Tugas Kelompok.docx

  • Uploaded by: Harnindya Harits
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kelompok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,299
  • Pages: 55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin (Guyton & Hall, 2007). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Syahbudin, 2009). Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan penderita menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi serius dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM menghadapi bahaya setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa darah mengandung kadar yang berubah-ubah sepanjang hari terutama pada saat makan, dan beraktifitas (Pangestu, 2007). Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia (Maulana, 2009). Diabetes mellitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2025, jumlah penderita DM akan membengkak menjadi 300 juta orang (Sudoyo, 2006). Menurut WHO kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7

1

juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan 2 meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), dan Indonesia (21,3 juta) (Wild,S., 2004). DM tipe II banyak ditemukan (>90%) dibandingkan dengan DM tipe I. DM tipe II timbul setelah umur 30 tahun sedangkan DM tipe I biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Penyakit yang bersifat menahun (kronis) dapat menyerang pria maupun wanita,namun kasus tersebut meningkat pada wanita (Tahitian,2008) Diabetes mellitus seringkali tidak terdeteksi sebelum diagnosis dilakukan, sehingga morbiditas (terjadinya penyakit atau kondisi yang mengubah kesehatan dan kualitas hidup) dan mortalitas (kematian) dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemik kronis dan perlahan namun pasti akan merusak jaringan dalam tubuh jika tidak ditangani secara tepat dan serius (Agus dkk, 2011). Dengan ditemukannya beberapa faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus diantaranya faktor genetik, faktor lingkungan, faktor kegemukan, faktor demografi, dan lainnya, maka faktor-faktor tersebut mempengaruhi seseorang akan mengalami DM tipe I atau DM tipe II. B. Rumusan Maslah 1. Apa pengertian dari DM.? 2. Apa saja anatomi dan fisiologi dari pangkreas dan kulit? 3. Bagaimana epidemiologi DM? 4. Apa saja klasifikasi dari DM? 5. Apa saja etiolgi dari DM ? 6. Apa saja Faktor resiko diabetes meletus? 7. Bagaimana Patofisiologi dan pathway dari Diabetes mellitus ? 8. Apa saja tanda dan gejala Tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus? 9. Apa saja Komplikasi diabetes melitus? 10. Apa saja Pemeriksaan penunjang diabetes meletus? 11. Apa saja Penatalaksanaan dari Diabetes Mellitus? 12. Apa saja Terapi diet diabetes melitus? 13. Bagaimana Asuhan keperawatan pada Diabetes Mellitus.?

2

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus tipe II. 2. Tujuan Khusus Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa mampu memperoleh gambaran dan menjelaskan tentang : a. Pengertian dari Diabetes Mellitus b. Anatomi dan fisiologi pangkreas dan kulit. c. Epidemiologi Diabetes Melitus d. Klasifikasi Diabetes Meletus e. Etiologi dari Diabetes Mellitus f. Faktor resiko diabetes meletus g. Patofisiologi dan pathway dari Diabetes h. Tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus i. Komplikasi diabetes melitus j. Pemeriksaan penunjang diabetes meletus k. Penatalaksanaan dari Diabetes Mellitus l. Terapi diet diabetes melitus m. Asuhan keperawatan pada Diabetes Mellitus.

3

BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hipergelikemia. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Hasdianah & Suprapto, 2014) Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin (Guyton & Hall, 2007). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Syahbudin, 2009). Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia (Maulana, 2009). Kasus Diabetes Melitus yang paling banyak dijumpai adalah Diabetes Melitus Tipe 2, yang ditandai dengan adanya gangguan sekresi insulin. Penyebab terjadinya DM Tipe 2 ini dipengaruhi oleh gaya hidup, genetik, dan

4

stress psikososial. DM Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum ditemukan pada pasien dibadingkan dengan DM Tipe 1 (Bustam, 2014) B. Anatomi fisiologi Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm antara lain dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit. 1. Anatomi Fisiologi Pankreas Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kirakira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

5

Gambar 1. 1 anatomi fisiologi pankreas 2. Anatomi Fisiologi Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis. Bagianbagian kulit manusia sebagai berikut : a.

Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.

6

b.

Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

c.

Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan

subkutan terdapat kelenjar

keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energy.

Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia

7

Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik C. Epidemiologi Menurut World Health Organization [WHO] (2014) Jumlah orang yang hidup dengan Diabetes dan prevalensinya meningkat di semua wilayah di dunia. Pada tahun 2014, berjumlah 422 juta orang dewasa (atau 8,5 % penduduk dunia) terserang Diabetes, dibandingkan pada tahun 2012 jumlah penderita sebanyak 1.5 juta orang. Prevalensi DM tertinggi terdapat di wilayah Mediterania Timur (14%) dan terendah di Eropa dan wilayah Pasifik Barat (8% - 9%). Secara umum negara dengan penghasilan rendah menunjukkan angka prevalensi DM terendah dan negara dengan penghasilan menengah atas menunjukkan prevalensi DM tertinggi di dunia. Prevalensi DM di negara dengan pendapat menengah atas terbanyak di Negara Cooks Island (29,1%), disusul Negara Niue (27,6%). Prevalensi DM pada negara penghasilan menengah bawah terbanyak pada Negara Samoa (25,2%), disusul Negara Micronesia (22,5%). Prevalensi DM pada negara dengan pendapatan tinggi/atas terbanyak pada Negara Qatar (23%), disusul Negara Kuwait (20,1%) dan prevalensi DM pada negara dengan pendapatan rendah terbanyak pada Negara Taj Ikistan (12,1%) disusul Negara Gambia dan Chad yaitu masing-masing 9,9%. Atlas Diabetes edisi ke-7 tahun 2015 dari International Diabetes Federation [IDF] menyebutkan bahwa dari catatan 220 negara diseluruh dunia, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan naik dari 415 juta orang di 8

