Ukp-stroke_iskemik[1].docx

  • Uploaded by: Dian Pratiwi B
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ukp-stroke_iskemik[1].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,827
  • Pages: 42
Case Report Session

STROKE ISKEMIK

OLEH :

PRESEPTOR:

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S ( K ) dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RS.DR.M.JAMIL PADANG 2014

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal atau global yang timbul akibat gangguan aliran darah di otak (bukan oleh karena tumor atau trauma kepala) dengan manifestasi hemidefisit motorik, dapat disertai dengan atau tanpa hemidefisit sensorik, kelumpuhan saraf otak, aphasia, dan penurunan kesadaran.2 Stroke juga dikenal sebagai serangan serebrovaskuler (CVA), yang terjadi ketika suplai darah ke bagian otak terhenti. Hal ini akan menyebabkan kematian sel dalam beberapa menit. Kerusakan otak akibat stroke bisa berlanjut hingga beberapa hari setelah serangan.2 Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke akut mempunyai kharakteristik yang khas dengan adanya kejadian yang tiba-tiba dari penurunan neurologi fokal, beberapa pasien mempunyai gejala yang bertahap atau penurunan yang progesif.3,4

1.2 Anatomi

Gambar 1. Vaskularisasi Otak Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis. 4,5,6

Gambar 2. Stenosis pada arteri karotis8 Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masingmasing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.6 1.3 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika Serikat. Angka kematian stroke tiap tahun > 200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan 750.00 pertahun. Angka di antara orang Amerika keturunan Afrika adalah 60% lebih tinggi daripada orang Kaukasian.3 Walaupun orang dapat mengalami stroke pada usia berapapun, dua pertiga stroke terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun.3

Berdasarkan data dari seluruh dunia: peyakit jantung koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan.11 Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5%. Hal yang agak berbeda adalah kejadian pada wanita lebih banyak dari pria (53,8% versus 46,2%), studi di Indonesia, sedangkan studi Framingham, kejadian pada pria rata-rata 2,5 kali lebih sering dari pada wanita. 1.4 Faktor resiko Faktor resiko demografik mencakup usia lanjut, ras dan etnis ( orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka yang lebih tinggi daripada orang kaukasia), dan adanya riwayat stroke dalam keluarga.3 Faktor resiko yang memodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes melitus, hipertensi, apnea tidur, kecanduan alkohol, dan merokok. Dalam bidang kesehatan masyarakat, perlu dipahami bahwa faktor resiko utama stroke bukan hipertensi.3 Kegemukan (obesitas), yang cepat menjadi masalah kesehatan utama, baru-baru ini dibuktikan merpakan faktor resiko independen untuk stroke. Dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) sebagai variabel, para peneliti mendapatkan bahwa subjek yang ikut serta dalam the US Physicians Health Study dengan IMT > 27,8 kg/m2 memiliki resiko yang lebih besar secara bermakna untuk stroke iskemik dan hemoragik. Dengan demikian, kegemukan tampaknya merupakan faktor resiko penting untuk stroke, tidak saja melalui penyakit-penyakit yang diperparah oleh kegemukan seperti hipertensi, diabetes, dan peningkatan kolestrol tetapi juga melalui mekanisme lain yang belum teridentifikasi.3

Dislipidemia belum terbukti berkaitan dengan peningkatan resiko stroke, kecuali apabila yang bersangkutan juga mengidap panyakit jantung koroner (PJK). Bagi pengidap PJK, terdapat hubungan yang jelas antara meningkatnya kadar lemak dan resiko prospektif terjangkit stroke dan serangan iskemik trasien (TIA) utuk masing-masing dari yang berikut: kolestrol total, kolestrol lipoprotein densitas rendah (LDL), dan trigliserida. Walaupun secara keseluruhan tidak terdapat korelasi antara stroke dan kadar lemak yang tinggi, pemberian obat statin penurun lemak kepada orang yang diketahui mengidap PJK dapat mengurangi resiko mereka mengalami stroke.3 1.5 Etiologi Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada pembuluh otak. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantng, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke tromboltiik dan embolik primer, termasuk aterosklerosi, arteritis, keadaan hipokoagulasi, dan penyakit jantung struktural.3 Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteria karotis interna merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. Darah terdorong melalui sistem vaskular oleh gradien tekanan, tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan di tempat konstriksi tersebut. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat yang kritis, maka meningkatnya turbulensi di sekitar tempat penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran.3,11,12 Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang serimg merupkan respon vaskular reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meningen. Sebagian stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh besar di leher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri, dan cedera pada pembuluh ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala.2,4 1.6 Subtipe Stroke Iskemik Stroke Trombotik

Penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh trombus jarang bersifat total tetapi hampir selalu parsial. Gejala dan tanda yang terjadi akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingat aliran kolateral dijaringan otak yang terkenal. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteri karotis interna atau yang lebih jarang, dipangkal arteri serebri media atau di taut arteria vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteria koronaria yang oklusi pembuluhnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberpa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah stroke in evolution. Sedangkan hemiparalisis yang sudah menjadi suatu kenyataan yang lengkap dinamakan completed stroke.6 Stroke tombotik dari sudut pandang klinis, tampak gagap dengan gejala hilang timbul berganti secara cepat. Para pasien ini mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum akhirnya menglami stroke. Yang khas adalah apa yang disebut sebagai “crescendo TIA”, yaitu pasien mengalamai TIA yang semakin meningkat jumlah dan frekuensinya.6 Mekanisme lain perannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung dan tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah munkin bergantung pada tekanan intra faskuler yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurun an generalisata CBF. Dengan demikian, hipertensi nonsimtomatik terutama pada pasien berusia lanjut, harus di terapi secara hati-hati dan cermat karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteria koronaria.3 Stroke Embolik Penyumbatan yang terjadi secara tiba-tiba, hampir disebabkan oleh emboli. Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis atau dari jantung. Kadang-kadang, emboli dapat berasal dari sirkulasi vena perifer yang terbawa oleh aliran darah ke otak. Prakondisi keadaan ini adalah patent foramen ovale, yang menyedikan hubungan yang diperlukan antara sirkulasi vena dan arteri pada level atria. Manifestasi kliniknya terdiri dari hemiparalisis yang terjadi secara tiba-tiba dan langsung menjadi komplit.3

Pada kebanyakan kasus emboli serebri yang menyumbat aliran darah secara total, lesi yang dihasilkan itu terbatas pada daerah faskularisasi antara wilayah pendarahan dua arteri yang sewajarnya saling bantu-membantu. Daerah itu dikenal sebagai watershed area. Pada umumnya, infark akibat oklusi embolik mengandung darah extravasal yang dinamakan infark hemoragik.6

Gambar 2. CT Scan “Watershed area”

Gambar 3. Perbedaan stroke thrombosis , emboli dan hemorrhagic. 1.7 Patofisiologi Sistem saraf pusat yang memilik kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat dipenuhi oleh suplay substrat metabolik yang terus menerus tidak terputus. Pada keadaan normal, energi tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa. Otak tidak memilik persediaan energi untuk digunakan saat terjadi potensi gangguan penghantaran substrat jika tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik.6 Sejumlah energi yang berbeda dibutuhkan agar jaringan tetep hidup dan tetap berfungsi. Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8ml per 100gr per menit. Sebaliknya, kebutuhan aliranr darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20ml per 100gr pr menit. Karna itu, dapat terlihat adanya defisit fungsional tanpa terjadinya kematian jaringan. Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh trombolisis spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali seperti semula. Hal ini merupakan rangkaian kejadian pada transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai defsit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam.

Delapanpuluh persen dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasi klinisnya bergantung pada terirori vaskular otak tertentu yang terkena. TIA pada teritori arteri serebri media sering ditemukan, pasien mengeluhkan parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral sementara. Serangan seperti ini kadang-kadangan sulit dibedakan dari kejang epileptik fokal. Iskemia pada teritori vertebrobasilar, sebaliknya, menyebabkan tanda dan gejala batang otak sementara, termasuk vertigo.6 Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24 jam, pada kasus tersebut bukan disebut sebagai TIA. Tetapi PRIND ( prolonged reversible ischemis neurogical deficit).3 Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversible. Kmatian sel dengan kolaps sawar darah-otak mengakibatkan infulk cairan ke dalam jaringan otak yang infark. Dengan demikian infark dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian perlahan-lahan kembali mengecil. Sebagai kelanjutan dari infark, jaringan otak yang mati mengalami likuefaksi dan diresorpsi. Yang tersisa adalah ruang kistik yang berisi cairan cerebrospinal , kemudian mengndung beberapa pembuluh darah dan jaringan ikat, disertai perubahan glia reaktif disekitarnya. The National Stroke Association telah meringkas cedera sel akibat stroke sebagai berikut :3 1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih akan mengalami kerusakan ireversible dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF adalah anatara 20%-50%. Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversible. Waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke sekitar 12-24 jam. 2. Secara cepat di dalam pusat infark dan penumbra iskemik sel otak berkembang sebagai berikut :



Tanpa pasokan darah yang memadai, sel –sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama ATP



Energi berkurang, pompa Na-K sel berhenti sehingga neuron membengkak



Otak akan merespon kekurangan energi dengan cara meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Sehingga mendorong konsentrasi ke tingkat yang membahayakan adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmiter eksitatorik glutamat dalam jumlah berlebihan. Glutamat akan merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak dengan cara melekat ke suatu molekul di neuron, reseptor N-metil- Aspartat. Pegikatan memicu pengikatan enzim nitrat oksida sintase (NOS), sehingga terbentuknya molekul gas nitrat oksida (NO).



Dalam jumlah berlebihan NO menyebabkan kerusakan dan kematian neuron



Sel-sel otak akhirnya mati, akibat kerja berbagai protease yang diaktifkan oleh kalsium, lipase, dan radikal bebas yang terbentuk oleh jenjang iskemik.



Akhirnya, jaringan otak membengkak dan menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.

