To The Jew First (Pertama Kepada Orang Yahudi) Kisah dari Muusa ( Pemuda Palestina yang Tinggal di Tepi Barat )
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu Matius 6 : 15 Aku dan keluargaku tahu apa yang namanya kesulitan hidup. Aku bertumbuh di wilayahTepi Barat (West Bank), satu tempat yang penuh pergolakan politik, kekerasan setiap hari ditambah dengan kondisi ekonomi masayarakat yang semakin buruk. Ketegangan yang luar biasa dan kecurigaan yang terus menerus diantara orang-orang Israel dan orang-orang Palestina adalah sangat jelas dalam setiap bidang kehidupan. Sejak Perang Enam Hari di tahun 1967 – Ketika negara-negara Arab, yang terdiri dari Mesir, Yordania, Siria, dan Libanon, gagal dalam usaha mereka untuk menghancurkan Israel dan mengembalikan kekuasaan Muslim – Wilayah Tepi Barat talah dikuasai oleh angkatan bersenjata Israel. Sampai hari ini, lebih dari 2 juta penduduk Palestina dalam wilayah ini yang luasnya 5.680 kilometer, satu teritori yang tidak cukup besar seperti Delaware, salah satu negara Bagian di Amerika Serikat. Walaupun tetap khawatir dengan masalah kekerasan, kedua orang tuaku melanjutkan kegiatan usaha mereka dan merawat kedua anak lelaki mereka. Sebagai seorang adik, Aku sangat menghormati kakakku, Ahmed. Dia banyak menghabiskan waktu bermain bersamaku, bahkan mengajariku untuk membaca dalam bahasa Arab dan Ibrani. Walaupun seluruh wilayah selalu dalam ketegangan dan pergolakan politik sebagai akbat penolakan atas pendudukan Israel, Ahmed selalu menolak untuk ikut dalam kegiatan memprotes terhadap aksi pendudukan tanah air kami. Sebaliknya dia mengkonsentrasikan diri pada bagaimana memperoleh pendidikan yang lebih baik, mempelajari bahasa Inggris dan merencanakan masa depannya. Pada saatu Ahmed berumur 19 tahun, dia kelihatan memiliki masa depan yang cerah. Saat itu aku berumur 11 tahun dan sangat akrab dengan kakakku. Kemudian tejadi peristiwa dimana keluarga kami menjadi korban dari kekerasan untuk pertama kalinya. Dengan membawa sekantong tas besan penuh baju yang telah dicuci untuk seorang janda di lingkungan, Ahmed tengah dalam perjalanan pulang ke rumah kami di Betlehem untuk segera membantu ibu kami mencuci baju-baju tersebut. Sepanjang jalan dia akan banyak melewati pos-pos pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi Israel. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada barang-barang berbahaya yang dibawa
seperti bom atau senjata, yang selalu dirasakan oleh Ahmed dengan tidak nyaman. Hal ini adalah hal yang umum, sampai datanglah hari naas itu. Saat Matahari mulai terbenam, Ahmed sedang melewati pos pemeriksaan. Kemudian terdengar empat suara tembakan di sekitar pos pemeriksaan, mereka melepasakan tembakan kepada musuh mereka dan salah satunya mengenai Ahmed, yang meninggal seketika. Sesuai dengan kebiasaan dalam Agama Islam, Ahmed harus dikubur dalam waktu 24 jam. aku telah kehilangan seorang kakak dan juga teman terbaikku. Aku tidak akan pernah melihat senyum di wajahnya dan mendengarkan suaranya yang sering membangkitkan semangatku. Hanya kenangan masa lalu yang tertinggal untuk selalu mengingatnya. Ibuku menyimpan baju Ahmed yang bersimbah darah sebagai untuk mengenangnya. Kadang-kadang aku meletakkan jariku di baju Ahmed yang bersimbah darah untuk mengingat kembali kebaikan dan kehangatan dari soerang kakak yang melindungi adiknya, aku merasa kehilangan sosok yang yang melindungi ku, sering ketika aku menyentuh baju Ahmed yang bersimbah darah, dapat kurasakan kesakitan dan penderitaan kakakku saat meregang nyawa akibat peluru nyasar, Kenangan dan rasa sakit yang kurasakan menciptakan rasa kepahitan, kebencian yang amat sangat dalam kepada negara Israel. Selama empat tahun kemudian aku terperangkap dalam kegiatan protes melawan pendudukan Israel atas tanah air kami. Satu minggu sebelum ulang tahunku yang ke 15, aku melempari batu-batu kepada tentara-tentara Israel yang sedang