tahun 2015 menjadi 642 juta pada tahun 2040. Hampir setengah tersebut berada di Asia, terutama India, China, Pakistan, dan Indonesia. Angka penderita diabetes yang didapatkan di Asia Tenggara adalah Singapura 12,8%, Thailand 8%, Malaysia 16,6%, dan Indonesia 6,2%. Kalau pada tahun 2015 Indonesia berada di nomor tujuh sebagai Negara dengan jumlah pasien diabetes terbanyak di dunia, pada tahun 2040 diperkirakan Indonesia akan naik ke nomor enam terbanyak. Pada saat ini dilaporkan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, sudah hampir 10% penduduknya mengidap penyakit Diabetes Melitus (Tandra, 2017) Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah 2013 [Riskesda, 2013] bahwa penderita DM yang angka kejadian diabetesnya melebihi angka kejadian nasional (2,1 %), tertinggi ada pada provinsi Sulawesi Tengah 3,7 %, Sulawesi Utara 3.6%, Sulawesi Selatan 3.4%, Nusa Tenggara Timur 3,3%, dan DKI Jakarta 3,0%. Terjadinya peningkatan penderita DM dikarenakan adanya perubahan pola makan, yaitu dari makanan tradisional yang sehat, tinggi serat, rendah lemak, rendah kalori. Dengan meningkatnya konsumsi makanan mengandung kalori seperti karbohidrat sederhana, lemak, daging merah dan rendah serat. Data menunjukkan adanya peningkatan dalam persediaan makanan hewani dan

asupan

asam

lemak

jenuh

terutama

di

Negara-negara

Asia

(Azrimaidaliza, 2011) D. Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus meliputi : 1. Diabetes Mellitus Tipe I (DM Tipe I) Diabetes mellitus tipe 1dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM," diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anakanak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulaupulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan

9

yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutamapada tahap awal. 2. Diabetes Mellitus Tipe II (DM Tipe II) Diabetes mellitus tipe 2 - dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") – terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin" (adanya defek respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulindimembran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. DM Tipe II adalah jenis yangpaling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur40 dengan catatan pada dekade ketujuh diabetes mencapai 3 sampai 4 kalilebih tinggi dari pada rata-rata orang dewasa.3. 3. Diabetes Mellitus Tipe Lain . Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obatatau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormoninsulin yang tidak cukup, sama dengan 2 jenis diabetes di beberapapenelitian

ditemukan

selama

kehamilan,

menghilang lenyapsetelah persalinan, namun

meningkat

atau

itu hanya penyakit

sementara, gestational diabetesbisa merusak kesehatan dari janin atau ibu. Gestational diabetes mellitus (GDM) terjadi di sekitar 2% – 5% dari semua kehamilan. Hal ini bersifattemporer dan dapat dilakukan terapi tetapi tidak dapat

dilakukan

karena

dapatmenyebabkan

permasalahan

dengan

kehamilan, termasuk macrosomia(bayidengan berat lahir di atas rat-rata),

10

kecacatan dan penyakit jantung sejak dinisehingga diperlukan pengawasan dari pihak tenaga kesehatan selamakehamilan. E. Etiologi 1. Diabetes tipe I a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapimewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinyaDM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yangmemiliki tipe antigen HLA.b. b. Faktor-faktor imunologiAdanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimanaantibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yangmenimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguansekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th b. Obesitas c. Riwayat keluarga Diabetes Mellitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagailesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanyamemegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggapsebagai kemungkinan etiologi DM yaitu d. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampaikegagalan sel beta melepas insulin e. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agenyang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan

11

karbohidrat dangula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan f. Gangguan sistem imunitas. autoimunitas

yang

disertai

Sistem ini dapat dilakukan oleh pembentukan

sel

-

sel

antibodi

antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. g. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringanterhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat padamembran sel yang responsir terhadap insulin. F. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Yang termasuk faktor risiko DM menurut Perkeni (2011) yaitu : 1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi (unmodifiable risk factor) adalah Faktor risiko yang sudah ada dan melekat pada seseorang sepanjang kehidupannya. Sehingga faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan oleh dirinya. Faktor risiko DM yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: a. Ras dan etnik Ras atau etnik yang dimaksud contohnya seperti suku atau kebudayaan setempat dimana suku atau budaya dapat menjadisalah satu factor risiko DM yang berasal dari lingkungan sekitar (Masriadi,2012). b. Riwayat keluarga dengan DM Seorang anak yang merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM (Ayah, ibu, laki-laki, saudara perempuan) beresiko menderita DM. Bila salah satu dari kedua orang tuanya menderita DM maka risiko seorang anak mendapat DM tipe 2 adalah 15% dan bila kedua orang tuanya menderita DM maka kemungkinan anak terkena DM tipe 2 adalah 75%. Pada umunya apabila seseorang menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai resiko DM sebanyak 10% (Kemenkes, 2008). Ibu yang terkena DM mempunyai resiko lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari seorang ibu (Trisnawati& Soedijono, 2013). c. Usia

12

Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia lebih dari 45 tahun sebaiknya harus dilakukan pemeriksaan DM. Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia yang sudah tua karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis makin menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh untuk mengendalikan gluskosa darah yang tinggi kurang optimal (Gusti & Ema, 2014). d. Riwayat kelahiran Melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi yaitu lebih dari 4000 gram atau riwayat pernah menderita diabetes mellitus gestasional (DMG) berpotensi untuk menderita DM tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan anak dengan berat lebih dari 4 kg biasanya dianggap sebagai praDiabetes (Kemenkes, 2008). e. Riwayat kelahiran Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan berat badan normal. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR (Kemenkes, 2008). 2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi : a. Berat badan berlebih (IMT > 23 kg/m2). Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan. Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara 18,5-25 kg/m2. Jika lebih dari 25 kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas (Gusti & Erna, 2014).

