Tugas Lean Manajemen Rs.docx

  • Uploaded by: ars 2018
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Lean Manajemen Rs.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,830
  • Pages: 35
MANAJEMEN LEAN RUMAH SAKIT Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Logistik Rumah Sakit Dosen: Dr. dr. SUTOPO PATRIA JATI, MM

Disusun Oleh Mahasiswa ARS Reguler:

1. Hestyani Kelananingrum

25000118410002

2. Dian Indriani Hidayat

25000118410003

3. Wida Ayulia Damayanti

25000118410011

4. Nur Iffah

25000118410016

5. Ima Ariyani

25000118410025

6. Andrew Robert Diyo

25000118410026

7. Marianus Ikeputra Usman

25000118410031

MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan keterbukaan informasi di masa kini telah menuntut rumah sakit untuk semakin giat dalam upaya memberikan pelayanan terbaik. Ada banyak sekali masalah yang harus diselesaikan rumah sakit dalam upaya memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat. Keterbatasan anggaran dan sumber daya secara umum yang dihadapi rumah sakit juga berhadapan dengan penggunaan anggaran dan sumber daya tersebut secara efisien dan efektif, guna memecahkan berbagai permasalahan yang ada. Tentu saja, hambatan sumber daya selama ini membuat rumah sakit harus membuat skala prioritas serta sebagian pegawai harus bekerja lebih produktif. Rumah sakit di Indonesia sedang berkembang sangat pesat dibandingkan sebelumnya. Dengan adanya globalisasi, persaingan ketat yang terjadi dalam industri rumah sakit tidak hanya berskala nasional karena banyaknya rumah sakit diluar negeri yang menjadi kompetitor bagi rumah sakit di Indonesia. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang lebih memilih untuk berobat di luar negeri. Sebab, seperti yang diketahui oleh masyarakat umum bahwa pelayanan di luar negeri jauh lebih nyaman dan terpercaya jika dibandingkan dengan yang ada di dalam negeri sendiri. Rumah sakit di Indonesia sebagian besar sangat berorientasi pada profit. Akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus tetap diutamakan. Sampai saat ini, kasus yang sering terjadi dalam bisnis rumah sakit adalah banyaknya biaya yang terbuang karena proses kurang efisien. Lamanya waktu tunggu dan prosedur yang berbelit-belit juga menjadi faktor kurang berhasilnya suatu perusahaan rumah sakit di Indonesia. Dengan keadaan seperti ini tentu saja kepuasan pasien terhadap rumah sakit akan menurun. Selain itu rumah sakit akan semakin sulit untuk bersaing dengan rumah sakit lainnya. Semakin tingginya biaya pengobatan perawatan kesehatan pasien yang diperlukan tetapi tidak banyak pasien atau pihak asuransi yang mau membayar lebih. Hal tersebut menjadi faktor penghambat rumah sakit untuk lebih maju dan berkembang. Konsep lean yang sudah diimplementasikan secara meluas oleh industri manufaktur Toyota dapat sukses diimplementasikan dalam pelayanan kesehatan. Pendekatan ini memperbaiki kualitas dengan cara memperbaiki proses, mengurangi variabilitas, dan mengidentifikasikan akar dari permasalahan. Konsep dari lean pada rumah sakit ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, keselamatan dan efisiensi . Menurut Taiichi Ohno, tujuan Lean adalah untuk mendapatkan sesuatu yang benar di tempat dan waktu yang benar, sementara memimalisir waste (pemborosan) dan terbuka pada perubahan. Sudah banyak keberhasilan dari konsep lean yang telah diterapkan dalam rumah sakit dalam menyelesaikan masalah yang sistematik dan memperbaiki pelayanan untuk pasien dengan mengurangi tingkat error dan waktu menunggu, mengurangi biaya, memperbaiki interaksi antar departemen, dan meningkatkan kepuasan pegawai. Lean merupakan sebuah 2

cara sistematis untuk menghilangkan pemborosan di dalam organisasi. Pemborosan di sini diidentifikasikan pada tujuh bidang: transportasi, persediaan, pergerakan, waktu, pelayanan berlebih, pengolahan berlebihan, dan kesalahan. Dalam bidang pelayanan, satu pemborosan ditambahkan yaitu SDM yang tidak diberdayakan. Selain itu, lean bekerja pada keseluruhan rantai nilai organisasi sehingga mampu mencegah berbagai bentuk potensi pemborosan. Lean didefinisikan sebagai tools, sistem manajemen dan metodologi yang dapat mengubah rumah sakit dalam mengatur dan mengelola sehingga mengurangi kesalahan, mengurangi waktu tunggu, menghilangkan semua hambatan dan mendukung kegiatan dokter dan karyawan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan pasien. Lean bukan hanya sebuah tools tetapi adalah konsep mengeliminasi waste dan meningkatkan kualitas pelayanan. Diharapkan dengan konsep ini peforma dan loyalitas karyawan dapat ditingkatkan. Selain dari tingkat kepuasan, konsep ini juga dapat meminimalkan waste dan aktivitas necessary non-value added (insidental) yang dapat meningkatkan pendapatan dari rumah sakit. Perspektif value added, waste dan non-value added harus dilihat dari perspektif nilai kepelanggan atau pasien. Untuk meningkatkan kualitas, pendekatan lean direkomendasikan untuk sistem dari pelayanan masyarakat secara meluas. Untuk pasien rawat inap yang memiliki biaya yang mahal, pendekatan lean ini dapat bermanfaat untuk mengurangi biaya. Untuk pasien yang tidak rawat inap, pendekatan ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki proses dan mengurangi waste dan waktu tunggu pelayanan. B. Rumusan Masalah Rumah sakit adalah institusi yang padat teknologi, padat karya dan padat modal. Seiring dengan kebutuhan pelayanan dan semakin cepatnya perkembangan teknologi menambah tingginya tingkat persaingan antar rumah sakit, sehingga penting untuk terus meningkatkan kualitas dari sistem pelayanan pasien. Salah satu masalah yang sering dihadapi rumah sakit saat ini adalah kurang efisiennya pelayanan yang diberikan yang mengakibatkan kerugian baik secara finansial maupun non finansial. Kurang efisiennya pelayanan yang diberikan salah satunya disebabkan oleh adanya pemborosan atau waste yang sama sekali tidak memberikan nilai tambah bagi perkembangan rumah sakit. Berhadapan dengan masalahmasalah di atas, semestinya ada sebuah cara kerja yang mampu memberikan manfaat secara optimal. Salah satu cara untuk mengeliminasi waste atau aktivitas non-value added ini dan meningkatkan patient safety adalah dengan mengimplementasikan konsep dan prinsip lean hospital. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan difokuskan pada “bagaimanakah konsep dasar penerapan Lean managemen untuk mengatasi masalah kurang efektif dan efisienya pelayanan di rumah sakit”?.

3

C. Tujuan 1. Tujuan umum: Penulisan makalah ini adalah salah satu prasyarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah manajemen logistik rumah sakit 2. Tujuan khusus a. Mengetahui konsep dasar penerapan lean manajemen dalam rumah sakit! b. Mengetahui dampak penerapan lean manajemen terhadap rumah sakit melalui review jurnal!

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN LEAN MANAJEMEN

Lean diartikan sebagai kurus (ramping). Lean didefinisikan sebagai seperangkap peralatan (tools set), sistem manajemen dan metodologi yang dapat mengubah rumah sakit dalam mengatur dan mengelola sehingga mengurangi kesalahan, mengurangi waktu tunggu, menghilangkan semua hambatan dan mendukung kegiatan dokter dan karyawan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan pasien (Graban, 2016). Menurut Gasperz (2010) definisi lean adalah suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value adding activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radikal continuous activities) dengan cara mengalirkan produk (material, work-inprocess, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka fokus lean adalah pada peningkatan terus-menerus customervalue melalui identifikasi dan eliminasi aktivitas- aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah yang merupakan pemborosan (waste). Terdapat lima prinsip lean, dalam Lean Six Sigma terdapat lima prinsip lean, (Gaspers.V & Fontana.A. 2011) yaitu: 1. Mengidentifikasi nilai produk (barang atau jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk yang berkualitas, dengan harga yang kompetitif, dan penyerahannya tepat waktu. 2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada value stream) untuk setiap produk (barang dan atau jasa). 3. Menghilangkan waste (pemborosan) yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream itu. 4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan pull system. 5. Terus menerus mencari berbagai teknik dan alat peningkatan untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus. 5

Manajemen Logistik menurut Anna S., Agata C., Krzystof ., (2005), menyatakan bahwa proses logistic terdiri dari perencanaan pembelian, pemesanan, penerimaan, pendistribusian, dan penyimpanan. Salah satu indicator keberhasilan suatu manajemen logistuk di rumah sakit adalah tersedianya barang–barang logistic kepada para user sehingga ketika user tersebut membutuhkan, makan dapat segera terpenuhi. Tujuan Manajemen Logistik, menurut Aditama (2003), kegiatan logistik secara umum memiliki tiga tujuan, yaitu : 1. Tujuan Operasional adalah agar tersedia barang, serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. 2. Tujuan Keuangan, meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. 3. Tujuan Pengamanan bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin di dalam siste akuntansi. Sistem Logistik, menurut Chopra and Meindi dalam Hendayani (2011) terdiri dari komponen manajemen logistik berupa input dalam logistik, aksi manajemen dalam aktivitas manajemen logistic dan yang terakhir adalah output dari logistik. Unsur-unsur yang berperan dalam komponen tersebut adalah supplier, manajemen perusahaan terutama manajemen logistic dan konsumen berupa output logistik. Logistik Rumah Sakit adalah suatu perbekalan dari rumah sakit untuk dapat beroperasi. Tidak hanya barang inventaris saja, tetapi lebih kepada seluruh sumber daya yang digunakan guna kepentingan beroperasinya sebuah rumah sakit tersebut (Imron, 2009).

