Upaya Luar Biasa Pemberantasan Korupsi.docx

  • Uploaded by: Zainul
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Upaya Luar Biasa Pemberantasan Korupsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,703
  • Pages: 21
"UPAYA LUAR BIASA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA"

DISUSUN OLEH: NAMA :MUHAMMAD ZAINUL MUTTAQIN NIM :141.03.1136 JURUSAN :TEKNIK MESIN S-1 MATA KULIAH :KEWARGANEGARAAN KELAS :B HARI :KAMIS,Pukul:12,30-14.10 WIB

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND 2015

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada Saya sehingga makalah, “Upaya luar biasa Pemberantasan Korupsi di Indonesia” ini dapat diselesaikan. Dan tak lupa Shalawat serta salam selalu saya hatuerkan kepada junjungan kita,Nabi besar MUHAMMAD SAW yang kita nanti-nantikan di hari akhir kelak. Kenapa saya memilih judul ini karena saya kecewa dengan penegakan hukum kepada koruptor di negri ini.koruptor di hukum dengan hukuman ringan,padahal korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa,selain itu saya ingin mengajak kita semua untuk ikut dalam mengawal tindak pidana korusi agar tipis kemungkinan untuk di rekayasa oleh koruptor di negri ini. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penyusun. Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.

2

DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4.

HALAMAN JUDUL...................................................................................1 KATA PENGANTAR............................................................................... 2 DAFTAR ISI...............................................................................................3 BAB I Pendahuluan....................................................................................4 (1) I. Latar belakang...................................................................................4 (2) II. Rumusan masalah.............................................................................6 (3) III.tujuan ...............................................................................................6 5. BAB II Pembahasan.....................................................................................7 A. Pengertian korupsi.................................................................................7 B. Gambaran umum Korupsi di indonesia Dan jenis-jenis korupsi...........8 C. Prespsi masyarakat tentang korupsi.......................................................9 D. Fenomena korupsi di indonesia.............................................................9 E. Kebijakan pemerintah dalam pemberantsan korupsi...........................10 F. Penjatuhan Pidana Pada Perkara Tindak Pidana Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi........................................................................11 G. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi.......................13 H. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia........................................................................................13 I. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi............14 6. BAB II Penutup..........................................................................................20 (1) Kesimpulan.....................................................................................20 7 .DAFTAR PUSTAKA................................................................................21

3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310) Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni : 1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, 4

2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, 3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, 4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan tindak perilaku korupsi akhir-akhir ramai di perbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Dan tidak hanya itu korupsi sudah seperti budaya yang seakan-akan tidak bisa hilang di antara kehidupan para pejabat ataupun politisi di negara ini,Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi.bagaimana tidak para koruptor ini mengmbil uang yang bukan hak mereka,mereka mengambil uang dan menyalah gunakan kewenangan dan kekuasaan yang di amanahkan kepada mereka hanya untuk kepentingan golongan mereka maupun kepentingan pribadi mereka sendiri, yang seharusnya di gunakan untuk mensejahterakan rakyat.para koruptor ini mungkin buta melihat kemiskinan yang mendera negara ini,ataukah mereka ini adalah iblis yang senang melihat manusia sengsara,kita mungkin isa bayangkan jika uang yang dia korupsi itu digunakan seperti membanu membangun jembatan untuk anak SD yang harus meniti jembatan rusak. Korupsi telah meluluh lantahkkan sendi-sendi kehidupan bernegara dan memandulkan fungsi negara sebagai pengemban amanat mensejahterakan, melayani dan mencerdaskan rakyat. Kejahatan ini telah terjadi secara sistemik dan meluas, melibatkan setiap struktur aparatur negara secara bersekongkol, setitik kebaikan yang tumbuh menjadi musuh bersama di internal institusi negara, aparatur negara tidak lagi mengabdikan dirinya untuk kepentingan rakyat tapi berlomba-lomba memperkaya dirinya sendiri, predikat sebagai abdi negara hanyalah simbol kehormatan tanpa makna, karena hanya sebagai tameng untuk menutupi praktek-praktek kebathilan, akibatnya jutaan orang menganggur, miskin, lapar dan terbelakang. Oleh karena itulah korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang upaya pemberantasannya juga harus dilakukan denga cara yang luar bisa pula. Maka dari itu, di sini saya akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.

5

B. Rumusan Masalah 1. Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ? 2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi ? 3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ? 4. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ? 5. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ? 6. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi 7. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ? 8. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia .? C. Tujuan 1. Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengertian dari korupsi. 2. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi. 3. Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi. 4. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia. 5. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi 6. Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi 7. Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi. 8. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.

