Thanks Ramadhan!!!

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Thanks Ramadhan!!! as PDF for free.

More details

  • Words: 2,208
  • Pages: 6
CERPEN !!!!

Thanks Ramadhan…. “Tek…tek…dung…dung…Allohuakbar..allohuakbar….” “Alhamdulillah, “allohumma laka sumtu wabika amantu wa’ala rizkika aftortu birahmatika ya

arhama rohimiin,” akhirnya sampai juga puasaku di hari ke- 17 Ramadhan ini, berarti sudah melebihi setengah bulan aku berpuasa, “ germingku dalam hati. Di ruang makan depan TV, makanan yang disajikan untuk berbuka telah menanti pemiliknya untuk segera menyantapnya, seolah berkata, “ silahkan santap aku, silahkan santap aku, pasti enak.” Ya, bagaimana tidak kalau senyuman es buah segar dengan aneka buah seperti nangka, melon, kelapa segar, aroma buah blewah bercampur pacar cina dan cindil-cindil yang dituangi air gula jawa dan susu begitu segar terasa ditenggorokan, ada lagi kurma dan kolak khas bulan puasa sungguh enak dan nikmat. Aku menghayalkan seperti ini saja sudah luar biasa lezatnya ditambah dengan hidangan yang lain ada bakwan goreng, ayam semur kecap, dan udang panggang madu saus tiram manis–asam yang dibuatkan mamaku tadi sore, juga keriukan kerupuk menambah lengkap kenikmatan tenggorokanku ini, apalagi nanti

yah dengan hidangan Allah di surga, gimana rasanya dengan 5000 kali lipat kenikmatan di dunia? wah tidak sampai otakku memikirkannya.

“Ya Alloh terimalah puasaku hari ini,” itu lah doa yang sering aku panjatkan selepas berpuasa, karena aku takut kalau sudah capek-capek berpuasa hanya mendapat lapar dan hausnya saja. “ Aldi, kamu nggak sholat Magrib berjamaah dahulu di masjid!” seru mama dari balik dapur yang sedang mengambilkan sirup. “Oh, iya, Aldi berangkat dulu ya ma!” pamitku setelah memakan takjil; minum es campur, tiga butir kurma, dan kolak setengah mangkuk. Saat itu papaku belum pulang karena menghadiri buka puasa bersama di kantornya, sementara adikku satu-satunya, Nelly memilih sholat bersama mama dan mba di rumah. Sholat magrib telah aku rampungkan, kini saatnya aku mensyukuri nikmat pemberian Tuhan, makan secukupnya dan jangan sampai berlebihan, karena aku sudah tahu kalau makan sampai kekenyangan bisa berakibat buruk dan fatal, seperti saat aku masing duduk di kelas 10 lalu, saking semangatnya berbuka puasa aku makan hingga full, sampai-sampai aku malas untuk sholat tarawih dan aktivitas lainnya, karena perutku yang mual-mual dan kepalaku pening-pening, juga makanan yang ada di dalam perutku membuat perut ini serasa kencang serta maunya tidur-tiduran saja, sungguh tidak mengenakkan. “Hadirin, bulan Ramadhan adalah bulan nujulul qur’an artinya bulan dimana pertama kali Al-Qur’an diturunkan, maka sikap kita yang terbaik adalah banyak membaca Al-Qur’an, karena setiap huruf akan dibalas belipat-lipat ganda di bulan ini,” penggalan ust. Arifin dikala memberikan kultum sebelum sholat tarawih. Secara, lingkungan rumahku adalah para muslim Muhammadiyah jadi melaksanakan tarawih plus witir dengan 11 rakaat, lain halnya dengan muslim NU di kampungku, Solo yang melaksanakannya dengan 23 rakaat, perbedaan rakaat bagiku bukan suatu permasalahan, yang menjadi masalah adalah mau atau tidak menjalankan sholat, kontiyu atau tidak melaksanakannya. Keluargaku adalah keturunan NU tapi untuk urusan agama lebih memilih mengambil jalan fleksible dan pelaksanaan sesuai dengan aturan setempat.

“Bener juga, yah kata ust. Arifin, Al-Qur’an dengan 6666 ayat, kalau dihitung , berapa jumlahnya hurufnya yah? Wah, bisa panen pahala aku di bulan Ramadhan,” ucapku dalam hati. Sholat tarawih dan witir aku lakukan dengan penuh rasa riang dan gembira menikmati momentmoment bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Aku pulang usai tarawih bersaman Farhan, Billy, dan Gagah, teman sekelasku yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumahku.

“Cee…cee… tumben lo, biasanya nemuin Sasa dulu habis pulang tarawih!!!” sergap Farhan padaku. “Ga ah, gua mau pulang aja, mau baca Al-Quran, lo gak denger tadi ust. Arifin lagi kultum.”