6

B. MANFAAT MANAJEMEN LEAN LOGISTIK RUMAH SAKIT Manfaat utama metode Lean adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi dengan upaya peningkatan nilai, mempercepat waktu layanan dan meningkatkan kualitas dengan menghapus pemborosan di semua proses layanan di rumah sakit. Konsep lean sendiri semakin nyata dalam rutinitas di rumah sakit. Penerapan teknik lean membantu mengidentifikasi untuk meminimalkan waste yang dihasilkan dalam proses, memastikan produktivitas yang lebih besar, dan pengembangan isu-isu prioritas untuk perubahan, biaya yang lebih rendah dan produk dan layanan yang berkualitas lebih baik. Menurut Scott Shpak, manfaat dari lean adalah sebagai berikut: 1. Eliminasi waste Prinsip Lean bertujuan untuk meminimalkan semua bentuk limbah, dari sumber yang bervariasi seperti Cacat material untuk ergonomi pekerja. Banyak sumber limbah yang mudah diidentifikasi dan benar, seperti mesin yang berada di luar penyesuaian, menghasilkan volume cacat yang tinggi. Bentuk lain dari limbah termasuk kondisi lingkungan yang menghambat efisiensi pekerja. Pencahayaan yang lebih baik dapat membantu pekerja membaca instruksi produksi; memindahkan file kabinet mungkin mengurangi waktu terbuang untuk petugas. 2. Kepuasan Karyawan Implementasi prinsip lean memerlukan masukan dan partisipasi dari staf. Mereka sering di tempat terbaik untuk melihat di mana limbah dan ketidakefisienan terjadi. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai sumber daya organisasi, karyawan biasanya merespon dengan cara yang positif untuk upaya yang melibatkan mereka dalam proses perbaikan. Ketika mereka melihat saran dan gagasan mereka diterima, rasa kepemilikan dan kepuasan tentang kontribusi mereka akan lebih memungkinkan untuk diikuti dan dijalankan. 3

Just In Time JIT adalah strategi yang menunjukkan bahwa persediaan yang besar akan mengakibatkan pemborosan dari sumber daya perusahaan. Ekuitas bisnis yang diikat dalam inventori barang mentah dan jadi, mengganggu arus kas. Uang juga disimpan melalui pengurangan kebutuhan pergudangan. Skenario JIT yang sempurna akan memiliki bahan baku yang dibeli dan disampaikan pada saat dibutuhkan, dan produk jadi dijual dan disampaikan saat kebutuhan itu datang. Sementara skenario ini mungkin mustahil, filosofi lean menyarankan membuat perbaikan terhadap ide ini.

4. Keuntungan Kompetisi Selain mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi, teknik produksi yang ramping memperkenalkan sistem dan mengembangkan keterampilan dengan staf yang mendukung perubahan di tempat kerja yang dibuat oleh penjualan baru. Ruang yang disimpan di pergudangan dapat digunakan untuk menambahkan lini produk baru. Hal yang sama juga berlaku untuk penghematan waktu. Staf dapat menyerap pekerjaan baru dan bereaksi cepat

7

terhadap perubahan permintaan klien. Memproduksi pekerjaan dengan cepat, dalam iterasi singkat, tanpa limbah dan disampaikan tepat waktu meningkatkan keuntungan atas pesaing. Proses yang mengalir (one piece flow) dimaksudkan sebagai inti dari organisasi lean, yang mempersingkat waktu yang diperlukan mulai dari awal produksi hingga menjadi suatu produk, memunculkan kualitas terbaik, dengan biaya terendah, dan waktu pengiriman yang singkat dan tepat waktu. Menurut Liker dalam ARS Agustiningsih, terdapat keuntungan-keuntungan dalam menerapkan proses yang mengalir (one piece flow) : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kualitas yang inheren Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi Mengosongkan ruang kerja Meningkatkan keselamatan kerja Semangat kerja yang meningkat Mengurangi biaya persediaan. (Nindya, 2012)

Menurut Kazemzadeh et al "manajemen rantai pasokan rumah sakit adalah serangkaian pendekatan untuk secara efisien mengintegrasikan pemasok atau vendor, transportasi, layanan rumah sakit (termasuk rawat jalan, darurat, rawat inap, laboratorium, Radiologi, toko dan pembelian, makanan, cucian dan obat-obatan/peralatan) untuk mencapai Total Quality Management (TQM) dalam pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan sumber daya secara optimal. " Rantai pasokan dapat memperhitungkan hingga 30% persen dari total biaya di rumah sakit. Manajemen rantai pasokan yang efisien memungkinkan rumah sakit untuk mengendalikan kenaikan biaya dan pada saat yang sama meningkatkan perawatan pasien. Shou juga menyatakan bahwa dalam industri kesehatan, kepuasan pelanggan dan mengurangi biaya dapat langsung terkait dengan manajemen rantai pasokan yang efisien. Integrasi rantai pasokan rumah sakit internal dan eksternal dapat mengurangi biaya yang terkait dengan rantai pasokan hampir separuhnya. (Nawshad Pervez dkk, 2012) Selain memiliki fungsi, manajemen pada logistik juga memberikan manfaat khususnya bagi organisasi atau perusahaan. Manfaat manajemen di bidang logistik dibagi menjadi 10 bidang. Adapun manfaat manajemen logistik adalah sebagai berikut : 1. Persediaan Pengaturan pada aktivitas yang berkaitan logistik akan memberikan keuntungan akan ketersediaan barang. Melalui manajemen tersebut perusahaan dapat melaksanakan kegiatan manajemen operasionalnya dengan baik. Akibat manajemen pada aktivitas logistik perusahaan juga dapat fokus pada bidang manajemen yang lain karena kebutuhan akan barang telah tersedia. 2. Transportasi Sepsifikasi pada aktivitas logistik membuat perusahaan lebih aware terhadap kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan penyediaan alat transportasi. Perusahaan dengan manajemen logistik yang baik akan menyediakan transportasi untuk distribusi persediaan.

8

3. Fasilitas Transportasi menjadi salah satu hal utama. Kemudian penyediaan fasilitas khususnya tempat penyimpanan juga merupakan pengembangan dari spesialisasi pada manajemen ini. Melalui fasilitas yang baik maka akan mendukung manajemen persediaan. 4. Layanan Merupakan bagian dari manajemen pemasaran maka manajemen logistik juga menyediakan pelayanan yang baik. Pelayanan ditujukan tidak hanya keapda pelanggan atas ketepatan waktu pengantaran. Akan tetapi terhadap stakeholder yang terkait lainnya seperti supplier. 5. Manajemen dan Administrasi Keberjalanan dalam setiap proses manajemen adalah dengan adanya administrasi. Pada manajemen persediaan, selain menjaga ketersediaan barang juga memiliki keteraturan dan pencatatan yang baik dan teratur. 6. Inbound Transportasi Inbound transportasi menangani distribusi barang dan raw material dari supplier ke dalam perusahaan. Melalui penerapan manajemen yang terfokus pada persediaan barang tersebut maka perusahaan akan lebih mudah memperoleh suplier dengan kualitas barang yang baik. Selain itu brang yang diperoleh juga dapat disesuaikan dengan keperluan perusahaan. 7. Outbond Transportasi Berbeda dengan inbound maka outbond transportasi lebih menangani distribusi ke luar dari perusahaan ke konsumen. Spesialisasi inilah yang membuat pelayanan khususnya pengantaran terhadap konsumen berjalan dengan baik. 8. Problem Solving Permasalahan dalam proses manajemen adalah hal yang biasa tidak terkecuali pada bagian penyediaan. Melalui manajemen yang diterapkan pada bidang logistik maka permasalahan yang akan terjadi dapat segera diantisipasi dan diatasi dengan cepat, tepat dan akurat. 9. Penyedia infromasi kepada konsumen Konsumen maupun calon konsumen memiliki hak untuk mengakses track pengiriman terhadap barang yang dipesannya. Melalui manajemen logistik maka pemberian informasi tersebut menjadi lebih terorganisir. Terogranisisr itulah yang membuat pelayanan terhadap pemberian informasi berjalan lancar. 10. Kepercayaan konsumen Melalui berbagai pelayanan yang diberikan kepada konsumen maupun pelanggan baik pemberian informasi, ketepatan distirbusi, dan pelayanan yang baik. Maka faktor tersebutlah yang membangun kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Faktor itu pula yang akan menumbuhkan loyalitas konsumen terhadap perusahaan. 9

C. UNSUR LEAN MANAJEMEN

Waste Menurut (Gasperz, 2011), Pemborosan (waste) dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream. (Womack, James. P and Jones, 2000) menyebutkan bahwa pemborosan atau waste dalam bahasa Jepang disebut muda yaitu merupakan segala suatu tindakan yang dilakukan tanpa menghasilkan nilai. Contoh bentuk dari waste adalah perbaikan yang dilakukan karena adanya kesalahan, produksi barang yang tidak diinginkan konsumen, penumpukan inventori, tahap proses yang tidak terlalu dibutuhkan, perpindahan orang atau bahan yang tidak perlu dari suatu tempat ke tempat lain, menunggu akibat pengantaran yang tidak tepat waktu, dan seluruh barang dan jasa yang tidak sesuai di mata konsumen (Womack, James. P and Jones, 2000).

