tahu dimana hasan berada kini. Hasan yang kucari sangatlah rajin, pintar, dan romantis. Tetapi karena sangat banyak orang yang bernama hasan, maka laporan angin yang datang pun bermacam ragam. Angin pertama mengabarkan ada seorang yang bernama hasan telah terjebak kasus narkoba. Tertangkapnya ia sewaktu digerebek polisi saat tengah memakai shabu-shabu. Lalu kutanya kepada angin ciri-ciri wajahnya. Aku bersyukur, ternyata wajah yang digambarkan tidak sesuai dengan hasan yang kucari. Angin berikutnya kembali memberikan kabar bahwa ada juga hasan yang tengah melakukan tauran bersama teman-temannya. Hasan memaki-maki lawannya, sedangkan lawannya belum tentu mendengar apa yang dikatakannya. Setelah itu hasan maju kedepan dan melemparkan sebuah batu. Lalu hasan lari terbirit-birit bersembunyi dibalik pohon. Padahal lawannya belum tentu balas melemparkan sebuah batu. Aku heran mengapa mereka bersikap seperti itu. Apakah mereka tidak diajarkan budi pekerti? Sudahlah, namun aku
14 langsung yakin bahwa bukan hasan itulah yang kucari. Aku mendengarkan cerita-cerita angin berikutnya tentang keadaan dunia saat ini. Hasan yang kucari semakin tak jelas keberadaannya. Isi cerita hanya keganasan manusia yang saling membunuh. Penindasan kaum yang lemah. Korupsi di gedung-gedung megah. Pencurian dimana-mana. Perzinaan anak-anak remaja. Tetapi banyak juga berita tentang diskusi-diskusi pengajian yang dilakukan untuk pemecahan masalah tersebut. Tetapi diskusi itu masih kalah banyak dengan maksiat yang dilakukan. Singkatnya orang yang beribadah lebih sedikit dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan. Sembari mendengar berita-berita selanjutnya, aku menikmati suasana pantai. Aku heran mengapa aku tak bosan-bosan menikamati pantai yang indah ini. Aku telah hidup selama 44 tahun. Jika kubandingkan suhu saat aku masih kecil dengan saat sekarang, suhu tersebut sangat kentara. Dahulu aku merasa sangat kedinginan saat malam seperti ini. Sekarang malam haripun masih terasa panas. Aku yakin ini semua ulah manusia. Aku tak dapat melawan manusia. Aku tak dapat membantahnya. Aku diciptakan oleh Allah untuk melayani manusia. Meskipun
15 daunku sedikit dan kecil, aku selalu menjalankan perintah Allah swt. Aku turut menurunkan efek global warming (seperti perkataan manusia). Walaupun aku sangat memberikan efek yang kecil bagi alam, tetapi selama aku hidup, aku akan terus bertasbih kepada Allah untuk melayani manusia. Maklum, karena aku bukan pohon musiman, seperti mangga, durian, rambutan, jambu, dan lain sebagainya, jadi aku tidak mempedulikan waktu. Aku selalu bertanya kepada angin jam berapa sekarang. Angin menjawab bahwa sekarang hampir jam 5 sore. Cuaca sekarang mendung. Dan akan segera turun hujan. Tiba-tiba dikejauhan datang sebuah mobil. Mobil itu mulai mendekat. Dan berhenti tepat mengenai akar serabutku. Aku tidak jelas siapa yang datang. Hatiku berkata, mungkin supir ini ingin buang air kecil. Apa mau dikata, sebagai pelayan manusia, aku tidak dapat marah kepada mereka saat mereka mengencingiku. Ternyata dugaanku salah. Yang datang adalah seorang yang kutunggu-tunggu kehadirannya. Dia adalah Hasan. Hasan yang kurindukan. Oh, Kini ia telah dewasa. Mimik wajahnya memancarkan pengalaman dan kharisma. Hasan berpakaian rapi. Kemeja tangan panjang berwarna putih dengan terikat dasi dilehernya, dan dengan
16 celana bahan berwarna hitam. Aku menjadi terheran-heran mengapa kedatangan Hasan tidak dikabarkan oleh angin-angin. Secepat itu pula aku sadar bahwa saat siang hari, angin berhembus dari laut ke darat. Sedangkan pada malam hari barulah sebaliknya. Berita yang kudengar tadi semua berasal dari laut. Sedangkan seberang pantai Kapuas ini adalah daerah ibukota. Ibukota yang kacau. Ibukota Jakarta. Brug… Pintu mobilnya tertutup. Hasan pergi ke begasi belakang dan mengambil sebuah koper hitam. Aku tak tahu apa isinya. Mungkin uang mungkin juga yang lain. Dia berjalan mendekat dan mulai memajat tubuhku. Dia duduk seperti biasa yang dilakukannya sewaktu SMA dahulu. Dirabanya ukiran yang dahulu dibuatnya sewaktu kecil.
Vienna 9 9
Desember 1987
Rabaan tangan Hasan yang penuh dengan perasaan memberitahukan kepadaku bahwa ia sangat kesepian. Mulut hasan mulai berbicara
17 “Dimana kau sekarang Vienna. Tahukah kau bahwa aku merindukanmu. Aku selalu mencarimu. Benar bahwa aku telah menjadi pianist. Tetapi sayatan biolaku tak dapat kumainkan sebaik aku memainkan gitar saat aku mengenangmu dalam hatiku sewaktu SMA dulu. Kini aku rasakan bahwa cintaku sangat besar untukmu. Kerinduan pun semakin tak terbendung. Syukurlah, aku masih dapat menahan itu semua. Baiklah sayang, aku akan mencoba memaikan lagi lagu untukmu sebelum aku memainkan konserku di jerman bulan depan. Dan ini akan menjadi kado ulang tahunmu. Aku mencintaimu Vienna.” Angin mulai bertiup sedikit lebih kencang. Tidak ada sunset sore ini karena mendung semakin menggila. Tetapi tidak ada tanda-tanda badai. Air laut pun kini mulai pasang. Ombak bergemuruh bercampur dengan emosi menghantam karang. Air hujan pun mulai turun rintik-rintik. Dan melebat tak terbendung. Angin yang tadi sepoi, kini bertiup kencang mengepak-ngepak dasi hitam Hasan yang sedang duduk membuka koper hitam. Aku tak tahu apa nama benda itu. Benda itu berwarna coklat kayu ek yang telah di cat hingga mengkilat. Aku tahu, mungkin ini alat musik yang dikatakannya tadi. Biola. Dia meletakkannya dibahu kiri dan diapit tepat dilehernya.
18 Sedangkan tangan kanannnya memegang semacam kayu untuk menyayat senar biola. Kini ia mulai menggesekkannya. Nyiiit…nyeeat…nyeottt… Lihai tangan hasan semakin cepat maju mundur. Aku tak tahu apa arti musik ini. Musik ini tak memiliki syair. Tetapi aku merasakan musik ini sangat sedih hingga membuatku terharu. Air hujan yang mulai membasahi tubuhnya membuat hatiku ingin memeluknya. Ia sangat merasakan kesepian. Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat untuk membantu temanku ini. Apakah kesendirian seperti ini yang membawanya menjadi seorang yang berhati lembut seperti ini? Air hujan pun tak mau pandang bulu. biola yang indah itu telah basah. Dan membuat suara biola itu semakin tak terdengar. Dan akhirnya, hasan berhenti saat terdengar adzan dari daerah tempat tinggalnya. Tetapi hasan telah bermain lebih kurang satu setengah jam tanpa henti. Diapun turun dari bagian datar tubuhku dan memukulkan biolanya ketubuhku. Biola pecah. Dipukulkannya sekali lagi ketubuhku hingga membuat semua senar putus dan biola pun pecah berantakan. Biola pecah tersebut dicampakkan kepasir putih dan diinjak-injaknya. Dan dia mulai bersandar jongkok ditubuhku
19 sambil mengeluarkan air mata seperti anak kecil yang tidak diberi uang untuk membeli permen. Aku menjadi heran. Mengapa emosi hasan menjadi tidak terkendali. Apa yang telah dilakukannya, aku sama sekali tidak tahu. Cinta. Aku tidak pernah merasakan cinta. Hanya golongan manusia yang pernah merasakannya. Begitu dahsyatkah cintanya kepada Vienna? Hasan bangkit dari tempat jongkoknya. Kemudian mengambil sebuah botol plastic yang berisi air. Dia meminumnya seteguk. Dia langsung membasahi wajah, tangan, kepala hingga telinga, dan membasuh kakinya. Setelah itu dia mengeluarkan sapu tangan dari kantung celana dan meletakkannya diatas pasir. Dia melantunkan Takbir “Allahu Akbar” Aku membiarkan hasan yang sedang shalat. Aku berfikir untuk membantu temanku yang sedang sedih. Aku bertanya pada angin yang lewat, “tanggal berapa sekarang?” Angin menjawab “tanggal 9 desember 2012”. Aku kembali berkata kepada angin “maukah kau berhenti sebentar mendengar ceritaku? Aku ingin kau menyampaikan ceritaku ini kepada orang yang bernama Vienna. Dia lahir 9 desember 1987. Aku yakin hanya satu orang yang bernama Vienna yang lahir hari itu.”
20 Angin menjawab, “baiklah saudaraku, karena posisiku sama dengan dirimu, yaitu melayani manusia, maka aku akan memenuhi permintaanmu. Tetapi mendengarkan ceritamu pada saat hasan pergi dari sini. Aku kuatir nanti dia akan heran dan bingung kenapa tiba-tiba angin berhenti. Dan harus diingat juga bahwa aku tidak dapat berlama-lama berhenti. Karena jika aku berhenti, tentu ombak juga akan berhenti. Angin yang ingin lewat kemari juga akan berhenti. Terjadilah antrian angin yang menjadi sejarah pertama didunia ini. Dan akhirnya juga akan terjadi angin yang mungkin sangat dahsyat yang mampu mengguncangkan dunia. Agar tidak terjadi itu semua, waktu yang mungkin kuberikan hanyalah 2 detik.” “Baiklah saudaraku.” Ujarku dengan penuh semangat. “Aku akan menceritakan setelah hasan pergi dari sini” Hasan telah selesai shalat. Dia bergegas naik kembali ketubuhku bagian yang datar untuk mendatangi ukiran Vienna itu lagi dan berkata “Vienna, kini aku jauh darimu. Untuk membuktikan cinta pada jarak yang jauh sangatlah tidak mudah. Aku memiliki prinsip tidak pernah mengeluh, maka aku akan terus mencarimu, dan menunggu jawaban dari pertanyaan yang kulontarkan kemarin. Aku
21 kemari hanya untuk mendapatkan feel saat aku memainkan gitar dahulu. Sampai jumpa lagi sayang. Aku mencintaimu. Berilah kabar kepadaku apakah telah menentukan siapa lelaki yang memetikmu. Jika bukan aku, kabarilah agar aku tidak menunggumu. Kau akan menemukanku disiaran televisi saat aku akan pergi ke jerman nanti. Aku tak tahu bagaimana menjumpaimu. Vienna, Aku masih mencintaimu sayang.” Hasan mengecup ukiran tersebut dengan lembut. Dan bergegas pergi. Mungkin ia pulang kerumah untuk berpamitan kepada orang tuanya. Baiklah kita tinggalkan si hasan. Sekarang aku akan menceritakan cerita yang sekarang engkau baca ini kepada angin. Jangan pertanyakan bagaimana bahasa yang kugunakan kepada angin. aku hanya memerlukan kurang dari dua detik untuk menceritakan ini semua. Dan anginpun segera mengukirnya menjadi kata-kata. Kata-kata inilah yang engkau baca sayang. Jika engkau telah membacanya, aku ucapkan terima kasih banyak. Hasan adalah manusia biasa seperti yang lain. Pilihan ada ditanganmu. Musik yang dimainkan hasan sebagai Kado ulang tahun secara implisit tidak sanggup kami kirimkan. Karena suara biola itu telah hilang bersama dengan hembusan angin yang tak tentu arah. Aku yakin karena global warming pula membuat musik itu semakin cepat menguap.