“ Cee…udah insyaf nih!” Billy menambahkan sambil bercanda. “Ya iya lah , masa ya iya dong.” Tiba-tiba HP-ku berbunyi.

“Dik, aku pinta, kau akan slalu setia, ………..” nada dering sms HP-ku khas lagu group Band Wali yang memang aku gemari lagunya yang berjudul ‘DIK’ . “Pasti dari Sasa, iya kan,” ucap Billy. “Lo kok tahu sih, lo punya indra keenam yah!” “Bukan punya ilmu terawang tahu, terawang SMS,” Gagah menambahkan. Lalu ku buka SMS dari Sasa:

Aldi, ke rmh y. Aq mau pnta d’ajrin Mtk, aq k’sulit’n nih tntg ‘integral tak tentu’, bsk’n ulngn aq gak mau dpt 6 lagi. Kamu enak pintr, dpt 9 lagi. Eh, bln puasa ngajrn dpt pahla bsr lho. Thx ya. Pengirim : SASA 085885969xxxx

Entah kenapa setiap aku datang ke rumah Sasa, mama dan papanya sangat senang sekali, apalagi adiknya Sasa yang agak genit itu selalu bilang, ”kakak ko mirip Fasha Ungu sih” , dan kalau pulang pasti mamanya Sasa menitipkan sesuatu untuk mamaku, entah itu kue bolu, brownis, atau dodol garut yang dibelinya dari supermarket. Kemudian aku menjawab SMS Sasa dengan singkat: Ya, nanti aku k’ rumh, tpi aku baca Qur’an dulu yah….. Pengirim : Aldi 08157689xxxx

“…………………..hum fihaa kholiduun, shodaqollohul’adzim,” aku mengakhiri bacaan Qur’anku. Aku diajari papa untuk membaca sehari satu juz selama bulan Ramadhan, sekali baca 3 lembar, sehari 3 kali baca, aku pilih waktunya; setelah Shubuh, tarawih, dan dzuhur. Jumlah 1 juz adalah sebanyak 9 lembar maka cukup dengan waktu 30 menit sebanyak 3 kali aku duduk terpaku di atas sajadah selama sebulan insya Allah mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz. Asyik bukan.

Setelah itu aku ayunkan langkah ke rumah Sasa. Aku datang ke rumah Sasa mengendarai motor Honda Revo yang baru dibelikan papa sebulan yang lalu. Rumah Sasa memang agak jauh karena berbeda Blok tapi masih satu komplek dengan rumahku.

“Assalamu’alaikum…” ucapku setibanya di rumah Sasa tepat jam 10 malam. “Wa’alaikum salam…” jawab tante Rahma, mamanya Sasa keluar dari balik rumahnya yang lumayan megah, ada taman dan lampunya yang indah di sekitar rumahnya. Di depan bagasi ada mobil Avanza, kelihatannya masih panas, mungkin papanya Sasa baru pulang. “Sasanya ada tante?” “Oh ada, sudah menunggu dari tadi, masuk nak Aldi” “Iya, terima kasih tante.” Aku masuk dengan sopan.

“Untung ketika aku datang tidak ada adiknya Sasa yang genit itu, Bella yang baru kelas sembilan, katanya sih dia lagi keluar untuk beli makanan, kalau dia ada pasti ia berteriak, kak Fasha datang…., kak Fasha datang, ” ucapku dalam hati. Aku menghampiri Sasa di ruang tamu yang dipakai olehnya untuk belajar Matematika. “Malam Aldi,” ucap Sasa, dara manis berhidung mancung, dan berkulit putih yang memang aku dan Sasa telah disetujui oleh mamanya dan juga mamaku untuk mendekati dan menjadi teman baikku. “Iya, malam Sa.” “Duduk dulu Al,” kata Sasa. Aku duduk di samping Sasa yang masih mengenakan balutan kerudung berwarna pink, cantik terpancar aura bidadari dari matanya. Sementara mbanya Sasa sibuk menyediakan makanan untukku. Satu persatu aku kerjakan soal-soal yang ditanyakan Sasa padaku. Beberapa soal aku yang mengerjakannya, aku berikan ia kunci-kuncinya agar dia memahami dari mana jawaban soal ‘integral tak tentu’ ini yang memang jarang sekali siswa kelas 11 yang menyukai pelajaran Matematika untuk jurusan Ilmu Sosial. 1 jam selesai juga 10 soal yang ditanyakan Sasa malam itu, aku bersyukur karena aku diberikan pemahaman tentang Matematika dan meraih nilai tertinggi bidang Matematika sejak aku duduk di bangku sekolah dasar yang lalu. “Sasa aku pulang yah?” pintaku pada Sasa. “Iya, thanks a lot yah.” “Kak Fasha, ini ada titipan dari mama,” ucap Bella sambil mendekati. “Bella, Aldi bukan Fasha,” sergap Sasa membetulkan. “Sorry, soalnya mirip banget sih sama Fasha Ungu.” Aku dan Sasa tersenyum dan tertawa kecil menyaksikan Bella bergumam, sedangkan