Waste in Hospital Permasalahan dan gangguan yang muncul secara konstan, yang menggangu pekerjaan dan pelayanan pasien disebut waste atau pemborosan (Graban n.d.,2009). Dalam buku milik Mark Graban berjudul Lean Hospital, menunjukkan bahwa karyawan rumah sakit secara tipikal menghasilkan sebuah presentase yang tinggi dari waktu mereka dalam pemborosan aktivitas seperti seorang suster medis di rumah sakit di dunia hanya menggunakan 25-50% waktu mereka dalam melakukan layanan kepada pasien secara langsung seperti mengecek status pasien, administrasi pengobatan, menjawab pertanyaan pasien, dan memberikan panduan medis. 1. Overproduction Waste overproduction di dalam proses pelayanan rawat jalan dan rawat inap yang melitputi mengeluarkan hasil tes laboratorium berulang-ulang dengan informasi yang sama. 2. Waiting Waste waiting terjadi ketika pasien menunggu untuk proses selanjutnya di ruang tunggu yakni menunggu periksa dokter menunggu proses administrasi menunggu hasil tes di laboratorium , menunggu dokumen, specimen yang menunggu untuk di tes, menunggu pembayaran obat, menunggu obat farmasi. 10

3. Unnecessary Transportation Unnecessary transportation dalam pelayanan rawat jalan dan rawat inap meliputi, perpindahan pasien yang berlebih dan mengambil berkas yang letaknya jauh yakni pengiriman berkas rekam medis ke tempat periksa. 4. Overprocessing Overprocessing pada instalasi rawat jalan dan instalasi rawat inap yakni pencatatan identitas pasien dilakukan berulang-ulang, yakni pada dokumen rekam medis, buku register, kartu kendali, dan komputer. 5. Unnecessary Inventory Unnecessary Inventory yang terjadi adalah persediaan obat yang berlebih, persediaan peralatan laboraturium yang berlebih, dokumen yang masih diproses yakni penumpukan dokumen pasien, dan persediaan peralatan rumahsakit yang berlebih yakni kartu rekam medis yang belum terpakai. 6. Unnecessary Motion Unnecessary motion yang terjadi yakni mencari dokumen rekam medis, mengumpulkan peralatan medis, adanya gerakan yang tidak diperlukan pada bagian informasi dan pendaftaran untuk menjangkau barang-barang seperti mencari kuitansi alat tulis atau mencari obat. 7. Defect Defect terjadi baik di rawat inap maupun instalasi gawat darurat yakni seperti salah memberi obat, dokter mengganti resep yang telah dibuat pada pasien karena obat pada resep sebelumnya tidak ada dalam farmasi, ketidak kelengkapan kebutuhan pasien untuk administrasi, dan pasien dibawa ke ruang pemeriksaan yang salah. 8. Underutilized abilities of people Waste underutilized abilities of people yakni dokter kurang memberikan edukasi pada pasien, perawat di Instalasi Gawat Darurat kurang memberikan perhatian yang optimum kepada pasien.

11

D. METODE DAN TOOLS LEAN MANAJEMEN

Dalam menerapkan manajemen yang lean, maka dibutuhkan metode dan tools yang sesuai. Beberapa metode dan tools yang digunakan dalam lean manajemen adalah sebagai berikut :  Value Stream Mapping Tools Value Stream Analysis Tools adalah tools yang dikembangkan oleh (Hines, P., & Rich 1997) untuk mempermudah pemahaman dari value stream yang sudah dibuat dan membantu dalam proses perbaikan pemborosan yang ada di dalam value stream. Value stream mapping (VSM) merupakan alat (diagram) yang digunakan untuk membantu dalam melihat dan memahami aliran dari material dan informasi suatu produk di dalam value stream (Mike dan John, 2003). Value Stream Mapping juga dipakai dalam melakukan pemetaan berkaitan dengan aliran produk dan aliran informasi mulai dari pemasok, produsen, dan konsumen dalam suatu gambar untuk meliputi semua proses dalam satu sistem (Agustiningsih 2011). (Gaspers.V & Fontana.A. 2011) mendefinisikan value stream sebagai proses untuk membuat, memproduksi dan menyerahkan produk ke pasar. Analisis value stream dapat mengidentifikasi tiga jenis aksi sepanjang value stream yaitu: a. Value-Added, Kegiatan-kegiatan atau proses yang menghasilkan nilai. b. Necessary but Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai namun tidak dapat dihindari dengan teknologi dan sumber daya yang ada. c. Non Value-Added, Tahap yang tidak menghasilkan nilai dan bisa dihindari. Pada tahun 1980-an produsen mobil Toyota menggunakan value strean mapping untuk pertama kalinya yang disebut dengan Material and Information Flow Mapping. Value Stream Mapping mampu memvisualisasikan aliran produk dan mengidentifikassi waste. Value Stream Mapping juga membantu dalam kegiatan memprioritaskan masalah yang akan diselesaikan. Menurut Liker dalam Ars Agustiningsih, terdapat keuntungan-keuntungan dalam menerapkan value stream, diantaranya adalah : a. Kualitas yang inheren b. Menciptakan fleksibilitas yang sebenarnya c. Menciptakan produktivitas yang lebih tinggi d. Mengosongkan ruang kerja e. Meningkatkan keselamatan kerja 12

f. Semangat kerja yang meningkat g. Mengurangi biaya persediaan. Menurut (Hines, P., & Rich 1997) Value stream mapping mempunyai tujuh tools yang dapat digunakan, anatara lain : 1. Process Activity Mapping Tool ini memberikan gambaran aliran fisik dan informasi, waktu yang diperlukan untuk setiap aktivitas, jarak yang ditempuh dan tingkat persediaan produk dalam setiap tahapan produksi. Kemudahan identiifkasi aktivitas terjadi karena adanya penggolongan aktivitas menjadi lima jenis yaitu, operasi, transportasi, inpeksi, delays, dan penyimpanan. 2. Supply Chain Response Matrix Tool ini merupakan sebuah diagram yang menggambarkan hubungan antara inventory dan lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui adanya peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan waktu distribusi pada tiap area dalam supply chain. Tool ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan pencapaian lead time yang pendek. Tools ini digunakan untuk menjaga dan meningkatkan service level kepada konsumen pada tiap jalur distribusi dengan biaya yang rendah. 3. Production Variety Funnel Tool ini merupakan suatu teknik pemetaan visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap manufaktur. Tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi bagian mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Dan tool ini juga dapat digunakan untuk mengetahui area bottleneck pada desain proses. Kemudian dapat digunakan untuk merencanakan perbaikan kebijakan inventory dan membuat perubahan pada sebuah produk. 4. Quality Filter Mapping Tool ini digunakan untuk mengidentifikasi letak permasalahan defect pada kualitas di supply chain. Evaluasi hilangnya kualitas yang sering terjadi dilakukan untuk pengembangan jangka pendek. Masalah kualitas tersebut berupa product defect, scrap defect, dan service defect.

13

5. Demand Amplification Tool ini digunakan untuk memvisualisasikan perubahan demand di supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan digunakan untuk mengambil keputusan dan melakukan analisa lebih lanjut untuk mengantisipasi terjadinya perubahan demand, mengatur fluktuasi, serta evaluasi kebijakan inventory. 6. Decision Point Analysis Tool ini memnunjukkan berbagai pilihan sistem produksi yang berbeda, dengan trade off antara lead tme masing-masing pilihan dengan tingkat inventory yang diperlukan untuk meng-cover selama proses lead time. 7. Physical Structure Tool ini digunakan untuk memahami supply chain di level produksi. Hal ini diperlukan untuk memahami kondisi industri tersebut, bagaimana operasinya, dan dalam mengarahkan perhatian pada area yang belum mendapatkan perhatian yang cukup untuk pengembangan. Penelitian tentang lean hospital merupakan penelitian yang masih jarang dalam dunia manajemen operasi terutama di Indonesia karena perkembangan masyarakat di Indonesia masih berfokus untuk menggunakan lean hanya pada operasi di bidang produksi daripada operasi di bidang jasa. Padahal hal ini sangat penting untuk memperbaiki kinerja jasa, terutama pada pelayanan di rumah sakit. Cara melakukan metode value stream mapping ini adalah sebagai berikut: 1. Memetakan semua kegiatan yang terdapat pada sistem, mulai dari akhir aliran nilai pelanggan. 2. Memberikan keterangan performansi untuk setiap kegiatan. 3. Memetakan pergerakan produk dan aliran informasi yang mengatur aliran nilai. 4. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah mencari inti atau hal yang paling utama dari nilai aliran tersebut.  Takt Time “Takt” berasal dari bahasa Jerman yaitu “takzeit”yang berarti waktu siklus yang tepat, ritme atau interval, juga dapat berarti tongkat conductordalam suatu orchestra dan tempo (beat) dari music (Wada, 1995 dalam Zokaei & Simons, 2006). Menurut Ohno (1988) dalam Koskela et al (2013), menghitung takt time dapat menunjukkan apa yang dibutuhkan 14

sehingga dapat memproduksi sesuai dengan yang diinginkan, satu per satu. Takt time digunakan sebagai tolak ukur untuk menyatakan berapa satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk pada proses (Widjaja & Rahardjo, 2013). Dengan perhitungan sebagai berikut (Abdelhadi & Shakoor, 2013). : a. Waktu Operasional = Waktu Produksi –Istirahat b. Produksi yang Diinginkan (required production) = Volume Produksi Cycle Time Cycle time (CT) atau process time adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk, terdiri dari aktivitas value addeddan non value added (Abdelhadi & Shakoor, 2013; Martin & Osterling, 2014). Perbandingan Takt Time dengan Cycle Time Menurut Eaton (2009), manfaat diketahuinya takt time dan cycle time adalah : 1. Takt time adalah waktu yang diminta oleh pelanggan (pasien) untuk menghasilkan satu produk atau jasa.Karena diminta pelanggan, maka waktunya tidak tetap. 2. Jika tidak dapat memenuhi takt time, maka akan terjadi masalah antrian, keterlambatan, kemacetan, atau lebih buruk lagi tidak semua pelanggan dapat dilayani. 3. Perhitungan takt time dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan produk atau jasa secara berkesinambungan, lancar, tanpa hambatan. 4. Takt time dapat menghindarkan kita dari pemborosan akibat produksi yang berlebihan, dengan cara memproduksi barang atau jasa sesuai dengan permintaan pelanggan. 5. Takt time membantu untuk membangun sistim dan cara bekerja yang terstandar, sehingga meningkatkan mutu dan efisiensi. 6. Memungkinkan dalam menetapkan target waktu yang tepat untuk produksi dengan cara, yakni memberikan gambaran yang jelas bagi staf pelaksana tentang waktu yang harus dicapai oleh staf pelaksana untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. 7. Memudahkan penetapan berbagai kemungkinan skenario produksi yang berubah-ubah sesuai permintaan pelanggan. Dengan membandingkan kedua waktu tersebut, dapat diketahui penilaian dasar mengenai jumlah minimal petugas atau sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa banyak sumber daya manusia yang