13

b. Obesitas abdominal Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk mengukur lemak perut (Balkau,2014). Seorang yang mengalami obesitas abdominal (Lingkar perut pria >90 cm sedangkan pada wanita >80 cm) maka berisiko 5,19 kali menderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut yang digambarkan oleh lingkar pinggang dapat memprediksi gangguan akibat resistensi insulin pada DM tipe 2 (Trisnawati dkk, 2013). Pada orang yang menderita obesitas, dalam tubuhnya terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral yaitu lemak pada rongga perut yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan juga lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi glukosa hepatik melalui proses glukoneosis (Kemenkes, 2008). Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin (Kemenkes, 2008). Itulah sebabnya mengapa obesitas pada abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. c. Kurangnya aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dan berat badan berlebih merupakan faktor yang paling utama dalam peningkatan kejadian Diebets Mellitus tipe 2 di seluruh dunia (Rios, 2010). Menurut WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10 menit tanpa berhenti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang maupun berat. Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk menghidari obesitas, juga untuk mencegah terjadinya diabetes Mellitus tipe 2. Pada waktu melakukan aktivitas dan bergerak, otot-otot memakai lebih banyak glukosa

14

daripada pada waktu tidak bergerak. Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan menurun. Melalui olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk digunakan (Soegondo, 2008). d. Hipertensi (> 140/90 mmHg) Disfungsi endotel merupakan salah satu patofisiologi umum yang menjelaskan hubungan yang kuat antara tekanan darah dan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel berhubungan dengan durasi lamanya menderita Diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat dengan hipertensi (Conen dkk, 2007). Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes mellitus disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini yang akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah ke sel menjadi terganggu. Seorang yang hipertensi berisiko 2,3 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2 (Wiardani,2010). e. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL) Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama dari aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Arteosklerosis dapat menyebabkan aliran darah terganggu. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom metabolik selain Diabetes dan hipertensi (Pramono, 2009) f. Diet tak sehat (unhealthy diet) Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan akhirnya menderita diabetes mellitus tipe 2.

15

G. Patofisiologi Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu : 1. Resistensi insulin Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan 2. Disfungsi sel B pancreas Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. Menurut ADA tahun 2014, kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif. Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih

16

berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain sepert jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. De Fronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar-1)

Gambar-1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2 (Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795)

17

H. Pathway

Sumber: https://www.pdfcoke.com/doc/120249475/Pathway-DM

18

19

I.

Tanda dan Gejala Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes melitus yaitu poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg. Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat. DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.5,6 Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain.

J.

Komplikasi 1. Komplikasi Akut a. Hipoglikemi Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa dalam darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergic, seperti berdebar, banyak keringat, gemetar, penderita

20

merasa lapar dan gejala neuro-glikopenik, seperti pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma (Perkeni, 2011). b. Ketoasidosis diabetik Merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi sebesar 300-600 mg/dL, disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan ditemukan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat sebesar 300-320 mOs/mL dan terjadi peningkatan anion gap (Perkeni, 2011). c. Hiperosmolar non ketotik Pada keadaan ini terjadi peningkatan yang sangat tinggi pada glukosa darah yaitu sebesar 600-1200 mg/dL, tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas 24 jam plasma sangat meningkat sebesar 330-380 mOs/mL, plasma keton (+/-), anion gap bisa meningkat atau normal (Perkeni,2011). 2. Komplikasi Kronis (Menahun) a. Terjadi Makroangiopati: 1) Pembuluh darah otak. 2) Pembuluh darah tepi 3) Pembuluh darah jantung b. Terjadi Mikroangiopati: 1) Gangguian pada pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) 2) Gangguan pada pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik) c. Neuropati d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan: 1) Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi salurankemih, infeksi kulit dan infeksi kaki. 2)

Disfungsi seksual yang dialami penderita DM pada laki-laki berupa disfungsi ereksi dan pada wanita terjadi penurunan lubrikasi pada vagina dan penurunan vasokongesti pada alat genitalia wanita (Manan, 2013).

21

K. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide. 1. Pemeriksaan glukosa darah a. Glukosa Plasma Vena Sewaktu Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa. b. Glukosa Plasma Vena Puasa Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.

22

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut: 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. 2. Pemeriksaan HbA1c HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak. Tabel Kategori HbA1c yaitu : HbA1c < 6.5 %

Kontrol glikemik baik

HbA1c 6.5 -8 %

Kontrol glikemik sedang

HbA1c > 8 %

Kontrol glikemik buruk

L. Penatalaksanaa Tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Hal ini dilakukan karena banyaknya komplikasi kronik yang terjadi. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan

23

dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. 1. Edukasi Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya

edukasi

dilakukan

secara

komphrehensif

dan

berupaya

meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. 2. Terapi Gizi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari. 3. Latihan Jasmani Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin. 4. Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi

24

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain: a. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO) Pemicu sekresi insulin: 1) Sulfonilurea a) Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas b) Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang c) Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi 2) Glinid a) Terdiri dari repaglinid dan nateglinid b) Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama. c) Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial Peningkat sensitivitas insulin: 1) Biguanid a) Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin. b) Metformin menurunkan glukosa darah melalui c) pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. d) Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin. 2) Tiazolidindion a) lMenurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer. b) Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.

25

Penghambat glukoneogenesis: 1) Biguanid (Metformin). a) Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi glukosa hati. b) Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis c) Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea. d) Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa : 1) Acarbose a) Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. b) Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea. c) Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens. d) Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan ole sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan glukagon. b. Obat Suntikan Insulin 1. Insulin kerja cepat 2. Insulin kerja pendek 3. Insulin kerja menengah 4. Insulin kerja panjang

26

5. Insulin campuran tetap Agonis GLP-1/incretin mimetik 1. Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon 2. Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea 3. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah. M. Terapi diet 1. Terapi diet tipe 1 Penderita diabetes melitus tipe 1 memerlukan pemberian insulin dari luar sehingga dinamakan pula diabetes melitus tergantung insulin (DMTI). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hormon insulin memiliki dua macam pekerjaan, yang pertama yaitu membawa gula masuk ke dalam sel lewat reseptor insulin, dan pekerjaan yang kedua yaitu mengubah gula yang berlebih menjadi gula simpanan yang dinamakan glikogen. Perencanaan diet seimbang akan mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin dalam mengubah gula menjadi glikogen. Sementara itu latihan jasmani juga dapat dilakukan untuk mengendalikan gula darah, baik beraktivitas sehari-hari (seperti pekerjaan mengepel, mencuci mobil, berjalan kaki, dan lain-lain). Kegagalan

pengendalian

gula

darah

dapat

mengakibatkan

komplikasi akut seperti koma, dan koplikasi kronis seperti gagal ginjal, kebutaan, impotensi, stroke, penyakit jantung koroner dan sebagainya. Perencanaan makan bagi penderita diabetes dapat diberikan hidangan dengan komposisi yang seimbang pada persentase hidratarang 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%. Jumlah kalori harus disesuaikan

menurut

pertumbuhan

dan

kegiatan

jasmani

untuk

mempertahankan berat badan yang dikehendaki. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari dan kandungan serat ± 25 gram/hari. Jumlah garam yang diperlukan sama dengan yang dianjurkan untuk orang normal, sedangkan pemanis pengganti boleh digunakan asalkan tidak berlebihan.

