Tesis Master

  • Uploaded by: sgrsihombing
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tesis Master as PDF for free.

More details

  • Words: 23,407
  • Pages: 121
BISNIS YANG BAIK Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat terhadap bisnis Kristen di jemaat GPIB Passareang, Makassar

Tesis Untuk memenuhi sebahagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Program Magister Teologi Program Studi Etika

Diajukan oleh Stephen G.R. Sihombing 265.029

Kepada PROGRAM PASCASARJANA STT INTIM MAKASSAR

Januari 2008

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

SERTIFIKAT UJIAN TESIS

Semua yang bertandatangan di bawah ini, menerangkan bahwa Tesis Magister Theologi (M.Th) dengan judul: BISNIS YANG BAIK Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat terhadap bisnis Kristen di jemaat GPIB Passareang, Makassar yang dipersiapkan dan disusun oleh: Stephen G.R. Sihombing 265.029 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 20 Desember 2008 dan dinyatakan lulus dengan nilai A . Susunan Dewan Penguji Pembimbing I

Penguji I

Pdt. Dr. Yusuf G. Mangumban

Pdt. Dr. Yusuf G. Mangumban

Pembimbing II

Penguji II

Pdt. Ny. Resty Arnawa-T, M.Th

Drs. Ishak Ngeljaratan, MA Mengetahui

Program Pascasarjana STT INTIM Makassar

Pdt. DR. Andarias Kabanga’ Direktur

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari diketahui ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Makassar, 15 Januari 2009

Stephen G.R. Sihombing

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

KATA PENGANTAR

Tuntutan untuk berlaku etis dalam bisnis merupakan kenyataan mutlak yang harus diperhatikan semua pihak yang ingin menjaga agar lembaga bisnis dapat memberi sumbangan positif bagi kesejahteraan hidup manusia. Kiranya, tesis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang menginginkan terciptanya hubungan integratif bisnis dengan etika Kristen. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, Bp. Pdt. DR. Yusuf G. Mangumban dan Ny. Resty Arnawa-T, M.Th yang telah dengan setia dan sabar mengarahkan penulis dalam proses penelitian sampai tesis ini selesai. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada staff pengajar STT INTIM Makassar, yang telah memperkaya wawasan teologi penulis selama menempuh pendidikan antara tahun 2006-2008, khususnya Bp. Pdt. DR. Andarias Kabanga’, Bp. Pdt. DR. Nazarius Rumpak, Bp. Prof. DR. W.I.M Poli, Bp. Drs. Ishak Ngeljaratan, MA, Bp. Pdt. D. Sopamena, M.Th, dan Bp. Pdt. Ruben Persang, M.Th. Tidak dapat dilupakan rekan-rekan dari perpustakaan STT INTIM

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Makassar yang dengan setia melayani kebutuhan penulis dalam memperoleh buku-buku untuk kepentingan penelitian. Ucapan terima kasih yang sama disampaikan pula kepada Bp. Anggiat Sinaga, MBA, Bp. Ir. Leo Hehanusa, M.Si dan Bp. Max Saliwir, SE, atas bantuannya dalam proses penulisan tesis ini. Sahabat-sahabat penulis, David dan Wilson, perlu dicatat di sini sebagai teman yang komunikatif selama proses studi telogi. Penulis berterima kasih juga kepada jemaat-jemaat GPIB, khususnya Jemaat GPIB Passareang, tempat di mana penulis mengambil bagian dalam pengabdian pelayanan. Penulis tidak dapat melupakan budi baik dari rekan-rekan sesama pendeta GPIB yaitu, Pdt. Ny. M.A. Manopo, Pdt. Ny. M.T. Meijer-Hallatu, M.Th, Pdt. Marlyn Joseph S.Th, dan Bp. Pdt. Timotius Susilo, S.Ag. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam

kepada

Majelis Sinode GPIB

XVIII

yang telah

memberikan rekomendasi dan bantuan keuangan selama studi berlangsung. Secara khusus, penulis sangat berterima kasih kepada Bp. Pnt. Prof. Dr. John Fo’Eh

dan keluarga yang dengan tulus

mendukung dan membantu pergumulan penulis selama studi dan tugas pelayanan dalam jemaat GPIB.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Akhirnya, penulis berterima kasih kepada segenap keluarga: istri kekasih, Ir. Dewi Arung, kedua anak kekasih: Jacqueline dan Stefany, kedua orang tua: Mami di Makassar dan Mama di Jakarta, yang telah mendukung dengan doa dan kasih. Semua ucapan terima kasih ini dapat dikatakan, karena kemurahan Allah yang melimpah dalam hidup penulis sampai hari ini. Makassar, 15 Januari 2009 Penulis

Stephen G. R. Sihombing

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

.............................................................

i

SERTIFIKAT UJIAN TESIS

.............................................................

ii

PERNYATAAN

.............................................................

iii

KATA PENGANTAR

.............................................................

iv

DAFTAR ISI

.............................................................

vii

ABSTRACT

.............................................................

x

ABSTRAK

.............................................................

xi

BAB I

: PENDAHULUAN

............................................................

1

A

Latar Belakang Masalah

.............................................................

1

B

Batasan Masalah

..............................................................

4

C

Rumusan Masalah

..............................................................

5

D

Tujuan Penelitian

..............................................................

5

E

Manfaat Penelitian

..............................................................