15

dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses (Eaton, 2009). Dalam Constantine (2012), analisis takt time dan cycle timedapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Takt Time ≠ Cycle Time → terjadi ketidakseimbangan dalam sistem operasional. 2. Cycle Time ≤ Takt Time → hasil produksi akan dapat memenuhi permintaan pelanggan. 3. Cycle Time > Takt Time → hasil produksi tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan.  Kanban Kanban adalah system sinyal visual ketika bagian, persediaan atau layanan baru dibutuhkan, dalam hal jumlah yang dibutuhkan, dan waktu yang dibutuhkan (Lawal et al, 2014). Kanban merupakan suatu tools yang mengatur aliran suatu produk baik dalam lantai produksi maupun dengan pemasok luar (supplier) dan konsumen. Sistem Kanban yang paling sering digunakan di suatu perusahaan adalah tiga bin sistem yang mana satu bin untuk demand point, satu bin berada di pabrik, dan satu bin berada di supplier, yang mana bin tersebut berisi kartu yang berisi rincian dari produk dan informasi yang relevan. Saat terjadi demand maka bin kosong dan Kanban diserahkan ke pabrik yang kemudian akan memproduksi dan mengisi bin dengan produk yang tercantum pada kartu Kanban, hal ini menyebabkan bin yang ada di pabrik menjadi kosong sehingga pabrik akan menyerahkan bin kosong dan Kanban kepada supplier yang akan mengisi bin dan mengembalikan ke pabrik bersama dengan Kanban-nya. Tujuan dari Kanban adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan overproduction dan inventory. Berikut ini merupakan enam aturan utama dalam implementasi Kanban, yaitu: a. Jangan mengirim barang defect ke proses setelahnya. b. Proses hanya mengambil barang sesuai kebutuhannya. c. Produksi hanya sesuai kebutuhan dan jumlah yang diambil oleh pelanggan. d. Kapasitas antar proses merata. e. Kanban adalah alat untuk fine tuning. f. Proses harus distabilkan.

16

 5S Perusahaan-perusahaan Lean memulai program peningkatan terus-menerus secara mendasar melalui perbaikan housekeeping menggunakan prinsip 5S untuk menciptakan dan memelihara agar tempat kerja menjadi teratur, bersih, aman, dan memiliki kinerja tinggi. 5S, yang memungkinkan setiap orang memisahkan kondisi-kondisi normal dan abnormal, merupakan landasan untuk peningkatan terus-menerus, zero defect, reduksi biaya, dan untuk menciptakan area kerja yang aman dan nyaman. 5S merupakan pendekatan sistematik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-proses, dan produk dengan melibatkan karyawan di lantai pabrik atau lini produksi (production line) maupun dikantor. (Gasperz, 2011) 5S adalah program peningkatan terus-menerus yang memiliki akronim sebagai berikut (Gasperz, 2011): a. Seiri (Sort): Secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari item yang tidak dibutuhkan, kemudian menghilangkan atau membuang item yang tidak diperlukan dari tempat kerja. Tujuan: Menyingkirkan atau membuang dari tempat kerja semua item yang tidak digunakan lagi dalam pelaksanaan tugas atau aktivitas. Jika suatu item diragukan apakah masih digunakan atau tidak, item tersebut perlu disingkirkan dari tempat kerja, dan disimpan digudang. Apabila tidak digunakan lagi, item itu dibuang. Implementasi S1 (Sort) dapat menggunakan “Red Tag System”, yaitu metode untuk mengidentifikasi informasi dan barang-barang dalam area kerja yang tidak diperlukan lagi dalam pekerjaan sehari-hari. Setiap red-tagged item dicatat tanggalnya dan dipisahkan ke area penyimpanan atau gudang. Jika item itu tidak digunakan setelah periode waktu tertentu, katakanlah antara satu sampai enam bulan, maka item itu dapat dibuang. b. Seiton (Stabilize, Straighten, Set in order, Simplify): Menyimpan item yang diperlukan di tempat yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan. Tujuan: Mengatur atau menyusun item-item yang diperlukan dalam area kerja, kemudian mengidentifikasi dan memberikan label atau tanda, sehingga setiap orang dapat menemukan item-item itu secara mudah dan cepat. c. Seiso (Shine, Sweep): Mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapih. Tujuan: Menjaga atau memelihara agar area kerja tetap bersih dan rapih (bersinar).

17

d. Seiketsu (Standardize): Melakukan standardisasi terhadap praktek 3S (Seiri, Seiton, dan Seiso) diatas. Tujuan: Menstandardisasikan atau menciptakan konsistensi implementasi S1 (Sort), S2 (Stabilize, Straighten, Set ini order, Simplify), S3 (Shine, Sweep). Hal ini berarti mengerjakan sesuatu yang benar dengan cara yang benar setiap waktu (doing the right things, the right way, every time). Beberapa tips untuk Standardize: 1. Meninjau-ulang prosedur-prosedur yang dilakukan untuk Sort, Stabilize, dan Shine (3S) dan memasukkan elemen-elemen 3S itu ke dalam aktivitas harian. 2. Menggunakan Visual Process Controls dan petunjuk-petunjuk visual apa saja yang tepat untuk membantu orang mengingat atau memahami tentang hal-hal yang terjadi dan mempertahankan 3S yang telah diterapkan. 3. Menciptakan 5S Agreements untuk merefleksikan keputusan-keputusan tentang siapa yang akan bertanggung jawab untuk tugas apa, dll. e. Shitsuke (Sustain, Self-Discipline): Membuat agar kedisiplinan menjadi suatu kebiasaan melalui mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan: Menjamin keberhasilan dan kontinuitas program 5S sebagai suatu disiplin. Kondisi lingkungan pabrik yang tidak teratur dan tidak bersih akan menimbulkan pemborosan (waste) terjadi dan kebanyakan perusahaan berpikir bahwa keadaan yang berantakan akan menyembunyikan masalah. Oleh karena itu, program 5S dipandang sebagai usaha untuk memunculkan masalah yang selama ini tersembunyi dari para pemecah masalah, sehingga penataan dan pemeliharaan wilayah kerja akan menjadi bersih dan rapih setelah menerapkan program 5S tersebut.  Heijunka Menurut Liker (2006), Heijunka adalah suatu tools untuk meratakan beban kerja atau jadwal produksi baik dari segi volume maupun bauran produk. Tidak membuat produk berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat naik dan turun secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam suatu periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap hari. Heijunka pada umumnya berupa jadwal yang terpasang di dinding dan terbagi ke dalam kotak-kotak atau set rumah merpati berbentuk persegi panjang. Setiap kolom kotak mewakili suatu periode waktu tertentu yang mana jadwal dibagi secara visual berdasarkan shift, harian atau 18

mingguan. Kartu warna mewakili pekerjaan tertentu (kartu Kanban) ditempatkan pada setiap kotak untuk memberi tahu secara visual mengenai produksi apa yang akan dijalankan. Heijunka bertujuan untuk menciptakan aliran produksi yang mengalir lancar (smoothing) sehingga dapat mengurangi lead time dan inventory.  Kaizen Menurut (Liker, 2006), Kaizen adalah penigkatan secara berkesinambungan yang melibatkan operator untuk bekerja sama secara proaktif dengan melakukan perbaikan dan pengembangan secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam proses produksi. Peningkatan berkesinambungan (kaizen) hanya dapat terjadi setelah proses sudah stabil dan terstandardisasi. Ketika perusahaan membuat proses-proses menjadi stabil dan mempunyai proses untuk membuat pemborosan dan inefisiensi terlihat di depan umum, perusahaan berkesempatan untuk terus menerus belajar dari peningkatan yang telah dibuat. Istilah kaizen sendiri berasal dari bahasa Jepang yaitu kata Kai (berubah) dan Zen (baik), yang mana apabila diartikan secara langsung maka arti dari kaizen adalah “Merubah menjadi lebih baik”. Tujuan dari penerapan tools ini adalah: a. Menghindari biaya yang mungkin akan muncul dari seven waste dalam proses produksi. b. Memberikan nilai tambah (value added) pada setiap operasi dalam proses produksi sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dengan biaya terendah dan memperpendek waktu pengiriman kepada pelanggan. c. Dapat melakukan perubahan dalam waktu yang relatif singkat dan biaya yang rendah.  Standardized Work Standardized Work merupakan suatu tools yang berupa prosedur terdokumentasi untuk setiap operasi dalam proses produksi yang memberikan penjelasan mengenai apa saja yang harus dilakukan pada proses operasi tersebut. Tools ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan kerja akibat dari ketidak tahuan operator dan untuk meminimalisir kemungkinan adanya waste over processing dan motion.

19

BAB III PEMBAHASAN

PEMBAHASAN JURNAL: JUDUL

: Lean manufacturing within critical healthcare supply chain: an exploratory study through value chain simulation.