27

a) Nutrisi kuratif Penderita Diabetes Melitus tipe 1 memerlukan terapi diet untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Terapi ini harus mencakup pada pedoman berikut ini :  Makan makanan secara teratur, di mana makanan pokok sebanyak 3 kali dan 3 kali untuk camilan.  Makan makanan dengan jumlah kalori yang adekuat untuk memungkinkan tumbuh-kembang yang normal  Makan hidratarang dengan jumlah yang sama setiap kali makan makanan pokok atau makanan camilan untuk meningkatkan pengendalian glukosa darah.  Batasi asupan lemak, khususnya lemak jenuh rantai panjang dan kolesterol.  Batasi asupan gula sederhana termasuk gula pasir, gula aren, madu, sirup jagung, dan mungkin pula fruktosa.  Meningkatan asupan serat hingga 25 gram/hari  Pertahankan berat badan normal  Ikutsertakan olahraga dalam perencanaan kesehatan  Lakukan olahraga 1 jam sebelum makan untuk meningkatkan pengendalian glukosa darah b) Tujuan diet pada diabetes melitus tipe 1 adalah untuk :  Mengendalikan kadar glukosa dan lemak daraj  Memperhatikan asupan energi dan protein untuk tumbuh-kembang di samping kebutuhan gizi lainnya  Menghasilkan status kesehatan dan gizi yang memadai  Mencegah komplikasi akut maupun kronis yang dapat membawa kematian atau disabilitas c) Preskripsi diet  Makan 5-6 kali setiap hari pada waktu yang kurang lebih sama dengan jarak 3 jam dan terdiri atas 3 kali makan pokok serta 3 kali camilan. Saat penderita makan harus disesuaikan dengan saat penyuntikan insulin . 28

 Usahakan minum minuman yang bebas gula dan kaya serat, seperti agar-agar, rumput laut, kolang-kaling. Jika minuman ini akan di minum bersama sirup, gunakan sirup diet yang menggunakan pemanis seperti aspartame.  Pilihlan camilan yang rendah lemak dan rendah indeks glisemiknya tetapi indeks kekenyangan yang segar yang berseat dan tidak begitu manis, pisang rebus, roti, kacang hijau (jangan ditambahkn gula pasir dan santan, sebagai penggantinya gula diet dan susu diabetes)  Biasakan memakan buah-buahan yang segar, khususnya buah yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel, belimbing, jambu dan tomat.  Hindari kebiasaan makan buah-buahan kaleng atau manisan yang direndam dalam sirup. Kurang kebiasaan meminum sari buah dan menggantinya dengan memakan buah yang segar seperti dijelaskan diatas.  Minum susu rendah lemak (<1%) seperti susu skim, susu kedelai  Lakukan olahraga sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari. Kalau mungkin berjalan atau bersepeda. Olahraga tidak boleh dilakukan bila kadar gula darah tidak terkontrol (>250 mg/%)  Pengendalian gula darah dengan melakukan diet, olahraga yang teratur dan terapi insulin serta pemantauan gula darah di rumah akan mengurangi perawatan pengendalian diabetes. (Deddy Sinaga/Deddy Sinaga) 2. Terapi diet tipe 2 Diebetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat bertambah parah apabila tidak diimbangi dengan pengaturan diet yang baik. Pengelolaan Diabetes Mellitus (Tipe 2) salah satunya dengan diet seimbang. Kendala penanganan diet Diabetes Mellitus adalah kejenuhan pasien mengikuti terapi diet dan kurangnya dukungan keluarga. Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah penyakit gangguan metabolisme gula darah yang disebabkan abnormalitas hormon insulin sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah.

29

Semua zat gizi sangat penting dalam diet diabetes. Makanan sumber karbohidrat harus dibagi merata di sepanjang hari untuk mengimbangi insulin yang mampu diproduksi oleh tubuh. Gejala penyakit diabetes mellitus diantaranya meningkatnya rasa haus, dehidrasi, gangguan elektrolit dan penurunan berat badan. Untuk mengimbangi tidak tersedianya glukosa sebagai sumber energi, tubuh akan meningkatkan laju pemecahan glikogen serta lemak untuk melepaskan sumber-sumber energi dan memproduksi glukosa dari hasil pemecahan protein tubuh. a) Tujuan terapi diet diantaranya :  Mencegah terjadinya hiperglikemia namun masih memberikan energi cukup.  Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai yang normal (gula darah puasa < 126 mg/dl)  Memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal  Makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes diantaranya ayam tanpa kulit, ikan, putih telur, daging tidak berlemak. Sumber protein nabati yang dianjurkan diantaranya tempe, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang kedelai, sayuran yang diperbolehkan diantaranya kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, tomat, labu air, kembang kol, lobak, sawi, selada, seledri, terong. Buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air, salak dan belimbing diperbolehkan untuk dikonsumsi.  Jenis karbohidrat seperti nasi, bubur, roti, mie, kentang, singkong, ubi, sagu, gandum, pasta, jagung, talas, havermout, sereal dan kentang diperbolehkan namun dibatasi sesuai kebutuhan. Enam langkah makan sehat bagi penderita diabetes diantaranya :  Makan tiga kali sehari dan jangan lewatkan waktu makan  Lengkapi setiap porsi makan dengan makanan karbohidrat yang lebih kompleks meliputi roti gandum, oat, dan kentang.  Makan lebih banyak buah dan sayuran. Makan 3 – 5 porsi sayur sehari secara perlahan namun teratur.

