1. Rev. C Van Klavernas dan Rev. Cornelis E Groesbeek Data Pribadi 1. Rev. Cornelis E Groesbeek Tanggal lahir
: 1894
Meninggal
: 1967( 73 tahun)
Orang tua
: Cornelius Groesbeek, Hendrina Sophia Burger
Istri
: Johanna Aletta Maria Margaretha Groesbeek
Anak
: Aletta Catharina Duvenhage, Pieter Daniel
Ajaran iman Pentakosta dan Karismatik Kehidupan Pelayanan Pada tanggal 4 Januari 1921, empat orang mantan perwira Bala Keselamatan, yaitu Richard Dick, Christine Van Klaverans dan Cornelius Groesbeek beserta putra-putri mereka Jennie (12,5 tahun) dan Corie Groesbeek, warga negara Amerika keturunan Belanda berangkat dari Seattle ke Indonesia dengan kapal laut “SUAMARU” ke Yokohama, Osaka, singgah di Cina,setelah itu mereka ke pulau Jawa - Indonesia. Tanggal 23 Pebruari 1921, mereka tiba di Batavia (Jakarta), dari Jakarta melalui Mojokerto, Surabaya, Banyuwangi dan dengan kapal VARKENBOOT mereka tiba di Singaraja - Bali, pada bulan Maret 1921. Kemudian mereka menginap di Denpasar dalam sebuah Gedung Kopra dengan lantai batu bata yang telah dihancurkan dan atap terbuat dari rumbia. Dengan penuh kesulitan mereka mulai menabur benih Injil Sepenuh dari rumah ke rumah. Mereka dengan sepeda mengunjungi desa-desa, berhenti untuk bercakap-cakap dengan penduduk dan menanyakan apakah diantara mereka ada yang sakit. Bila ada, mereka didoakan, dan Tuhan menyembuhkan mereka. Mula-mula Tuhan bekerja dengan cara demikian. Orang-orang yang beragama protestan belum pernah mendengar penyembuhan dengan cara ini atau tentang baptisan air dan kepenuhan Roh Kudus.
Banyak orang yang mempunyai luka bernanah datang kerumah mereka. Mereka menyobek seprei-seprei lama menjadi semacam perban untuk membalut luka-luka tersebut. Baru dikemudian hari diketahui bahwa mereka menderita penyakit kusta.
Mereka semua didoakan. Karena begitu banyak orang yang datang ke rumah itu untuk mohon didoakan dan menerima kesembuhan, maka penduduk setempat bermaksud jahat terhadap mereka. Di atas selokan terdapat sebuah jembatan kecil yang menuju rumah. Hari berikutnya penduduk Bali menceritakan tentang rencana jahat itu terhadap mereka. Mereka tidak dapat melaksanakan rencana tersebut karena mereka melihat malaikatmalaikat yang berdiri di pintu gerbang rumah. Tuhan telah membela mereka. Apa yang mereka kerjakan disana juga telah mengundang reaksi keras imamimam Hindu. Hal ini mendorong Pemerintah Belanda melarang hamba Tuhan ini menetap dan menginjil di Bali dengan alasan takut merusak kebudayaan asli penduduk Bali. Seringkali mereka mengirim agen-agen dari dinas rahasia untuk memata-matai selama kebaktian berlangsung, karena mereka menyangka bahwa mereka adalah orang Bolsjewik. Mereka senang bahwa dengan jalan demikian mereka dapat mendengar kabar Injil. Groesbeek Cornelis meminta Tuhan untuk nasihat tentang operasi mereka di Indonesia. Selama berjalan-jalan di Surabaya, ia dibawa ke sebuah rumah besar di beranda seorang wanita Belanda Sat Percakapan dengan wanita mengungkapkan bahwa ia sedang sakit. Dalam mengundang kehadiran teman-teman, malam itu wanita itu sembuh selama layanan doa oleh Groes Beeks di rumahnya. Di Surabaya, Rev. Cornelius E. Groesbeek berkenalan dengan Ny. Wijnen yang mempunyai seorang keponakan yang bekerja di BPM Cepu (Shell), bernama F. G. Van Gessel. Dengan Perantaraan Ny. Wijnen yang telah menerima kesembuhan Ilahi lewat pelayanan Rev. Cornelius E. Groesbeek, maka Sdr. Vand Gessel dapat berjumpa dan berkenalan dengan beliau. Sdr. Van Gessel menyambut hangat Rev. Groesbeek karena memang telah lama dia ingin lebih mengerti dan mendalami Injil yang selama ini dibacanya. Berita Pantekosta disambutnya dengan penuh sukacita, lalu pada bulan Januari 1923 dimulailah kebaktian Pantekosta yang pertama di Deterdink Boulevard, Cepu. F. G. Van Gessel dengan istri, pegawai tinggi BPM memiliki gaji F 800 (800 Gulden), bertobat dan menerima Injil Sepenuh. Kebaktian itu berlangsung terus dengan baik dan jumlah pengunjung bertambah hingga mencapai 50 orang.
Kebaktian di Cepu ini mengalami tantangan keras. Merka diejek, diolok dan dituduh sebagai aliran yang menyesatkan. Ds. Hoekendijk menegaskan bahwa kebaiktian Pantekosta yang di Cepu dan mujizat yang terjadi di dalamnya berasal dari Setan. namun demikian, Tuhan bekerja luar biasa. Tiga bulan kemudian pada tanggal 30 Maret 1923 terjadi suatu peristiwa penting yang menjadi salah satu tonggak sejarah Gereja Pantekosta di Indonesia. Benih Injil Sepenuh yang ditabur dengan linangan air mata sejak Maret 1921 di Bali, mengeluarkan buah pertama dengan diadakannya baptisan air di Pasar Sore Cepu dan jumlah yang dibaptis sebanyak 13 orang. Baptisan ini dilakukan oleh Rev. Cornelius E. Groesbeek dan dibantu oleh Rev. J. Thiessen, seorang misionaris dari Belanda. Di antara 13 orang itu terdapat suami Istri F. G. Van Gessel, suami istri S.I.P. Lumoindong dan Sdr. Agust Kops. Pelayanan Keluarga Groesbeek periode ke 2 berlangsung selama 8 tahun, yaitu Agustus 1930 sampai Oktober 1938. Keluarga Groesbeek kembali ke rumah mereka pada tahun 1926 dan kembali ke pulau Jawa untuk perjalanan yang kedua di tahun 1930.
Referensi http://pentecost-news.blogspot.com/2009/10/sejarah-perjalanan-pelayananpara.html https://pantekostarajawali.wordpress.com/sejarah-gpdi-2/sejarah-gpdi/