berpratoli. Tembakan-tembakan dilepaskan kepada kami tetapi, terima kasih kepada dewi keberuntungan, tidak ada seorangpun yang teluka.Kebencianku yang semakin dalam kepada orangorang Yahudi, bagaimanapun juga terus meningkat. Pada waktu aku berusia 17 tahun ketegangan situasi politik diantara Israel dan Palestina sedikit mereda, walaupun hanya singkat. Kegiatan Pariwisata meningkat dan aku menemukan satu pekerjan paruh waktu menjadi pembantu sopir dari bis tur yang membawa wisatawan. Dalam pekerjaanku yang baru Aku kadang-kandang berhubungan dengan wisatawan-wisatawan Kristen yang datang untuk mengunjungi situs atau lokasi bersejarah dan sacral sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama mereka. Aku sendiri meyadari bahwa aku lahir di kota yang sama dengan tempat kelahiran Yesus Kristus. Selama musim panas di tahun pertama aku bekerja bersama supir bis, aku bersahabat dengan seorang Kristen dari Eropa. Beberapa kali si turis eropa ini emgundang saya ke kamar hotelnya untuk sehingga kami dapat mendiskusikan berbagai situs atau lokasi bersejarah dengan melihat berbagai catatan dalam Alkitab. Setelah beberapa kali ajakan yang kutolak, akhirnya aku menerima untuk menemaninya secara khusus dalam beberapa kunjungak ke lokasi atau situs bersejerah sesuai dengan keyakinan agama Kristen, dimana semua biaya akan dibayarkan kepadanya. Pada satu ketika, tanpa ingin membuang waktu yang
berharga, aku mencoba untuk menantang untuk menjelaskan apa yang dipercayainya, “ Apakah anda sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus adalah Tuhan ? “ Karena aku sangat tahu bahwa agama Islam yang aku yakini tidak pernah mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Diskusi panjang terjadi diantara dirinya dan aku. Saya tinggal bersama dengan teman baratku sampai tengah malam karena diskusi dan perdebatan tersebut. Ketika aku pergi pada malam itu, aku tahu bahwa di dalam hati aku bisa menerima penjelasan teman barat ku bahwa Yesus adalah Tuhan, dan entah kenapa tiba-tiba di hati kecilku aku mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Tetapi aku tidak bisa menerima-Nya sebagai Tuhanku, karena aku menyadari bahwa Yesus juga adalah seorang Yahudi yang begitu sangat ku benci. Ketika aku menyadari bahwa Yesus adalah seorang Yahudi, ingatan ku kembali melayang kepada orang-orang Yahudi yang menduduki kampung halamanku, dan juga atas kematian Ahmed. Aku selalu membayangkan seandainya orang-orang Yahudi itu tidak menjajah tanah air ku, tidak ada kekerasan dan Ahmed pasti masih hidup. Dan aku juga ingat bagaimana ayah ku begitu sangat membeci Israel, baik sebagai seorang Palestina dan juga atas kematian Ahmed. Setiap aku melanjutkan berpikir untuk menerima Yesus sebagai Tuhanku, semua bayangan ini kembali menghantui diriku, terlebih lagi sering di malam hari aku bermimpi kakakku Ahmed mendatangiku dan meminta aku agar tidak melupakannya, yang mana ketika terbangun aku akan selalu menangis mengingatnya. Pada bulan panas berikutnya, saat aku bekerja sebagai dengan satu grup tur dari Amerika, aku menjadi teman dari seorang pastor evangelist. Anehnya terjadi hal yang sama dengan teman eropa ku tahun lalu, di luar jam tour, pastor ini meminta aku menemaninya ketika dia ingin mengunjungi situs dan lokasi bersejarah Kristen sendiri diluar teman-teman kelompoknya. Setelah beberapa tempat lokasi bersejarak kami kunjungi, tibalah kami di Bukit Kalvari dimana Yesus disalib. Disana, di lokasi itu, aku melihat sang pastor yang terdiam dan berlutut dan aku melihatnya dia menyeka air mata dari wajahnya. Ketika aku tanya apakah dia baik-baik saja, dia tidak menjawab hanya berdiam beberapa saat. Pada akhirnya dia berkata, “ Maaf, karena saya begitu merasa terharu dan tenggelam serta diliputi suatu perasaan yang sangat bahagia dimana saya bisa melepaskan beban saya selama ini. Saya tidak layak untuk dicintai oleh Yesus, tetapi sebaliknya Dia malah menjadikan ku layak dan berharga dengan menghapuskan semua dosa-dosa ku. “ dan kemudian sang pastor melanjutkan, “ Saya tahu bahwa Yesus telah memaafkan saya, tetapi saya merasa pertama-tama saya harus terlebih dahulu memaafkan sebelum meminta Yesus memaafkan saya. “ Setelah itu sang pastor menceritakan kepadaku dengan detail bahwa dia saat ini sedang berjuang untuk berusaha memaafkan seseorang yang telah memperkosa dan membunuh adik perempuannya. Aku terkejut mendengar apa yang diceritakannya, terlihat ada satu kesaaman yang tak terduga antara