30

 Kurangi gula dan makanan manis. Diet bebas gula tidak perlu benarbenar dipatuhi dengan ketat, gula dapat dipakai sebagai salah satu bahan didalam makanan, misalnya didalam sereal sarapan gandum utuh. Konsumsi maksimum gula sebesar 5% dari total kebutuhan energi sehari. Minuman manis dapat diganti dengan minuman bebas gula.  Kurangi garam dengan membatasi jumlah asupan makanan olahan serta garam tambahan. Rempah dan bumbu dapat digunakan sebagai alternatif.  Dalam melaksanakan diet, penderita DM tipe 2 harus mengikuti anjuran 3J, yaitu jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makanan.  Jenis dan jumlah makanan yang banyak mengandung gula serta jadwal makan yang tidak teratur dapat meningkatkan kadar gula darah. Jumlah kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, bergantung pada jenis kelamin, umur, aktivitas, dan status gizi. Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30kal/kg BB.  Penurunan kebutuhan energi untuk usia > 40 tahun menurut PERKENI tahun 2011 dengan ketentuan usia 40-59 tahun, kebutuhan energinya dikurangi 5% dan usia 60-69 tahun kebutuhan energinya dikurangi 10%, usia >70 kebutuhan energinya dikurangi 20% dari kebutuhan energi.  Perlu adanya pembatasan makanan dengan indeks glikemik tinggi karena indeks

glikemik

yang tinggi

pada

makanan dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah 2 jam setelah makan. Contoh makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi yaitu roti putih, minuman bersoda, dan nasi putih. Makanan dengan indeks glikemik rendah

memberikan

manfaat

tidak

hanya

untuk

glikemik

postprandial tetapi juga untuk lipid.

31

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya. 1. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. b. Riwayat kesehatan lalu Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard c. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM 2. Pengkajian Pola Gordon a. Pola persepsi Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011). b. Pola nutrisi metabolik Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka

kadar

gula

darah

tidak

dapat

dipertahankan

sehingga 32

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. c. Pola eliminasi Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. d. Pola aktivitas dan latihan Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada

tungkai

bawah

menyebabkan

penderita

tidak

mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan. e. Pola tidur dan istirahat Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur. f. Kognitif persepsi Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan . g. Persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ). h. Peran hubungan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

33

i. Seksualitas Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011) j. Koping toleransi Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. k. Nilai keprercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. 3. Pemeriksaan Fisik Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. 1. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. 2. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. 3. Sistem pernafasan

34

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. 4. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau

berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis. 5. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. 6. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. 7. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 8. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes militus: 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani. 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM). 3. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula darah tinggi. 4. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka gengrene). 5. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer 6. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan b.d kurangnya informasi 7. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

35

8. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik. 9. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang manajemen diabetes 10.Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus). C. Intervensi NO

DIAGNOSA

1

Domain

NOC

NIC

2. (00179)

Nutrisi

Manajemen Nutrisi (1100) Definisi

Ketidakseimbangan

:

menyediakan

1. nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi yang

Kelas Makan

seimbang

kebutuhan tubuh

Ketidakseimb Setelah

dilakukan Aktivitas :

angan nutrisi, asuhan keperawatan 3 x 1. Instruksikan kurang

dan

dari 24

jam,

diharapkan

kepada

pasien

mengenai kebutuhan nutrisi

kebutuhan

nutrisi pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan

tubuh

(1004) Status Nutrisi

jenis nutrisi yang dibutuhkan

(00002)

1. Asupan

oleh pasien untuk memenuhi

makanan

dan cairan dari skala 2

(banyak 3. Ciptakan

menyimpang rentang

dari normal)

ditingkatkan menjadi

kebutuhan gizi

skala

optimal

(sedikit dari

rentang normal) (1622) Perilaku patuh

pada

saat

kalori

dan

asupan

makanan pasien 5. Monitor

menyimpang

yang

mengkonsumsi makanan 4. Monitor

4

lingkungan

terjadinya

kecenderungan kenaikan

atau

penurunan berat badan pada pasien

: diet yang disarankan 1. Memilih

makanan

yang sesuai dengan diet yang ditentukan dari skala 2 (jarang

36

menunjukkan) ditingkatkan menjadi

skala

4

(sering menunjukkan) 2. Memilih

minuman

yang sesuai dengan diet yang ditentukan dari skala 2 (jarang menunjukkan) ditingkatka menjadi skala

4

(sering

menunjukkan) (1854) Pengetahuan : diet yang sehat 1. Intake nutrisi yang sesuai

dengan

kebutuhan individu dari

skala

2

(pengetahuan terbatas) ditingkatkan menjadi

skala

4

(pengetahuan banyak) 2

Domain

2. (00002)

Nutrisi Kelas

Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)

ketidakstabilan

kadar 1. Monitor kadar

gula

daraah,

dan

gejala

sesuai indikasi

4. glukosa darah

Metabolisme

Setelah

Resiko

asuhan keperawatan 2

hiperglikemi: poliuria, polidipsi,

ketidakstabila

x24

polifagi,

jam,

dilakukan 2. Monitor

diharapkan

tanda

kelemahan,

latergi,

37

n

kadar ketidakstabilan

kadar

glukosa darah glukosa darah normal. (00179)

malaise, pandangan kabur atau sakit kepala.

(2300) Kadar glukosa 3. Monitor

1. Glukosa darah dari skala 2 (deviasi yang besar

dari

kisaran

normal)

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (deviasi ringan sedang

dari

kisaran

normal) Keparahan

Hiperglikemia

5. Dorong asupan cairan oral 6. Batasi aktivitas ketika kadar glukosa

darah

lebih

dari

250mg/dl, khusus jika ketourin terjadi 7. Dorong

pemantauan

sendiri

kadar glukosa darah

dari

skala

2

ditingkatkan

menjadi

keluarga mengenai manajemen diabetes

1. Peningkatan glukosa

(berat)

4. Brikan insulin sesuai resep

8. Intruksikan pada pasien dan

(2111)

darah

sesuai

indikasi.

darah

cukup

ketourin,

skala

4

9. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan regimen latihan Pengajaran:

Peresepan

Diet

(5614) 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien

(ringan)

mengenai diet yang disarankan (1619)

Manajemen 2. Kaji pola makan pasien saat ini

diri : diabetes

dan

1. Memantau glukosa darah (jarang

dari

4

menunjukkan)

3

Domain

4. (00204)

2

menunjukkan)

ditingkatkan skala

skala

menjadi (sering

sebelumnya,

termasuk

makanan yang di sukai 3. Ajarkan pasien membuat diary makanan yang dikonsumsi 4. Sediakan contoh menu makanan yang sesuai 5. Libatkan pasien dan keluarga

Pengecekan Kulit (3590)

38

1. Gunakan alat pengkajian untuk

Aktivitas dan Ketidakefektifan istirahat.

perfusi jaringan perifer 4. Setelah

Kelas

dilakukan

mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami kerusakan

Respon

asuhan keperawatan 3

kulit.