22 Tetapi aku senang jika tulisan ketanganmu. Dia mengucapkan
ini
sampai
“SELAMAT ULANG TAHUN VIENNA” Jangan heran Vienna dengan akhir cerita ini. Akhir cerita ini sengaja aku buat menggantung. Karena aku hanyalah sebuah pohon nyiur dipinggir pantai. Yang dapat melanjutkan cerita ini adalah kalian berdua. Kalian semua yang merasa diri sebagai manusia. Ukirlah sejarah yang baik dalam lembaran hari yang akan kau lewati. Aku mendoakan semoga kalian berdua b bahagia.
23
Maaf, Aku Pergi Assamu’alaikum Wr. Wb. Tepat ketika aku kelas dua Sekolah Dasar aku mampu mengingat kejadian tentang aku dan ayahku. Ayahku bertanya sambil bercanda kepadaku “Apa yang terpenting dalam hidupmu Hasan?” Akupun menjawab dengan tangkas dan penuh percaya diri “Sepeda”. Karena saat itu aku merasa hanya butuh sepeda agar aku dapat ketempat manapun yang aku mau. Aku dapat pergi ke sungai. Memancing, berenang, nguras genangan air yang banyak ikannya. Aku dapat membonceng temanku dan kami bermain bersama. Aku dapat ke lapangan bola dan bermain bersama teman-teman sekolah. Aku juga dapat kehutan untuk menjerat burung dan memakannya. Ketika sampai pada malam ulang tahunku yang ke-12, sebelum aku tidur, ayahku kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, “Apa yang terpenting dalam hidupmu Hasan?”, di tempat tidurku. Namun aku terlalu ngantuk dan menjawab “Yang terpenting sekarang Tidur, Yah”. Ayah hanya tersenyum sambil membelai rambutku dan berkata “Selamat ulang tahun ya…”. Walaupun ulang tahun tersebut tidak dirayakan,
24 keluargaku selalu memberikan hari tersebut sebuah kenangan yang istimewa. Mulai saat itu Ayah menanyakan dengan pertanyaan yang sama setiap malam ulang tahunku. Dan jawaban yang terlontar selalu berbeda. Seperti yang engkau tahu, Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Aku memiliki seorang abang yang sangat kuhormati. Namanya Arman. Dari kecil Ia telah menunjukkan sifat kedewasaan yang menunjukkan sifat anak pertamanya. Penilaianku bahwa ketangkasan yang diberikan Allah lebih banyak diberikan kepadaku ketimbang Abangku Arman. Namun ketangkasan Adikku mengalahkan kami berdua. Adikku yang bernama Syarif sangat pintar dan cerdas. Aku juga tidak tahu apakah saudaraku yang lain ditanya dengan pertanyaan yang sama denganku. Aku hanya memiliki ketangkasan. Namun maaf jika aku terlalu sombong. Tetapi aku lebih memiliki paras wajah yang lumayan dari pada mereka berdua. Tepat kelas enam SD, keluargaku mengalami kejadian yang tidak akan pernah aku lupakan. Ayah mengalami sakit paru-paru basah. Ayah dirawat rumah sakit kecil yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah. Karena Bang Arman telah berada di luarkota, secara implisit Ibu mengajariku untuk mengisi peran Bang Arman sebagai anak pertama. Akulah yang
25 merawat Ayahku dirumah sakit ketika aku pulang sekolah. Aku mengurangi bermain bersama teman. Seperti biasanya, ketika aku selesai belajar pada malam hari, aku langsung pergi ke rumah sakit untuk meggantikan Ibu yang dari pagi menemani Ayah. Sekitar jam satu malam, Ayahku terbatuk-batuk hingga membangunkanku dari tidur. Kami saling tatap mata. Dari bola matanya beliau mengisyaratkan bahwa aku diminta untuk mendekat kepadanya. Setelah aku berdekatan, beliau bertanya “Udah belajar san?” aku menjawabnya “Sudah Yah.” Beliau meminta ambilkan air putih, dan aku segera mengambilkannya. Namun setelah itu, beliau menanyakan kembali pertanyaan yang selalu ditanyakan ketika aku ulang tahun. Kali ini aku benar-benar bingung untuk menjawab apa. Aku merasa yang paling penting dalam hidupku adalah apa yang aku butuhkan. Namun aku tidak tahu apa yang aku butuhkan. Aku hanya mengetahui apa yang aku inginkan. Aku ingin Ayahku secepatnya sembuh dari penyakitnya. Agar kehidupan kami menjadi normal seperti biasanya. Akhirnya aku menjawab “Hasan tidak tahu yah. Hasan hanya ingin Ayah sembuh dan kembali kerumah.” Ayah tersenyum sambil membelai rambutku dan berkata “Ya, ya, Ayah akan sembuh kok. Ayah akan pulang.” Kami berdua tersenyum gembira penuh asa. Walaupun ayah
26 sedang sakit parah dan tidak dapat dirawat kerumah sakit yang lebih bagus karena faktor ekonomi, namun masih saja terlihat senyum yang indah diraut muka beliau. Terlihat juga giginya yang sedikit kekuningan karena banyaknya merokok. Dan memang karena merokoklah beliau jatuh sakit hingga seperti ini. Keesokan harinya, tepat jam sebelas siang, dan ketika itu pelajaran matematika, pelajaran yang sangat aku senangi, Bang Arman datang kekelas. Aku heran kapan dia datang. Kira-kira apa gerangan yang terjadi hingga Abang datang menjemputku. Abang berbisik kepada bapak guru sebentar dan mempersilahkan aku untuk pulang kerumah. Sesampai diluar kelas, Abang memelukku dan mencium keningku. Kulihat mata Bang Arman merah dan berair. Abang menangis. Tetapi air matanya tertahan dipelupuk, dan akan segera tumpah. Aku sama sekali tidak mengetahui kenapa ia menangis. Aku menjadi terkejut. Aku belum pernah melihat dia menangis seperti ini. Kami berdua hening. Aku memutuskan untuk tetap hening dan mengikuti Abang sampai kerumah. A
Dalam perjalanan, Aku memecah keheningan dengan bertanya “Kapan Abang pulang?”. Dia pun menjawab sekitar jam Sembilan. Dia bolos
27 sekolah karena hari ini hari sabtu. Tak terasa kami sampai dirumah. Semua orang memelukku sambil menangis. Aku dituntun oleh Ibu kekamar tempat Ayah berbaring. Wajah Ayah telah pucat. Aku ingat, wajah ayah seperti di film-film. Inikah yang dinamakan meninggal? Ayahku telah meninggal dunia. Inilah penyebab abangku menangis. Ayahpun dimandikan, dishalatkan, dan diarak menuju kuburan. Malamnya diadakan ta’ziah. Ramai tetangga dan saudara berkumpul mendoakan Ayah. Setelah beberapa hari setelah itu, semua keluarga yang datang dari jauh kembali kerumah masing-masing selain paman Adi (Adik Ibuku yang terakhir). Terdengarku bisikan Paman Adi saat berbincang dengan Ibu “Kak, jika Hasan tamat SMP, tinggal sama saya saja kak. Dia pintar kak. Jangan disia-siakan lho kepintarannya. Sekolah disini fasilitasnya sangat kurang dibandingkan tempat saya disana.” “Ayahnya telah almarhum.” Sahut Ibu “Kami tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk menyekolahkannya ditempat yang Adi bilang. Sekolah itukan mahal, di.” Paman Adi menjawab “Biar saya yang nyekolahkannya kak. Saya pamannya dan Adik kakak. Saya juga orang tuanya. Apa kakak ragu sama Adi?” Nada tegas yang menjadi
28 “Terserah sama Hasan la Di. Mau apa tidak Dia sekolah disana. Aku rasa dia sudah cukup dewasa utnuk bisa memilih sekolah mana yang baik buat dia. Diakan anak yang cerdas.” Jawab Ibuku. Setelah paman dan Istrinya pulang ke rumahnya, sangat kentara sekali kesepian dalam rumah setelah kepergian Ayah. Ibu selalu melihat gambar Ayah yang terpajang diruang tamu. Cinta Ibu sangat dalam kepada Ayah. Aku selalu melihat Ibu menangis setelah shalat magrib. Dan ini selalu terjadi selama satu bulan setelah kepergian Ayah. Ini merupakan cobaan yang berat. Ibu kini telah menjadi single parent. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah kami sehari-hari, Ibu berjualan lontong sayur. Untunglah Ibu pandai memasak. Hingga ibu dijuluki “Wak lontong.” Begitulah perjalanan sehari-hari sepeninggal Ayah. Hingga saat aku sekolah dan terjadi
kami tamat
perpisahan. Aku meminta izin kepada Ibu untuk ketempat Paman dan sekolah disana. Aku hanya diberikan alamat dan ongkos. Aku mencium tangan Ibu dan mencium adikku Syarif. Aku tahu bahwa Ibu sangat berat untuk melepasku pergi. Apalagi aku masih tergolong anak-anak. Tetapi
29 Ibu rela melepasku agar Aku menjadi orang yang memiliki ilmu dan cepat dewasa. Dalam perjalananku, aku telah menyusun prinsip apa yang akan kugunakan sampai aku menemukan prinsip yang lebih bagus. Aku memulai dari segi ekonomiku. Aku termasuk orang yang miskin. Tidak ada harta dan benda. Tidak ada apa-apa untuk diberikan. Hanya ilmu yang tidak bisa direnggut oleh orang lain. Untuk memperoleh ilmu, butuh kerja keras. “Orang miskin bawaannya nekat”. Ya, inilah prinsip yang akan aku gunakan. Naluriku sebagai petualang terlihat untuk pertama kali dan ternyata terbukti. Aku tidak kesulitan menemukan rumah Paman. Hanya satu kuncinya, jangan malu untuk bertanya, dan jangan merasa lelah untuk berjalan. Sesampai dirumah Paman yang berjarak enam jam perjalanan, keluarga Paman menyambutku dengan hangat. Peluh terasa terbayar saat masuk kerumah paman. Dayat, anak paman yang pertama dan menjadi teman sekamarku. Vienna, adik dayat yang merupakan gadis cantik yang memiliki mata teduh menyambutku dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Aku tak dapat membahasakan rasaku saat itu. Entah rasa apa itu. Tetapi aku tahu ini rasa inilah yang
30 membuat aku akan merasa dirumah ini. Aku harus mempertahankannya. Waktu terus berjalan dengan cepat dan tak pandang bulu. Tak sadar aku telah kelas tiga SMA (Sekolah Menengah Atas). Karena Paman adalah seorang dosen, sudah menjadi syarat mutlak bahwa Paman harus memiiliki banyak buku. Melihat buku sebanyak itu ternyata tak sadar, telah banyak buku paman yang kubabat habis tanpa ampun. Khususnya buku Novel. Terkadang bahasa Novel tersebut terlalu banyak yang tidak aku pahami, dengan segera aku menanyakannya pada Paman. Aku merasa senang karena aku dapat menggali Ilmu dirumah ini. Suatu saat, ketika Aku membaca Novel berjudul “snow” karangan “Orhan Pamuk”, aku mendengar senda gurau keluarga Paman. Mereka terlihat senang. Keluarga mereka masih utuh. Keluarga yang sakinah. Konsentrasiku membaca berkurang dan tiba-tiba air mata mengalir dipipiku dan menetes kelembaran buku paman. Aku teringat Ayahku. Aku teringat keluargaku. Aku teringat semua kejadian saat Ayah masih ada. Air mataku semakin tak terbendung. Aku menangis. Aku rindu. Aku ingin melihat Ayah. Aku ingin berdekatan dengan Ayahku. Photo ayahpun hanya ada satu. Itupun
31 sekarang telah berada dikamar Ibu sebagai pengobat rasa rindu Ibu. Tiba-tiba Vienna masuk kekamar dan melihatku sedang menangis. Aku terkejut dan langsung membersihkan air mata dipipiku. Namun aku tak bisa menutupinya. Mataku masih merah. Vienna bertanya dengan suara valceto agar tak terdengar oleh yang lain “Ya Allah bang, Abang nangis? Abang kenapa?” “Gak ah. Cuma ingin nangis saja.” Seruku untuk menyembunyikan tangisku. “Abang kenapa?” Tanya Vienna dengan perhatian. Aku tak tahu apakah memang semua perempuan itu perhatian, atau hanya sebagian. Dari pada menutupi yang sudah ketahuan, aku pun menjawab dengan jujur “Mendengar tawa kalian diruang tamu tadi, Abang jadi rindu sama almarhum Ayah. Abang sangat merindukannya. Abang rindu suasana seperti itu dik.” Vienna segera pergi keluar kamar dan dengan sekejap itu pula Vienna kembali dengan membawa sapu tangannya. Vienna sendirilah yang mengusapkan di pipiku. Hatiku berkata “Ya Allah, sungguh adil diri-Mu. Engkau memberikan seorang perempuan yang baik sebagai tempat