Radikal bebas merupakan patofisiologi penting pada cedera sel dalam stroke. Radikal oksigen, seperti anion superoksida (O_), peroksinitrit (ONOO_),hydrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH_) biasanya diproduksidalam jumlah yang sangat rendah dengan diaktifkannya mikroglia dan sel-selendotel sebagai produk dari metabolisme mitokondria. Di antara senyawa oksigenreaktif (SOR), anion superoksida dipercaya sebagai toksik langsung pada neuronkarena menginisiasi radikal bebas-dimediasi reaksi berantai yang menyebabkantambahan kerusakan sistem saraf pusat.9 1.8 Gejala dan Tanda Stroke Gejala umum stroke berupa baal atau lemas mendadak di wajah , lengan, atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatanseperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi dan nyeri kepala mendadak tanpa kasus yang jelas. 3

Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak disebut sindrom neurovaskular :3,12 1. Arteria karotis interna. Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam arteri karotis interna dan eksterna. Cabang arteri karotis interna adalah arteri oftalmika, arteri komunikantes posterior, arteri koroidalis anterior, arteri serebri anterior, dan arteri serebri media. 

Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteri karotis yang terkena, akibat insufisiensi arter retinalis



Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteri serebri media



Lesi dapat terjadai diantara arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mngenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara mototrik Broca

2. Arteria serebri media 

Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (mengenai lengan)



Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral



Afasia global : gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi



Disfasia

3. Arteri serebri anterior 

Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai : lengan proksimal juga mungkin terkena; gerakan volunter tungkai yang bersangkutan terganggu



Defisit sensorik kontralateral



Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik

4. Sistem vertobasilar 

Kelumpuhan di satu dampai keempat ektremitas



Meningkatnya refleks tendon



Ataksia



Tanda babinski bilateral



Gejala-gejala serebelum seperti tremor, intention, vertigo



Disfagia



Disartria



Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi



Gangguan penglihatan



Tinitus, gangguan pendengaran



Rasa baal di mulut, wajah atau lidah

5. Arteri serebri posterior 

Koma



Hemiparesis kontralateral



Afasia visual atau buta kata (aleksia)



Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis

1.9 Diagnosis Anamnesis Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabny, maka sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.1 Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilkukan seteliti mungkin. Berdasarkan anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya.1 Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik Gejala

Stroke hemoragik

Stroke non-hemoragik

Mendadak

Mendadak

Saat onset

Sedang aktif

Istirahat

Peringatan

-

+

+++

±

+

-

Onset

Nyeri kepala Kejang

Muntah

+

-

Penurunan kesadaran

+

±

Selain tabel diatas anamnesis juga harus mencakup :3 1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian mengisyaratkan stroke embolus 2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien 3. Riwayat TIA 4. Faktor resiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok, dan pemakaian alkohol. 5. Pemakaian obat 6. Pengobatn yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.

Pemeriksaan klinis neurologis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda yang muncul, bila dibandingkan anatara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :1 Tabel 2. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik berdasarkan pemeriksaan klinis Tanda

Stroke Hemoragik

Stroke non hemoragik

Bradikardi

++ (dari awal)

± (hari ke-4)

Udem pupil

Sering

-

Kaku kuduk

+

-

Tanda kernig, brudzinski

+

-

Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkkap yng berfokus pada sistem berikut:3 1. Sistem pembuluh perifer. Lakukan auskultasi pada arteria karotis untuk mencari adanya bising dan periksa tekanan darah

2. Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai dari auskultasi jantung dan EKG. Murmur dan diasritmia merupakan hal yang harus dicari, karena pasien dengan fibrilasi atrium, infark miokardium akut, atau penyakit katup jantung dapat mengalami embolus obstruktif . 3. Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina. 4.

Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda embolus perifer. Serta untuk melihat apakah terdapat hemiparese kontralateral.

Alogaritma dan penilaian dengan skor stroke Alogaritma stroke Gajah Mada

Djoenaedi Stroke Score TIA sebelum serangan Permulaan serangan

1 -Sangat mendadak (1-2menit)

6,5

-Mendadak (menit-1jam)

6,5

-Pelan-pelan (beberapa jam) Waktu serangan

Sakit kepala waktu serangan

Muntah

Kesadaran

Tekanan darah sistolik

Tanda rangsang selaput otak

-Bekerja (aktivitas)

1 6,5

-Istirahat

1

-Bangun tidur

1

-Sangat hebat

10

-Hebat

7,5

-Ringan

1

-Tidak ada

0

-Langsung sehabis serangan

10

-Mendadak (beberapa menit-jam)

7,5

-Pelan-pelan(1hari/>)

1

-Tidak ada

0

-Menurun langsung waktu serangan

10

-menurun mendadak (menit-jam)

10

-Menurun pelan-pelan (1 hari/ >)

1

-Menurun sementara lalu sadar lagi

1

-Tidak ada gangguan

1

-Waktu serangan sangat tinggi (>200/110)

7,5

-Waktu MRS sangat tinggi (>200/110)

7,5

-Waktu serangan tinggi (>140/100)

1

-Waktu MRS tinggi (>140/100)