6

BAB II PEMBAHASAN A.Pengertian Korupsi : Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa : 1. Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. 2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya. Istilah dalam korusi: 1. Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya. 2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya); 3. Koruptor (orang yang korupsi). Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9) Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan: 1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2); 2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3). 3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP. Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan SBB : 1. Kerugian keuangan negara 2. Suap menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 7

5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Gratifikasi B. Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis Korupsi: Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata. Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai Negeri adalah meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang kepegawaian b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. 3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.

8

Jenis-Jenis Korupsi menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi: 1. Kerugian keuntungan Negara 2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin) 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah). C. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktikpraktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata. D. Fenomena Korupsi di Indonesia : Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah: 1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada. 2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya. 3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. 4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”. Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut : 9

1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bahubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu. 2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum. 3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat. 4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup. 5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat). 6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis. 7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan hirarki politik kekuasaan. E. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri: 1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara. 2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum. 3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada : 1. Mendesain ulang layanan publik . 2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia. 3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.

10

F. PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut. 1.Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi a. Pidana Mati Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu. b.Pidana Penjara 1) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1) 2) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3) 3) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21) 4) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.

11

c.Pidana Tambahan 1) Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. 2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3) Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. 4) Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. 5) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan 2.Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. 2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. 3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain. 4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan.

12

5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor. Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah 1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 2. Perbuatan melawan hukum; 3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian; 4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. G. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi: Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upayaupaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut : 1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi. 2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance. 3. Membangun kepercayaan masyarakat. 4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar. 5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi. H. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia: Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB : 1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi 2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum 3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi 4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari

13

5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum 6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat I. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi: Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut : 1. Upaya pencegahan (preventif). 2. Upaya penindakan (kuratif). 3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa. 4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). 1. Upaya Pencegahan (Preventif) Pencegahan dimaksudkan untuk menghilangkan penyebab terjadinya korupsi baik oleh lembaga-lembaga negara maupun oleh lembaga non-negara yang mengelola keuangan negara, salah satu kelemahan mendasar yang menyuburkan terjadinya korupsi adalah sistem birokrasi pemerintahan yang gemuk, tumpang tindih, tidak transparan dan tidak akuntabel. Oleh karena itu reformasi birokrasi harus dilakukan, sumber terjadinya korupsi harus disumbat sehingga memperkecil peluang terjadinya korupsi dan memudahkan mendeteksi jejak terjadinya korupsi. Birokrasi harus direkonstruksi dan direvitalisasi baik dalam pengelolaan keuangan negara maupun pelayanan publik, struktur birokrasi harus dirombak menjadi ”ramping dan kaya fungsi” sesuai dengan beban kerja yang proporsional dan proffesional, job description (pembagian kerja) harus dibuat dengan jelas dengan indikator keberhasilan kinerja yang terukur, demikian pula dengan sistem pengawasan dan penilaian kinerja, mutasi dan kenaikan pangkat serta sirkulasi jabatan harus menjauhkan diri dari sistem setoran dan jual beli jabatan. Sistem promosi jabatan harus memberikan kesempatan yang sama bagi setiap aparat yang telah memenuhi persyaratan formal dengan penilaian yang obyektif berdasarkan kualitas dan kinerjanya, sehingga setiap aparatur terpacu untuk meningkatkan kinerja dan kualitasnya bila ingin kenaikan jabatan bukan dengan memperbanyak setoran. Rekruitmen pegawai sebaiknya tidak diserahkan lagi kepada lembaga yang bersangkutan karena terbukti menjadi lahan subur bagi praktek kolusi dan nepotisme, rekruitmen dapat diberikan kepada pihak ketiga yang proffesional dibidang pengembanganSDM. Dari aspek prosedural, harus diciptakan mekanisme yang jelas, tidak berbelitbelit dan transparan baik dari aspek prodesur maupun biaya, bila hak masyarakat atas pelayanan publik tidak diberikan secara benar sesuai ketentuan yang berlaku apalagi bila diperjaulbelikan maka harus disedikan mekanisme ”pertanggunggugatan” dan/atau mekanisme complain untuk memastikan bahwa hak rakyat atas pelayanan

