Batuan metamomif adalah batuan yang telah berubah karena bertambahnya tekanan dan temperature (Katili dan Marks, 1963:90).
Grout (1932, Soetotor dan Watono Raharjo, 1974:1) menyebutkan bahwa batuan metamorfik adalah batuan yang mempunyai sifat-sifat nyata yang dihasilkan oleh proses metamorfisme. Perubahan dalam batuan metamorfik adalah kristalisasi baru.
Turner (1954, Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorfik adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur olehmetamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair.
Metamorfisme dapat digolongkan menjadi:
1. Metamorfisme kontak/sentuh/termal, terjadi pada zone kontak dengan tubuh magma. Intunsif ataupun ekstrusif yang mempunyai tekanan 1000 – 3000 atmosfer dan temperature 3000 C – 8000 C. 2. Metamorfisme dinamik/dislokasi/kinematik/kataklastik, terjadi padazone sesar. 3. Metamorfisme regional, terjadi pada daerah luas akibat orogenesis. Pada proses ini pengaruh tekanan dan temperature berjalan bersama-sama. Proses ini terjadi dalam kerak bumi di bawah zone of weathering and comentation, tetapi di atas zone of remelting. Tekanan = 2000 – 13.000 bars (1 bars = 106 dyne/cm2) dan temperature 2000 C – 8000 C. Ditinjau dari teori tektonik lempeng, zone metamorfisme regional terletak di tepi benua, di atas bidang kontak tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudra.
a. Tekstur Batuan Metamorfik
1. Porfiloblastik : identikdengan porfiritik pada batuan beku : disini di jumpai porfiroblast (identik dengan fenokrist pada batuan beku) di dalam suatu massa dasar. 2. Granoblastik = Granulose = equigranular yaitu butir-butir mineralmya berukuran seragam. 3. Lepidoblastik : mineral-mineral yang sejajar dan searah adalah mineral-mineral pipih (tabular). 4. Nematoblastik : mineral-mineral yang sejajar dan terarah adalah mineral-mineral prismatic. 5. Idioblastik : mineral-mineralnya euhedral (batas-batas kristalnya baik). Identik dengan ideomorfik pada batuan beku. 6. Xenoblastik : mineral-mineralnya anhedral (batas-batas kristalnya jelek). Identik dengan xenomorfik pada batuan beku. Secara umum keenam jenis tekstur tersebut di atas disebut tekstur kristaloblastik.
Jenis tektur yang lain adalah:
1. Blastoporfiritik : sisa tekstur porfiritik batuan asala (batuan beku) masih tampak. 2. Blastofitik : sisa tekstur ofritik batuan asal (batuan beku) masih tampak. Kedua jenis tekstur tersebut di atas disebut teksrur sisa = relic teksture = palimpsest.
Tekstur berdasarkan ukuran butir padabatuan metamorfik sama dengan tekstur padabatuan beku (halus, sedang, kasar, dan sangatkasar).
b. Struktur Batuan Metamorfik
1. Schistose = foliasi, berupa mineral kuarts dan feldspar jua mineral pipih yang lebih dominan. 2. Gneissose = gneissic, berupa kuarts dan feldspar dominan, dan membentuk segragasi dan lineasi, juga terdapat mineral pipih (muskovit, biotit). 3. Hornflestik, berupa mineral bertekstur equigranular yang berasal darai hasil rekristalisasi akibat metamorfisme termal, dan tidak ada lineasi. 4. Kataklastk, terdiri dari matriks dan fragmen-fragmen , hancuran akibat metamorfisme kataklastik. 5. Flaser, berupa sisa batuan asal sebagai fragmen milonit sebagai massa dasar. 6. Augmen, berupa feldspar berbentuk lensa di dalam massa dasar berbutir lebih halus mungkin katalastik mungkin bukan.
c. Klasifikasi Batuan Metamorfik
1. Berdasarkan tekstur 1. Slate (batusabak), Berbutir sangat halus, memperlihatkan bidang belahan (slaty-cleavage), tanpa lapisan segregasi : hasil metamorfisme regional dari mudstone, siltstone, dan batuan sedimen klastik berbutir halus.