Kardiovaskul

x24 jam, diharapkan 2. Monitor warna dan suhu kulit

er/ pulmonal ketidakefektifan perfusi 3. Periksa pakaian yang terlalu Ketidakefektif an

jaringan perifer pasien

perfusi dapat berkurang.

jaringan perifer (00204)

4. Monitor kulit dan selaput lendir

(0401) Status sirkulasi 1. Parestesia dari skala 2

(cukup

berat)

ditingkatkan menjadi

skala

4

(ringan) 2. Asites dari skala 2 (cukup

berat)

ditingkatkan menjadi

ketat

skala

4

(ringan)

terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah. 5. Ajarkan kelurga/pemberi mengenai

Perfusi

jaringan : perifer

berat)

ditingkatkan

menjadi

Manajemen

Perifer

(2660) 1. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas dan dingin (yang dirasakan pasien) adanya

Parasthesia

dengan tepat

untuk memeriksa kulit setiap harinya 4. Letakkan

untuk Koagulasi

darah

bantalan

pada

melindungi

area

tersebut Perawatan Kaki (1660)

1. Pembentukan bekuan dari skala 2 (deviasi cukup

Sensasi

bagian tubuh yang terganggu

skala 4 (ringan) (0409)

tanda-tanda

3. Intruksikan pasien dan keluarga

1. Parestsia dari skala 2 (cukup

asuhan

kerusakan kulit, dengan tepat.

2. Monitor

(0407)

anggota

besar

dari

1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai perawatan kaki rutin

39

kisaran

normal) 2. Anjurkan pasien dan keluarga

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal) (0802)

mengenai pentingnya perawatan kaki 3. Periksa kulit untuk mengetahui

Tanda-tanda

vital

adanya iritasi, retak, lesi, dll 4. Keringkan pada sela-sela jari dengan seksama

1. Suhu tubuh dari skala 2 (deviasi cukup besar dari

kisaran

normal)

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal) 4

Domain

4. (00093) Keletihan

Aktifitas/

Setelah

Istirahat

asuhan

dilakukan 1. Kaji status fisiologis pasien yang keperawatan

menyebabkan kelelahan

3. 3x24 jam, diharapkan 2. Anjurkan pasien mengungkapkan

Kelas

Keseimbanga n

Manajemen Energi (0180)

keletihan pada pasien

Energi. dapat dikurangi.

perasaan secaraverbal mengenai keterbatasan yang dialami

Keletihan

(0002)

Konservasi 3. Tentukan persepsi pasien/orang

(00093)

energi

terdekat dengan pasien mengenai

1.

Mempertahankan

intake cukup (jarang

nutrisi dari

skala

2

menunjukkan)

ditingkatkan skala

yang

menjadi

4

(sering

menunjukkan) (0005)

Toleransi

terhadap aktivitas

penyebab kelelahan 4. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan

baik

farmakologis

secara maupun

nonfarmakologis Manajemen Nutrisi (1100) 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan

pasien

untuk

memenuhi kebutuhan gizi 2. Intruksikan

pasien

mengenai

kebutuhan nutrisi

40

1.

Kekuatan

tubuh

bagian atas dari skala 2 (banyak

terganggu)

3. Atur diet yang diperlukan 4. Anjurkan

pasien

mengenai

modifikasi diet yang diperlukan

ditingkatkan

menjadi

5. Anjurkan pasien terkait dengan

skala

(sedikit

kebutuhan diet untuk kondisi

4

terganggu) 2.

sakit.

Kekuatan

tubuh

bagian bawah dari skala 2 (banyak terganggu) ditingkatkan

menjadi

skala

(sedikit

4

terganggu) (0007)

Tingkat

kelelahan 1. Kelelahan dari skala 2

(cukup

besar)

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (ringan) 2.

Kehilangan

selera

makan dari skala 2 (cukup

besar)

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (ringan) (0008) Keletihan : efek yang menganggu 1. Penurunan

energi

dari skala 2 (cukup besar) ditingkatkan menjadi

skala

4

41

(ringan) 2. Perubahan

status

nutrisi dari skala 2 (cukup

besar)

ditingkatkan menjadi

skala

4

(ringan) 5

Domain

11. (00044)

Kerusakan Pengecekan kulit (3590) 1. Gunakan alat pengkajian untuk

Keamanan/

integritas jaringan

Perlindungan

Setelah

dilakukan

mengidentifikasi pasien yang

2. asuhan

keperawatan

berisiko mengalami kerusakan

Kelas

Cidera Fisik 3x24 jam, diharapkan

kulit.

(lanjutan)

kerusakan

Kerusakan

jaringan dapat berkurang. 3. Periksa pakaian yang terlalu

integritas

(0401) Status sirkulasi

jaringan (000444)

integritas 2. Monitor warna dan suhu kulit

1. Kekuatan nadi dorsal pedis kanan dari skala 2 (deviasi dari

cukup

kisaran

ditingkatkan

besar

normal) menjadi

skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

ketat 4. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah. 5. Ajarkan kelurga/pemberi mengenai

anggota asuhan tanda-tanda

kerusakan kulit, dengan tepat.

2. Kekuatan nadi dorsal pedis kiri dari skala 2 (deviasi dari

cukup

kisaran

ditingkatkan

besar

normal) menjadi

skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal) (0407)

Perfusi

42

jaringan : perifer 1. Pengisian kapiler jari dari skala 2 (deviasi yang cukup besar dari kisaran

normal)

ditingkatkan

menjadi

skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal) 2.