14

publik dijamin oleh negara dan aparatur pemerintahan yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang diberikan sanksi hukum sehingga tidak terulangi lagi. Pemberantasan korupsi dari aspek pencegahan merupakan upaya ekstrayudisial (diluar peradilan) yang menjadi domain dari eksekutif dalam hal ini adalam Presiden dan Kepala-Kepala Daerah baik Kabupaten/Kota atau Propinsi. Namun apakah pemberantasan korupsi dalam arti pencegahan ini telah dilaksanakan secara luar biasa oleh Presiden dan jajarannya serta oleh kepala-kepala daerah, hal ini masih menjadi tanda tanya besar, padahal reformasi birokrasi adalah pangkal pemberantasan korupsi karena disinilah akar terjadinya korupsi, dapat dikatakan bagian terbesar dari upaya pemberantasan korupsi berada di tangan eksekutif yang mengendalikan birokrasi, bila birokrasi pemerintahan masih mempertahankan wajahnya yang korup maka selama itu pula fungsi negara tidak akan berjalan dengan benar sesuai dengan tujuan negara (rechtidee) yaitu mensejahterakan, melayani dan mencerdaskan. Namun sayang upaya pencegahan oleh ekskutif masih jauh dari upaya luar biasa bahkan terkadang menunjukkan pimpinan eksekutif menjadi bagian sistem yang korup tersebut. Dan juga bisa melalui cara di bawah ini: 1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama. 2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis. 3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi. 4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua. 5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. 6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien. 7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok. 8. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya. 2. Upaya Penindakan (Kuratif/Represif): Upaya luar biasa dalam pemberantasan korupsi secara represif (penindakan) dilakukan dengan membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), terbentuknya KPK tidak dapat dilepaskan dari bobroknya sistem penegakan hukum baik secara kelembagaan maupun personal. Lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan) yang ada bahkan menjadi bagian dari “mafia peradilan” yang telah melakukan aksinya secara struktural dan sistemik sehingga tidak dapat diharapkan mampu mengemban amanat pemberantasan korupsi. Maka KPK lahir dengan kelembagaan baru yang sama sekali 15

terlepas dari intervensi lembaga negara manapun dan dengan kewenangan yang luas meliputi penyilidikan, penyidikan dan penuntutan. KPK juga diberi kewenangan untuk melakukan supervisi terhadap lembaga penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, bila KPK menilai proses hukum kasus korupsi yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan berlarutlarut dan berindikasi KKN maka KPK dapat mengambilalih kasus korupsi tersebut, dalam mendeteksi indikasi tindakpidana KPK juga diberi wewenang penyadapan. Pengadilan TIPIKOR dan Upaya Luar Biasa dalam Pemberantasan Korupsi Kelahiran Pengadilan khusus TIPIKOR dilatarbelakangi ketidakpercayaan publik terhadap Peradilan Umum, menurut hasil penelitian KHN tahun 2002, 23,33% rakyat bersikap positif dan apresiatif terhadap Peradilan Umum, 25,88% masyarakat bersikap apatis dan 45,83% masyarakat bersikap pesimistis. Tahun 1998 Daniel Kaufmann dalam laporanya bureuaucratic dan judicial bribery menyebutkan penyuapan di peradilan Indonesia paling tinggi diantara negara-negara seperti Ukraina, Venezuela, Rusia, Kolombia, Mesir, Yordania, Turki, dll. Survey Transparansi Internasional Indonesia (TII) melihat, lembaga peradilan menempati salah satu urutan paling korup bersama Partai Politik dan Parlemen (indeks tahun 2005 dan 4,2 tahun 2006). Sementara tahun berikutnya (2007) menyebutkn lembaga peradilan merupakan lembaga yang paling tinggi inisiatif meminta suap. Beberapa kasus yang sudah pernah terungkap di tahun 2005-2006 sepertu kasus panitera pengganti dan hakim PN Jakarta Selatan, Herman Alositandi, yang memeras saksi dalam kasus korupsi PT Jamsostek, dan kasus advokay Syaifuddin Popon dua panitera Pengadilan Tinggi Jakarta, Ramdhan Rizal dan M. Sholeh. Serta kasus Probosutedjo yang mencoba menyaupa majlis hakim di MA dengan uang milyaran rupiahm dengan Harini Wijoso, mantan PT Yogyakarta dan beberapa pegawai MA sebagai pelakunya . Terakhir adalah kasus Jaksa Urip Trigunawan dan Artalita Suryani yang melibatkan beberapa Jaksa Agung Muda. Kepatuhan hakim untuk melaporkan harta kekayaannya juga amat rendah, data KPK per-15 Agustus 2007, hakim dan jaksa tergolong kelompok yang paling tidak patuh melaporkan harta kekayaan. Tingkat kepatuhannya hanya 43,77% dari 9.188 penyelenggara negara yang telah melaporkan harta kekayaannya Sementara dalam hal putusan kasus-kasus korupsi peradilan umum banyak membebaskan para terdakwa, catatan MA tahun 2006, 499 perkara korupsi di tingkat kasasi 239 telah diputus, 68 diantaranya diputus bebas Dari banyaknya fakta yang terungkap menunjukkan indikasi bahwa peradilan umum menjadi bagian dari “mafia peradilan” karena itu memberikan kewenangan kepada Peradilan Umum untuk memeriksa dan memutus perkara korupsi sama dengan terjatuh di lubang yang sama. Untuk itu membentuk pengadilan khusus untuk memeriksa dan memutus kasus-kasus korupsi menjadi bagian dari upaya luar biasa dalam pemberantasan 16