1

-Kaku kuduk hebat

1

-Kaku kuduk ringan

5

-Tidak ada kaku kuduk

0

Pupil

Fundus okuli

-Isokor

5

-Anisokor

10

-Pinpoint kanan/kiri

10

-Midriasis kanan/kiri

10

-Kecil dan reaksi lambat

10

-Kecil dan reaktif

10

-Perdarahan subhialoid

10

-Perdarahan retin

7,5

-Normal Total score

0

≥ 20 Stroke Hemoragik < 20 Stroke non Hemoragik

Siriraj Stroke Score Gejala Kesadaran

Penilaian (0) Kompos mentis

Indek

Skor

X 2,5

+

X2

+

X2

+

X 10%

+

X (-3)

-

(1) Mengantuk (2) Semi koma/koma Muntah

(0) Tidak (1) Ya

Nyeri kepala

(0) Tidak (1) Ya

Tekanan darah

Diastolik

Ateroma a. DM

(0) Tidak

b. Angina pektoris

(1) Ya

Klaudikasio Intermiten Konstanta Catatan :

-12 1. SSS >1 = Stroke Hemoragik

-12

2.SSS < -1 = Stroke non Hemoragik Pemeriksaa CT-Scan dan MRI Tabel 3. Perbedan stroke hemorgik dan stroke infark menurut CT Scan Jenis

Interval antara onset dan

Stroke

pemeriksaan CT Scan <24 jam

Temuan pada CT Scan Efek masa dengan pendataran gyrus yang ringan atau penurunan ringa densitas substansia alba dan substansia gisea.

24-48 jam

Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai berat).

3-5 hari

Terlihat batas area hipoden yang menunjukan adanya cytotoxic edem dan mungkin didapatkannya efek masa.

Infark

6-13 hari

Daerah hipoden lebih homogen dengan batas yang tegas dan didapatkan penyangatan pada pemberian kontras.

14-21 hari

Didapatkan fogging effect (daerah infak menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya tetapi dengan pemberian kontras didapatkan penyangatan).

>21 hari

Area hipoden lebih mengecil dengan batas yang jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.

7-10 hari

Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi oleh area hipoden (edema).

Hemoragik

11 hari-2 bulan

Menjadi hipodens dengan penyangatan disekelilingnya (peripheral ring enhancement) merupakan deposisi hemosiderin dan pembesaran homolateral ventrikel.

>2 bulan

Daerah Insodens (Hematoma yang besar dengan defeck hipodens)

MRI SIGNAL CHARACTERITICS

Tipe stroke Infark / Hemragik Stroke Infark

T 1-weighted

T2-weighted image

Hipointens (hitam)

Hiperintens (putih)

Isointens

Hipointens

Hiperintens

Isointens

Stroke Hemoragik, (hari antara onset dan pemeriksaan MRI) 

1-3 (akut), deoxyhemoglibine



3-7 intracellular methemoglobine



7-14 free methemoglobine

Hiperintens

Hiperintens



>21 (kronis) hemosiderin

Isointens

Sangat Hipointens

1.10

Penatalaksanaan13

1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut : o Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% ( sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmhg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120mmhg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtpa) ,tekanan darah diturunkan hingga TDS <185mmhg dan TDD <110mmhg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmhg dan TDD 105mmhg selama 24 jam setelah pemberian rtpa. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labelatol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. 2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik. 3. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia o Indikasi syarat pemberian insulin : 

Stroke hemoragik dan stroke non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM.



Bukan stroke lakunar dengan diabetes melitus.

o Kontrol gula darah selama fase akut stroke 

Insulin reguler subkutan menurut skala luncur. Pada hiperglikemia refrakter dibutuhkan IV insulin.

Gula Darah (mg/dL)

Dosis insulin subkutan (Unit)

150-200

2

201-250

4

251-300

6

301-350

8

≥ 351

10



Protokol pemberian insulin IV  Sasaran kadar glukosa darah = 80-180 mg/dl, ( 80-110 untuk ICU)  Standart drip insulin 100 U/100ml 0,9% Nacl via infus (1U/1ml).  Pemilihan algoritma

Gula Darah

Kecepatan infus insulin (U/jam) Algoritma 1 Algoritma 2 Algoritma 3

Algoritma 4

< 70

0

0

0

0

70-109

0,2

0,5

1

1,5

110-119

0,5

1

2

3

120-149

1

1,5

3

5

150-179

1,5

2

4

7

180-209

2

3

5

9

210-239

2

4

6

12

240-269

3

5

8

16

270-299

3

6

10

20

300-329

4

7

12

24

< 60 (hipoglikemia)

330-359

4

8

14

28

>360

6

12

16

28

 Memantau penderita Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran glukosa selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam.  Peralihan dari insulin IV ke subkutan Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, berilah dosis short acting atau rapid acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan infus IV.  Pengobatan bila timbul hipoglikemia 

Hentikan insulin drip



Berikan dextrose 50% dalam air (D50W) IV



Periksa ulang gula darah tiap 20 menit dan beri ulang 25 ml D50W IV bila gula darah <60mg/dl.

4. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan. 5. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut Antikoagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai resiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, trombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokrd baru dan katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5-2,5 klai kontrol hari ke-3 diganti anti koagulan oral, heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2x0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 dan 3 (jika jumlah <100.000 tidak diberikan), warfarin dengan dosis hari I=8mg, hari II=6mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien. Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang beresiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit subkutan atau LMWH 2 x0,3 cc selama 7-10 hari.