1. Phylite (filit)
Berbutir halus memperlihatkan schisticity, mulai tampak lapisan segregasi: pada bidang foliasi adakilap muskovit dal klorit; berasala dari batuan yang sama dengan bahan pembentuk slate; tetapi butir-butirnya kasar; hasil metamorfisme regional tingkat yang lebih tinggi.
1. Schist (sekis) Schisticity atau foliasi jelas sekali: terdiri dari lapisan segregasi kuats dan feldspar dan mineral pipih seperti biotit dan muskovit; hasil metamorfisme regional tingkat tinggi atau metamorfisme kinetic bertekanan tinggi.
1. Gneiss Struktur gneisik, berbutir kasar; shistosity tidak baik karena banyaknya mineral kuarts dan feldspar lebih banya daripada mineral pipih; hasil metamorfisme regional fasies tinggi dari batuan asal granit atau batuan lain yang banyak mengandung kuarts dan feldspar.
1. Hornfels Berstruktur hornfelsik, hasil metamorfisme termal. Apabila mineral penyusunnya kuarts maka hornfels kuarts ini disebut quartzite (kuartsit), sedangkan bila penyusunnya mineral klasit maka hornfels klasit ini disebut marble atau marmer (batu pualan). Perlu diketahui pula bahwa kuartsit dan marmer dapat juga terjadi oleh metamorfisme regional.
1. Amphibolite Batuan ini berbutir sedang hingga kasar: terdiri terutama dari mineral-mineral hornblende danplagioklase; schistosity baik, karena bentuk mineral hornblende yang
prismatic, tetapi masih kurang baik dibandingkan dengan schist; merupakan hasil metamorfisme regional fasies tinggi.
1. Granulite Batuan ini berbutir seragam, tanpa mika dan amfibol; schistosity tidak jelas. Bila ada foliasi disebabkan karena mineral-mineral kuarts dan feldspar berbentuk lensa yang pipih, hasil metamorfisme regional fasies tinggi.
1. Mylonite Hasil metamorfisme kataklastik: berbutir halus (1 mm). biasanya memberikan orientasi sepeti breksi; contoh: milonit gabro, milonit batu gamping.
1. Cataclasite Hasil metamorfisme kataklastik: berbutir sedang (1 – 5 mm).
1. Phyllonite Secara megaskopik seperti filit, tetapi berbentuk seperti milonit oleh granulasi batuan asal yang lebih kasar; sudah ada rekristalisai; berwarna abu-abu mengkilap karena adanya mika, schistosity jelas, mengandung serisit banyak.
Metamorfisme adalah proses reaksi rekristalisasi di dalam kerak bumi pada kedalaman antara (3-20 km) yang pada keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fase cair sehingga terbentuk struktur dan mineral yang baru, akibat dari pengaruh temperatur (T) dan dari tekanan (P) yang tinggi. Sedangkan menurut H.G.F. Winkler (1976) proses metamorfosa adalah suatu proses yang mengubah mineral pada suatu batuan dalam fase padat karena suatu pengaruh atau response terhadap kondisi fisika dan juga kimia di dalam kerak bumi, dimana pada kondisi fisika, dan kimia tersebut
berbeda dengan kondisi yang sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan (H.M. Munir, 1995).
PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE METAMORFISME A. Proses Pembentukan Batuan Metamorf Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982). Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 200 0 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962). Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994). Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994). Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis (Huang WT, 1962). B. Tipe-Tipe Metamorfosa Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Metamorfosa regional / dinamothermal Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor). Metamorfosa Orogenik Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu. Metamorfosa Burial Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida. Metamorfosa Dasar dan Samudera Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut. 2. Metamorfosa Lokal Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi : Metamorfosa Kontak Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
Gambar Metamorfisme Kontak dan Mineral Penyusun Batuan Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal. Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike. Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit. Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure. Metamorfosa Impact Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal). Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).
Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme
Batuan Metamorf A. Pengertian Batuan Metamorf Kata metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”metamorphism” dimana ”meta” yang artinya ”berubah” dan ”morph” yang artinya ”bentuk”. Pengertian metamorf dalam geologi merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan. Perubahan terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan temperatur yang berbeda. ANIMASI METAMORF Download Animasi Batuan metamorf berarti batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain: temperatur tinggi, tekanan tinggi, serta temperatur dan tekanan tinggi. Penjelasan mengenai ketiga faktor tersebut sebagai berikut.
1. Temperatur tinggi Temperatur tinggi berasal dari magma. Batuan ini berdekatan dengan dapur magma, sehingga ini disebut metamorf kontak. Contoh: marmer dari batugamping (limestone) dan antrasit dari batubara.
Gambar 4.1. Salah satu tambang batu marmer yang ada di Kecamatan Besuki, Tulungagung
Dua aktivitas geologi yang berupa vulkanisme dan tektonisme berkaitan erat dengan terdapatnya batuan metamorf di kawasan Tulungagung selatan. Jenis batuan metamorf yang ada di kawasan ini adalah marmer, yang merupakan malihan darilimestone. Batuan metamorf di kawasan ini tidak tersebar secara meluas, yaitu hanya di sekitar Desa Besole Kecamatan Besuki. 2. Tekanan tinggi Tekanan
yang
tinggi
dapat
berasal
dari
endapan-endapan
yang
tebal
sekali.
Contoh, batulumpur (mudstone) menjadi batutulis (slate). Batuan ini banyak dijumpai di daerah patahan atau lipatan.
Gambar 4.2. Batu Lempung (Mudstone) yang berubah menjadi Batu Tulis (Slate) (Sumber: http://en.wikipedia.org)
Gambar
4.2
menunjukkan
perubahan
pada mudstone yang
berubah
menjadi slate.Slate terbentuk pada temperatur dan suhu yang rendah. Oleh karena itu, agen
metamorfosis
yang
paling
berperan
adalah
tekanan
terhadap
batuan
tersebut. Slateditandai oleh struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained). 3. Temperatur dan tekanan tinggi Tekanan dan suhu tinggi terjadi bila ada pelipatan dan pergeseran saat pembentukan pegunungan. Proses seperti ini disebut metamorfosis pneumatolistik, contoh: Sekis. Batu Sekis yang ditemukan di lapangan dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Batuan Schist di Kali Brengkok, Karangsambung, Kebumen (Sumber: LIPI-Balai Informasi dan Konservasi Kebumian)
Sekis berasal dari mineral asam lempeng benua. Batuan ini berkilauan ketika tertimpa sinar matahari dan merupakan batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Pengukuran dengan radioaktif menunjukkan batuan ini berumur 121 juta tahun, dariZaman Kapur. Batuan alas Pulau Jawa ini memiliki nilai ilmiah tinggi karena membuktikan bahwa sejak zaman itu telah terjadi tumbukan lempeng samudera dengan lempeng benua di kawasan Karangsambung. B. Klasifikasi Batuan Metamorf Batuan metamorf dibagi menjadi 3, yaitu: batuan metamorf kontak, dinamo, dan pneumatolistik. Batuan-batuan metamorf tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Metamorf termal (kontak) Batuan metamorf yang terbentuk karena pengaruh suhu yang sangat panas. Suhu yang panas dikarenakan letaknya dekat dengan magma. Contoh dari batuan metamorf kontak adalah marmer. Marmer termasuk batuan malihan dari batugamping. Berkaitan dengan hal tersebut, suhu yang panas akan membakar bahkan mencairkan batugamping. Pada tahap selanjutnya, batugamping mengalami pendinginan dan menjadi marmer.