PENULIS

: Savino, M.M., Mazza, A. Marchetti, B. 2015.

Literatur yang terkait dengan SCM (Supply Chain Management) banyak yang berhubungan dengan distribusi produk dan / atau organisasi. SCM bertujuan untuk mengoordinasikan dan mengintegrasikan sejumlah kegiatan terkait produk dalam rantai supply (supply chain) untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan layanan kepada pelanggan dengan mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di dalam pemasaran. Setiap perusahaan dalam SC dihubungkan satu sama lain melalui aliran barang ke depan (panah tegas) dan arus informasi, seperti pesanan dan pembayaran pelanggan (panah putus-putus). Skema dasar supply chain

Tabel dibawah ini menunjukkan definisi alat dan indikator Lean Management yang berhubungan dengan fase logistik. Beberapa alat berdampak pada satu atau lebih fase sesuai dengan makna dan penggunaannya. Pilar lean manufacturing, misal pengurangan biaya, penghapusan waste atau peningkatan berkelanjutan, diadakan untuk semua fase.

20

Tabel indicator dan Tools dalam Lean Logistik Tools dan indicator Lean Takt time

Definisi Tingkat permintaan pelanggan, digunakan untuk menyinkronkan produksi dengan tingkat penjualan.

Five-S

Sistem bisnis untuk mengatur dan mengelola manufaktur operasional untuk menciptakan pekerjaan yang disiplin, bersih dan lingkungan yang tertata dengan baik

Value stream

Tugas untuk menciptakan

map and lead

nilai pelanggan termasuk

time

kegiatan logistic dan kegiatan arus informasi untuk menyediakan produk dan layanan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lead time.

Load levelling

Menyeimbangkan volume

atau Heijunka

dan campuran produksi pada periode waktu tertentu yang membantu produksi dilakukan sesuai dengan tuntutan pelanggan. Meliputi produksi yang berimbang dalam pola-pola yang 21

berulang. Kanban

Cara mengatur alur bagian pada system manufaktur menurut filososfi Just in Time. Bagian-bagian tertentu hanya dapat diproduksi atau dikeluarkan jika ada kebutuhan yang mendesak.

Supermarket

A tightly managed amount of inventory dedicated to pull operations. It can exist anywhere in the SC and can contain finished items or work-inprocess.

Kaizen atau peningkatan yang Peningkatan yang berkelanjutan

berkelanjutan dari kinerja manajer dan tim

TTM

Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk

Cost reduction

Pengurangnan biaya di semua bagian produksi

Waste elimination

Eliminasi waste, kehilangan dan kegiatan yang tidak menghasilkan nilai tambah

Standardization

Penerapan standarisasi pekerjaan dalam pelayanan perusahaan

22

Desain multi-tahap supply chain untuk fasilitas kesehatan dengan rantai nilai dan prinsip LM. SC yang dianalisis ditandai dengan produk yang digunakan dalam situasi atau lingkungan yang ekstrem, diperlukan dalam waktu yang sangat singkat (mis., Jika terjadi peristiwa mendadak), dan yang tidak dapat diganti dengan yang lain karena kekhasan lingkungan kerja dan spesifikasi produk. Secara khusus, kasus aplikasi telah dilakukan di sebuah perusahaan yang bertujuan untuk menawarkan layanan untuk SC pelayanan kesehatan (yaitu, pasokan energi) seperti jenis produk sanitasi lainnya. Penelitian mendapatkan hasil yaitu fokus pada beberapa titik lemah, yaitu, fase bottleneck dari seluruh SC, memberikan saran untuk perbaikannya seperti ditunjukkan melalui pengurangan TTM. Hasilnya menunjukkan interaksi antara alat lean dan manajemen logistik, menilai kemungkinan bagi praktisi dan manajer untuk mengetahui bagaimana menerapkan manajemen lean dalam rantai nilai. Dalam studi model simulasi manajemen logistik yang lengkap telah dibangun, menanamkan prinsip lean dan melakukan simulasi. (Savino dkk, 2015).

JUDUL

: An Innovative Procedure For Introducing The Lean Concept Into The Internal Drug Supply Chain of a Hospital.

PENULIS

: Regattieri, Alberto. Bartolini, Alessandro. Cima, Maddalena. Fanti, Maria Gulia. Lauritano, Diego. 2018.

Di rumah sakit pengelolaan bahan yang berbeda (yaitu limbah, obat-obatan, peralatan, dll.) Merupakan hal yang mendasar dari sudut pandang ekonomi dan juga ketika mempertimbangkan dampaknya pada perawatan pasien. Pada tahun lalu, beberapa solusi teknologi yang sangat baik telah dikembangkan, tetapi seringkali aplikasi mereka di dunia nyata terbatas dan tidak efektif karena kesenjangan dalam pengetahuan dan komitmen yang diperlukan dan ketersedian sumber daya. Dalam makalah ini, penulis membahas software untuk memperkenalkan konsep lean modern dalam rantai pasokan obat, sambil mempertimbangkan perilaku nyata. Software ini didasarkan pada dua fase. Fase pertama berfokus pada analisis situasi awal dan pada pengenalan model manajemen material dasar. Tujuan utama adalah untuk membuat personel meningkatkan pengetahuan mereka sehingga mereka dapat mengambil keuntungan dari semua manfaat yang diberikan oleh peralatan dan metode canggih. Fase kedua didasarkan pada pengenalan solusi manajemen material modern level II (yaitu metode Kanban dan dual-bins, solusi RFID, dll.). Penelitian dilakukan pada manajemen bahan stok di beberapa bangsal, khususnya unit bedah. Setelah penerapan fase pertama, hasilnya sangat menggembirakan; dalam kelompok beberapa unit bedah, penurunan cakupan stok di gudang lokal adalah sekitar 35 persen dan 23

penurunan konsumsi yang berlebihan sekitar 15 persen tanpa dampak negatif pada tingkat layanan dan tingkat stok di gudang pusat. Aplikasi nyata menegaskan bahwa aturan mendasar dari pengenalan software tersebut adalah untuk mengizinkan personel untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang metode logistik dan untuk mengembangkan komitmen dan kepuasan yang diperlukan (Alberto dkk, 2018).

JUDUL

: Lean Healthcare Supply Chain Management: Minimizing Waste And Costs.

PENULIS

: Catia, M, et al. 2014.

Konsep lean sendiri semakin nyata dalam rutinitas di rumah sakit. Penerapan teknik lean membantu mengidentifikasi untuk meminimalkan waste yang dihasilkan dalam proses, memastikan produktivitas yang lebih besar, dan pengembengan isu-isu prioritas untuk perubahan, biaya yang lebih rendah dan produk dan layanan yang berkualitas lebih baik. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan model manajemen rantai pasokan yang berfokus pada identifikasi dan minimalisasi limbah yang membantu dalam pengambilan keputusan yang memungkinkan peningkatan kualitas layanan dan mengurangi biaya yang terlibat dalam rantai ini. Model yang diusulkan bertujuan untuk membantu rumah sakit untuk mengidentifikasi apa yang penting dalam pandangan pelanggan (pasien) melalui perubahan budaya organisasi, menjadi kerja tim kendaraan utama (dokter, perawat). Kepuasan pelanggan akhir yaitu pasien, hanya mungkin jika seluruh rantai pasokan dikompromikan dan diintegrasikan ke dalam praktik yang koheren dan efektif Manajemen praktek-model untuk proses perubahan dalam lean rumah sakit

24

Gambar tersebut menekankan pentingnya kepuasan pelanggan, yang merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit. Melalui manajemen yang ramping, dengan basis yang kuat seperti profil kepemimpinan yang transparan, perencanaan dan tujuan yang jelas (BSC), dengan kerja tim, peningkatan visi kerja membantu proses secara keseluruhan. Dengan demikian, lean menjadi alat yang penting untuk lingkungan rumah sakit, terutama rantai pasokan melalui manajemen yang efisien yang bertujuan merasionalisasi aliran, standarisasi proses, yang mengarahkan perusahaan untuk mengurangi waste dan biaya serta meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan (Catia dkk, 2014).

JUDUL

: Six Sigma And Lean In Healthcare Logistics Centre Design And Operation: A Case At North Mississippi Health Services.

PENULIS

: Jin, M., Switzer, M. and Agirbas, G. 2008.

Pendekatan Six Sigma dan Lean Thinking telah menghasilkan keberhasilan besar dalam manajemen logistik. Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Jin dkk pada tahun 2008 menunjukkan bahwa prosedur dan prinsip-prinsip ini berlaku dalam manajemen logistik kesehatan dan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik, meskipun industri kesehatan memiliki fitur sendiri yang berbeda dari industri manufaktur, seperti persyaratan yang lebih tinggi pada tingkat pengisian stok, masalah kedaluwarsa dan pembusukan, dll. Prinsip Six Sigma dan Lean Thinking menentukan kebutuhan dari sudut pandang pasien dan mencoba memberikan nilai kepada pasien yang meripakan kunci keberhasilan proyek Lean Six Sigma. Dengan langkah-langkah yang terdefinisi dengan baik, proyek mengidentifikasi langkah-langkah inti dan nilai tambah dengan manajemen penyimpanan yang lebih baik, penggunaan ruang yang lebih baik, organisasi dan kebersihan ruang kerja yang lebih baik, pengiriman pasokan yang tepat waktu dan efisiensi suplai yang tepat kepada pasien yang tepat, dan pelacakan serta mengurangi waste. Pusat logistik beroperasi dengan cara yang ramping, dalam arti jumlah staf yang sama, lebih banyak barang untuk pasien, dan penghematan tahunan sebesar $ 800.000. Proses desain dan usulan inisiatif yang diusulkan dalam kasus ini berlaku untuk sistem pelayanan kesehatan lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan pusat logistik mereka (Jin dkk, 2008)

JUDUL

: Healthcare Logistics and Supply Chain – Issues and Future Challenges, Supply Chain Forum

PENULIS

: Ageron, Blandine. Benzidia, Smail. Bourlakis, Michael. 2018.