Obat abti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80-1200mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin 25mg + dipiridamol SR 200mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodieterase dan ambilan kembali adenosin , cilostazol dosis 2x50mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodieterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan mengihibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan mengihibisi resptor adenosin difosfat dan thyenoppyridine.

6. Pemberian antikoagulan a.

Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.

b. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan stroke akut sedang – berat karena meningkatnya resiko komplikasi perdarahan intrakanial c. Inisiasi pemberian terapi antikoaglan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian IV rtpa tidak direkomendasikan. d. Secara umum pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. 7. Pemberian antiplatelet a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 24 -48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA IV. c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctiv therapy dalam 24 jam setelah pemberian tromboliik tidak direkomendasikan e. Pemberian klopidogrel saja, kombinasi dengan aspirin pada dtroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik.

f. Pemberian antiplatelet IV yang menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan. 8. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam terapi stroke iskemik akut. 9. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam stroke iskemik akut 10. Dalam keadaan tertentu vasopresor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat. 11. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan resiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovaskular belum menghasilkan hasil yang bermnfaat, sehingga tidak dianjurkan. 12. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaaan citicolin pada stroke iskmeik akut dengan dosis 2 x 100mg IV 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2 x 1000mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan PERDOSSI secara multisenter, pemberian plasmin oral 3 x 500mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukan efek positif pada penderita stroke akut berupa perbaikan motorik, score MRS dan Barthel indeks. 13. Cerebral Venous Sinus Trombosis Diagnosa CVT tetap sulit. Faktor resiko yang mendasari baru diketahui sebesar 80%. Beberapa faktor resiko sering dijumpai secara bersamaan. Penatalaksanaan CVST diberikan secara komperhensif, yaitu dengan terapi antitrombotik, terapi simptomatik dan terapi penyakit dasar. Pemberian terapi UFH atau LMWH direkomendasikan untuk diberikan, walaupun terdapat infark hemoragik.terapi dilanjutkan dengan antikoagulan oral diberikan selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi antiplatelet.

Pencegahan Primer pada Stroke13 a. Mengatur pola makan yang sehat 1. Makanan biji-bijian yang membantu menurunkan kadar kolestrol.

2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke : i. Makanan/ zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti asam folat, vitamin B6, B12 dan riboflavin ii. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng, dan B12 mempunyai efk terhadap stroke iii. Beberapa jenis ikan seperti ikan tuna dan ikan salmon. iv. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan v. Buah-buahan dan sayur-sayuran vi. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan. b. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup 1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari 2. Mengendalikan stress c. Peningkatan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter dalam hal diet dan obat 1. Faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, DM harus dipantau secara teratur 2. Pengendalian hiperyensi dilakukan dengan target tekanan darah <140/90mmhg 3. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes melitus dengan target HbA1C <7% 4. Pengendalian kolestrol pada penderita dislipidemia dengan diit dan obat penurun lemak.

Penceghan Sekunder Stroke Iskemik13 1. Bila terdapat faktor resiko seperti hipertensi sebaiknya dilakukan penurunan tekanan darah. Bila terdapat faktor resiko DM gula darah diperiksa secara teratur. Hiperlipidemia, pengobatan dengan meggunakan statin dianjurkan 2. Kurangi konsumsi atau hentikan konsumsi merokok dan minum alkohol. Memberikan nasehat menghindari lingkungan perokok 3. Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang masih dapat melakukan aktivitas fisik, setidaknya 30 menit. Bagi pasien dengan disabilitas setelah stroke iskemik diperlukan pengawasan dan melakukan fisioterapi.

1.11

Prognosis

Prognosis setelah terjadi stroke iskemik akut sangat beragam, tergantung pada keadaan premorbid, keparahan stroke, usia, dan komplikasi-komplikasi post-stroke.14 Angka kematian pada penelitian stroke Framingham and Rochester, angka kematian keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28 persen. Angka kematian 30 hari setelah stroke iskemik adalah 19 persen. Angka harapan hidup 1 tahun pada pasien dengan stroke iskemik pada penelitian Framingham adalah 77%.14 Morbiditas pada orang yang selamat dari stroke pada Framingham Heart Study,31 persen butuh bantuan untuk dirinya, 20 % butuh bantuan saat berjalan, dan 71 persen mengalami gangguan kemampuan vokasional pada follow-up jangka panjang.14

DAFTAR PUSTAKA 1. H Soetjipto, Muhbibi S. Stroke.h. 18-33 2. Always, 2009. Stroke essentials for primary care, current clinical practice, Humana Press, USA. 3. Price SA, Wilson LM. Patofsiologi Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2003.h.1105-30 4. Acute Ischemic Stroke, dikutip dari The New England Journal of Medicine. 2007;357:572-9 5. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51 6. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102 7. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48 8. Gubitz G, Sandercock P. Regular review: prevention of ischemic stroke. BMJ 2000; 321:1455-9 9. Boral KS, Sharma A. Evaluation of antioxidant and cerebroprotective effect of medicago sativa linn. against ischemia and reperfusion insult. eCAM2010; 1-9. 10. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke-4. Jakarta: EGC, 2007.h. 394-412 11. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.h. 280-90 12. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana B. Diagnosis dan Tata laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC, 2007.h. 24-8 13. PERDOSSI. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri. Jakarta : Guideline Stroke 2011 Seri Pertama, 2011. 14. Trombolysis with Alteplase 3 to 4.5 hours after Acute Ischemic Stroke.2008; 359:131729. Dikutip dari the New England Journal of Medicine

