BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dari Dosen, dan juga perlunya menambah wawasan tentang pengembangan peserta didik dalam system pegajaran dari jurusan Pendidikan Agama Islam. Dan juga dari berbagai permasalahan dilapangan tentang persoalan masih banyaknya peserta didik dan pendidik yang selalu mengalami kendala dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karma masih adanya pendidik yang kurang mengetahui sampai sejauh mana tingkat inteligensi peserta didik, maka dari itu kami merasa perlu mengebangkan sedikit tentang pengaruh dan apa sebenarnya Inteligensi itu. Sebuah kewajaran bagi pendidik sendiri untuk selalu meingkatkan supaya taraf dan pengetahuan peserta didik agar lebih baik dan bisa meningkatkan kualitas pendidikan di masa mendatang. Dalam pembahasan tentang inteligensi disini kami menjabarkan tentang pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi itu sendiri dan bagaimana cara membedakan tingkat inteligensi peserta didik serta bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran. B. Metode Penulisan Dalam pembahasan kali ini kami secara lengkap menggunakan metode Penelitian Kepustakaan (Library reseach) dengan metode sebagai berikut: 1. Metode Deduktif 2. Metode Induktif, dan 3. Metode komperatif
1
BAB II PERKEMBANGAN INTELEGENSI PESERTA DIDIK
I.
Pengertian Intelegensi Manusia merupakan makhluk yang diciptakan sempurna oleh Allah SWT.
Diberikan akal, yang bermula dari dari otak
dan otakpun berbeda
kapasitasnya, ada yang memiliki daya tangkap yang cepat dan ada yang lambat atau lemah, semua itu tergantung pada intelegensinnya. Dari intelegensi kita dapat mengatakan seseorang itu pandai atau bodoh, pandai sekali atau cerdas sekali dan bisa juga bodoh atau idiot. Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. “ William Stern berpendapat bahwa Intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri pada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir
yang
sesuai
dengan
tujuannya”.(Drs.M.
Ngalim
Purwanto.Mp.1992:52) Berbicara tentang Intelegensi, pendapat-pendapat pakar pendidikan banyak yang berpendapat mengatakan bahwa intelegensi tergantung dengan dasar dan turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh pada seseorang. Hal ini sesuai dengan fakta yang dikemukakan oleh Prof. Waterink seorang Maha Guru di Amsterdam, menyatakan bahwa “ Belum dapat dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau di latih. Belajar berfikir hanya diartikan bahwa banyaknya pengetahuan yang bertmbah, akan tetapi bukan berarti
bahwa kekuatan berfikir bertambah baik.”(Drs.M. Ngalim
Purwanto.Mp.1992:52) Ditambahkan juga oleh Dra. Desmita M.Si dalam bukunya Perkembangan Peserta Didik, beliau mendefenisisikan “ Inteligensi adalah merupakan sebuah
2
konsep abstrak ynag sulit didefenisikan secara memuaskan”. Hingga sekarang belu ditemukan defenisi Inteligensi yang dapat diterima secara universal. Secara umum Inteligensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi yang sangat beragam.
2.
Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan.
3.