Pengisian

kapiler

jari-jari kaki dari skala 2 (deviasi yang cukup besar

dari

normal)

kisaran

ditingkatkan

menjadi skala 4 (deviasi ringan

dari

kisaran

normal) (1101)

Integritas

jaringan : kulit dan membran mukosa 1. Perfusi jaringan dari skala

2

(banyak

terganggu) ditingkatkan menjadi skala 4 (sedikit terganggu) 2. Integritas kulit dari skala

2

(banyak

terganggu) ditingkatkan menjadi skala 4 (sedikit terganggu)

43

(1102) Penyembuhan luka : primer 1.

Memperkirakan

kondisi tepi luka dari skala

2

(terbatas)

dotingkatkan

menajdi

skala 4 (besar)

6.

Domain

12. (00132) Nyeri akut

Kenyamanan Setelah Kelas

Nyeri (00132)

dilakukan Definisi : Pengurangan atau reduksi

1. asuhan keperawatan 3x nyeri

Kenyamanan 24 Fisik

Manajemen Nyeri (1400)

jam,

sampai

pada

tingkat

diharapkan kenyamanan yang dapat diterima

nyeri akut pada pasien oleh pasien. Akut berkurang.

Aktivitas :

(1605) Kontrol nyeri 1.

Mengenali

kapan

nyeri terjadi dari skala 2 (jarang

menunjukkan)

ditingkatkan skala

4

menjadi (sering

menunjukkan) 2.

1. Lakukan

pengkajian

secara komprehensif

2. Observasi

adanya

nonverbal

(jarang

menunjukkan) ditingkatkan skala

4

petunjuk mengenai

ketidakanyamanan 3. Gali

pengetahuan

dan

kepercayaan pasien mengenai

Menggambarkan

2

terhadap

pasien

nyeri

faktor penyebab dari 4. Evaluasi skala

nyeri

pasien

pengalaman di

masa

lalu

nyeri yang

meliputi riwayat nyeri kronik menjadi

pasien ataupun keluarga

(sering 5. Tentukan kebutuhan frekuensi

menunjukkan) (3016) Kepuasan klien

untuk melakukan pengkajian ketidaknyamanan pasien 6. Kurangi

faktor

yang

dapat

44

meningkatkan nyeri pada pasien

: Manajemen nyeri 1. Nyeri terkontrol dari skala 2 (agak puas ) ditingkatkan

menjadi

skala 4 (sangat puas ) 2.Tingkat

7. Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri pada pasien bertambah berat 8. Dukung pasien untuk istirahat atau tidur untuk menurunkan

nyeri

rasa nyeri

dipantau secara reguler dari skala 2 (agak puas ) ditingkatkan menjadi skala 4 (sangat puas ) 7

Domain

11. (00004) Resiko infeksi

Keamanan/

Setelah

Perlindungan asuhan Kelas Infeksi

Kontrol Infeksi (6540)

dilakukan Definisi: Meminimalkan Infeksi keperawatan 1. Ganti peralatan perawatan per

1. 2x24 jam, diharapkan

pasien sesuai protokol institusi

tidak terjadi infeksi pada 2. Anjurkan

pasien

mengenai

Resiko infeksi pasien.

teknik mencuci tangan dengan

(00004)

tepat

(1908) Deteksi risiko 1. Mengenali tanda dan gejala

yang

mengindikasikan risiki dari skala 2 (jarang mnunjukkan) ditingkatkan skala

menjadi

4

(sering

menunjukkan) 2.

status

kesehatan (jarang

penanganan

aseptik

dari semua saluran IV Perlindungan Infeksi (6550) Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada pasien beresiko 1. Monitor

kerentanan

terhadap

infeksi 2. Berikan perawatan klit yang tepat Periksa kulit dan selaput

Memonitor

perubahan

3. Pastikan

skala

2

lendir untuk adanya kemerahan, kehangatan

ektrim,

atau

drainase

mnunjukkan) 3. Ajarkan pasien dan keluarga

ditingkatkan

menjadi

bagaimana

cara

menghindari

45

skala

4

(sering

infeksi

menunjukkan) (1902) Kontrol risiko 1.

Mengidentifikasi

faktor risiko dari skala 2 (jarang mnunjukkan) ditingkatkan skala

menjadi

4

(sering

menunjukkan) 2.

Mengenali

faktor

risiki skala 2 (jarang mnunjukkan) ditingkatkan skala

menjadi

4

(sering

menunjukkan) 8

Domain

5. (00126)

Persepsi/ Kognisi Kelas 4. Defisiensi pengetahuan (00124)

Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran (5520) 1. Tekankan pentingnya mengikuti

pengetahuan Setelah

dilakukan

asuhan keperawatan 2x 24

jam,

diharapkan

pengetahuan mengenai

pasien diabetes

mellitus

tipe

2

bertambah. (1820) Pengetahuan : manajemen diabetes 1.

Pencegahan

evaluasi medik, dan kaji ulang gejala

yang

memerlukan

pelaporan segera ke dokter 2. Diskusikam tanda/gejala DM, contoh

polidipsia,

kelemahan,

poliuria,

penurunan

berat

badan 3. Gunakan bahasa yang umum digunakan 4. Berikan informasi yang sesuai dengan lokus kontrol pasien

hiperglikemia dari skala 5. Berikan informasi sesuai tingkat 2

(pengetahuan

perkembangan pasien

46

terbatas)

ditingkatkan

menjadi

skala

4

(pengetahuan banyak)

dalam

mengobati hoperglikemia

dari

skala 2 (pengetahuan terbatas)

ditingkatkan

menjadi

skala

1. Tentukan

motivasi

pasien

untuk perubahan perilaku

2. Prosedur yang harus diikuti

Modifikasi Perilaku (4360)

4

(pengetahuan banyak)

2. Bantu

pasien

untuk

mengidentifikasi kekuatan 3. Dukung kebiasaan

untuk

mengganti

yang

tidak

diinginkan dengan kebiasaan yang diinginkan 4. Tawarkan positif

penguatan dalam

yang

pembuatan

keputusan mandiri pasien

(1621) Perilaku patuh : diet yang sehat 1. Mencari informasi tenyang panduan nutrisi baku

dari

(jarang

2

dilakukan)

ditingkatkan skala

skala

menjadi

4

(sering

dilakukan) (1622) Perilaku patuh : diet yang disarankan 1.