kisah yang dialaminya dengan apa yang kualami terhadap Ahmed. Sekali lagi, sebuah pernyataan yang penuh kuasa dalam suatu perjalanan perkenalan diantara aku dengan Kekristenan. Kesamaan cerita ku dengan sang pastor sangat mengagumkan. Kamu berdua kehikangan saudara akibat kejahatan dan kekerasan, kami berdua merasakan kebencian yang sangat dalam. Pada akhirnnya aku pun tak kuasa menceritakan kepada sang pastor tentang peristiwa Ahmed. Pada saat itu kami berdua sangat terharu, setelah percakapan kami diakhiri doa oleh sang pastor, tak terasa air mata membanjiri wajahku. Yang ku ingat adalah ini yang pertama aku menangis setelah kematian Ahmed. Pada saat tur berakhir dan saat perpisahan sang pastor memberikan kepadaku Alkitab dan meminta aku membacanya untuk kepentinganku, yang aku rasakan bahwa sang pator sepertinya mengetahui bahwa aku belum menerima Yesus sebagai juruselamat pribadiku. Keinginan tahu yang mendalam tentang Yesus dan juga melihat kesaksian dari sang pator, aku membaca seluruh Kitab Perjanjian Baru selama 3 bulan. Satu malam, setelah bertahun-tahun dalam pencarian dan kesedihan, aku meminta kepada Tuhan untuk mengangkat semua kesedihan dan kebencian., Sejak malam itu tidurku tidak lagi dihantui dengan mimpi tentang kakakku. Aku tetap melanjutkan membaca Alkitab selama 6 bulan berikutnya sampai aku tiba pada kisah “ anak yang hilang. Dia pergi dari rumah dan kemudian kembali untuk meminta pengampunan dari ayahnya ( Lukas 15:11-32 ). aku tiba-tiba melihat anak yang hilang sebagai diriku sendiri, yang dapat menemukan pengampunan, jika aku mau meminta. Menyadari hal ini, tiba-tiba aku kehilangan seluruh tenagaku dan jatuh berlutut sambil berteriak dan menangis, “ Tuhan Yesus, terimalah aku di dalam kerajaanmu. Aku membutuhkan pengampunan-Mu ! “ Segera setelah aku menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku, aku mulai kesulitan dengan masalah kebencianku terhadap Israel yang sepertinya sulit kulepaskan. Tuhan mengingatkanku dan berkata kepadaku, “ Aku memaafkanmu karena membunuh Anak-Ku. Sekarang kau harus memaafkan mereka yang telah membunuh kakakmu. “ saya bergulat dengan dengan pernyataan Tuhan tersebut selama 2 bulan, Kemudian satu malam di saat aku berdoa aku meminta, “ Yesus, maafkan para serdadu Israel yang telah membunuh kakakku, dan tolong aku untuk bisa memaafkan mereka. Tuhan Yesus berkati bangsa Israel dan bangsa Palestina. “ Ini adalah titik balik utama yang lain dalam hidupku. Aku tidak pernah sama sekali berpikir untuk pernah memberkati bangsa Israel dan orang-orang Yahudi yang telah menjajah kami, Karena yang aku tahu selama ini, rakyat Palestina termasuk aku selalu mengutuki mereka sepanjang waktu. Aku tidur dengan nyenyak dalam damai malam itu, aku telah menjadi pribadi yang berbeda, bebas dari kemarahan dan kebencian. “