32 aku berbagi kesepian yang kurasakan saat ini.” Aku mengucapkan terima kasih pada Vienna. Vienna tersenyum. Aku jadi ikut tersenyum. Kesedihanku berkurang setelah berbagi dengan orang lain. Apalagi dengan orang yang tepat. Vienna pun menyuruhku untuk menyimpan sapu tangan tersebut dan memakainya. Beberapa minggu kemudian, aku memutuskan untuk pulang menjenguk Ibu dan Adik sepulang sekolah. Semoga saja bang Arman juga pulang. Jadi kami dapat berkumpul. Namun entah kenapa Vienna ingin ikut bersamaku. Setelah berpamitan kepada paman dan tante, selepas magrib kami berangkat. Diperjalanan Vienna tertidur dibahuku. Aku yang kala itu sedang melihat jalan terkejut dan bertanya dalam hati. “Mengapa bisa terjadi seperti ini? Vienna tidur di bahuku. Aku ingin membangunkannya. Tapi, hatiku menolaknya. Aku rasa aku menyayanginya. Tapi sejak kapan aku menyayanginya? Apakah aku menyayanginya karena cantiknya raut mukanya? Atau juga karena aku telah hidup satu rumah dengannya, hingga aku mengetahui semua sifatnya.” Karena suara klakson supir yang keras, Vienna terbangun dari tidurnya. Vienna masih saja tetap dalam posisi yang semula. Namun Vienna merengkuh lengan kananku dan berkata
33 “Dingin kali AC-nya ya Bang.” Sesungguhnya pun aku merasa kedinginan, karena ini kali pertama aku naik BUS AC. Biasanya aku pulang naik ekonomi. Aku disuruh Paman naik PATAS AC dan diongkosi, namun sesampai diterminal aku naik ekonomi. Lebihnya dapat aku berikan pada Adikku Syarif. Namun aku tidak ingin Vienna merasa kepanasan seperti pada Bus Ekonomi. Lebih baik dingin dari pada Panas. Suara Vienna mengejutkanku. “Bang…” Aku menjawab dengan intonasi yang tak mau kalah lembut dan membiarkan lenganku direngguhnya semakin erat “Ya, dik..” Vienna melanjutkannya “Apa yang terpenting dalam hidup Abang?”
Oh, Tidak… Tidak… Mengapa Vienna melontarkan pertanyaan yang sama dengan almarhum Ayah. Pertanyaan ini hampir aku lupakan? Aku teringat semua jawaban yang kuberikan pada almarhum Ayah. Agar tidak terlalu lama menunggu jawabanku, Aku mengatakan “sebenarnya gini dik, ini pertanyaan yang sulit dijawab. Saaangaaat sulit. Sampai Abang masih mencari jawabannya. Setiap orang pasti punya prinsip. Prinsip tersebut yang menuntun seseorang untuk berproses. Abang
34 merasa abang masih terlalu muda untuk menemukan jawaban itu. Abang masih butuh teori dan pengalaman untuk menjawabnya dengan tepat. Hmm, mungkin dua jam lagi kita sampai dik.” Aku membelai kepalanya yang tertutup kerudung orange-nya. Vienna tersenyum. Viennapun melanjutkan tidurnya dengan memeluk lenganku. Aku senang bisa memberikan kenyamanan kepada Vienna. Aku juga yakin Vienna pasti merasakan kenyamanan yang sama karena Vienna mempertahankan posisinya. Namun sebenarnya aku sangat gugup, lenganku menyentuh buah dadanya. Keadaan ini membuat jantungku dag dig dug dan bergetar. Bergetar karena aku tak pernah melakukan yang seperti ini. Mungkin Vienna menganggap aku sudah seperti abang kandungnya sendiri. Tetapi kenapa aku berpikiran lain. Ah, dasar aku otak kotor. Lebih baik aku memikirkan apa jawaban pertanyaan besar tadi. Dengan cahaya yang hilang timbul karena berselisihan dengan bus yang lain, aku mulai berfikir. “Apa yang terpenting dalam hidup ini? Atau lebih tepat apa yang terpenting dalam hidupku?” Aku membersihkan titik memori untuk mengambil sebuah pandangan. “Pertanyaan ini sangatlah sederhana. Namun jawabannya terasa
35 sulit bagiku. aku belum dapat menjawabnya dengan tepat. Siapa yang mengajari ayahku untuk menanyakan ini kepadaku. Aku yakin sebelum Ayahku menanyakanku dengan pertanyaan ini, Ayah pasti pernah ditanya dengan pertanyaan yang sama. Inti pertanyaan ini adalah kata “penting”. Sesuatu yang sangat penting bagi seseorang baik abstrak maupun tidak, manusia tersebut akan memperjuangkannya. Apa yang diperjuangkan? Perut, uang, jabatan, kekuasaan, kepuasan, seks, ilmu, kekuatan, atau kebahagiaan. Hmm. Ya, aku mulai mengerti. Perut adalah faktor utama kebutuhan. Tetapi aku yakin itu tidaklah yang terpenting. Bagaimana dengan uang. Salah satu penunjang manusia untuk mencari uang adalah perut. Jabatan lebih dekat untuk kekuasaan. Kekuasaan memberikan otoritas kebebasan untuk menentukan pilihan. Itu akan mendatangkan kepuasan. Namun kepuasan juga dapat dikaitkan dengan seks. Seks adalah kelamin. Kelamin hanya berjarak satu jengkal dari perut. Jarak satu jengkal bukan berarti adanya kemiripan. “bagaimana dengan ilmu. Ilmu adalah membentuk pola pikir. Apa yang dipikirkan? Bukan, bukan. Pola pikir adalah sebuah teori untuk melangkah dalam waktu. Tetapi pola pikir akan menjadikan orang menjadi kuat. Tetapi
36 dimana letak kebahagiaan. Tidak sama tingkat kebahagiaan orang buta dengan orang yang melihat. Begitu juga dengan yang lain. Tidak akan pernah sama. Terus bagaimana dengan diriku sendiri? “Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil ‘alamin. Sesungguhnya shalatku, hidupku, matiku, hanya untuk Allah Tuhan seru sekalian alam. Aku shalat lima kali dalam sehari. Itu aku lakukan saat aku hidup. Aku tidak lagi shalat ketika aku telah mati. Aku melihat dalam ayat tersebut bahwa shalat, hidup dan mati hanya untuk Allah. Allah Mahakaya. Allah tidak membutuhkan siapapun. Allah Esa. Tetapi kenapa Aku untuk-Nya? “Aku untuk-Nya”. Berarti aku ini adalah sebuah hadiah. Hadiah selalu sesuatu yang berharga. Aku pun menjadi berharga. Layaknya sebuah tanaman, tanaman butuh siraman air tetap segar. Sehingga tanaman dapat beraktifitas semaksimal mungkin. Shalat membuat aku merasa tenang. Allah berada sangat dekat denganku. Begitu juga dengan ibadah yang lain. Ya, ibadah adalah cara Allah untuk merawat hambanya agar hambanya menjadi sempurna. Tetapi ada ibadah yang sangat ingin aku rasakan. Pergi ke tanah suci. Niat ini membuat hatiku bergetar. Sabarlah Hasan. Kukatakan pada diriku
37 sendiri. Insya Allah dengan niat yang tulus aku akan sampai ketanah suci. Aku tersadar dalam kemelut pikiranku, bahwa kami telah kelewatan. Kamipun turun dan berjalan sejauh 500 meter hingga sampai kerumah. Esoknya canda tawa terjadi diwarung jualan Ibu. Kami semua membantu Ibu. Dan ketika sore tiba, saatnya aku dan Vienna balik ke kota. Dalam perjalanan pulang kerumah Vienna. Aku lebih banyak diam dan berfikir tentang segalanya. Terkadang aku merasa diamku menjadi anggapan sombong bagi orang. Tetapi sesungguhnya aku merupakan orang yang ramah kepada siapapun. Bukankah diam itu emas? Bukankah perkataan itu doa? Bukankah berfikir sebelum berkata itu baik? Terkecuali tulisan dalam lembaran kertas ini. Katakata mengalir cepat dalam otak yang selalu berimajinasi. Hingga aku tersadar bahwa dunia yang aku jalani setiap detik merupakan dunia yang nyata tanpa hayalan. Setelah usai SMU tibalah saatnya aku berangkat dari rumah. Tujuanku adalah Jogjakarta. Pada malam sebelum kepergianku, aku berbincang berdua dengan Vienna. Kami berbincang semua hal. Dari hal yang kecil hingga yang sangat besar dan tinggi sekalipun. Diakhir pembicaran, kami
38 sama-sama terdiam. Tiba-tiba Vienna menangis. Aku tak punya pengalaman untuk menenangkan perempuan menangis. Aku berkata padanya bahwa Aku akan selalu memberikan kabar setiap bulan telah sabit. Aku mengecup keningnya untuk pertama sekali, dan lama sekali. Entah dari mana Aku belajar bahwa mengecup kening seorang perempuan merupakan sebuah tanda kasih sayang dengan ketulusan. Oh iya, aku ingat. Aku belajar dari Novel. Sesampai dikota ini aku menemukan teman sejati. Teman sejati itu adalah dirimu sahabatku. Kepadamulah lembaran ini aku tujukan. Aku memiliki banyak kesamaan denganmu. Bahkan seperti yang engkau tahu, saat aku bercermin, Aku melihat ada dirimu dalam cermin tersebut. Ceritaku, ceritamu sangat mirip, bahkan dapat dikatakan sama. Aku akan kembali pergi untuk menemukan jati diriku sebagai manusia. Aku berjanji Aku akan kembali kepadamu sahabatku dengan banyak perbedaan. Dan kuharap perbedaan itu baik dimata Allah dan matamu sahabatku. Sahabatku, kemarin Kau bertanya kenapa sangat sulit tidur. Lembaran yang kutulis ini telah menjawabnya. Aku merindukan seorang Vienna yangs sangat Aku cintai. Kau tahu, semua bisa terjadi saat dua hamba Allah berlainan jenis
39 sering bertemu dan berbagi. Dan semua itu terjadi selama tiga tahun semenjak pertama sekali aku memijakkan kaki dirumah Paman. Disurat ini aku ingin Kau melanjutkan kisahku dengan Vienna. Aku melihat bahwa Kau lebih pantas untuknya. Dan Aku sangat yakin dia akan mencintaimu layaknya mencintaiku. Akulah cinta pertamanya. Tetapi aku tidak tahu jika kau bersamanya nanti, kau urutan yang entah keberapa. Begitu juga dengannya, dia entah urutan keberapa dalam sejarah cintamu. Tetapi ketahuilah sahabatku, cinta bukanlah angka yang diurutkan. Satu, dua, tiga, dan seterusnya. Tetapi cinta adalah cinta. (titik). Cinta tidak dapat dijelaskan dari mana datangnya, mengapa, dan untuk apa. Cinta datang tanpa rasionalitas yang jelas. Tetapi entah kenapa alasan perpisahan selalu menggunakan rasionalitas. Satu lagi yang ingin kupesankan dalam berhubungan kepadamu sahabatku, berkomunikasilah dalam kejujuran. Aku tidak ingin mengguruimu sahabatku. Sengaja aku melakukan ini karena Aku sangat mencintai Vienna. Dan ingin terus belajar mencintainya. Jika nanti kalian berdua bertemu, jadikanlah setiap pertemuan menjadi sebuah kesan yang indah. Buatlah pertemuan itu seakan-akan pertemuan itu pertemuan yang terakhir. Agar totalitas dirimu dapat kau berikan. Sampaikan juga SELAMAT
40 ULANG TAHUN dariku untuknya bila telah sampai 9 Desember nanti. Jika Kau dapat memenuhi permintaanku, aku akan sangat berterima kasih kepadamu sahabatku. Satu lagi yang harus kita teruskan. Pertanyaan dan paparan jawabannya telah aku tuliskan. Saat kita bertemu nanti, kita akan memperbincangkannya lagi. Aku yakin apa yang terpenting dalam diriku tidak sama dengan dirimu. Aku yakin kau pasti dapat menjawabnya. Sekali lagi, jangan cari aku. Pencarianmu akan sia-sia. Akulah yang akan mencarimu nanti. Aku menemukanmu. Aku yakin itu.