Menggunakan

informasi

gizi

pada

label untuk menentukan pilihan dari skala 2 (jarang

menunjukkan)

ditingkatkan skala

4

menjadi (sering

47

menunjukkan) 2.

Mengikuti

rekomendasi jumlah

untuk

makanan

per

hari dari skala 2 (jarang menunjukkan) ditingkatkan skala

menjadi

4

(sering

menunjukkan) (1632) Perilaku patuh :

aktivitas

yang

disarankan 1. Membahas aktivitas rekomendasi

dengan

profesional

kesehatan

dari skala 2 (jarang menunjukkan) ditingkatkan skala

menjadi

4

(sering

menunjukkan) 9

Domain

9.

(00146) Ansietas

Pengurangan kecemasan (5820)

Koping/

Setelah

Toleransi

asuhan keperawatan 2x ketakutan,

Stress

24

Kelas

2.

jam,

berkurang.

Koping

(1211)

Ansietas

kecemasan 1.

Mengurangi firasat,

tekanan, maupun

diharapkan ketidaknyamanan terkait dengan

ansietas

Respon

(00146)

dilakukan Definisi:

pasien sumber-sumber bahaya yang tidak teridentifikasi Tingkat Akivitas:

Tidak

1. Gunakan dapat

beristirahat dari skala 2

pendekatan

yang

tenang dan menyakinkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan

48

(cukup

berat)

ditingkatkan

terhadap perilaku klien

menjadi 3. Pahami

skala 4 (ringan)

skala 2 (cukup berat) menjadi

skala 4 (ringan)

4. Berikan informasi faktual tekait diagnosa,

perawatan

dan

prognosis 5. Berada

disisi

klien

untuk

mengurangi ketakutan

skala 2 (cukup berat) 6. Dorong menjadi

skala 4 (ringan) (0907)

yang

meningkatkan rasa aman dan

3. Gangguan tidur dari

ditingkatkan

krisis

terjadi dari perspektif klien

2. Perasaan gelisah dari

ditingkatkan

situasi

keluarga

untuk

mendampingi klien dengan cara yang tepat

Memproses

7. Berikan

objek

yang

menunjukkan perasaan aman

informasi

8. Puji/kuatkan perilaku yang baik 1. Menunjukkan proses

secara tepat

pikir yang terorganisir 9. Identifikasi dari skala 2 (banyak

terganggu)

klien

: perawatan psikologis

situasi yang memicu kecemasan

koping yang sesuai 12. Pertimbangkan klien

1. Informasi di berikan

ditingkatkan

mengambil

keputusan klien

untuk

menggunakan teknik relaksasi

puas) 14. Kaji untuk tanda verbal dan non menjadi

skala 4 (sangat puas) 2. Informasi di berikan mengenai

kemampuan

dalam

perjalanan 13. Intruksikan

penyakit dari skala 2 (agak

mengidentifikasi

11. Dukung penggunaan mekanisme

(3009) Kepuasan klien

tentang

terjadinya

perubahan tingkat kecemasan

terganggu) ditingkatkan 10. Bantu menjadi skala 4 (sedikit

saat

respon

verbal kecemasan Peningkatan koping (5230) Definisi : Fasilitasi usaha kognitif untuk

meneglola stressor

yang

49

emosional yang biasa dirasakan, perubahan, atu ancaman terhadap penyakit dari yang mengganggu dalam rangka skala 2 (agak puas) memenuhi kebutuhan hidup dan ditingkatkan

menjadi peran

skala 4 (sangat puas)

Aktivitas: 1. Bantu pasien dalam memecah tujuan kompleks menjadi lebih kecil, dan langkah yang dapat dikelola 2. Dukung sikap pasien terkait dengan harapan yang realistis sebagai upaya untuk mengatasi perasaan ketidakberdayaan 3. Cari jalan untuk memahami prespektif

pasien

terhadap

situasi 4. Kenali

latar

belakang

budaya/spiritual pasien 5. Dukung

pasien

untuk

mengklarifikasi kesalahpahaman

D. Evaluasi Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif, analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning kembali untuk mengatasi masalah tersebut. Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus

50

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah sebagai berikut. 1.

Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri

2.

Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan

3.

Tanda-tanda vital normal

4.

Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

5.

Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.

6.

Infeksi dan komplikasi tidak terjadi

7.

Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah

8.

Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita diabetes melitus, efek prosedur dan proses pengobatan. Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus

dan apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan

dapat

meninggalkan

rumah

sakit.

Tetapi

pasien

tetap

harus

memperhatikan kadar gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah gula.

51

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kadar hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Penurunan ini mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh tidak dapat diproses secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Diabetes Mellitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Sekunder dan DM gestasional. Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin. Faktor resiko yang tidak dapat diubah untuk penderita DM tipe 2 diantaranya adalah riwayat keluarga dengan DM, usia lebih dari 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan rendah. Gejala dari DM 2 sendiri ada 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala akutnya diantaranya poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. B. Saran Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

52

53

DAFTAR PUSTAKA Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni Ed. Herman T.H., & Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta. Haida, Nurlaili Kurnia Putri & Atoillah, Nurlaili Isfandiari. Hubungan Empat Pilar Pengendalian Dm Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Average Blood Sugar and Diabetus Mellitus Type II Management Analysis. Surabaya: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Harfika, Meiana. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap Penyakit dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010. Noor, Restyana Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Volume 4 Nomor 5, Februari 2015. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. PB PAPDI, 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing: Hlm 915. PERKENI, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Hlm 1-7 & 14-30. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta: PB.PERKENI. 2006 Soebardi, S., & Yunir E, 2007. Terapi Non Farmakologis Pada DiabetesMelitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI: Hlm 1864-186.

54

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing Syahbudin, S. 2009. Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2, PusatDiabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: FKUI Wicaksono, M. T. P. 2013. Diebetes Mellitus Tipe II Gula Darah Tidak Terkontrol dengan Komplikasi Neuropati Diabetikum. Medula. Volume 1. Nomor 3. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

55

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"

Maternitas.doc
May 2020 8
Tugas Kelompok.docx
May 2020 5
Web Desktop
November 2019 21
Torrent
November 2019 14