Tuberkulosis.docx

  • Uploaded by: Leres Margiati
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tuberkulosis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,620
  • Pages: 5
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Myobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4mm, ukuran ini lebih kecil dari pada sel darah merah. PATOGENESIS Tempat masuk kuman Myobacterium tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan lukaa terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Akan tetapi, di Amerika Serikat dengan luasnya pasteurisasi susu dan deteksi penyakit pada sapi perah, TB bovin ini jarang terjadi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebgai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneuminia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang di kelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut focus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang yang mengalami

perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang di lepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengat taut bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan penrkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan legi berhubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadangkadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jeis penyebaran ini di kenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

TB RESISTEN OBAT TB resisten obat muncul sebagai akibat pengobatan TB yang tidak optimal. TB resisten obat disebarkan dengan cara yang sama dengan TB sensitif obat. Resistensi obat di bagi menjadi dua jenis yaitu : (1) Resistensi primer timbul pada seseorang yang terinfeksi pertama kali dengan organisme yang resisten, dan (2) resistensi sekunder (resisten didapat), yang muncul selama pengobatan TB akibat tidak adekuatnya regimen atau gagal mengonsumsi obat yang sesuai. TB resisten obat adalah masalah dunia. Horsburgh (2000) melaprkan hasil survey terbaru pada 35 negara bahwa, 12,6% TB sendiri resisten paling tidak terhadap satu macam obat, dan 2,2% resisten terhadap dua macam obat yang digunakan untuk mengobati TB yaitu isoniazid dan rimfapisin. Penting dicatat bahwa kebanyakan kasus TB adalah sensitif terhadap obat pada saat di diagnosis dan hanya menjadi resisten terhadap obat akibat terapi yang tidak optimal. WHO sedang mencoba untuk melawan TB yang resisten terhadap banyak obat dengan menitik beratkan usahanya tersebut dalam strategi pencegahan terhadap kasus TB resisten banyak obat generasi baru. Program terapi pbservasi langsung (DOT) telah menigkatkan pemakaian obat keseluruh dunia, dan sekarang terdapat 119 negara yang memakai program DOT. Program ini telah sukses banyak negara dalam mencegah peningkatan kasus TB resisten terhadap banyak obat, khususnya pada negara yang jumlah kasusnya rendah, contohnya di chili, yang hanya terdapat 0,4% kasus TB resisten terhadap banyak obat. WHO berkerja sama dengan rekan kerja program DOT di daerah yang terdapat TB. DOT bedasarkan pada ketetapan pemerintah lokal dalam mengguakan berbagai segi usaha untuk mendeteksi dengan mikroskop, terapi observasi langsung dengan regimen terupetik standar, mempertahankan suplai obat agar tidak terputus dan mengawasi hasil-hasil sistem laporan standar.

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, mengigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi. Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang di curigai menderita TB klinis aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya pada seseorang yang imunosupresif (misal TB dengan infeksi HIV). Seseorang yang di perkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang lama dan hemoptisis, harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tuberkulin intradermalnya negatif. Bedasarkan CDC, kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi organisme Myobacterium tuberculosis yang positif. Sangat penting untuk menanyakan orang yang di duga terkena TB tentang riwayat terpanjang dan infeksi TB sebelumnya. Harus di pertimbangkan juga faktor-

faktor demografi (misal negara asal, usia, kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnya infeksi HIV) yang mungkin meningkatnya resiko seseorang untuk terpajan TB.

PENGOBATAN Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obatobat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. CDC (2000) melaporkan bahwa perhatian baru dipusatkan pada pentingnya infeksi laten TB (LTBI) sebagai sesuatu yang penting dalam mengontrol dan menghilangkan TB di Amerika Serikat. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan TB yang bedasarkan pada : (1) Regimen harus termasuk obat-obatan multipel yang sensitif terhadap mikroorganisme (2) Obat-obatan harus diminum secara teratur (3) Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu : 1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat INH), rimfapisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian di ikuti dengan INH dan rimfapisin selama 4 bulan adalah regimen yang di rekomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan. Etambutol (streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketjaman matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat (yaitu, kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB, berasal dari negara dengan prevaensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resisten obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan untuk orang yang sedang mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinka kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit HIV (CDC,2000). 2. INH dan rimfapisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya). Seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi

3. 4.

5. 6.

obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rimfapisin dan etambutol harus diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama. TB resisten banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan rimfapisin sulit untuk diobati. Pengobatan harus bedasarkan pada riawayat pengobatan dan hasil studi kerentanan. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang disesuaikan. INH dan rimfapisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regiman ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien meminum regimen obat. DOT adalah satu cara untuk memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan. Dengan DOT, pekerja perawat kesehatan atau seseorang yang ditunjuk, mengawasi pasien menelan masing-masing dosis pengobatan TB. Langkah-lankah seperti DOT dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan. Respons terhadap pengobatan angti TB pada pasien dengan biakan sputum yang postif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum diakhir regimen terapi obat.

More Documents from "Leres Margiati"