Tim Dirgantara Project ITB Raih Juara 1 SAFMC 2019
BANDUNG, itb.ac.id – Kabar membanggakan hadir dari mahasiswa Teknik Dirgantara Institut Teknologi Bandung. Tim Dirgantara Project yang terdiri dari lima orang mahasiswa Teknik Dirgantara ITB yaitu Rizki Duatmaja (Teknik Dirgantara 2015), Damardayu A.H. (Teknik Dirgantara 2015), Muhammad Nur Badruddin (Teknik Dirgantara 2015), Arifian Sandovic P (Teknik Dirgantara 2017) dan Rizqy Agung (Teknik Dirgantara 2017) meraih juara 1 pada kompetisi Singapore Amazing Flying Machine Competition (SAFMC) 2019 yang diselenggarakan pada tanggal 14 Maret – 23 Maret 2019 di ITE College Central, Singapura. Singapore Amazing Flying Machine merupakan sebuah kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh DSO National Laboratories dan Science Center Singapore, serta didukung juga oleh Kementrian Pertahanan Singapura. SAFMC di bentuk sebagai wadah bagi siswa agar dapat menunjukkan inovasinya dalam pembuatan desain pesawat yang unik. Reporter Kantor Berita ITB berkesempatan untuk mewawancarai langsung ketua Tim Dirgantara Project yaitu Rizqy Agung pada Selasa (26/03). Dalam kompetisi tingkat internasional yang turut diikuti oleh sejumlah peserta dari Indonesia, Thailand, Singapura, dan Hongkong, Tim Dirgantara Project mampu mengungguli peserta dari negara tersebut dengan dua konsep desain yang mereka ajukan, “Jadi lombanya itu terdiri dari kategori A, B, C1, C2, D1, D2, dan E, kami ikut yang kategori E. Kategori E itu namanya unconventional dan dibuka untuk public. Siapapun bisa ikut, namun rata-rata anak kuliahan.” Jelas Agung. “Unconventional maksudnya berarti ya desain nya anti mainstream gitu. Jadi kami harus membuat wahana seunik mungkin, nge desain wahana sendiri, pokoknya semua serba kreatifitas kami sendiri ”. Agung menjelaskan bahwa di bawah bimbingan Dr. Ing. Mochammad Agoes Moelyadi ST, M. Sc, Tim Dirgantara Project mengusung konsep Modular Drone dan Flapping Wing, “Modular Drone ini adalah drone yang mempunyai empat lengan dan bisa di bongkar pasang, bisa dipasangi ban di bagian lain frame nya, dan bisa berjalan layaknya mobil. Kami juga melengkapi drone ini dengan fitur LED untuk memberi kode. Misalkan LED warna merah, maka itu menunjukkan ada bahaya di daerah sekitar drone tersebut.” Pungkas Agung.
Misi yang dijalankan oleh drone ini cukup menarik yaitu terbang membawa kotak obat ke orang yang terluka melalui rintangan, kemudian drone dipasangi roda di sisi lain dari frame dan drone akan melaju layaknya mobil sambil membersihkan rintangan yang ada di jalan. Misi yang kedua adalah modular drone membawa flapping wing untuk monitoring. Ketika drone terbang, flapping wing yang dilengkapi dengan kamera yang tersambung dengan monitor di darat akan dilepaskan untuk memonitor daerah tkp yang sulit dijangkau oleh drone. Flapping Wing sendiri merupakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang memiliki sayap layaknya capung seberat 20 gram dan memiliki konsep untuk memantau suatu kejadian. Untuk menghasilkan dua konsep yang matang dan siap diuji tentu saja membutuhkan persiapan yang cukup dan efektif. Tim Dirgantara Project terbentuk sejak bulan Desember 2018 namun sempat terdapat kendala di bulan Februari 2019 dikarenakan ada perubahan konsep yang awalnya hendak menggunakan IPS (mirip seperti GPS namun untuk indoor) akhirnya harus diganti menggunakan GPS. Selain persiapan lomba, tentu saja ada kewajiban akademik yang harus diselesaikan. Hal ini mengakibatkan anggota Tim Dirgantara Project rela untuk mengorbankan jam tidurnya ketika 2 minggu sebelum perlombaan demi mempersiapkan lomba sekaligus mengerjakan beragam laporan praktikum dan THT (Take Home Test). Menurut pengamatan Agung, Tim Dirgantara Project dapat meraih juara 1 karena misi nya yang kemungkinan besar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta cara presentasi yang mampu meyakinkan dewan juri. Akhir kata Agung berpesan, “Jangan takut untuk ambil resiko. Selagi kesempatan yang diberikan itu baik, ambil saja.”