Iman ku yang baru, bagaimanapun, akan segera mengalami ujian. Beberapa hari kemudian, pagi-pagi aku diberhentikan oleh tentara Israel di pos pemeriksaan dekat daerah pinggiran kota Betlehem. Para tentara tampaknya curiga kepada ku, dan menarikku keluar dari mobilku. Aku memohon kepada mereka, “ Saya tidak memiliki apa-apa di mobil. Tolong jangan merusak mobil saya. “ Para tentara mulai melakukan pemeriksaan atas mobil ku, banyak bagian yang dilepas, merusakkan tape mobilku dan mencopot salah satu kursi mobil. Ketika mereka tidak menemukan apa-apa, mereka kemudian membiarkan ku untuk pergi. Dengan perasaan marah di dalam hati, aku menghabiskan waktu dua jam untuk merapikan mobilku agar bisa dikendarai. Saat itu timbul keinginan untuk kembali mengutuki tentara-tentara Israel, tiba-tiba Tuhan mengingatkanku dengan apa yang telah aku doakan dan ikrarkan beberapa hari sebelumnya, tiba-tiba saat kata-kata kutuk hendak keluar, tenggorokanku seperti tersumbat, dan aku berubah pikiran sehingga aku meminta agar Tuhan Yesus memaafkan para tentara Israel yang telah merusakkan mobilku. Pada saat kata-kata pengampunan keluar dari bibirku, salah seorang tentara Israel menghampiriku dan berkata, “ Mau saya Bantu merapikan kendaraan anda ? “ Sangat mengherankan melihat seorang tentara Israel mau menolongku, saya tergagap menjawabnya, “ Uh..uh.. ya.. terima kasih. “ Berdua kami segera merapikan mobilku, Setelah selesai kemudian aku mengulurkan tanganku untuk mengucapkan terima kasih dengan cara yang bersahabat yang segera disambut si tentara, dan aku mengucapkan selamat tinggal. Ketika tentara tersebut kembali ke posnya, aku menyadari bahwa baru pertama kali dalam hidup aku bersentuhan secara phisik dengan seorang Yahudi dengan menjabat tangan tentara tersebut, yang tadinya merupakan sesuatu yang haram bagi orang Palestina. Pada saat itu aku menyadari bahwa aku hanya melakukan apa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada ku yaitu cintailah musuhmu dan jadikan semua musuhmu sebagai sahabat. Barangkali, untuk bisa bersikap dan bertindak seperti itu, makanya Yesus memerintahkan kita untuk memberkati musuh-musuh kita dari pada mengutuki musuh-musuh kita. Saya Merasakannya. Dia ingin merubah musuh-musuh saya menjadi sahabat saya. Setahun setelah aku meninggalkan Islam dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku, Aku menemukan satu kekuatan untuk memberitahukan kepada keluargaku mengenai keputusanku mengikuti Yesus. Segera setelah aku memberitahukan mereka. Keluargaku segera melemparkan ku keluar dari rumah dan mengancam untuk membunuhku kalau aku tidak meninggalkan Yesus. Bahkan ayahku berkata bahwa dia tidak akan pernah menganggapku sebagai anak lelakinya yang kedua dan menganggap aku telah mati ! Ayahku berkata, “ Aku sudah tidak mempunyai anak laki-laki lagi. Kedua-duanya telah mati dibunuh oleh orang Yahudi. “
Aku sungguh sedih dan kecewa, hatiku sangat merindukan mereka, terutama kedua orang tua ku, sejak itu secara terus menerus tiada putus aku berdoa bagi mereka, ayah dan ibuku agar bisa menerimaku kembali dan juga agar mereka bisa menerima Yesus sebagai Juruselamat mereka. Tidak sampai setahun kemudian, ayahku meninggal karena penyakit pneumonia. Karena tidak ada pihak keluarga yang memberitahukan kepadaku, kematian ayahku baru kuketahui seminggu setelah dikubur. Ketika aku mencoba mengunjungi ibuku untuk menghiburnya, dia menolak untuk menerimaku danm tidak mengijinkan aku masuk ke dalam rumah. Dengan berat hati aku pergi ke kuburan ayahku. Di depan kuburannya aku menangis sepanjang malam, dan berkata, “ Ayah, seandainya saja engkau memberikan kesempatan kepadaku menceritakan tentang Yesus kepadamu, Jika saja ayah punya keinginan yang sedikit saja untuk mendengar tentang Yesus… “ Sekarang saya telah memiliki pengalaman tiga kematian dalam hidupku : kakakku Ahmed, ayahku, dan aku sendiri. Aku, juga, telah mati, begitulah yang dikatakan keluargaku kepada orang lain. Tetapi disaat keluargaku menolakku, Tuhan menyediakan saudara-saudaraku dan sahabat yang baru dalam Kristus. Setelah kematian ayahku, aku mengunjungi negara Israel di mana aku mempunyai seorang sahabat ketika aku menjadi seorang Kristen, yaitu Joshua yang bekerja di satu hotel di kota Elat. Joshua dan General Manager dari hotel tersebut adalah sahabat-sahabat baikku, dan aku direkomendasikan untuk suatu pekerjaan. Setelah mendapatkan suratsurat ijin yang dibutuhkan untuk bekerja di hotel tersebut, aku segera bekerja disana. Tuhan telah