BAB II LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN : Nama

: Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan Usia

: 84 tahun

Suku Bangsa : Minangkabau Alamat

: Tanah Pak Lambik

Pekerjaan

: -

Seorang pasien perempuan umur 84 tahun di rawat di Bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 6 Februari 2014 dengan :

Keluhan Utama

:

Lumpuh anggota gerak kiri

Riwayat penyakit sekarang -

:

Lemah anggota gerak kiri sejak 2 bulan yang lalu. Lemah terjadi tiba-tiba sewaktu istirahat, dimana pasien merasa lengan dan tungkainya tidak bisa digerakkan sama sekali, sehingga tidak mampu menggenggam benda dan tidak bisa melangkahkan tungkai kirinya.

-

Kelemahan ini dirasakan sama berat antara lengan dan tungkai.

-

Keluhan ini disertai mulut mencong dan bicara pelo

-

Nyeri kepala saat onset tidak ada

-

Mual muntah tidak ada

-

Kejang tidak ada

Riwayat penyakit dahulu

:

-

Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu namun control tidak teratur

-

Riwayat Diabetes Melitus dan sakit jantung ( - )

Riwayat Penyakit Keluarga

:

-

Ayah pasien menderita hipertensi

-

Riwayat Penyakit Jantung dan Diabetes Melitus dalam keluarga ( - )

Riwayat Pribadi dan Sosial

:

-

Pasien seorang ibu rumah tangga

-

Aktivitas fisik harian ringan

-

Kebiasaan olahraga ( - )

PEMERIKSAAN FISIK Tanda Tanda Vital  Keadaan umum

: Baik

 Kesadaran

: CMC, GCS 15, E4M6V5

 Tekanan darah

: 150/90 mmHg

 Frekuensi Nadi

: 94x/mnt

 Frekuensi pernafasan

: 24x/mnt

 Suhu

: 37°C

Status Internus -

Kulit

: Turgor kulit normal

-

Kepala : Konjungtiva

: tak anemis

Sklera

: tak ikterik

 Leher

: tidak ada kelainan

 Thorax

:

Pulmo

:

Inspeksi

: simetris kiri = kanan ( stasis dan dinamis )

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Cor

:

Inspeksi

: ictus cordis tak terlihat

Palpasi

: ictus teraba 2 jari lateral LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung melebar

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama takikardi, bising (-)

- Abdomen

:

Inspeksi

: tidak tampak membuncit

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: tympani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

- Korpus Vertebrae Inspeksi

: deformitas (-)

Palpasi

: gibbus (-)

Status Neurologis

1. GCS 15 (E4 M6 V5) 2. Tanda Rangsangan Meningeal : a. Kaku kuduk (-). b. Brudzinky I (-). c. Brudzinky II (-). d. Kernig (-).

3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: a. Muntah proyektil tidak ada. b. Sakit kepala tidak ada. c. Pupil isokor, diameter 3mm/3mm

4. Pemeriksaan nervus kranialis N. I (Olfaktorius)

Penciuman

Kanan

Kiri

+

+

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Kanan

Kiri

Tajam penglihatan

+

+

Lapangan pandang

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

+

+

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Subjektif Objektif (dengan bahan)

N. II (Optikus) Penglihatan

Melihat warna Funduskopi

N. III (Okulomotorius) Kanan

Kiri

Bulat

Bulat

(-)

(-)

Bebas ke segala arah

Bebas ke segala arah

Strabismus

(-)

(-)

Nistagmus

(-)

(-)

Ekso/endotalmus

(-)

(-)

Bola mata Ptosis Gerakan bulbus

Pupil



Bentuk



Refleks cahaya

Bulat

Bulat

(+)

(+)

N. IV (Trochlearis) Kanan

Kiri

+

+

Ortho

Ortho

-

-

Kanan

Kiri

+

+

Ortho

Ortho

-

-

Kanan

Kiri

 Membuka mulut

+

+

 Menggerakkan rahang

+

+

 Menggigit

+

+

 Mengunyah

+

+

Gerakan mata ke bawah Sikap bulbus Diplopia

N. VI (Abdusen)

Gerakan mata ke lateral Sikap bulbus Diplopia

N. V (Trigeminus)

Motorik

Sensorik  Divisi oftalmika -

Refleks kornea

(+)

(+)

-

Sensibilitas

(+)

(+)

 Divisi maksila -

Refleks masetter

(+)

(+)

-

Sensibilitas

(+)

(+)

(+)

(+)

 Divisi mandibula -

Sensibilitas

N. VII (Fasialis) Plica nasolabialis kiri lebih datar Kanan Raut wajah

Kiri

Plica nasolabialis kiri lebih datar

Sekresi air mata

(+)

(+)