korupsi. Kekhususan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meliputi komposisi hakim, batas waktu pemeriksaan dan sistem pembuktian. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berjumlah 5 orang terdiri dari 3 hakim ad hock dan 2 hakim karier, batas waktu pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama adalah 90 hari, tingkat pengadilan tinggi selama 60 hari dan di tingkat kasasi 90 hari, sistem pembuktian setengah terbalik dengan alat bukti selain berdasarkan KUHAP juga berdasarkan UU 31/1999 jo UU 20/2002. Pada tanggal 19 Desember 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan pasal 53 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pertimbangan hukum bahwa berdasarkan Pasal 24A Ayat (5) UUD 1945 menyatakan, “Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.”. ”Pengertian frasa “diatur dengan undang-undang” tersebut berarti pembentukan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung harus dilakukan dengan undang-undang tidak boleh diatur dengan bentuk peraturan perundang-undangan lain selain undang-undang. Hal ini sesuai pula dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai implementasi dari Pasal 24A Ayat (5) UUD 1945. Pasal 15 Ayat (1) tersebut berbunyi, “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang“. Penjelasan ayat tersebut berbunyi, “Yang dimaksud dengan ”pengadilan khusus” dalam ketentuan ini, antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara” Pasal 53 UU KPK berbunyi, “Dengan Undang-Undang ini dibentuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.Pengadilan Tipikor sebagaimana dimaksud oleh Pasal 53 UU KPK tersebut, menurut Pasal 54 Ayat (1) UU KPK, berada di lingkungan Peradilan Umum. Dari sudut pandang maksud pembentuk undang-undang untuk membentuk Pengadilan Tipikor dan menempatkannya dalam lingkungan peradilan umum tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. Namun, yang menjadi permasalahan adalah apakah Pasal 53 UU KPK yang melahirkan dua sistem peradilan yang menangani tindak pidana korupsi bertentangan dengan UUD 1945? dan apakah pembentukan pengadilan demikian (in casu Pengadilan Tipikor) secara bersama-sama dalam satu undang-undang yang mengatur tentang pembentukan sebuah lembaga yang bukan lembaga peradilan (in casu Komisi Pemberantasan Korupsi), sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UU KPK, bertentangan dengan UUD 1945? Menurut putusan MK, pengaturan Pengadilan TIPIKOR dalam UU KPK oleh pembentuk undang-undang dimaksudkan sebagai pengadilan khusus, meskipun tidak 17

secara eksplisit disebutkan dalam UU KPK. Namun, jika demikian halnya penggolongan Pengadilan Tipikor sebagai pengadilan khusus hanya atas dasar kriteria bahwa Pengadilan Tipikor tersebut secara khusus menangani perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh KPK, ditambah dengan beberapa ciri lain yaitu susunan majelis hakim terdiri atas dua orang hakim peradilan umum dan tiga orang hakim ad hoc, yang harus menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi tersebut dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak perkara dilimpahkan [Pasal 58 Ayat (1) UU KPK]. Maka terdapat dua pengadilan yang berbeda dalam lingkungan peradilan yang sama tetapi dengan hukum acara yang berbeda dan susunan majelis hakim serta kewajiban memutus dalam jangka waktu tertentu secara berbeda, padahal menyangkut perbuatan orang yang sama-sama didakwa melakukan tindak pidana korupsi, yang diancam pidana oleh undang-undang yang sama, yang dapat menghasilkan putusan akhir yang sangat berbeda. Kenyataan yang terjadi dalam praktik di pengadilan umum dan Pengadilan Tipikor selama ini, menunjukkan bukti adanya standar ganda dalam upaya pemberantasan korupsi melalui kedua mekanisme peradilan yang berbeda. Dilihat dari aspek yang dipertimbangkan di atas, Pasal 53 UU KPK yang melahirkan dua lembaga jelas bertentangan dengan UUD 1945. Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK : 1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004). 2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian. 3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004). 4. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004). 5. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004). 6. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005). 7. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005). 8. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo. 9. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004). 10. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

18

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa: 1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik. 2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh. 3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional. 4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya. 5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas. 4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat): 1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi. 2. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

19

BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan dalih “kepentingan rakyat”. e.

Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.

f.

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).

B.Saran a) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indo-nesia agar mendapat informasi yang lebih akurat. b) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.

20

DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan. Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi http://jawahirthontowi.wordpress.com/

21

Related Documents


More Documents from ""