Keinginan untuk mengindustrialisasi sektor kesehatan dengan menerapkan praktik dan metode logistik yang ramping (lean logistic) memerlukan waktu untuk adaptasi dan umpan balik yang memadai dari para pemangku kepentingan untuk dapat secara konkret mengevaluasi kontribusi yang telah dihasilkan. Sampai saat ini, sangat sedikit lembaga kesehatan yang mampu menggeneralisasi praktik-praktik ini di seluruh proses mereka. Dua dari hambatan untuk implementasi penuh industrialisasi terkait dengan birokratisasi dan komitmen top manajemen. 25

Budaya logistik tidak cukup melekat pada visi strategis rumah sakit. Selain itu, pendekatan logistik yang efisien juga didasarkan pada kualifikasi dan keterampilan aktor utama (pembeli, manajer logistik, perawat, dll.). Rumah sakit harus memperkuat aspek ini dengan menyiapkan sposialisasi dan kebijakan rekrutmen yang disesuaikan dengan persyaratan praktik logistik, dengan memprioritaskan tiga sumbu utama: teknologi, hubungan organisasi dan antarpribadi. Studi kasus yang dilakukan di seluruh dunia menawarkan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah logistik pada praktik SCM seperti integrasi SC, manajemen lean, desain jaringan distribusi dan kinerja dalam konteks khusus ini. Dalam artikel mereka, Miroslava A. Rakovska dan Stilyana V. Stratieva mengusulkan konfigurasi SCM empiris dalam pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik berbeda dari Manajemen Rantai Pasokan Rumah Sakit (HSCM). Mengikuti analisis kluster dari 63 praktik SCM rumah sakit Bulgaria, peneliti mengembangkan 'taksonomi praktik rantai pasokan kesehatan'. Tiga kelompok rumah sakit telah diidentifikasi sesuai dengan integrasi SC internal dan eksternal mereka: Rumah sakit terkemuka yang telah menerapkan praktik integrasi internal; Rumah sakit berkembang yang memulai integrasi eksternal dan rumah sakit terbelakang yang praktik SC-nya sangat buruk. Hasil mereka mengidentifikasi dimensi dan ukuran konsep HSCM dan menunjukkan pola HSCM dengan menyelidiki bagaimana pola ini mempengaruhi kinerja rumah sakit. Mereka juga mengusulkan informasi berharga bagi pembuat keputusan tentang praktik apa yang harus diterapkan dengan mitra SC internal dan eksternal untuk meningkatkan kinerja. Organisasi memiliki minat yang meningkat dalam kegiatan penghijauan dan telah mengembangkan praktik lean manufacturing, dengan penekanan pada penghapusan waste. Praktik hijau ini relevan dengan industri kesehatan. Dalam artikel mereka 'Lean Six Sigma dan Keberlanjutan Lingkungan: Perspektif Rumah Sakit', Qingyun Zhu, Sharon Johnson dan Joseph Sarkis mengeksplorasi hubungan antara penghijauan rantai pasokan dan praktik lean dalam lingkungan pelayanan kesehatan dan khususnya rumah sakit. Mereka mengembangkan kerangka kerja proses yang mendefinisikan dimensi dan sinergi spesifik antara lean dan hijau yang mereka terapkan pada tiga kasus untuk memberikan contoh peluang yang terkait dengan proses rumah sakit hijau. Dari eksplorasi ini, mereka merumuskan enam proposisi penelitian tentang mekanisme spesifik yang dapat digunakan untuk memanfaatkan lean untuk mendukung penghijauan dalam konteks spesifik di rumah sakit. Desain ulang rantai pasokan produk farmasi dan stagnasi sistem logistik merupakan tantangan penting yang dihadapi sektor kesehatan. Dalam artikel mereka, 'desain ulang jaringan distribusi multikriteria untuk rantai pasokan pelayanan kesehatan Maroko', Asmae El Mokrini, Loubna Benabbou dan Abdelaziz Berrado mengusulkan pendekatan berdasarkan lima langkah yang bertujuan untuk menentukan peringkat jaringan distribusi alternatif. Mereka menggunakan pengambilan keputusan multi-kriteria dan membandingkan desain jaringan distribusi yang berbeda; kemudian, mereka mengusulkan yang paling tepat dalam rantai pasokan farmasi Maroko yang didasarkan pada jaringan distribusi terdesentralisasi. Wawasan ini akan sangat berguna bagi para manajer dan, selain itu, penelitian ini menguraikan cara penelitian masa depan yang berfokus pada rantai pasokan kesehatan lainnya dan konteks geografis. Duangpun Kritchanchai, Soriya Hoeur dan Per Engelseth ‘mengembangkan strategi untuk meningkatkan 26

kinerja logistik layanan kesehatan’ di tingkat operasional dan nasional. Mereka mengamati bahwa pengukuran kinerja kesehatan untuk tingkat nasional dan operasional adalah menantang dan bahwa ada saling ketergantungan antara dua kinerja untuk dua tingkat ini. Selanjutnya, mereka mengembangkan dua kerangka kerja kinerja logistik untuk setiap tingkat (nasional dan operasional) dan menentukan bahwa manajemen persediaan, dan manajemen informasi dan teknologi adalah kriteria yang paling penting. Delapan belas studi kasus rumah sakit umum dan swasta di lima negara yang berbeda menguraikan bahwa rumah sakit memiliki kinerja yang buruk terhadap dua kriteria ini dan, sebaliknya, rumah sakit berkinerja cukup baik dalam transportasi dan pergudangan. Hasil ini menyoroti bahwa rumah sakit mengembangkan praktik yang tidak efektif dan efisien. untuk kinerja logistik. Dalam perspektif ini, penulis menyarankan bahwa rumah sakit harus memperhatikan persediaan dan sistem teknologi informasi yang digunakan untuk mengelola operasi sehari-hari mereka. Dalam artikel mereka ‘biaya proyek kesehatan manusia SC’, Alain Vaillancourt, Peter Tatham, Yong Wu dan Ira Haavisto mempertanyakan tantangan logistik dan manajemen rantai pasokan dalam konteks negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Negara-negara ini menghadapi kombinasi sistem kesehatan yang tidak memadai dan terjadinya krisis kemanusiaan; karena itu, organisasi kemasyarakatan perlu mengoptimalkan sumber daya logistik mereka yang terbatas untuk mendukung populasi yang rentan. Dalam konteks ini, memahami faktor pendorong biaya dalam situasi kemanusiaan sangat penting. Para penulis mengeksplorasi pentingnya berbagai faktor potensial pendukung yang mempengaruhi biaya dan mengembangkan serangkaian hipotesis yang diuji melalui model regresi yang kuat. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya empat pendorong inti yang memengaruhi biaya rantai pasokan, bahkan jika factor pendorong ini berada di luar kendali manajer logistik. Untuk menjawab pertanyaan ‘Di mana menemukan persediaan medis di unit keperawatan: Sebuah studi eksplorasi ', Valérie Belanger, Martin Beaulieu dan Sylvain Landry mengeksplorasi manajemen dan lokasi inventaris pasokan medis di unit keperawatan dan dampaknya terhadap kinerja sistem pengisian. Manajemen inventaris ini sangat menantang bagi rumah sakit karena perawat menghabiskan banyak waktu untuk tugas ini sehingga membatasi kemampuan mereka untuk memberikan perawatan. Para penulis mengumpulkan data yang dikumpulkan dari empat rumah sakit Kanada dan ditemukan bahwa desentralisasi tempat penyimpanan di unit perawatan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan bagi perawat untuk menangani waktu pasokan medis; Namun, ini juga akan membutuhkan sumber daya logistik tambahan untuk mengelola titik penyimpanan ini. Temuan ini menyoroti fakta bahwa manajemen persediaan harus ditangani dalam perspektif holistik dan manajer harus mengintegrasikan seluruh sistem pengisian kembali. Kegiatan logistik, khususnya yang berkaitan dengan pembelian, merupakan bagian penting dari biaya operasional di rumah sakit. Dalam konteks ini, kelompok pembelian dapat memainkan peran kunci dalam mengoptimalkan rantai logistik. Omar Bentahar meneliti faktor-faktor kunci keberhasilan untuk mengimplementasikan kelompok pembelian di sektor layanan kesehatan. Sebuah studi kasus dari pembelian di luar negeri di fasilitas pelayanan kesehatan Prancis memberikan konfirmasi tentang faktor-faktor keberhasilan proses kontrak untuk 27

pembelian, yaitu komunikasi, kerjasama, dan komitmen dari manajemen puncak. mengidentifikasi tiga faktor baru yang muncul, yaitu keterampilan manajer proyek, pembeli, dan pengelolaan resistensi terhadap perubahan. Penelitian ini menguraikan menarik dalam konteks di mana manajemen rantai pasokan menghadapi kesulitan, yang dari kelompok pembelian (Blandine dkk, 2018)