pasti
akan
Sampai bertemu lagi sahabatku. Aku akan pergi untuk membuat sebuah hasil karya yang kontroversi. Aku tidak tahu apakah aku akan dibenci oleh orang banyak setelah selesainya karya ini. Sekali lagi, aku tidak perduli. “Orang miskin bawaannya nekat”. Aku akan menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya terjadi. Dunia ini telah kacau. Seperti diskusi kita kemarin. Akhir kata dariku. Wassalam. Yakin Usaha Sampai
41
Terserah Kepadamu Hei hasan. Terserah, apa kau mau pergi atau mau pulang kembali bersahabat denganku. Aku menjadi heran mengapa kau jadi sok pahlawan begini. Kau ingin memesankan kepadaku untuk menemukan Vienna dan dapat mencintainya. Tahukah engkau bahwa cinta itu tidak dapat dipaksakan. Aku akan memberikan konsep cinta kepadamu. Cinta adalah sebuah konsep universal. Untuk mncapai kesana kau harus melewati cinta personal. Ingat, cinta personal tidak harus pacaran. Oh, iya, apakah kau tahu arti pacaran yang sebenarnya. Pacaran adalah sebuah proses untuk memasuki pernikahan. Sebenarnya kata pacaran tidak lagi tepat dalam konsep agamaku. Lebih tepat jika aku mengatakan perkenalan. Baiklah, karena saat bercermin yang kulihat adalah dirimu aku tidak akan sungkan-sungkan untuk berkata terbuka dan agak sedikit kasar. Lihatlah para remaja sekarang. Banyak sekali orang yang berpacaran melakukan hubungan yang tidak tepat. Mereka melakukan hubungan yang dilakukan suami istri. Mereka terjebak kedalam konsep cintamu, bukan konsep cintaku. Memang benar bahwa setiap orang butuh seks. Termasuk juga aku. Tetapi
42 ketahuilah hasan, seks adalah pelengkap. Sama seperti kebutuhan perut. Seks adalah cara untuk melanjutkan keturunan. Perut adalah cara untuk bertahan hidup. Bagaimana jika orang melakukan seks, tidak ada kebahagiaan dalam dirinya. Seks tidak akan terasa nikmat. Seks berubah menjadi boomerang. Begitu juga makan. Tidak akan terasa nikmatnya makan jika suasana hati tidak bahagia. Sudah jelaskah semuanya bagimu. Semua mengerucut kepada hati. Hati yang baik adalah hati yang dipenuhi dengan rasa cinta. Cinta yang universal tentunya. Rasulullah saw telah berhasil menunjukkan cinta universal. Bagaimana cara dia hidup hingga bisa mencapai cinta universal? Aku rasa bukan saatnya lagi aku menerangkan kepadamu tentang sejarah hidup Rasulullah. Engkau dapat membeli dan membacanya di toko buku manapun. Jika memang engkau tidak memiliki cukup uang, aku sarankan engkau untuk datang ke perpustakaan. Aku rasa kau belum juga paham maksudku Hasan. Baiklah, contoh sederhana akan aku berikan kepadamu. Aku akan mengambil konsep dalam pernikahan. Saat kita menikah, dua keluarga yang berbeda akan menjadi satu. Disinilah cinta universal dibuktikan. Kita tidak memiliki satu
43 keluarga lagi. Melainkan dua. Dapatkah kita menerapkan keadilan kita terhadap keluarga kita? Tidak ada kata “Tidak”. Kita harus berbagi secara adil kepada kedua keluarga. Selisih paham yang terjadi harus diselesaikan. Mungkin ini hanya konsep. Maklum karena aku sama sepertimu Hasan. Sama-sama masih bersayap satu. Tetapi karena aku telah memiliki konsep yang akan aku terapkan, maka aku nantinya akan berjalan dengan lebih mudah. Jadi aku dapat memikirkan sesuatu yang lebih besar nilainya. Saudara, teman, kawan, dan Hasanku. Kenapa kau tidak mencantumkan namaku disuratmnu yang lalu. Masih ingatkah kau namaku. Atau kau sengaja tidak mau menyebutkan namaku. Ah, kau memang manusia yang sombong. Terpaksa dalam ocehanku kali ini aku tidak dapat menyebutkan namaku. Saudara, teman, kawan, dan Hasanku. Kepergianmu telah membuat berang hatiku. Sebenarnya kepergianmu tidak terlalu aku risaukan. Karena kau punya jalan dan rezekimu sendiri. Dan kau kini telha tumbuh dewasa. Yang kupermasalahkan disini adalah kau telah membawa tas ranselku. Tas itu berisi bunga mawar dan sehelai kertas. yang ingin kuberikan kepada Vienna. Dia ulang tahun
44 tanggal 9 desember ini. Maaf aku membohongimu. Aku selalu berkomunikasi dengan dia. Karena aku tahu nantinya kau cemburu dan patah hati, karena aku lebih tampan dan lebih bijaksana darimu. Oh iya, ternyata kau tidak jadi membuat sebuah karya yang kontroversial. Kau malah menjadi seorang pianist. Kau menjadi cengeng. Kau menjadi tak punya pendirian. Bukan Hasan seperti inilah yang aku kenal. Aku mendengar kabar bahwa bulan depan kau akan berangkat ke jerman. Bukan Vienna yang akan menemuimu. Akulah yang akan menemuimu. Aku akan menghajar kepalamu. Semoga saja saat kita jumpa aku tidak semarah seperti sekarang. Jika mawar tersebut hancur dan remuk, aku akan betul-betul memberikan perhitungan denganmu. Dan jika helai kertas tersebut terkena hujan dan luntur, aku akan membunuhmu. Aku akan membunuhmu. agar kau tetap selamat sampai ke jerman, aku sarankan kau untuk tetap menjaga helai kertas tersebut. Kau harus membawa keduanya saat aku berjumpa denganmu. Ingat baik-baik, jangan sampai salah. Helaian kertas tersebut bertuliskan:
45
46
Bunga Mawar Aku termasuk orang yang menyenangi bungabunga. Aku telah lama mempelajari seluk beluk setiap kuntum. Bunga tulip, mawar, Alaska, daun pinus, daun cemara, kembang sepatu, dan masih banyak lagi lainnya. Namun tetap saja yang memiliki rahasia yang dalam hanyalah bunga mawar. Atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan nama rose. Flower of rose. Bunga mawar sendiri memiliki empat warna yang sering dijumpai. Merah, putih, pink, dan kuning. Engkau mungkin belum pernah mencium wangi bunga mawar saat mereka mulai mekar. Wanginya tidak akan pernah sama dengan bunga yang lain. Bahkan parfum-parfum alkohol yang dibuat orang-orang frank sekalipun tidak akan sanggup menyamainya. Inilah anugrah Allah yang diberikan kepada bunga-bunga mawar yang ada dihadapanku setiap hari. Aku selalu memegang lekukan setiap lembaran bunga mawar. Lembut kulitnya serasa mengelus hatiku yang rindu akan belaian sebuah cinta yang penuh dengan kasih sayang. Aku juga memegang daunnya yang sedikit kasar. Aku mengikuti setiap garisnya seakan aku mengerti bagaimana jalan hidupku beberapa jam kemudian. Namun entah mengapa aku tidak mau lagi
47 memegang batangnya setelah pernah tertusuk sekali. walau tidak berapa sakit, namun tusukan durinya masih membekas hingga sekarang. Inilah aku. si penjual bunga. Sang penjual keindahan alam yang kami renggut untuk mengambil sedikit keuntungan untuk melayani orang–orang yang lagi kasmaran. Hingga membuat bunga ini serasa sangat kesepian. Hanya akulah yang menemaninya. Ya, hanya aku yang menemaninya. Namun aku sangat mengkritisi pelukis-pelukis yang menggambarkan bunga mawar tanpa mengikutkan durinya. Bunga mawar menjadi kehilangan sejatinya. Karena sejatinya terletak pada bunga, daun, dan duri. Dengan menghilangkan salah satu diantaranya, mawar tidak lagi anggun dan penuh dengan misteri. Benar perkataan salah seorang penyair yang bernama Hasan, bahwa “seorang penjual bunga bernasib sama seperti seorang badut. Mereka memberikan kesenangan terhadap para pembeli, namun sebenarnya mereka cemburu, sakit, dan terluka. Cemburu karena mereka hanya dapat memberikan kesenangan. Sakit karena cemburu ini datang berulang kali. Hingga akhirnya terluka karena himpitan perasaan yang tak kunjung datang berbalik kearah mereka.”