tante

Rahma dan suaminya sedang asyik menikmati acara dialog Ramadhan di TV. “Tante, om, Aldi pulang yah?” pamitku. “Oh iya nak Aldi sampaikan salam sama mama dan papamu yah,” ucap tante. “Iya tante.” “Aldi, om juga ucapin terima kasih, jangan sungkan datang ke sini lagi, anggap saja seperti rumah kamu sendiri lho.” “Iya, om, tante, Aldi pamit, salamu’alaikum!”

“Wa’alaikum salam,” jawab om dan tante kompak. Sasa mengantarkan aku sampai depan rumahnya.

“Aldi thanks ya, I love you so much.”

“Eit, udah yang keberapa kamu ucapin itu.” Aku tersenyum di sambut dengan senyum Sasa. “Ok, see you…” Aku pulang dengan hati sumringah, di luar atmosfir Ramadhan masih menyelimuti alam fikiran dan relung hatiku untuk selalu membersihkan diri, lantunan ayat Qur’an masih terdengar di beberapa penjuru, angin bersemilir menyentuh kulitku, semakin segar sehabis buka puasa tadi. Sementara sorot cahaya motorku menerjang setiap keburaman lampu jalan yang aku lalui menuju rumah. Tiba-tiba dalam hati yang damai, aku melihat sosok wanita tua, bertubuh kurus, berbaju lusuh, sedang mengais bekas botol atau gelas plastik minuman air mineral yang akan dijualnya pada pemasok, satu demi satu dimasukkanya kedalam karung yang ada di belakang punggungnya yang semakin reyot itu. Rambutnya yang terurai tampak putih dan kotor membuat hatiku miris dan termenung melihatnya.

“Apa yang dilakukannya pada malam-malam begini, ketika setiap orang Islam bergembira dengan ibadah puasa dan hidangan berbuka, ia berjalan menelusuri jalan tanpa menghiraukan orang di sekitar, yang ada dalam benaknya mungkin hanya botol dan gelas bekas yang akan ditukarkanya dengan berapa lembar uang ribuan,” batinku. Aku tak berpikir panjang saat itu, aku ingin sekali membantunya, di cantelan motorku ada makanan yang diberikan tante Rahma untuk mamaku, sementara di dalam dompetku ada 5 lembar uang 50 ribuan, aku bingung harus memberikan apa padanya.

“Kalau makanan ini, tidak mungkin aku berikan karena ini adalah amanat tante Rahma jadi harus ditunaikan meski untuk mamaku sendiri,” germingku dalam hati. Akhirnya aku putuskan untuk memberinya 2 lembar uang 50 ribuan padanya. “Ibu, ini ada uang untuk ibu, terima yah?” “Oh tidak nak, ibu tidak mengharapkan dari hasil pemberian orang , ibu hanya berharap dari hasil jerih payah ibu sendiri, meski untuk menghidupi dua orang anak tanpa suami, ibu ikhlas dengan keadaan ibu seperti ini yang penting gusti Allah mengampuni dosa ibu, dan yang penting bisa makan sehari saja ibu sudah bersyukur.” “Tidak bu, ini dari saya, saya ikhlas kok memberinya, kalau ibu tidak terima berati ibu tidak bersyukur dengan rizki dari Allah.” “Baiklah, kalau memang ini rizki dari Allah saya terima, dan uang ini akan saya jadikan modal untuk anak saya berdagang susu kedelai di stasiun.” “Iya ibu, ini.” “Terima kasih den semoga Alloh mengambulkan segala niat aden.” “Iya, sama-sama.” Sambil pulang aku memikirkan bagaimana rasanya jika kehidupan berjalan seperti ibu itu? Bagaimana dengan solideritas umat manusia? Bagaimana pula kiprah para pemimpin rakyat? Rakyat yang mana yang dipimpinnya? Dan apa rencana untuk mengatasi ibu tadi dan teman-temannya? Akan tetapi siapa yang disebut pemimpin, dan mana bukti hasil pimpinan yang memihak kepada rakyat kecil dan jelata? Kiranya yang ubsurt negeri seperti Indonesia yang kaya ini.

Ah sudahlah, yang penting aku dapat membatu seseorang yang membutuhkan, yang berada di depan kelopak mataku. Ya, mataku yang mampu mengeluarkan air mata dengan seribu ungkapan bahasa, dan pancaran seribu cahaya yang berhasil memasuki retina mataku untuk membaca kejadian alam.