memindahkan aku ke satu tempat yang tak pernah aku pikirkan untuk melayani-Nya. Elat adalah kota paling utara dari negara Israel. Dan berbatasan dengan Yordania serta Mesir, dan merupakan tempat peristirahatan atau kunjungan bagi orang-orang kaya di Israel dan wisatawan orang-orang barat. Hotel bintang lima dan berbagai restaurant yang luar biasa terbentang sepanjang pantai Laut Merah. Segala jenis wisata laut banyak terdapat di sini, dari menyelam, jet ski. Menonton pertunjukan lumba-lumba kura-kura da berbagai macam wisata bahari sangat di gemari disini. Tuhan mengirimkan aku ke tempat yang eksklusif di kota negara Israel dimana aku berhubungan dengan orang-orang yang dulu aku anggap memandang rendah aku dan juga rakyat Palestina. Aku segera menemukan suatu perspektif yang berbeda dari sikap dan tindakan orang-orang Israel di sana. Saya sekarang mengakui bahwa saya mempunyai pandangan yang berbeda terhadap orangorang Israel sebagai seorang Kristen dibandingkan dengan beberapa orang Muslim yang tinggal di Elat. Saya segera menjadi anggota dari satu kelompok yang terdiri dari enam sampai delapan orang-orang percaya yang mengadakan
pertemuan setiap minggu, dimana kami mempelajari Alkitab dan saling menguatkan serta saling membantu diantara satu sama lain. Aku telah kehilangan kakakku yang mengakibatkan aku berada dalam konflik kebencian dan kesalahpahaman, tetapi, Yesus, Tuhan yang Perkasa, telah membebaskan aku dari kesalahpahaman dan konflik dan sekarang Dia memberikan kepadaku saudara-saudara yang baru. Yesus sendiri yang mencurahkan darahNya yang memungkinkan aku memliliki saudara-saudara yang sungguh-sungguh saling mengasihi. Akan tetapi, aku masih belum bisa bertemu dengan ibuku setelah sekian lama. Dan aku terus berdoa tanpa putus untuk keselamatan Ibuku dan aku tetap yakin bahwa satu saat ibuku akan menerima Kristus sebagai juruselamatku. Dan aku sangat optimis bahwa suatu saat dia akan bergabung bersama-sama dengan ku di dalam keluarga Tuhan. Sekarang, aku telah memutuskan untuk memakai pekerjaanku baik untuk menghidupiku, juga untuk melayani dalam nama Tuhan Yesus. Aku melihat bahwa kesedihan masa lalu dan kebencian di masa lalu di dalam hidupku sebagai alat untuk menyaksikan dan membagikan pengalamanku tentang Yesus kepada orang-orang Yahudi yang kulihat sangat menolak Yesus. Suatu saat, ketika ada kesempatan untuk mengabarkan injil kepada mereka, aku mengundang beberapa teman kerja ke rumahku untuk makan malam. Setelah makan dan bercakap-cakap tentang masalah yang umum dan biasa, aku segera merubah pokok pembicaraan tentang Yesus, menceritakan kisah perjalananku bertemu dengan Yesus, termasuk juga bagaimana Tuhan menantangku untuk memberikan pengampunan dan memaafkan dua tentara yang merusak mobilku di pos pemeriksaan. Ada empat orang termasuk di meja makan, dua orang merasa marah dan terhina ketika mendengar ajakanku untuk berkenalan dengan Yesus, mereka segera menyerang Yesus dan berteriak marah atas ajakan ku, sementara yang satunya tetap duduk dan sepertinya tertarik mendengar cerita tentang Yesus dan kemudian setuju untuk menghadiri pertemuan mingguan dari kelompok pemahan Alkitabku. Dalam pencarian kebenaran, teman israelku yang masih muda kemudian merasakan suatu keintiman yang sangat dalam dengan Yesus, sama seperti yang aku alami sebagai seorang Palestina yang tumbuh dalam kebencian kepada mereka dan selalu mengutuk mereka. Adalah hal yang ironis, bukankah, bahwa Injil pertama-tama diberitakan kepada Orang Yahudi ( Roma 1:16 ), sekarang malah terbalik dimana seorang Palestina yang mengabarkan kembali Injil kepada mereka…
Diterjemahkan secara bebas dari buku yang berjudul : “ The Costly Call, Modern-Day Stories of Muslims who Found Jesus Book 1, Chapter Four “ , Hal. 38 - 44 yang ditulis oleh Emir Fethi Caner & H. Edward Pruitt. Published by Kregel Publications, a division of Kregel, Inc., P.O. Box 2607, Grand Rapids, MI 49501.