48 Inilah hidup yang kujalani seriap harinya. Awalnya aku merasa sangat senang dengan ini semua. Aku dapat melihat dari mekarnya bungabunga sampai bunga itu layu dan membusuk dan terpaksa harus kubuang. Namun karena ini aku rasakan setiap hari tanpa ada variasi, aku menjadi bosan, jenuh, dan jemu. Bahkan bunga yang berada didepanku menjadi pemicu rasa gundahku. Inilah yang namanya rutinitas. Aku terjebak didalamnya. Tetapi karena aku belum mampu melawannya, aku hanya diam dan melalui hari apa adanya. Baiklah, mungkin katakataku diatas masih tergolong rumit hingga penyebab kebosananku menjadi sedikit membingungkan. Aku akan memberikan sedikit penjelasan. Bagaimana nilai segelas air bagi orang yang sedang berjalan dipadang pasir dan Ia sedang sangat kehausan. Segelas air menjadi sangat berharga. Namun bagaimana nilai air bagi orang yang memiliki air melimpah, dimana air tersebut dapat dibuat untuk mandi, mencuci, dan minum sepuasnya. Sekarang sudah sedikit lebih jelas bukan? Selama ini aku hanya melihat lelaki dengan senyum simpul yang keluar dari hatinya ketika membeli kuntum-kuntum yang terjaja. Aku menghias dan mencampurkannya sesuai dengan pesanan. Aku
49 menambahkan sedikit rerumputan untuk melengkapi keindahannya. Lalu aku membungkusnya dengan plastik transparan agar kelihatan lebih indah dan anggun. Aku membayangkan betapa bahagianya perempuan yang diberikan bunga yang kuhias itu. Dan aku tahu dari senyum yang tersimpul dari para lelaki, mereka sangat senang bahwa mereka akhirnya mampu menunjukkan betapa romantisnya dirinya. Namun ketahuilah, aku tidak pernah menerima bunga-bunga yang selalu kurangkai. Inilah yang membuat aku gundah. Aku ingin merasakan perasaan itu. Hingga tepat suatu pagi, ada seorang lelaki yang melewati toko bungaku tiga kali. Terlihat wajah yang ragu dan pemalu. Sepertinya dia pertama sekali membeli bunga. Perawakannya termasuk dalam kategori tampan. Tingginya tidak seberapa. Mungkin 170 cm. Dia berhenti turun dari sepeda motornya dan tersenyum kepadaku. Ternyata senyumnya manis juga. Dia lelaki yang sering tebar pesona. Oh bukan, dia lelaki yang ramah. Dia bertanya berapa harga setangkai bunga mawar merah. Aku pun menjawab Rp. 2000,-. Dia kembali bertanya bisakah aku merangkaikan bermacam-macam bunga yang lain untuk menemani bunga mawar. Aku menjawab bisa dengan secepatnya menentukan harga Rp. 30.000,-. Ternyata
50 harga tersebut terlalu mahal buatnya. Dia hanya meminta dirangkaikan dengan harga Rp. 20.000,-. Aku setuju. Sembari memilih mawar yang masih segar, aku melihat tingkah gerakgerik lelaki ini. Lelaki ini mencabut mengambil rokok dari saku bajunya dan mulai tersenyum. Dapat kupastikan bahwa Dia sedang berkhayal. Aku ikut tersenyum. Aku tidak mengganggunya meskipun aku ingin berkenalan dengannya. Aku membiarkan khalayannya, mumpung berkhayal itu gratis. Karena sebentar lagi Indonesia ini akan berubah menjadi sangat komersil. Bisa jadi berkhayal pun menjadi tidak gratis lagi. 15 menit bunga itu telah terangkai dengan indah dari tanganku yang mahir dan terlihat puas dari wajah dilelaki. Dia memberikan uang Rp. 50.000,-. Aku mengatakan apakah tidak ada uang pas? Tetapi dia menjawab uangnya tinggal itu. Aku langsung menukarkan kewarung sebelah dan segera kukembalikan uang lebihnya. Ada yang membuat aku harus mengingatnya, dia tersenyum tak henti dan berulang kali mengucapkan terima kasih kepadaku. Aku heran sehebat itulah cintanya kepada orang yang akan menerima bunga yang kurangkai. Hingga menentukan sikapnya terhadap orang seperti aku, aku yang belum dikenalnya.
51 Entahlah, aku tidak perduli. Yang kulihat bahwa aku sekarang merasa kesepian setelah lelaki itu pergi menjauh dari pandangan. Penyesalan datang menghampiriku. Berlanjut datang sepi. Apa yang terjadi pada diriku. Disinilah sisi keperempuananku keluar. Air mata mulai menetes dari pelupuk mataku. Aku rasa aku butuh teman. Aku merasa sangat kesepian. Kepada siapa kiranya aku mendapatkan solusi apa yang terjadi pada diriku. Aku sendiripun tidak tahu. Tetapi aku yakin bahwa bukan aku saja merasakan seperti ini. Aku yakin hampir semua perempuan merasakan ini. Bahkan bisa jadi hampir semua manusia merasakan ini. Hatiku bertanya – tanya. Aku menghela air mata saat pembeli datang lagi. Sembari memberikan senyum ku yang anggun. Seperti biasa, aku merangkaikan sesuai pesanan. Setelah itu pembeli meminta untuk dituliskan sebuah kata – kata puisi sebagai pelengkap.
Bisakah aku membelaimu selembut awan membelai bumi. Meskipun terasa sangat sulit, aku akan mencoba.
52 Kamipun serah terima transaksi. Setelah itu aku kembali duduk dan melihat orang berlalu-lalang didepanku. Pandanganku kosong. Aku tak kenal satupun orang yang melintas. Namun tiba-tiba kekosongan itu menjadi tersadar saat satu orang lewat dengan membawa banyak buku yang terbungkus dalam plastic transparan. Refleks suaraku memanggil “Mas…!!!” Aku menutup mulutku karena malu sambil tersenyum. Lelaki itu datang menghampiriku, “Ada apa ya mbak…” seru lelaki itu terheran. Aku malu untuk bertanya kepadanya. Tetapi karena ia telah datang kepadaku, maluku menjadi berkurang. “Banyak sekali bukunya mas? Apa saya boleh lihat buku-buku apa saja itu?” “oh, silahkan mbak.” Aku langsung mari masuk kedalam untuk mengambil bangku. Lelaki itu pun dengan semangat mengeluarkan buku-bukunya. “Sebenarnya buku ini baru saya beli mbak. Tetapi karena mbak terlihat semangat dengan bukubuku saya. Sama-sama kita buka la bungkusnya mbak.”
53 Aku rasa aku telah mengganggu perjalanan lelaki ini. Aku mengambil air putih untuknya. Aku langsung ke inti pokok masalah. “Sebenarnya aku hanya meminta saran dari mas. Buku apa ya yang bagus?” Lelaki itu tersenyum. “Banyak buku yang bagus mbak. Semua buku bagus. Semua buku mengandung setetes ilmu. Tetapi harus hati-hati lho. Banyak juga buku yang tidak ada tetes ilmunya” “Lho kok bisa gitu?” Aku menjadi bertambah bingung. “Jadi aku beli buku yang gimana dong mas?” “sesuai dengan kebutuhan. Saya pernah mendengar bahwa perasaan penjual bunga sangat dalam. Lebih baik mbak sering membaca cerpen atau novel. Ini saya punya buku kumpulan cerpen. Penulis baru. Saya kenal dia.” Lelaki itu mengambil buku didalam tasnya. “Ini dia. Judulnya “Vienna”. Buku ini diberikan kepada orang yang ingin dicintainya saat perempuan itu ulang tahun yang kesembilan. Romantis, nakal, dan asal, serta berisi menjadi cirri khas buku ini.” “Saya harus beli dimana buku ini?” tanyaku seolah—olah aku akan membelinya. Padahal belum tentu.
54 “Mbak gak perlu membelinya. Buku ini untuk mbak. Kalau saya tinggal minta saja kepada pembuatnya. Itu photonya ada discover belakang.” “Hah…” Aku terkejut. Mengapa dunia terasa begitu kecil sekarang. Lelaki inilah yang tadi membeli bungaku. “Hmm, terima kasih mas. Sampaikan salam terima kasih saya sama penulis. Dan sampaikan juga kepada penulis untuk menyampaikan selamat Ulang tahun kepada wanita itu.” “Namanya Vienna” kata lelaki itu. “Ya, Vienna. Selamat tersenyum riang.
Ulang
Tahun”
Aku
“Oke mbak. Saya balik dulu ya. Sebenarnya buku ini semua buku penulis buku itu” Sembari menunjuk buku yang kupegang. “Assalamualaikum mbak.” “Wa’alaikum salam mas. Terima kasih mas.” Dia tersenyum dan berlalu dari hadapanku setelah beberapa saat. Aku akan membacanya setelah sampai dikamarku. Setelah membereskan pekerjaan rutinitasku yang membosankan.
55
Jangan Ikuti Langkahku Tik..tik.. Air mulai membasahi perahuku yang kecil. Layar yang terkembamng pun kini mulai basah. Aku bimbang untuk memutuskan pulang atau melanjutkan pencarianku. Aku memberikan pilihan atas diriku sendiri. Aku pulang, anak istri tidak dapat makan. Aku lanjukan mencari, namun perasaanku tidak begitu enak. Untuk sementara aku memandang sekitar sambil menunda keputusan yang kubuat. Huh, bukannya menunda sesuatu itu menyenangkan. Tetapi penyesalan selalu datang belakangan. Kurasakan rintik hujan semakin deras membasahi raut wajahku yang mulai keriput. Air hujan di air asin sangat berbeda dengan didaratan. Air hujan disini sangat keras. Membuat kulitku tampak tua dan keriput. Dan sesungguhnya aku pun memang sudah tua. Aku merasa terlalu larut dalam pilihan untuk pulang atau melanjutkan pencarian hingga aku terkejut ketika mendengar kuatnya klakson dari sebuah kapal. Kapal itu hitam. Perlahan otakku mulai sadar bahwa kapal itu sangatlah besar. Ya, itu kapal tengker. Aku galau. Aku terjebak dalam pilihan yang sebenarnya aku sering lalui. Aku terlalu lama
56 berkubang dalam pilihan tersebut. Secepat itu pula otakku mulai berfikir untuk menyelamatkan diri. Reflek tanganku mengambil dayung yang berada satu hasta dari jangkauanku. Kudayung cepat-cepat agar perahuku mundur. Semua tenaga kukerahkan. Terus kukerahkan. Hingga akhirnya aku dapat melihat badan kapal dengan jelas berada didepanku. So pasti aku tidak jadi tertabrak. "Alhamdulillah" ucapku. Mulai terasa jantungku berdebar sangat kencang. Aku hampir mati. Aku hampir tertabrak. Setelah beberapa saat, mulailah mereda jantungku berdebar. Hatiku sangat bersyukur. Ternyata aku yang sangat sering meninggalkan perintah-Nya, masih menyayangiku. Hatiku mulai merasa tenang. Tetapi tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. "ombak" Setelah kapal lewat, ombak yang dihasilkan oleh kapal sangat besar. Sehingga sangat mungkin untuk membalikkan perahu kayuku yang sudah renta. Firasatku benar. Perahuku oleng dan hilang keseimbangan. Dan. Dan. Dan.