Esoknya di sekolah, pas hari Senin pagi aku tengah berdiri melaksanakan upacara bendera, mataku masih mengantuk karena semalaman setelah sahur aku sholat Tahadjud 6 rakaat dan baca Qur’an sampai Shubuh, setelah sholat Shubuh aku baca pelajaran untuk hari itu, dan sebisanya aku masukkan materi pelajaran ke dalam otakku, yang menurut ilmu kesehatan pada saat pagi-pagi buta itu miliyaran sel otak kita baru saja berganti dengan sel yang baru maka sangat efektif untuk aktivitas belajar, dan akupun terbiasa untuk membuka mata walaupun kantuk aku rasakan, karena sebisanya aku manfaatkan waktu se-produktif mungkin untuk bekal masa depanku, baik di dunia maupun di akhirat, itu prinsipku. Di depan barisan para siswa terlihat bapak kepala sekolah sedang memberikan amanatnya sebagai Pembina upacara. “Baiklah di akhir amanat kali ini ada sesuatu yang menggembirakan bagi kita dan sekolah ini….” ucap kepala sekolah. Semua siswa terpanah menantikan apa informasi yang akan disampaikan. “Anak-anakku sekalian yang bapak banggakan, bulan kemarin ada pemilihan siswa berprestasi yang akan ikut dalam ‘Australia Training Students’ atau pelatihan pelajar di Australia, kita mengirim lima aplikasi siswa yang akan diseleksi dan ternyata patut kita syukuri karena dari 5 yang diajukan ada satu yang akan masuk kedalam program tersebut, dia adalah ALDI FAHREZA GEOVANI, selamat buat Aldi silahkan maju ke depan.” Aku surprise, namaku disebut, yang berarti aku akan ikut pendidikan di Australia selama enam bulan setelah lebaran ini, dan berbaur dengan anak-anak seluruh dunia yang akan ikut pelatihan Bahasa Inggris dan Teknologi Komputer di sana, sungguh sebuah kejutan yang tidak aku duga sebelumnya. Aku maju tanpa ada niat sombong sedikitpun, dan aku berjanji akan membagikan pengalaman ini kepada teman-teman semua. Rupanya Ramadhan memberikan 1001 berkah pada diriku. Perjuanganku mengoptimalkan waktu dan mengisinya dengan kegiatan produktif membuahkan hasil yang di luar dugaanku, secara walaupun aku hidup dari keluarga berada, tapi untuk sebuah prestasi merupakan nilai lebih di mata mama dan papaku yang selama ini berjuang untuk mendidik dan mengarahkanku. Sebuah bait renungan yang diberikan papa padaku seminggu yang lalu: KITA !!! Jika SMS masuk kita cepat-cepat baca. Tapi kenapa waktu masuk sholat tidak cepat-cepat kita laksanakan? Isi ulang pulsa 10 ribu kita sanggup. Tapi kenapa sedekah seribu terasa berat? Bila pulsa habis susah payah kita isi ulang. Tapi kenapa dosa-dosa yang kita lakukan, kita abaikan? Waktu kita di jalan, dan dirumah macam-macam lagu kita nyayikan. Tapi kenapa waktu hanya istigfar kita sulit mengucapkannya? Haruskah sifat-sifat seperti ini kita remehkan?

Thanks Ramadhan, Thanks mama dan papa, dan The greatest my thanks aku hanturkan kehadirat Illahi Rabbi. Allah yang maha berencana. Wallohu’alamu bissawab.

BIODATA PENULIS Nama Pena

: Andrian Al-Batavie

Nama asli

: Yanto Andrianto

Alamat

: Jl. Kapuk Kamal Rawa Melati RT 005/01 No. 9, Kel. Tegal Alur, Kec. Kalideres, Jakarta Barat 11820.

Contact/HP

: 08588-5969-452

No. Rekening

: Bank NIAGA an Yanto Adrianto 925-01-71191-11-6

Karya yang pernah dibuat: NOVEL YUSUF METROPOLIS telah dibeli dan diterbitkan oleh Insan Kamil Press, 2008. PUISI MANUSIA SENJA telah dibeli dan diterbitkan oleh Pressindo Media Cipta, 2006. NOVEL MARHABAN MY LOVE sedang dibuat, 2008 Team Editing penerbitan buku Pressindo Media Cipta, 2008.

Thanks [email protected]

Related Documents

Thanks Ramadhan!!!
October 2019 29
Ramadhan
October 2019 72
Ramadhan
May 2020 32
Ramadhan
October 2019 59
Ramadhan
June 2020 33
Ramadhan
November 2019 52