Kemampuan berfikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep secara abstrak dan menggunakan secara luas symbol-symbol dan konsep-konsep.1)
Dari
beberapa
pendapat
diatas
secara
kompleks
Drs.M.Ngalim
Purwanto.MP dalam bukunya “Psikologi Pendidikan” Beliau menyimpulkan: a. Inteligensi ialah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkut paut didalamnya (Ingatan, fantasi, persaaan, Perhatian, minat dan sebagainya turut mempengaruhi Inteligensi seseorang). b. Kita hanya bisa mengetahui tingkat inteligensi seseorang dari tingkah laku dan perbuatannya yang tampak, Inteligensi dapat kita ketahui secara tidak langsung melalaui “kelakuan Inteligensinya”. c. Bagi suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir saja yang penting faktor pendidikan dan lingkunganpun memegang peranan. d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya dapat menntukan tujuantujuan yang baru dapat memikirkan dan menggunakan cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan tersebut. II.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Inteligensi Seperti yang telah dibahas dalam pengertian Inteligensi merupakan
kemampuan otak yang sudah dibawa sejak lahir dari hari kehari setiap
1
Dra. Desmita.M.Si, Perkembangan Peserta didik. (Batusangkar : Phares :1988)
3
pertumbuhan manusia. Intelijensipun mengalami perkembangan sehingga terdapat perbedaan intelijensi seseorang dengan yang lainnya. Berikut adalah faktor-faktor perkembangan intelijensi : a. Pembawaan Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir “Batas kesanggupan kita” yakni dapat tidaknya kita emecahkan soal. Pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita, orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh walaupun kita belajar ditempat yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada. b. Kematangan Tiap-tiap orang dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, tiap orang (fisik/fsikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan funsi masing-masing. c. Pembentukan Segala keaadaan didalam diri seseorang yang mengalami perkembangan intelijensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (disekolah-sekolah) dan pembentuk tidak sengaja (pengaruh lingkungan). d. Minat dan pembawaan yang khas Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongandorongan untuk berinteraksi dengan dunia luar. e. Kebebasan Manusia dapa memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalahnya. Semua faktor tersebut diatas saling bersangkut paut satu sama lainnya, untuk menentukan intelijensi tindakan seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut diatas. Intelijensi adalah faktor total, keseluruhan pribadi turut serta dalam perbuatan intelijensi seseorang.2)
2
Drs. M. Ngalim Purwanto. MP. Psikologi Pendidikan.( Bandung : PT. Remaja Rosadakarya)
4
III.
Membedakan Tingkat Kecerdasan Peserta Didik dan Imlikasinya dalam Pembelajaran.
A. Membedakan Tigkat Kecerdasan Peserta Didik. Berbicara tentang membedakan tingkat kecerdasan ini berkaitan atau bisa jadi bagaimana cara membedakannya. Seperti yang kita ketahui bahwa intelijensi ialah kemampuan otak yang dibawa sejak lahir berupa kecerdasan. Sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang berkembang, kecerdasanpun bisa diukur, jadi untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik perlu adanya tes intelijensi disamping dalam proses belajar dan mengajarpun bisa diketahui. Orang yang berjasa pertama kali menemukan tes intelijensi pertama kali ialah seorang dokter bangsa Perancis : Alfret Binet dan pembantunya Simon, sehingga tesnya terkenal dengan Binet Simon. Tes binet simon terdiri dari sekelompok pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompokkan menurut umur (Untuk anak-anak umur 3-15 tahun).” Berawal dari penugasannya dari Kementrian Pendidikan Perancis untuk dapat mengembangkan sesuatu yang dapat menentukan murid-murid mana yang memperoleh keuntungan dari sistem pembekajaran di sekolah umum.” Hasilnya ia menemukan tes intelijensi yang diberi nama “Chella Natrique de I’ Inteligence”. Tes ini di maksudkan untuk membedakan antara anak yang mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan dengan anak yang tidak mampu menyerap pelajaran dengan baik. Tes intelijensi yang dirangcang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggab bahwa anak-anak terbelakang secara mental akan bertingkah dan bekerja seperti anak-anak normal berusia telah muda. Ia mengembangkan norma-norma intelijensi dengan menguji 50 orang anak dari usia 3 sampai 11 tahun yang tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia
5
mental (MA) dengan usia kronologis (CA) -usia sejak lahir- inilah yang digunakan sebagai ukuran intelijensi. Anak yang cerdas memiliki MA diatas CA, sedangkan anak yang bodoh memiliki NA dibawah CA. William
Stern
(1871-1938)
seorang