57 Byur… Aku mulai masuk ke dalam laut lepas. Aku melihat perahuku perlahan mulai tenggelam. Oh, tidak. Bagaimana makan untuk keluargaku esok. Oh, tidak. Mengapa aku masih memikirkan mereka. Mengapa nyawaku terasa sangat dekat sekarang. Aku mencoba untuk menyelamatkan diri. Namun telingaku mendengar suara. "toloong" "toloong" Ya, aku kenal suara itu. Aku mengenalnya sejak kecil. Itu adalah suaraku. Aku tidak menyangka mulutku menyuarakan itu. Sejenak kemudian aku teringat akan semua dosa, hutang-hutang, dan kesalahan yang sering kuperbuat. "toloong" "toloong" Sembari menggerakkan seluruh anggota tubuh untuk bergerak kepinggir, suaraku mnyuarakan bantuan lagi. Refleks pita suaraku bekerja, meskipun aku tahu tidak ada yang mendengar. Tapi biarlah. Naluriku untuk hidup masih terlalu tinggi. Aku masih ingin bertemu dengan keluargaku. Namun sekarang, kakiku mulai terasa lelah. Mataku melirik jauh diantara air yang berpercikan, ternyata daratan masih
58 sangat jauh. Melihat kengerian ini, barulah kali ini pita suaraku diperintah oleh otak secara sadar. "tolong" "tol..." "upgh..." "pluulululuup" Tidak ada yang menolongku. Akh, air ini sangat asin. Semakin kuminum semakin terasa haus. Aku tak sanggup lagi. Otakku mulai tak terkontrol. Otakku tak bisa berfikir lagi. Kakiku bergerak semakin kencang untuk mengembalikanku kepermukaan. Mataku sungguh perih. Fisikku yang sudah tua tak mampu lagi bertahan. Dadaku terasa sangat panas. Mungkin itu daerah paru-paru. Paruparuku akan pecah. Telingaku pun kini mendengar suara yang sangat mendenging yang membuatnya terasa sangat ngilu. Inikah ajal? Apakah benar ruh ku akan berpisah dari jasad? Sungguh, ini sangat sakit sekali. Inilah kematian orang yang malas untuk shalat. Jika aku dapat mengulang waktu, aku akan mengabdikan hidupku kepada Allah swt. Sungguh, ini sangat sakit. Sudah cukup bagiku untuk merasakan ini hanya sekali.
59 Jika benar aku mati, maka ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Aku ingin menceritakan pengalaman ini kepada kedua anakku yang tolol, tak tahu sopan santun, dan sangat nakal. Huh, sudah pasti ini hanyalah hayalan belaka. Orang mati tidak dapat berbicara kepada orang hidup. Hidup? Apa itu hidup? Sangat disayangkan sekali aku terlebih dahulu berbicara dari orang buta yang ada dibelakangku. Orang buta yang berbicara tentang arti hidup. Aku merasakan ketidakadilan. Namun aku sadar, rontaku tidak akan diperdulikan. Tidak ada yang manusia yang akan menolongku. Kemana juga ikan lumba-lumba yang katanya selalu menolong orang yang tenggelam dilaut. Itu semua dongeng. Dongeng yang sering kusuarakan saat aku mabuk bersama dengan teman-teman judiku. Begitulah, penyesalan selalu datang dibelakang. Penyesalan selalu tidak berguna. Aku terlambat untuk antisipasi. Aku terlambat untuk belajar hidup. Hatiku lebih keras dari batu. Selamat jalan semua saudaraku. Aku telah berpisah dari jasadku. Sangat sakit rasanya.
Untuk istriku, janganlah kau sesali pertengkaran kita tadi. Maaf, aku tak dapat lagi menemanimu membimbing semua anak-anak nakal kita.
60 Setelah ini, aku tidak lagi memikirkan dirimu. Aku sekarang sibuk memikirkan diriku yang akan disiksa karena perbuatan kotorku. Untuk anakku, meskipun kalian sangat nakal dan tolol, aku sangat menyayangi kalian. Selepas pergiku, janganlah kau mengikuti jejakku. Aku membutuhkan kiriman doa. Untuk teman anakku, Hasan, aku sangat berterima kasih atas petikan gitarmu yang syahdu. Aku menjadi selalu terlambat pulang kerumah. Yang akhirnya istriku selalu marahmarah kepadaku. Dan memang istriku pemarah. Aku heran, apa dia tidak lelah marah-marah terus. Hasan, aku titip juga selamat ulang tahun kepada orang yang ingin kau cintai, Vienna. Aku rasa dia cocok untukmu. Itu telah datang mahkluk berwarna putih menghampiri jasadku. Itu bukan malaikat dan bukan pula iblis. Itu adalah ikan paus yang akan memakan jasadku. Oh, sangat kasihan jasadku. Selamat tinggal semuanya. Selamat tinggal semuanya.
61
Jalan Gajah Mada Tempatnya Sungguh bodoh manusia akhir zaman ini. Meskipun aku tidak tahu kapan zaman akan berakhir, namun aku sudah dapat melihat tandatandanya. Seminggu sudah aku berkeliling dikawasan Indonesia yang dikatakan memiliki jumlah Islam terbesar didunia, namun banyak diantara mereka yang tidak mengenal bagaimana Islam yang sebenarnya. Banyak timbul aliran-aliran baru dalam Negara ini. Sekali lagi aku bilang bodoh. Sudah tahu Muhammad SAW adalah Nabi sekaligus Rasul terakhir dari umat Islam, dan ajarannya juga jelas dari AlQur’an dan Hadist, masih saja percaya dan mencoba untuk percaya dan merasa bahwa ada nabi setelah Rasulullah. Sebagian orang yang menentangnya dengan melakukan kekerasan untuk menghentikan ajaran-ajaran yang kusebut bodoh tadi. Kekerasan memang harus dilakukan bilamana cara yang lembut telah ditempuh. Apa mereka tidak belajar dari Muhammad SAW? Mayoritas umat Islam kini telah jauh melenceng dari jalan yang diajarkan oleh Muhammad SAW. Sudah barang tentu itu akan meringankan tugasku dan prajuritku. Aku secara pribadi sangat memuji ahklak Rasul umat Islam tersebut. Budi pekertinya, sopan
62 santunnya, penghambaannya kepada Allah SWT, dan lain sebagainya. Baiklah, sekarang aku akan menceritakan beberapa contoh yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Yaitu istinjak. Aku tak tahu apakah manusia-manusia ini tidak belajar bagaimana istinjak yang benar? Kebanyakan kaum lelaki kencing berdiri. Padahal jika mereka kencing jongkok-sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah-, air kencing yang mereka anggap najis tersebut tidak tersisa disaluran penisnya. Dan secara otomatis, air kencing yang tersisa tersebut akan keluar tanpa sadar dan mengenai celana dalam mereka. Celana itupun dibawa mereka dalam shalatshalat mereka. Tetapi begitulah, mereka banyak yang kencing berdiri. Air kencing yang keluar dari kelamin mereka akan menjadi mandi prajuritprajuritku. Tetap saja aku dan prajuritku menjadi beruntung. Aku telah lama berkenalan dengan Muhammad SAW. Beliau adalah suri tauladan yang baik bagi manusia. Jika seluruh umat manusia dimuka bumi ini mengikuti jalan Beliau, maka kerja kami tidak akan setenang seperti sekarang ini. Lihatlah, prajuritku sekarang hanya merokok, dan meminum minuman keras diwarung dan cafécafé busuk yang manusia hedon
63 anggap megah. Prajuritku juga tertawa terbahakbahak diwarung-warung remang tempat pelacuran. Mau tidak mau Aku juga tertawa kala menyaksikan itu semua dan berucap “BODOH… BODOH… Dasar manusia adalah Mahkluk yang Bodoh”. Itulah sebabnya kunjunganku kemari untuk membuat sebuah markas di jalan gajah mada Jakarta. Kalian tahu dijalan gadjah mada ada apa? Ya, disana ada tempat manusia banyak melakukan perbuatan yang sering menjadi rujukan kala manusia ingin sesuatu yang kami sebut dengan kesenangan sesaat. Disana terdapat sebuah diskotik megah yang membuat manusia berpikiran pendek sangat ingin kesana. Dan ketika mereka telah pernah kesana, mereka akan ingin kesana lagi, lagi dan lagi. Tarikannya sangat besar. Disana banyak gadis-gadis seksi yang siap untuk menanggalkan bra untuk memperlihatkan betapa seksinya dan idealnya payudara miliknya. Payudara mereka siap dipegang dengan cara menyelipkan uang dibelahannya. Atau dengan memasukkan uang kedalam celana dalam penari-penari. Disana juga banyak minuman yang membuat manusia melayang ketempat yang tinggi. Melayang bersama nafsu birahi yang menggila. Sungguh, melihat mereka membuat aku bersama-temanku tertawa terkekeh-
64 kekeh. Mereka berhasil kami buat menjadi bidakbidak catur kelicikanku. Tetapi kerja kami lebih berat disini dibandingkan dengan temanku yang berada di Negara barat. Orang-orang barat sudah memang menjadi teman kami selama mereka masih tidak mengikuti jalan Rasulullah SAW. Kalian dapat melihat kelakuan orang-orang kafir yang berada di Negara barat tersebut. Cara mereka berhubungan seks sama seperti binatang. Bahkan aku melihatnya lebih buruk dari binatang. Binatang tidak memasukkan kelaminnya kedalam lubang tempat buang tinja. Tetapi aku sering melihat orang-orang kafir barat melakukannya. Dan yang anehnya mereka merasa sok senang dan sangat bergairah begitu mereka melakukannya. Mereka merasa menang. Mereka merasa puas. Ada lagi yang membuat aku heran dengan orangorang yang berhubungan dengan semama jenisnya. Manusia menyebutnya “Gay-untuk sesama lelaki” dan “Lesby-untuk sesama perempuan.” Aku rasa memang ada kelainan di jiwa mereka. Di Al-Qur’an telah tercatat kejadian kaum Luth beserta kehancuran kaumnya. Aku melihat dengan mata dan kepalaku bagaiman batu-batu jatuh dari langit bagai air hujan yang sangat
65 lebat. Siapakah yang dapat mengelak dari keadaan tersebut. Kenapa manusia tidak mau belajar. Sangat wajarkan aku bilang mereka bodoh? Mungkin belum sampai pelajaran ini kepada mereka. Tetapi salah mereka juga kenapa mereka tidak mencoba untuk belajar. Oh, maaf. Aku hampir lupa bahwa mereka tidak mau belajar karena godaan dari prajurit-prajuritku yang militannya bukan main. Mereka tidak akan lepas dari godaan kami. Sedetik, atau lebih tepatnya sepersekian detik sekalipun. Memang manusia adalah kaum yang bodoh. Cuma kami yang pintar. Dan memang begitulah kenyataannya. Tetapi memang begitulah kami. Kesombongan itulah yang membuat kami diusir dari Surga. Bagaimana mungkin kami bisa tunduk kepada seorang manusia yang tercipta dari tanah. Sedangkan kami terbuat dari api. Sudah tahukah kau siapa diri kami sebenarnya? Pelukis selalu menggambarkan kami dengan buruk. Padahal mereka belum tentu tahu wujud kami yang sebenarnya. Ketahuilah, kami dapat berubah bentuk sesuai dengan keinginan kami. Perkenalkan, Aku adalah Panglima Iblis yang bertugas untuk memimpin prajuritku untuk wilayah timur. Kami akan membuka markas baru yang sangat besar dijakarta. Tepatnya dijalan Gadjah Mada. Hati-hatilah,
66 jangan mencoba untuk masuk. Prajuritku sangat militan. Karena prajuritku lebih tua dan berpengalaman dibandingkan kalian umat manusia. Karena Penduduk Indonesia adalah penduduk yang sangat labil, maka alasan ini juga yang membuat aku membuat maskas disini. Aku menyuruh prajuritku untuk membisikkan kepada kepala keuangan yang memiliki kekuasaan digedung-gedung megah untuk mengambil sedikit uang yang ada dibrankas. Setelah berhasil kami goda, kami akan cuci tangan dan secepatnya pergi untuk mencari mangsa yang lain. Karena manusia adalah mahkluk yang dapat berfikir, kami selalu menyusupi pikirannya dengan menganggap perbuatan kotor menjadi perbuatan yang baik dan pantas dilakukan. Karena itu adalah jasa yang pantas diterima oleh manusia. Dan kami berhasil. Tetapi tidak selalu berhasil. Kaum-kaum muda di Indonesia ini sangat kuat. Tetapi lemah terhadap yang namanya wanita. Disinilah kami masuk untuk menggoda semua wanita agar membantu kami menjalankan misi kami. Aku memberitahukan bahwa aku sebagai panglima tidak sanggup menggoda manusia manakala dia dekat
67 dengan Allah. Sekali lagi berhati-hatilah. Perbaikilah selalu niatmu wahai manusia. Jangan menjadi temanku. Karena aku sangat berbahaya. Aku bukan tipe teman sejati. Aku penghianat. Sedangkan dengan Allah saja aku menjadi pembangkang, apalagi dengan engkau kaum manusia. Kaum yang lemah dan bodoh. Ha.. Ha.. Ha.. Ups. Jangan mengajariku tentang tauhid. Aku pernah melihat Allah saat aku diciptakan. Aku juga pernah merasakan surga. Aku juga dapat mengajarimu tentang ilmu tauhid. Tetapi aku tidak akan mau. Karena jika engkau kuajari, maka aku tidak akan memiliki teman dineraka nanti. Ya, inilah misi kami yang sebenarnya. Eh, apakah kau percaya akan surga dan neraka. Jika kau beriman kepada Kitab Allah-Taurat, Injil dan Al-Qur’an, maka engkau tidak akan menyangsikannya. Aku tidak ingin terlalu banyak bicara, karena aku banyak pekerjaan. Pesanku terhadap manusia sekarang adalah belajarlah dan amalkanlah ilmu yang telah dipelajari. Aku dan prajuriku telah siap berada didepan, belakang, samping kanan dan kiri untuk menyelewengkan pikiranmu tentang semua hal. Kami akan terus menggoda kalian. Kami akan terus
68 menggoda. Jika kalian mencoba memperbaiki sebuah niat. Kami akan membelokkannya. Begitulah seterusnya. Kita akan terus berperang sampai hari akhir. Kami tidak perduli, baik itu kyai, ulama, pemikir, ahli ibadah. Semua akan kami goda sampai hancur dunia ini. Karena dunia ini adalah perang. Ya, dunia adalah perang.