Gambar 4.4. Salah satu tambang Batu Marmer di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung (Sumber: http:// beritadaerah.co.id)
Gambar
4.4
menunjukkan
salah
satu
pertambangan marmer di
Kecamatan
Besuki.Marmer dapat terbentuk di Kecamatan Besuki karena daerah tersebut merupakan pegunungan kapur. Formasi lapisan batuan kapur yang ada di Tulungagung terbentuk oleh pengangkatan dasar lautan. Pengangkatan tersebut terjadi karena adanya aktivitas tektonik, yakni batas lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. Dua aktivitas geologi yang berupa vulkanisme dan tektonisme berkaitan erat dengan terdapatnya marmer di kawasan Tulungagung selatan. Hipotesis yang pertama pembentukan marmer disebabkan oleh aktivitas vulkanisme. Panas yang ditimbulkan oleh magma dapat mengubah batugamping menjadi marmer. Kelemahan dari hipotesis ini, marmer yang ada di Tulungagung masih mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batugamping yang ada di sekitarnya. Seharusnya, komposisimarmer mengalami perubahan jika terjadi melalui metamorf kontak. Aktivitas
endogenik
lainnya
yang
mempengaruhi
pembentukan marmer di Tulungagungadalah tektonisme. Tenaga tektonik menimbulkan tekanan yang yang tinggi. Akibatnya, batugamping akan mengalami rekristalisasi dan membentuk berbagai foliasi mapun nonfoliasi. Akibat rekristalisasi ini, struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur kuarter hingga tersier. Peta di bawah ini akan sedikit menjawab terbentuknya Marmer di Tulungagung.
Gambar 4.5. Peta Geologi Tulungagung yang menggambarkan kondisi formasi batuan di daerah tersebut (Sumber: http://www.blog.ub.ac.id)
Keterangan:
Satuan Breksi/Formasi Arjosari (Toma), berupa runtuhan endapan turbidit, yang ke arah mendatar berangsur berubah menjadi batuan gunung api.
Satuan Batugamping/Formasi Campurdarat, disusun oleh batugamping hablur yang bersisipan dengan batulempung berkarbon.
Satuan Batu Lempung/Formasi Nampol ( Tmn), tersusun oleh perulangan batulempung, batupasir dan tuf yang bersisipan konglomerat dan breksi.
Satuan Batugamping Terumbu/Formasi Wonosari (Tmwl), litologi tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping berlapis, batugamping berkepingan, batugamping pasiran kasar, batugamping tufan dan napal.
Satuan Gunung Api Tua/Formasi Mandalika (Tomn), batuan penyusun berupa breksi gunung api, lava, tuf, batupasir dan batulanau.
Satuan Breksi Gunung Api/ Formasi Wuni (Tmw), tersusun oleh breksi gunung api, tuf, batupasir, dan batulanau yang umumnya tufan, bersisipan batugamping.
2. Metamorf Dinamo (Sintektonik)
Batuan yang terbentuk karena pengaruh tekanan yang sangat tinggi. Batuan metamorf dinamo pada umumnya terjadi di bagian atas kerak bumi. Adanya tekanan dari arah yang berlawanan menyebabkan perubahan butir-butir mineral menjadi pipih dan ada yang mengkristal kembali. Jenis metamorfosa ini banyak dijumpai pada daerah-daerah patahan dan lipatan. Pada jenis batuan
metamorf
dinamo,
batuan
sedimen
berubah
menjadi
batuan
hablur,
misalnya: Gneis, Sabak, Antrasit, dan Serpih.
Gambar 4.6. Antrasit yang ditambang di Ibbenburen, Jerman (Sumber: http://www.en.wikipedia.org)
Gambar
4.6
adalah
contoh Antrasit yang
di
tambang
di
IIbenburen,
Jerman. Antrasitditambang dari formasi geologi tertua dan paling lama tinggal di dalam tanah.
Antrasit
merupakan
batubara
yang
paling
keras.
Ketika
dibakar, antrasit menghasilkan api biru yang sangat panas dan berwarna hitam mengkilat. Antrasit lebih banyak menghasilkan panas dan lebih sedikit asap dibandingkan dengan batubara lainnya. 3. Metamorfik pneumatolitis kontak Batuan metamorf pneumatolitis kontak terbentuk karena pengaruh gas-gas dari magma. Pengaruh gas panas pada mineral batuan menyebabkan perubahan komposisi kimiawi mineral tersebut. Contoh batuan metamorf pneumatolitis kontak adalah kuarsa dengan gas borium berubah menjadi Turmalin seperti gambar di bawah ini.