psikolog
Jerman,
kemudian
menyempurnakan tes intelijensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga sekarang yaitu Inteligensi Quotion (IQ). IQ menggambarkan intelijensi sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA) dengan rumus : IQ = MA x 100 CA Keterangan : 100 digunakan untuk bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA=CA. Bila MA < CA maka IQ – 100, sebaliknya jika MA > CA maka IQ > 100. Jadi intelijensi diukur denga perkiraan distrubusi normal Binet. Distribusi normal adalah simetris dengan kasus mayoritas yang berada ditengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua titik skor.3 Pada saat sekarang ini tes ini biasanya digunakan disaat penentuan jurusan dalam perkuliahan, karena dengan demikian kita dapat mengetahui tingkat intelijensi seseorang pada bidang mana. B. Implikasinya dalam Pembelajaran Seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya jika kita tahu berapa kapasitas intelijensi, akan memudahkan kita dalam penjurusan, begitu juga imlikasinya dalam pembelajaran. “Menurut pakar psikologi dari Universitas Lowa, Intelijensi pada anakanak yang masih muda mengalami peningkatan secara materil, apabila mereka sebelumnya telah memiliki pengalaman belajar yang menstimulasi aktivitasaktivitas berlatih seperti yang diberikan dalam pendidikan kanak-kanak. Terhadap penelitin ini, ada beberapa psikolog yang mengkritik dan beranggapan bahwa penelitian ini mengandug kelemahan-kelemahan teknis, 3
Dra. Desmita. M.Si. Perkembangan Peserta Didik : 110-112
6
karena pemberian tes-tes intelijensi “Before and After” bagi anak-anak tingkat pendidikan kanak-kanak dirasa jurang relibel.(Drs. Wasty Soemanto. M.Pd. 2006 : 153) Sehubungan dengan penelitian para psikolog Lowa tersebut, Dr Nancy Bayley dari Universitas California mengemukakan pendapat bahwa IQ anakanak yang masih muda mengalami perubahan turun naik (Tidak tetap). Ia berpendapat bahwa kapasitas mental anak yang masih terlalu muda tidak berkembang dengan kecepatan yang sama meskipun mereka memiliki tingkatan intelektual yang sama. Ini dapat dikatakan bahwa dalam tahab perkembangan tertentu seorang anak dapat memiliki IQ di bawah rata-rata, sedangkan dalam tahab yang lain ia bisa memiliki IQ diatas rata-rata. Penelitian yang lain seperti yang dilakukan oleh Prof. Irving Lorge (1945) dari Universitas Columbia menunjukkan bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula skor IQ nya. Namun demikian Lorge sendiri masih meragukan, apakah peningkatan skor IQ itu benar-benar disebabkan oleh tingkat pendidikan seseorang, sebab masih banyak faktor yang masih perlu diperhitungkan seperti lingkungan, keluarga dan lain-lain sebagainya.
7
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kecerdasan atau intelijensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Manusia merupakan makhluk yang lemah tetapi memiliki potensi yang dahsyat, potensi yang dimiliki tersebut adalah rasa ingin tahu atau keingintahuan manusia tentang sesuatu. Hal ini dalam ilmu pendidikan kita kenal dengan Couriosity, pada binatang dinamakan dengan Insting. Couriosity yang dimiliki manusia, jauh berbeda dengan apa yang dimiliki oleh binatang, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk mengembangkan dan cara untuk memenuhinya. Dari rasa ingin tahu yang begitu tinggi untuk menghadapi satu persoalan hidup, maka manusia perlu penalaran dan analisa yang lebih dalam, mampu manusia keluar dari persoalan tersebut dan ini merupakan cara awal yang belum pernah ditempuh maka proses inilah yang disebut dengan Inteligensi. Inteligensi merupakan satu kecerdasan dalam menjawab suatu problema kehidupan, tapi tidak bisa dikategorikan, semua orang cerdas mampu berinteligensi, tapi Inteligensi adalah kecerdasan pemikiran. Potensi Spritual inilah yang membuat manusia berkarya dan mencipyakan hal-hal yang baru yang belum pernah terdetik dihatinya dan belum pernah dilihat dah didengar. Inteligensi merupakan suatu potensi yang dilahirkan oleh Couriosity manusia dari proses penalaran yang cerdas. B. Saran Dari pembahasan kami ini tentang Perkembangan Inteligensi Peserta Didik, kami tentu banyak memiliki kekhilafan dan kekurangan, baik
8
dalam analisa, pengembangan bahan atau dalam memberikan penjelasan dalam makalah ini, oleh karena itu kami membuka diri dan menerima kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif, agar demi kelengkapan dan kesempurnaan pembahasan makalah ini, dan semoga dapat dijadikan sebagai penambah wawasan serta meningkatkan pengetahuan kita bersama dalam bidang pendidikan.
9
DAFTAR PUSTAKA Dra. Desmita M.Si. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Batusangkar: STAIN Batusangkar. Purwanto, Ngalim.1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Drs. Soemanto, Wasty.2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT.Asdi Mahasatya.
10