69
Berfikir Pelita Hati Benarkah bahwa kebutaan sebuah bencana? Untuk orang seperti aku, kini buta bukanlah sebuah bencana. Buta menjadi sebuah kebiasaan. Tongkat yang selalu bersamaku kini menjadi teman sejati layaknya bayanganku untuk menjalani hidup. Mungkin dalam kisah ini aku tidak akan menceritakan apa yang terjadi pada diriku hingga aku bisa buta seperti ini. Terlepas dari itu semua, aku ingin berterima kasih kepada tongkatku. Tongkat yang selalu bersamaku kemanapun aku pergi. Atau lebih tepatnya kemanapun aku hidup. Hidup. Apa sebenarnya hidup? Apa tujuan hidup? Pertanyaan ini sangat bersifat filsafat. Apakah anda senang dengan pertanyaan-pertanyaan filsafat seperti diatas? Terus terang, senang atau tidak senang, dengarkanlah terus kisah ini. Filsafat bukanlah sebuah teori yang harus dihindari. Filsafat juga bukan sebuah ilmu yang berat. Filsafat hanyalah wadah. Wadahnya adalah pikiran. Dasar filsafat adalah berfikir. Sedangkan berfikir belum tentu filsafat. Memang benar, efeknya kita dapat menisbikan segala sesuatu. tetapi itulah hanyalah awal. Awalnya, otak terasa akan tercuci
70 oleh sesuatu yang baru. Karena terus menerus mengejar sesuatu yang baru, maka sesuatu itu akan terjawab. Baiklah, mungkin ini terasa agak rumit. Aku akan mengambil sebuah kasus. Sebuah pertanyaan,seperti yang kita tahu, sangat jarang sekali orang salah dalam melontarkan pertanyaan, tetapi lebih sering orang salah dalam menjawab pertanyaan. Kenapa bisa begitu? Pertama, pertanyaan akan memiliki banyak jalan untuk sampai pada jawaban yang benar. Kedua, jika pertanyaan terlalu sulit, maka pertanyaan itu menjadi tertunda. Akan tetapi, dari sekian banyak orang yang hidup didunia ini, peluang orang untuk melontarkan pertanyaan yang sama sangatlah besar. Jadi dengan terulangnya pertanyaan tersebut–walau sesulit apapun–maka akan lahir jawaban yang benar. Sekarang kembali ke pertanyaanku yang pertama. “Apa sebenarnya hidup ini?” aku ingin tahu apa yang engkau pikirkan saat pertanyaan ini timbul. Tetapi sayang sekali, komunikasi ini hanya satu arah. Aku tidak dapat membaca apa yang engkau pikirkan. Jadi maaf, engkau hanya dapat mendengar apa yang aku pikirkan tentang arti hidup.
71 Hidup. Hidup. Hidup. Ada hidup ada mati. Hidup dulu baru mati. Kapan pertama sekali aku dikatakan hidup. Pertama sekali aku dikatakan hidup saat ruh dan jasad bersatu, yaitu ketika aku lahir. Mati, belum pernah kulalui. Tetapi aku tahu bahwa ini akan terjadi padaku seperti yang sering kudengar. Hidup dan mati adalah sebuah pasangan yang sangat serasi. Aku dapat sedikit menyimpulkan bahwa hidup adalah konsep yang luas. Sangat luas. Dikatakan luas karena hidup berhubungan dengan banyak pihak. Jika kata hidup di beri kata imbuhan dan awalan, kata ini akan menjadi kata jamak. Yaitu, “Kehidupan”. Arti kehidupan akan menjadi lebih kompleks lagi dari “hidup”. Hidup lebih bersifat personal. Sedangkan kehidupan merupakan kumpulan antara mahkluk-mahkluk hidup yang berinteraksi. Sebelum masuk lebih dalam, aku ingin lebih menbedakan sebutan mahkluk hidup dan mahkluk tidak hidup. Yang termasuk mahkluk hidup adalah segala subjek yang memiliki aktifitas. Manusia, hewan, dan tumbuhan termasuk mahkluk hidup. Sedangkan mahkluk tidak hidup adalah mahkluk yang diam. Tidak ada aktifitas yang dibuatnya.
72 Batu. Anda ini sering mengatakan batu dengan benda mati. Aku berfikir, bahwa setiap yang mati berarti pernah hidup. Jadi tidak tepat jika anda mengatakan bahwa batu pernah hidup. Mulai sekarang gantilah kata benda mati menjadi menjadi mahkluk tidak hidup. Sekarang telah jelas tentang hidup, mati, dan tidak hidup, serta kehidupan. Hidup terhimpun didalam kehidupan. Layaknya sebuah teori himpunan dalam matematika, ada yang dikenal dengan bagian semesta, arsiran, dan gabungan. Semesta itulah kehidupan. Banyak lingkaran yang bersatu didalam kehidupan. Beberapa lingkaran yang digabungkan selalu memiliki arsiran. Arsiran inilah merupakan sebuah hubungan antar sesama manusia. Untuk berhubungan dengan sesama manusia, ada indra yang bermain. Mata adalah indra yang paling berperan dalam setiap momen dan paling memahami adanya kesempatan. Kekuatan mata dapat dikalahkan oleh telinga. Karena telinga langsung kepusat saraf otak. Terlebih juga, telinga adalah indra yang sangat waspada. Contoh, kita sedang membaca disebuah buku dibawah pohon cemara. Tempatnya agak semak, namun sangat indah. Karena dikejauhan terlihat
73 gunung dan laut yang indah, dan kita membiarkan diri kita larut bersama buku yang dibaca. Tiba-tiba telinga mendengar suara kresek dengan suara yang mengucapkan huruf “s” berulang-ulang tanpa henti. Telinga langsung memutus hubungan mata dengan otak. Otak menjadi lebih konsentrasi kepada telinga. Otak merespon suara itu dan menerka mahkluk apa yang bersuara itu. Karena basis data otak telah pernah merekan suara yang sama demgan itu, langsung otak menyimpulkan bahwa mahkluk itu adalah Ular atau sejenisnya. Sampai disini aku yakin kau pasti setuju bahwa telinga adala indra yang paling waspada dibandingkan dengan indra yang lain. Bagaimana dengan mata. Aku ingin memberitahukan kepada kalian bahwa mata adalah indra yang sangat rentan tertipu. Dia butuh indra lain untuk membuktikan kebenaran yang dilihatnya. Agar menjadi lebih jelas, aku akan memberikan sebuah contoh yang lain. Saat mata melihat ada sebuah kayu masuk kedalam akuarium, mata akan melihat bahwa kayu tersebut patah tepat diperpisahan antara udara dan air. Tetapi jika kita raba dengan tangan, ternyata kayu sama sekali tidak patah. Disini jelaslah bahwa mata adalah indra yang rentan tertipu.
74 Namun bagaimana dengan hidung dan lidah. Aku lebih setuju dengan pernyataanku bahwa lidah dan hidung sangat merespon sesuatu yang berhubungan dengan makanan. Hahaha. Terjadi skor 1-0. Aku berhasil mengajak kalian keliling tak tentu arah. Tema pokok kita adalah hidup dan kehidupan. Dan itu semua peran otak yang memiliki ilmu. Apakah kalian merasa tertipu? Sudahlah, skor telah 1-0. Dan kalian tidak akan bisa membalasnya. Tetapi jangan berkecil hati, jika keliling tentang indra tadi berguna, kau harus bersyukur. Jika tidak berguna, jangan hentikan membaca. Teruslah membaca. Aku yakin ada makna yang tersirat disini. Setelah ini aku akan menceritakan kepada kalian sesuatu yang luar biasa. Semoga dengan membaca yang dibawah ini. Kalian tidak akan buram lagi tentang kehidupan. Aku yakin kalian tidaklah buta. Jika kalian buta, kalian tidak akan pernah membaca buku ini. Aku juga tahu kalian juga tidak pernah merasakan menjadi buta. Tapi ingat, jangan menginginkan untuk menjadi buta. Karena meminta buta tidaklah baik. Dalam Al-Qur’an pada surah Al-A’raf ayat 179 mengatakan “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari Jin
75
dan Manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunya mata (tetapi) tidak dipergunakan untuknya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak di-pergunakannya untuk mendengar (Ayatayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” Sangat dalam isi ayat ini. Ayat ini menyinggung indra. Secara tersurat, ayat ini sudah sangat jelas. Namun secara tersirat, banyak diantara kita masih jelas tersindir oleh ayat ini. Kita mempunyai hati, namun kita sangat jarang untuk memahami Ayat-ayat Allah. Kita mempunyai mata, namun kita sangat jarang melihat tandatanda kekuasaan Allah swt. Kita juga punya telinga, namun kita jarang mempergunakan untuk mendengar Ayat-ayat Allah. Hati kita terlalu sibuk dengan sesuatu yang tidak jelas hingga hati kita menjadi busuk. Hati kita masih banyak tersimpan ragu-ragu, dendam, angkuh, sombong, rakus, dan lain sebagainya. Kita terlalu asyik dengan itu semua. Begitu juga dengan mata (yang telah kita bahas diatas bahwa indra ini sangat rentan tertipu). Mata
76 terlalu tertarik dengan keindahan yang menipu. Telinga kita juga terlalu asyik mendengar perkataan yang sia-sia. Dan akhirnya kita pun menjadi lalai. Jika kita terlalu sering lalai seperti ini, jadilah kita manusia yang lebih sesat dari pada binatang. Banyak penyakit dalam hati manusia. Semua berbahaya. Ragu-ragu ini yang paling kacau. Ragu-ragu akan sesuatu dapat menyebabkan ketidak percayaan terhadap sesuatu. Jika dihubungkan dengan Agama, maka ragu-ragu ini akan menimbulkan sikap skeptis dalam dada. Semua amal baik yang dilakukan akan menjadi setengah-setengah. Akhirnya, Agama akan kehilangan daya tarik rasionalnya, otoritas moralnya, dan keampuhan spiritual. Karena Agama adalah totalitas. Agama adalah Kaffah. Sombong juga tak kalah kacaunya. Perbuatan buruk yang pertama dilakukan terjadi dalam sejarah jin dan manusia adalah sombong. Golongan iblislah yang melakukannya. Karena iblis merasa bahwa dia lebih tinggi derajadnya yang tercipta dari api dibandingkan manusia yang tercipta dari tanah, dia tidak mau mau menuruti perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Inilah dosa pertama terjadi. Sombong adalah sifat Iblis. Diam juga dapat diartikan menjadi sombong, jika diam tidak ditempatkan
77 pada tempatnya. “Diam itu Emas” kata pepatah lama. Namun aku manambahkan “Kebanyakan diam dapat berarti sombong, dapat juga berarti bodoh”. Sekarang kita beralih ke indra “Mata”. Karena aku sangat hobi dengan permainan bola, aku ingin memberitahukan kepada orang yang belum tahu tentunya bahwa di dalam persepak-bolaan dunia, orang buta pun diberikan wadah untuk bermain bola. Yang sering menang dalam pertandingan piala dunia adalah Argentina dan Brazil. Mereka main bola sama seperti orang melihat. Hanya saja ukuran lapangan bola seukuran dengan lapangan futsal. Melihat gaya permainan mereka, mereka dapat mengoper bola satu sama lain dengan tepat. Indra pendengaran mereka berfungsi dengan baik. Banyak orang buta dapat melakukan aktifitas yang diperbuat oleh orang yang dapat melihat. Buktinya adalah ceritaku diatas. Karena kehilangan sebuah indra, maka indra yang lain harus dimaksimalkan. Semua indra tentunya. Untuk dapat berhasil memaksimalkan indra yang lain, butuh “penekanan” yang kuat. Sebenarnya kata “penekanan” hampir sama dengan “paksaan”. Aku lebih memilih menggunakan penekanan karena pada kata “paksaan” terdapat ketidak ikhlasan.