Fissura palpebra

(+)

(+)

Menggerakkan dahi

(+)

(+)

Menutup mata

(+)

(-)

Mencibir/ bersiul

(+)

(-)

Memperlihatkan gigi

(+)

(-)

Sensasi lidah 2/3 depan

(+)

(-)

Hiperakusis

(-)

(-)

N. VIII (Vestibularis) Kanan

Kiri

Suara berbisik

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Detik arloji

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Rinne tes

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Weber tes

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Schwabach tes -

Memanjang

-

Memendek

Nistagmus -

Pendular

-

Vertikal

-

Siklikal

Pengaruh posisi kepala

(-)

(-)

(-)

(-)

N. IX (Glossopharyngeus) Kanan Sensasi lidah 1/3 belakang

Tidak diperiksa

Kiri Tidak diperiksa

Refleks muntah (Gag Rx)

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

N. X (Vagus) Keadaan Arkus faring

Simetris

Uvula

Simetris

Menelan

(+)

Suara

Normal

Nadi

Teratur

N. XI (Asesorius) Kanan

Kiri

Menoleh ke kanan

(+)

(+)

Menoleh ke kiri

(+)

(+)

Mengangkat bahu kanan

(+)

(+)

Mengangkat bahu kiri

(+)

(+)

N. XII (Hipoglosus) Kanan Kedudukan lidah dalam

Kiri

Deviasi ke kanan

Kedudukan lidah dijulurkan

Deviasi ke kiri

Tremor

(-)

Fasikulasi

(-)

Atropi

(-)

5. Pemeriksaan koordinasi Cara berjalan

Tidak diperiksa

Disartria

Tidak diperiksa

Romberg tes

Tidak diperiksa

Disgrafia

Tidak diperiksa

Ataksia

Tidak diperiksa

Supinasi-pronasi

Tidak diperiksa

Reboundphenomen Tidak diperiksa

Tes jari hidung

Tidak diperiksa

Test tumit lutut

Tidak diperiksa

Tes hidung jari

Tidak diperiksa

6. Pemeriksaan Motorik a. Ekstremitas

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Aktif

Tidak aktif

aktif

Tidak aktif

Kekuatan

555

000

555

000

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Eutropi

Tropi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

7. Pemeriksaan sensibilitas Sensibiltas taktil

Tidak diperiksa

Sensibilitas nyeri

Tidak diperiksa

Sensiblitas termis

Tidak diperiksa

Sensibilitas kortikal

Tidak diperiksa

Stereognosis

Tidak diperiksa

Pengenalan 2 titik

Tidak diperiksa

Pengenalan rabaan

Tidak diperiksa

Algoritma skor gajah maja

: Penurunan kesadaran ( - ) Nyeri Kepala ( - ) Reflek Babinsky ( - )

Kesan : Stroke Iskemik Siriraj Stroke Score : ( 2,5 x 1 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 0,1 x 90 ) – ( 3 x 0) – 12 = -0.5 Kesan : Stroke Iskemik

Diagnosis Diagnosa klinis

: Hemiplegi Sinistra + Parase N VII, N XII tipe sentral

Diagnosa topik

: Sub Korteks Serebri Hemisfer Dextra

Diagnosa etiologi

: Tromboemboli cerebri

Diagnosa sekunder

: Hipertensi Stage II

Terapi Terapi Umum :  IVFD RL 12 J/Kolf  Diet MB RG II DD 1800 kkal

Terapi Khusus :  Aspilet 2 x 80 mg PO  Amlodipin 1 x 10 mg PO  KSR 2 x 600 mg PO  Sliding scale / 4 jam Jika Gula darah < 200

: 2 IU sc

201 – 250

: 4 IU sc

251 – 300

: 6 IU sc

301 – 350

: 8 IU sc

> 350

: 10 IU sc

Rencana Pemeriksaan -

Lab darah perifer : DC, PT, APTT

-

Lab kimia klinik : GDP, GD2PP, HbA1C, Kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida

-

Brain CT-Scan tanpa kontras

Follow Up Selasa, 11 Februari 2014 S/ Lemah anggota gerak kiri, bicara pelo o/ Keadaan Umum : Sedang Kesadaran

: Compos mentis cooperative

Tekanan darah

: 140 /100

Nadi

: 88 x / menit

Nafas

: 20 x / menit

Suhu

: 36,7 C

Status Internus

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorak

: Cor an pulmo dalam batas normal

Abdomen

: hepar dan lien dalam batas normal, bising usus ( +) normal

Status Neurologis GCS

: 15 ( E4 M6 V 5 )

Tanda rangsangan meningeal ( - ) Nervus Cranialis N VII

: Raut wajah asimetris, plika nasolabilis lebih datar ke kiri

N XII

: Kedudukan lidah dijulurkan asimetris, lateralisasi ke kiri Kedudukan lidah dalam asimetris lateralisasi ke kiri Tremor ( - ), fasikulasi ( - ) dan atropi ( - ) disfagia ( - ), disfonia ( - )

Motorik Kekuatan

:

555 Eutonus, eutrofi

000 Eutonus, eutrofi

555 Eutonus, eutrofi

000 Eutonus, eutrofi

Diagnosa klinis

: Hemiparase Sinitra + Parase N VII, N XII sinistra tipe sentral

Diagnosa topik

: Sub Korteks Serebri Hemisfer Dextra

Diagnosa etiologi

: Tromboemboli cerebri

Diagnosa sekunder

: Hipertensi Stage II DM tipe II baru dikenal

Terapi

:

UMUM o IVFD RL 12 jam/kolf o Diet MB RG II

o Fisioterapi KHUSUS -

Aspilet 2 x 80 mg PO

-

Amlodipin 1 x 10 mg PO

-

Valsartan 1 x 160 mg PO

-

Simvastatin 1 x 20 mg PO

-

Sliding scale / 4 jam Jika Gula darah < 200

: 2 IU sc

201 – 250

: 4 IU sc

251 – 300

: 6 IU sc

301 – 350

: 8 IU sc

> 350 : 10 IU sc

Rabu, 12 Februari 2014 S/ Lemah anggota gerak kanan, bicara pelo o/ Keadaan Umum : Sedang Kesadaran

: Compos mentis cooperative

Tekanan darah

: 140 /100

Nadi

: 100 x / menit

Nafas

: 20 x / menit

Suhu

: 36,8 C

Status Internus

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorak

: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Hepar dan lien dalam batas normal, bising usus ( +) normal

Status Neurologis GCS

: 15 ( E4 M6 V 5 )

Tanda rangsangan meningeal ( - ) Nervus Cranialis N VII

: Raut wajah asimetris, plika nasolabilis lebih datar ke kiri

N XII

: Kedudukan lidah dijulurkan asimetris, lateralisasi ke kiri Kedudukan lidah dalam asimetris lateralisasi ke kiri Tremor ( - ), fasikulasi ( - ) dan atropi ( - ) disfagia ( - ) disfonia ( - )

Motorik Kekuatan

:

555 Eutonus, eutrofi

000 Eutonus, eutrofi

555 Eutonus, eutrofi

000 Eutonus, eutrofi

Diagnosa klinis

: Hemiparase Sinistra + Parase N VII, N XII sinistra tipe sentral

Diagnosa topik

: Sub Korteks Serebri Hemisfer Dextra

Diagnosa etiologi

: Tromboemboli cerebri

Diagnosa sekunder

: Hipertensi Stage II DM tipe II baru dikenal

Pemeriksaan Anjuran : Cek Labor Lengkap dan CT Scan Terapi

:

UMUM o Diet MB RG II o Fisioterapi

KHUSUS -

Aspilet 2 x 80 mg PO

-

Amlodipin 1 x 10 mg PO

-

Valsartan 1 x 160 mg PO

-

Simvastatin 1 x 20 mg PO

-

Sliding scale / 4 jam Jika Gula darah < 200

: 2 IU sc

201 – 250

: 4 IU sc

251 – 300

: 6 IU sc

301 – 350

: 8 IU sc

> 350

: 10 IU sc

BAB III DISKUSI Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 51 tahun yang dirawat di bangsal neurologi RS.Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinik : Hemiparese sinistra + parese

N VII + XII

sinistra tipe sentral, diagnosis topik : subkortek serebri hemisfer dekstra, diagnosis etiologi : Trombosis serebri, diagnosis sekunder : hipertensi stage II dan DM tipe II baru dikenal. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa lemah tubuh sebelah kiri. Kelemahan dirasakan tiba-tiba saat pasien setelah bangun tidur. Kelemahan lengan dan tungkai kiri sama berat. Pasien tidak bisa memegang benda dengan tangan kiri ,dan tidak mampu berjalan sendiri. Keluhan ini disertai juga dengan bicara pelo dan mulut mencong. Dari riwayat penyakit dahulu hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang sedang, tingkat kesadaran komposmentis kooperatif, tanda rangsangan meningeal dan tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan gangguan N VII yaitu plika naso labialis kiri lebih datar dari yang kanan, dan gangguan N XII ditemukan deviasi lidah ke kiri. Kekuatan motorik pada pasien ini untuk ekstremitas superior dan inferior kiri adalah 0/0/0 dan 0/0/0. Dari algoritma skor Gajah Mada dan Siriraj didapat stroke iskemik. Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah IVFD RL 12 jam/kolf, diet MB RG II dan secara khusus adalah Aspilet 2 x 80 mg (PO), Amlodipin 1 x 10 mg (PO), Valsartan 1 x 100 mg (PO). Untuk memastikan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu gold standard pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan tanpa kontras.

BAB IV KESIMPULAN

Definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular. Stroke diklasifikasikan menjadi hemoragik atau iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian dari otak mendadak terganggu oleh penyumbatan. Dua mekanisme pathogenesis yang dapat menghasilkan stroke iskemik yaitu thrombosis dan emboli. Stroke dapat menyebabkan kematian atau kecacatan jangka panjang dengan segala efeknya. Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari berbagai disiplin ilmu kedokteran. Pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan

pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.

More Documents from "Dian Pratiwi B"

Meta.docx
May 2020 17
Matamor.docx
May 2020 20
6. Bab V.docx
November 2019 31
5481-21722-1-pb.pdf
November 2019 36