Gambar 4.7. Turmalin (Sumber: http://www.globalhealingcenter.com/)
Batu Turmalin termasuk batu mineral semi mulia yang terkenal karena kemampuannya. Batu ini dapat membantu dalam proses detoksifikasi tubuh manusia.Turmalin termasuk salah satu mineral yang memiliki kemampuan untuk memancarkan ion negatif dan sinar inframerah jauh. Turmalin juga memiliki kemampuan untuk menjadi sumber muatan listrik sendiri. C. Struktur Batuan Metamorf Batuan metamorf memiliki struktur yang unik. Hal ini disebabkan, batuan metamorf terbentuk dari batuan asal yang beraneka ragam. Selain itu, batuan metamorf terbentuk oleh tenaga yang berbeda-beda seperti temperatur, tekanan, atau gabungan keduanya. Penjelasan mengenai struktur batuan metamorf sebagai berikut. 1. Struktur Foliasi Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik. Struktur foliasi seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik. Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan antara lain, yaitu: Slaty Cleavage, Phylitic, Sekisose, Gneisose.
Gambar 4.8. Struktur foliasi batuan metamorf (Sumber: Noor, 2012)
Keterangan:
Slaty cleavage, struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batutulis).
Phylitic, rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya disebut Phyllite (Filit).
Sekisose, struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus,
sering disebut dengan closeSekisosity,
batuannya disebut Sekis.
Gneisose, struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan openSekisosity, batuannya disebut Gneis.
2. Struktur Nonfoliasi Struktur
nonfoliasi
adalah
struktur
yang
dibentuk
oleh
mineral-mineral
yang
equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular. Strktur ini seringkali terjadi pada metamorfosa termal. Beberapa struktur nonfoliasi yang umum ditemukan, yaitu: Granulase, Hornfelsik, Cataclastic, Mylonitic, dan Phylonitic.
Gambar 4.9. Struktur nonfoliasi batuan metamorf (Sumber: Noor, 2012)
Keterangan:
Granulose, struktur nonfoliasi yang terdiri dari mineral-mineral granular.
Hornfelsik, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat metamorfosa termal, batuannya disebut Hornfels.
Cataclastic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi, terjadi akibat metamorfosa kataklastik, batuannya disebut Cataclasite(Kataklasit).
Mylonitic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat
dan
belum
terjadi
rekristalisasi
mineral-mineral
primer,
batuannya
disebut Mylonite (Milonit).
Phyllonitic, gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya halus, sudah
terjadi
rekristalisasi,
menunjukan
kilap
silky,
batuannya
disebutPhyllonite (Filonit). D. Tekstur Batuan Metamorf Tekstur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf. 1. Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
a. Tekstur Relic (sisa) Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan asalnya. Penamaannya dengan memberi awalan blasto (kemudian disambung dengan nama tekstur sisa), misalnya: tekstur Blastoporfiritik. Penamaan lainnya dengan memberi awalan ”meta”, misalnya Metasedimen, Metagraywacke, Metavulkanik, dsb. b. Tekstur Kristaloblastik Tekstur kristoblastik adalah setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa. Penamaannya dengan memberi akhiran blastik. Penamaan ini dipakai untuk memberikan nama tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi proses metamorphosis. Misalnya, tekstur porfiroblastik, yaitu batuan metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada batuan beku, tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis. 2. Berdasarkan ukuran butir Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:
Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
3. Berdasarkan bentuk individu kristal Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.
Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.
4. Berdasarkan Bentuk Mineral Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.
Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.
Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat tidak teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat lebih teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Referensi: 1. Lutgens & Tarbuck. 2012. Essentials of Geology 11th. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Pearson Education, Inc. 2. Mc Knight, Tom L & Hess, Darrel, 2008. Physical Geography: A Landscape Appreciation 9th . Pearson Prentice Hall. 3. Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.