JUDUL

: Lean in Healthcare from Employees’ Perspectives

PENULIS

: Erik Drotz dan Bozena Poksinska

INSTITUSI

: Linköping University, Swedia

PENERBIT

: Journal of Health Organisation & Management

TAHUN TERBIT

: 2014

Ini juga pelatihan proposisi termasuk

Prinsip dari organisasi yang ramping (lean) pada awalnya dikenalkan untuk perusahaan manufaktur, terutama oleh perusahaan manufaktur mobil Toyota. Saat ini, definisi dari lean management telah berkembang luas ke seluruh sector bisnis dalam rangka meningkatkan kinerja menggunakan pendekatan produksi yang lean yang dilakukan oleh Toyota, tidak terkecuali dalam sector pelayanan kesehatan. Hambatan yang paling sering ditemui dalam implementasi lean management di rumah sakit adalah ketidakpercayaan staf bahwa prinsip lean dapat diterapkan dalam lingkungan kesehatan dan kurangnya pengetahuan serta konsultan dalam penerapan lean management. Alasan utama dari implementasi lean management di rumah sakit adalah peningkatan tuntutan atas pelayanan kesehatan yang memiliki efisiensi dan kualitas yang baik. Prinsip lean dalam bidang kesehatan diimplementasikan terutama sebagai pendekatan peningkatan proses. Prinsip lean berakar pada dua prinsip kunci yaitu peningkatan berkelanjutan dan penghargaan atas kinerja orang. Pengembangan dan utilisasi kapabilitas pekerja merupakan bagian yang penting dalam penghilangan waste. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap pengetahuan yang lebih akan peranan, tanggung jawab dan karakteristik pekerjaan pekerja pada sebuah organisasi kesehatan yang ramping. Penelitian yang dilakukan berdasarkan tiga studi kasus pada organisasi kesehatan yang telah dianggap berhasil mengimplementasikan organisasi kesehatan yang ramping. Data yang diperoleh diambil dengan cara wawancara, pengamatan dan studi dokumen. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa lingkungan organisasi kesehatan yang ramping telah memberikan pengaruh yang besar terhadap peranan, tanggung jawab dan karakteristik pekerjaan karyawan. Fokus dari pekerja telah berubah dari pekerja professional kesehatan, dimana otonomi klinis dan keahlian professional menjadi prinsip utama perawatan pasien, menjadi peningkatan proses dan kerjasama tim. Beberapa karakteristik pekerjaan dapat membuat implementasi praktek kesehatan yang ramping. Kerjasama tim dan desentralisasi otoritas adalah contoh dari praktek organisasi yang ramping yang dapat dianggap tidak umum dilakukan karena pada umumnya terdapat budaya distribusi kuasa yang tidak imbang dimana dokter sebagai pengambil keputusan yang dominan.

28

Kerjasama tim, orientasi pembuatan value dan keikutsertaan seluruh anggota tim rumah sakit berhubungan dengan efek positif dari lingkungan kerja organisasi, pengembangan sumber daya manusia dan performa organisasi. Meskipun sistem produksi lean telah banyak diimplementasikan dalam sector kesehatan, sedikit atensi ditujukan pada implikasi produksi lean pada karakteristik pekerjaan dari professional kesehatan. Dengan melakukan penelitian dan menganalisa bagaimana produksi lean mepengaruhi peranan, tanggung jawab dan karakteristik kerja tenaga professional kesehatan, penelitian ini telah memberikan beberap implikasi teoritis dan praktis yang signifikan pada implementasi lean dalam konteks pelayanan kesehatan. JUDUL

: Lean Hospital Approach In Health Care

PENULIS

: Haluk Sengun

INSTITUSI

: Bahçeşehir University, Faculty of Health Sciences, Department of Health Management, İstanbul, Turki

PENERBIT

: International Journal of Current Research vol. 9, Issue 01, pp.4503245037

TAHUN TERBIT : Januari 2017 Pemikiran lean adalah untuk menghapus pergerakan dan ide yang tidak perlu yang tidak memberikan kontribusi terhadap keseluruhan proses. Para tenaga professional pelayanan kesehatan diharapkan dapat menghilangkan waste dan memaksimalkan nilai yang dimiliki oleh rumah sakit. Biaya atas pelayanan kesehatan telah meningkat secara cepat di Turki dan di seluruh dunia. Biaya, malpraktek, waktu yang terbuang dan ketidakefisiensian birokrasi telah membawa kepada suatu titik dimana diperlukan pendekatan baru. Lean management adalah penghilangan atas aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah terhadap hasil akhir organisasi yang bertujuan untuk mengurangi inventori dan biaya yang berhubungan dengan hal tersebut. Teknologi dapat mengurangi tenaga kerja manual yang ikut serta dalam berbagai proses dalma rumah sakit dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Organisasi yang lean berbeda dari organisasi tradisional dalam menempatkan tenaga untuk meningkatkan organisasi pada karyawan yang secara langsung berinteraksi dengan produk akhir, bukan pada manajemen. Perbedaan terbesar antara organisasi yang dikelola secara tradisional dan organisasi yang ramping (lean) adalah focus mereka dalam peningkatan secara sistemik. Organisasi yang lean focus pada mengidentifikasi akar masalah seluruh permasalahan dan mengatur proses untuk menghentikan masalah yang sama terjadi kembali di masa depan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mempresentasikan sistem manajemen rumah sakit yang lean pada sector kesehatan di Turki. Sitem lean dapat membantu tenaga kerja kesehatan dan dokter untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan perhatian penuh pada situasi yang mereka hadapi. Sistem ini dapat mengurangi resiko, biaya dan waste sementara dapat meningkatkan performa dan mempermudah sistem kerja rumah sakit dalam jangka panjang.

29

Para pemimpin rumah sakit yang telah berhasil menerapkan lean thinking tahu bahwa hal ini bukanlah praktek akademis. Pelayanan kesehatan berhubungan dengan hidup manusia dan semua masalah yang tejadi dalam proses dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak dapat diulang. Penambahan nilai terhadap proses dan peningkatan efisiensi dengan menghilangkan waste adalah hal yang mungkin dilakukan dengan aplikasi mudah atas efektifitas biaya, kualitas, aktivitas, profitabilitas, inovasi pada institusi kesehatan serta dengan adanya perubahan atas konsep utama. Secara keseluruhan, factor utama yang berpengaruh pada suksesnya implementasi lean management di rumah sakit adalah konsentrasi pada optimasi proses, pengetahuan atsa prinsip utama lean dan aspek manusia atas penerapan prinsip lean. Manajemen yang berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan yang mengenali dan mengimplementasikan lean juga memiliki peranan penting dalam kesuksesan implementasi lean management di rumah sakit.

JUDUL

: Lean management approach in hospitals: a systematic review

PENULIS

: Haleh Mousavi Isfahani, Sogand Tourani, Hesam Seyedin

INSTITUSI

: Iran University of Medical Sciences, Tehran, Iran

PENERBIT

: International Journal of Lean Six Sigma Vol. 10, Issue 1, pp. 161-168

TAHUN TERBIT

: 2019

Lean management telah membuat peningkatan yang signifikan dalam menyediakan pelayanan berkualitas kepada pasien di banyak pusat pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk mereviu fitur dan hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan pendekatan lean management di rumah sakit secara sistematis. Peneliti menggunakan 48 artikel dari 967 artikel yang ditemukan. Sebagian besar studi telah dilakukan di negara maju seperti Amerika, Inggris, Belanda dan Kanada. Eliminasi dari waste produksi merupakan prisip yang paling penting dalam lean thinking sehingga dapat memperhatikan pasien lebih lagi serta untuk meningkatkan value. Hal ini akan secara signifikan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan kerugian melalui penghapusan waste.

JUDUL

: Lean Management—The Journey from Toyota to Healthcare

PENULIS

: Sorin T. Teich, D.M.D., M.B.A. dan Fady F. Faddoul, D.M.D., M.Sc.

INSTITUSI

: Case Western Reserve School of Dental Medicine, Cleveland, Ohio, USA

PENERBIT

: Rambam Maimonides Medical Journal Vol 4, Issue 2

TAHUN TERBIT

: April 2013

Evolusi dari sistem produksi berhubungan erat dengan kisah dari Toyota Motor Company (TMC) yang dimulai pada tahun 1918. Istilah lean merupakan konsep multi aspek dan memerlukan 30

organisasi untuk mengerahkan tenaga dan upaya pada beberapa dimensi secara simultan. Penelitian yang dilakukan mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi oleh organisasi yang ingin menerapkan prinsip lean management dan menghadirkan konteks spesifik pada industry pelayanan kesehatan. Filosofi lean berdasarkan pada penciptaan value lewat eliminasi dari waste. Waste merupakan hal yang umum di seluruh industry dan tidaklah suatu hal yang unik dalam bidang pelayanan kesehatan. Beberapa hal yang dapat dianggap sebagai waste: 1. Overproduksi, dimana memproduksi sesuatu secara berlebihan, lebih awal atau lebih cepat daripada kebutuhan proses selanjutnya. 2. Inventory, waktu kadaluarsa dan pengecekan secara konstan atas barang agar tidak tertinggal teknologi. 3. Motion/gerak, banyaknya waste pergerakan dapat muncul dari buruknya desain area kerja 4. Transportasi, dalam dunia kesehatan hal ini dapat berarti pergerakan pasien, tes laboratorium, informasi, dan lain sebagainya. 5. Over-processing, ada masanya dimana material yang disediakan untuk pasien diatur oleh peraturan yang menyebabkan ketidakjelasan proses. misal: formulir klaim asuransi yang banyak dapat membingungkan tenaga kesehatan yang tergolong baru. 6. Defek, misal pada kesalahan labelling, ketidaklengkapan informasi pada keterangan pasien, instruksi yang diberikan 7. Waktu tunggu yang lama merupakan suatu kegiatan yang waste 8. Utilisasi staf yang kurang

JUDUL

: Application of Lean Manufacturing in Hospitals-the Need to Consider Maturity, Complexity, and the Value Concept

PENULIS

: Hasle, Peter ; Nielsen, Anders Paarup ; Edwards, Kasper

INSTITUSI

: DTU

PENERBIT

: Human Factors and Ergonomics in Manufacturing Vol 26 Issue 4, pp. 430-442

TAHUN TERBIT

: 2016

Prinsip lean banyak diaplikasikan di rumah sakit tetapi dampak yang diberikan cenderung terbatas. Penelitian yang dilakukan menginvestigasi tiga kemungkinan penjelasan: maturity (kematangan), complexity (kompleksitas), dan value concept (konsep nilai) serta analisis dari tiga hal tersebut dalma studi kasus atas aplikasi lean di rumah sakit universitas besar di Denmark. Hasil dari penelitian mengindikasikan bahwa lean cenderung diaplikasikan pada fungsi sekunder dan support dengan karakter logistic, sehingga memiliki dampak yang terbatas untuk keseluruhan performa pelayanan kesehatan. Studi kasus yang dilakukan menunjukkan bahwa ada batasan sehubungan dengan maturitas lean yang rendah, kompleksitas proses dan operasional serta perbedaan persepsi nilai diantara beberapa profesi di dalam rumah sakit. Kesimpulan yang diambil oleh peneliti adalah bahwa konsep lean adalah berguna untuk rumah sakit, tetapi konsep lean dan implementasinya perlu disesuaikan dengan kompleksitas organisasi dan penyamaan nilai di rumah sakit agar dapat memberikan dampak yang lebih besar.