78
Bagaimana sekiranya orang yang dapat melihat melakukan penekanan terhadap seluruh indranya? Asalkan penekanan indranya tepat sasaran, aku sangat yakin, orang itu akan menjadi sangat luar biasa. Bagaimana dengan aku, seorang yang buta. Orang lain sangat susah membedakan saat aku tidur dan saat aku terjaga. Orang juga sangat sulit membedakan saat aku berfikir. Jika orang melihat berfikir, terkadang mereka memejamkan mata untuk memusatkan perhatian pikirannya. Inilah kelebihan kami sebagai orang buta, untuk memusatkan pikiran, kami sangatlah mudah. Mungkin inilah yang membuat aku sampai berfikiran sejauh ini. Namun aku juga tidak menafikan orang yang melihat bahwa mereka dapat melanpaui pemahamanku tentang sesuatu, karena indra mereka lengkap. Sangat rugilah orang yang dapat melihat tidak dapat melanpaui kelebihan dari orang buta. Karena aku adalah mahkluk nomor dua terakhir berbicara pada buku ini, mari kita bermain-main lagi dalam pikiran kita sendiri. Sangat sayang jika otak dibiarkan diam. Sedangkan kerja otak adalah berfikir. Mari kita bayangkan jika kita hidup hanya 60 detik. Dan kondisi saat itu malam. Mungkin kita
79 berfikir bahwa dunia ini hanya malam hari. Tiadak ada siang, sore atau pun hujan. Atau bisa jadi kita belum mengerti apa itu malam karena belum ada yang mengajari kita. Ataupun kita tak mau tau karena kita hidup hanya sebentar. Dan ajal berada di depan mata. Apa yang bisa kita lakukan dari cerita diatas? Inilah ilmu. Semakin sedikit kita hidup dimuka bumi, semakin sedikit peluang kita untuk mendapatkan ilmu. Sebaliknya, peluang kita menjadi besar saat kita memiliki waktu hidup. Ilmu membentuk pola pikir. Pola pikir akan menuntun kita hidup dalam kehidupan. Mungkin inilah maksud ayat Al-Qur’an diatas. Merugilah orang yang tidak menggunakan indranya dengan sebaik-baiknya. Dipenghujung ini, hanya inilah yang dapat aku pesankan sebagai orang buta. Aku memiliki kelemahan fisik yang membuat otakku bekerja ekstra keras. Aku tak mampu melihat bagaimana dunia sekarang. Untuk orang yang dapat melihat, diatas aku telah menerangkan bagaimana arti hidup menurut pandanganku sendiri. Buta bukan berarti berhenti berfikir. Hidup adalah menjadi manusia. Manusia seutuhnya. Manusia yang hidup dengan penuh cinta.
80 Bencana dan berkah selalu datang bersamaan. Tergantung penilaian masing-masing. Buta bukanlah bencana dan berkah. Ini hanyalah perputaran hidup. Siapa yang menjadi yang terbaik. Sebelum kuakhiri cerita ini, aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Vienna. Jadilah bunga mawar yang selalu anggun, tetap anggun, dan sesungguhya Vienna itu memang anggun. Lebih kurang aku meminta maaf. Aku hanyalah manusia buta yang ingin turut memeriahkan ulang tahun untuk Vienna, dan untuk memberi tahu bahwa Vienna telah hidup sebanyak 7.671 hari sampai tanggal 9 desember 2008 ini.
81
Penutup Kini giliran aku yang berbicara. Mungkin penulis memilih giliran yang terakhir padaku karena sebagai pelengkap kesederhanaan buku ini. Ah, apapun itu, aku sangat berterima kasih kepada penulis karena telah memberikan kesempatan kepadaku untuk turut mengucapkan selamat ulang tahun kepada Vienna yang berulang tahun pada tanggal 9 desember ini. Walaupun terlambat, aku yakin perempuan itu akan senang membaca ucapan selamat ini. Perkenalkan, aku adalah sebuah penutup buku yang tipis. aku datang kepadamu dengan penuh harapan agar aku dapat mengucapkan selamat ulang tahun. Sebagai perkenalan, aku ingin menceritakan asal usulku hingga aku tercipta. Pertama–tama aku hadir dalam otak penulis dalam bentuk ide. Syukurlah aku datang tepat sasaran dan tepat waktu. Maksudnya, aku datang ketempat yang benar, dan waktunya saat malam yang sepi. Eh, bukan malam. Ini telah subuh. Jadi kita berhenti sebentar, karena penulis ingin shalat subuh. ………………… …………………
82 Baiklah, aku rasa penulis sekarang sudah cukup tenang. Dia telah selesai shalat. Aku akan melanjutkan cerita yang tertunda tadi. Jum’at, tanggal 4 desember aku lahir dari tangan penulis. Sistem kerja saraf otak bagian lobus frontalis dengan cepat bekerja untuk merangkai kata. Saat aku dilahirkan, aku tahu penulis belum tidur satu malaman. Sehabis pulang kuliah tepatnya jam sembilan malam, penulis langsung shalat isya. Kemudian ia langsung membuka notebooknya dan mulai belajar untuk ujian kursus jaringannya sehabis shalat jum’at nanti. Enam jam lamanya dia belajar menjawab soal. Lalu dia memutuskan untuk tidur. Lima menit berbaring di tempat tidur, penyakit yang dideritanya setiap malam mulai kambuh. Yaitu, pegal-pegal dibagian betis kiri. Mungkin kebanyakan berjalan. Inilah yang selalu menghambat penulis untuk tidur cepat. Sembari memijit bagian yang terasa sakit, hati penulis mulai berbicara.
Sekarang telah tanggal empat. Lima hari lagi ultahnya Vienna. Aku ingin mengirimkan sembilan buah cerpen. Agar sama dengan tanggal lahirnya. Tetapi baru ada enam. Itupun masih belum selesai semua. Semua masih dalam kerangka pikiran. Kado yang lain pun telah kubeli. Semoga dia suka. Sebenarnya aku juga
83
ingin menambahkan satu buah bunga mawar untuk melengkapinya. Tetapi uang ku?
Oh, bukan amerika dan eropa saja yang krisis ekonomi. Akupun termasuk mengalami krisis ekonomi. Kapan ya aku bisa menyelesaikan semua yang ingin kuberi ini? Hari ini aku ujian. Habis ujian aku kuliah. Habis kuliah aku cari bahan untuk ujian hari sabtu. Habis cari bahan tentunya aku belajar untuk ujian esok. Selesai ujian magrib atau sore. Sedangkan kantor pos tutup jam tiga. Eh, aku kok bicara kantor pos. apa yang mau aku kirim. Selain tidak ada uang, cerpen juga belum selesai. Minggu libur. Senin hari raya kurban. Selasa apa sudah dapat kiriman atau belum ya? Semoga semua telah selesai. Eh, selasa Vienna sudah ultah. Bagaimana ini. Ah.. Sial kali awak. Hmm, Aku heran, apa aku dinamakan sok pahlawan? Apa aku mengharap sesuatu yang lain. Astaghfirullah. Kenapa aku berfikir seperti ini. Lebih baik aku tidur. Tapi betisku sakit sekali. Ayolah mata. Tidur. Tidur. Aku besok banyak kerjaan. Apa aku harus minum obat tidur agar aku dapat segera tidur? Tidak, pengalamanku kemaren buruk tentang obat tidur. Aku tidak jadi praktikum dan gugur karena terlalu lelap tertidur. Ayo tidur. Ayo tidurlah mataaa……
84
Ugh……Ting…… aku dapat ide……
Sudah jelaskah bagaimana benihku muncul dalam pikiran penulis. Penulis langsung membuka notebook. Mengaktifkannya, dan langsung melahirkan aku menjadi sebuah katakata yang membentuk kalimat. Aku sebagai buah karya yang telah diciptakan oleh penulis, mengetahui bagaimana kondisi penulis saat melahirkanku dan teman-teman cerpenku yang lain. Ada kewajiban moral didalam hatiku untuk meminta maaf karena kado ini datang terlambat. Aku tahu penulis sangat menyesal. Penulis tidak ingin memberikan alasan penyesalan apa yang dirasakannya. Karena penulis menganggap bahwa alasan dapat menimbulkan alasan lainnya. Semakin banyak alasan semakin banyak kebohongan. Kebohongan lebih dekat pada kemunafikan. Begitulah seterusnya, dan itu takkan berkesudahan. Melalui aku dan teman cerpenku, penulis minta maaf sedalam-dalamnya. Aku juga ingin meminta maaf kalau temantemanku dimuka tidak sebaik maha karya penulis hebat yang berada di timur tengah dan daratan eropa. Penulisku ini hanyalah pelajar biasa, yang senantiasa belajar untuk berproses. Karena penulis sama sekali tidak tahu pasti akan
85 menjadi apa penulis nantinya. Begitu juga dengan aku, aku tidak tahu dimana letakku dan menjadi apa aku nanti. Bisa jadi aku berada dilubang sampah. Bisa jadi juga aku berterbangan menjadi debu. Bisa jadi juga aku berada didalam hati Vienna. Meskipun punya planning masa depan, tetap saja tidak bisa dipastikan planning tersebut tercapai. Oh iya, penulis, aku dan teman-teman cerpenku yang lain ingin mengucapkan sekali lagi SELAMAT ULANG TAHUN yang ke-21 Semoga panjang umur dan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin
Sekian. Salam manis dari kami.
Wassalam
86
Yakin Usaha Sampai
87