31

JUDUL

: Peran Leadership Dalam Keberhasilan Implementasi Lean Management Di Rumah Sakit Pelni

PENULIS

: Irene Trisbiantara, Andreasta Meliala

INSTITUSI

: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

PENERBIT

: Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 07 No 02 Hal 95-101

TAHUN TERBIT

: Juni 2018

Transformational leadership menggerakkan implementasi lean management di rumah sakit dan transactional leadership membentuk komitmen para staf melalui reward. Keberadaan leadership tanpa disertai budaya yang kuat berlandaskan filosofi Toyota, menjadikan employee engagement yang diperlukan untuk continuous improvement sulit terbentuk. Sebaliknya, beban kerja, turn over dan tingkat stress dan kejenuhan meningkat. Komunikasi langsung yang belum baik, minimnya pengembangan para staf serta sistem reward yang belum sesuai beban kerja, semakin mempersulit terjadinya employee engagement di rumah sakit. Loyalitas staf pun dituntut oleh leader. Keberhasilan lean management saat ini meningkatkan revenue dan menurunkan cost rumah sakit. Transformational leadership berperan penting untuk implementasi lean management sementara transactional leadership berperan membentuk komitmen awal para staf melalui reward. Komitmen selanjutnya harus dibangun berdasarkan transformational leadership yang juga membangun trust bagi employee. Budaya yang kuat berlandaskan filosofi Toyota pun harus ada untuk mewujudkan employee engagement yang dapat mendorong terjadinya continuous improvement yang diharapkan. Sebaliknya employee engagement pun diperlukan untuk perubahan budaya yang diperlukan dalam implementasi lean management. Komunikasi langsung yang baik, pengembangan para staf serta sistem reward yang sesuai juga mendukung terwujudnya employee engagement di rumah sakit.

32

BAB IV PENUTUP Kesimpulan :

Manajemen lean adalah suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (nonvalue adding activities) melalui peningkatan terus-menerus. Eliminasi dari waste produksi merupakan prinsip yang paling penting dalam lean thinking sehingga dapat memperhatikan pasien lebih lagi serta untuk meningkatkan value. Hal ini akan secara signifikan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan kerugian melalui penghapusan waste. Alasan utama dari implementasi lean management di rumah sakit adalah peningkatan tuntutan atas pelayanan kesehatan yang memiliki efisiensi dan kualitas yang baik. Penerapan manajamen rantai supply (SCM), juga bisa menunjang kegiatan lean manajemen yang ada di rumah sakit dengan cara mengoordinasikan dan mengintegrasikan sejumlah kegiatan terkait produk dalam rantai supply (supply chain) untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan layanan kepada pelanggan dengan mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di dalam pemasaran. Mengembangkan model manajemen rantai pasokan yang berfokus pada identifikasi dan minimalisasi limbah yang membantu dalam pengambilan keputusan yang memungkinkan peningkatan kualitas layanan dan mengurangi biaya yang terlibat dalam rantai ini. Rantai pasokan melalui manajemen yang efisien yang bertujuan merasionalisasi aliran, standarisasi proses, yang mengarahkan perusahaan untuk mengurangi waste. Lean management telah membuat peningkatan yang signifikan dalam menyediakan pelayanan berkualitas kepada pasien di banyak pusat pelayanan kesehatan. lingkungan organisasi kesehatan yang ramping telah memberikan pengaruh yang besar terhadap peranan, tanggung jawab dan karakteristik pekerjaan karyawan. Kerjasama tim, orientasi pembuatan value dan keikutsertaan seluruh anggota tim rumah sakit berhubungan dengan efek positif dari lingkungan kerja organisasi, pengembangan sumber daya manusia dan performa organisasi. Hambatan yang paling sering ditemui dalam implementasi lean management di rumah sakit adalah ketidakpercayaan staf bahwa prinsip lean dapat diterapkan dalam lingkungan kesehatan dan kurangnya pengetahuan serta konsultan dalam penerapan lean management. Komunikasi langsung yang belum baik, minimnya pengembangan para staf serta sistem reward yang belum sesuai beban kerja, semakin mempersulit terjadinya employee engagement di rumah sakit. Supaya lean manajemen dapat diterapkan dengan baik salah satu yang menentukan adalah peran leadership. Transformational leadership berperan penting untuk implementasi lean management sementara transactional leadership berperan membentuk komitmen awal para staf melalui reward. Komitmen selanjutnya harus dibangun berdasarkan transformational leadership yang juga membangun trust bagi employee. Komunikasi langsung yang baik, pengembangan para staf serta sistem reward yang sesuai juga mendukung terwujudnya employee engagement di rumah sakit.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, Tjandra Yoga. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Pers). 2. Ageron, Blandine. Benzidia, Smail. Bourlakis, Michael. 2018. Healthcare Logistics and Supply Chain – Issues and Future Challenges, Supply Chain Forum: An International Journal. 19:1, 1-3, DOI: 10.1080/16258312.2018.1433353. 3. Catia, M, et al. 2014. Lean Healthcare Supply Chain Management: Minimizing Waste And Costs. Independent Journal Of Management & Production (IJM&P). http://www.ijmp.jor.br v. 5, n. 4, October - December 2014 ISSN: 2236-269X DOI: 10.14807/ijmp.v5i4.245. 4. Dyah Noviani, Elisabeth. Penerapan Lean Manajemen pada Pelaayanan Rawat Jalan Pasien BPJS Rumah Sakit Hermina Depok Tahun 2017. Jurnal Administrasi Rumah 5. Graban, M. 2009, 2009. Lean Hospital : Improving Qualit, Patient Safety, and Employee Satisfaction, New York: CRC Press. 6. Hendayani, Ratih. 2011. Mari Berkenalan dengan Manajemen Logistik. Bandung: Alfabet 7. Imron, Moch. 2009. Manajemen Logistik Rumah Sakit. Jakarta:CV. Sagung Seto 8. Jin, M., Switzer, M. and Agirbas, G. 2008. Six Sigma And Lean In Healthcare Logistics Centre Design And Operation: A Case At North Mississippi Health Services. International Journal of Six Sigma and Competitive Advantage, Vol. 4, No. 3, pp.270– 288. 9. Lintya Siti Karima Zahra, Dima. Penggunaan Konsep Lean untuk Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Instalasi Farmasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Anna Medika Bekasi. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Volume 2, Nomor 1, Oktober 2015. 10. Nawshad Pervez et al, Supply Chain Management of Pharmaceutical Products in Hospitals: A Case Study In A Privately Owned Tertiary Level Hospital. Quest Journals Journal of Research in Business and Management Volume 4 ~ Issue 4 (2016) pp: 14-23 ISSN(Online) : 2347-3002 11. Nindya Kusuma Pertiwi, Lean Hospital sebagai Usulan Perbaikan Sistem Rack Addressing dan Order Picking Gudang Logistik Perbekalan Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, 2012. 12. Regattieri, Alberto. Bartolini, Alessandro. Cima, Maddalena. Fanti, Maria Gulia. Lauritano, Diego. 2018. An Innovative Procedure For Introducing The Lean Concept Into The Internal Drug Supply Chain of a Hospital. The TQM Journal, https://doi.org/10.1108/TQM-03-2018-0039.

34

13. Savino, M.M., Mazza, A. Marchetti, B. 2015. Lean manufacturing within critical healthcare supply chain: an exploratory study through value chain simulation. International Journal Procurement Management. Vol. 8, Nos. 1/2, pp.3–24. 14. Scott Shpak, 2019. Advantage and Disadvantages of Lean Production 15. Womack, James. P and Jones, D.T., 2000. Lean Thingking: Banish Waste and Create Wealth in Your Corporation, New York. 16. Mario Savino, Matteo and Mazza, Antonio. Lean manufacturing within critical healthcare supply chain: an exploratory study through value chain simulation. Int. J. Procurement Management, Vol. 8, Nos. 1/2, 2015. 17. Usman, Indrianawati dan Ardiyana, Mira. Lean Hospital Management, Studi Empirik pada Layanan Gawat Darurat. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 10, No. 3, Desember 2017. 18. Yusuf, 10 Manfaat Manajemen http://jurnalmanajemen.com-logistik/

Logistik

Beserta

Tujuan,

Fungsi

dan

Manfaat,

19.

35

Related Documents

Tugas Lean Manajemen Rs.docx
November 2019 22
Lean
April 2020 22
Lean
November 2019 37
Lean
December 2019 73
Lean
November 2019 36
Tugas Manajemen 1.docx
June 2020 21

More Documents from "Nova Hijj"

1871-4828-1-pb.pdf
November 2019 11
Tugas Lean Manajemen Rs.docx
November 2019 22
Portal Aluno.pdf
April 2020 14
Simulated.pdf
April 2020 6
Dm.pdf
November 2019 17