6

F

Keaslian Penelitian

..............................................................

6

G

Tinjauan Pustaka

..............................................................

8

H

Landasan Teori

..............................................................

10

I

Hipotesa

..............................................................

11

J

Jenis dan Metode Penelitian ..............................................................

12

K

Sistematika Penulisan

..............................................................

14

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

15

A

15

Pemikiran Teoritis

..............................................................

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

1.1 Pengertian Etika

..............................................................

15

1.2 Pengertian Etika Kristen ..............................................................

19

2

..............................................................

21

2.1 Bisnis

..............................................................

21

2.2 Klasifikasi Bisnis

..............................................................

23

2.3 Tantangan yang dihadapi Bisnis ..................................................

23

2.3.1 Tantangan Produktivitas

..................................................

23

2.3.2 Tantangan Kualitas

..................................................

24

2.3.3 Tantangan Pasar Global

..................................................

24

2.4 Pentingnya Etika dalam Bisnis ..................................................

24

3

..............................................................

28

..............................................................

28

Relasi Bisnis dan Etika

Persepsi Bisnis Kristen

3.1 Pengertian Persepsi

3.2 Bisnis menurut Iman Kristen

..................................................

29

3.3 Praktek Bisnis dalam Gereja

..................................................

35

Persepsi Bisnis menurut Agama Islam dan Agama Budha .........

36

4

4.1 Agama Islam

..............................................................

36

4.2 Agama Budha

..............................................................

37

5 Jemaat GPIB Passareang .............................................................

39

B

Keaslian Penelitian

..............................................................

41

C

Kerangka Konseptual

..............................................................

45

D

Landasan Teori

..............................................................

46

BAB III : METODE PENELITIAN ..............................................................

47

A

47

Jenis Penelitian

..............................................................

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

B

Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................

48

C

Teknik Pengumpulan Data

.............................................................

48

D

Teknik Analisis Data

.............................................................

49

BAB IV : PEMBAHASAN

..............................................................

54

..............................................................

54

1.1 Karakteristik Responden ...............................................................

54

1

Hasil Penelitian

1.2 Persepsi Responden mengenai Bisnis Kristen .............................. 56 2

Pengukuran Persepsi berdasarkan Skala Likert ............................. 65

3 Interpretasi Data dan Uji Hipotesis ................................................ BAB V

70

: REFLEKSI TEOLOGIS ..............................................................

77

1

Hubungan Integratif Etika Kristen dengan Bisnis ......................

77

2

Bisnis yang Baik

...............................................................

79

2.1 Melayani Kehendak Allah ..............................................................

81

2.2 Menghargai Sesama

..............................................................

83

2.3 Memiliki Tanggung Jawab Sosial .................................................

85

3

87

Tanggung Jawab Gereja ...............................................................

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 88 1

Kesimpulan

...............................................................

88

2

Saran

...............................................................

90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

ABSTRACT

Business is economic activities that cope with material profits. Seeking for profit in business is an ethical or good action. Actually, business is not run as well as its substance. Business was running with manipulative ways and egoism which victimize society and environment. Christianity has ethical principles which are useful in business. Ethical principle based on Scripture which can be understood and practised in Christian business, are the main goal of this research. The locus of the research is Protestant Church in the West of Indonesia (GPIB) Congregation “Passareang” at Makassar that covers 100 (a hundred) respondents, from June until August 2008. Descriptive-survey with questionnaire and interview techniques is the methodology used in this research. Interviewing with business practitioners, member of assembly of congregation and priests were conducted. Likert’s scale has been used in this research to measure church’s member perception about Christian business. The result of the research proves that (1) church’s members have good perception of the Christian business, (2) the principles of ethical business could be practised by a Christian businesman, and (3) church gives less attention for complementing church’s members about good business based on Christian ethics. The principles of Christian ethics in business can be formulated in three primaries (1) to serve the will of God, (2) respect each other and (3) have a social responsibility. GPIB has a responsibility to equip church’s members to understand the principles of Christian ethics in business. Business can be practised not only for the sake of mankind, but also to serve the will of God. The importance of ethics in business, to encourage all parties, both business practitioners, ethicians, theological education institutions, and churches to create a business life with dignity and ecologically oriented.

Keywords: perception, ethics, business, the Bible, Christian

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

ABSTRAK

Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan keuntungan materi. Mencari keuntungan dalam bisnis adalah perbuatan yang etis atau baik. Dalam kenyataan, bisnis tidak berjalan sesuai hakekatnya. Bisnis dijalankan dengan caracara manipulatif dan egoisme sehingga masyarakat dan lingkungan hidup dikorbankan. Kekristenan memiliki prinsip-prinsip etis yang dapat digunakan dalam bisnis. Prinsip-prinsip etis berdasarkan Alkitab yang dipahami dan dipraktekkan dalam bisnis Kristen, menjadi tujuan utama penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di jemaat GPIB Passareang, Makassar dengan melibatkan 100 responden pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2008. Metode yang dipakai adalah metode survai deskriptif dengan teknik kuisioner dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada praktisi bisnis, anggota majelis jemaat dan pendeta. Skala Likert digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur persepsi warga jemaat mengenai bisnis Kristen. Hasil penelitian membuktikan bahwa (1) warga jemaat memiliki persepsi yang baik tentang bisnis Kristen, (2) prinsip-prinsip etis bisnis Kristen dapat dipraktekkan oleh pebisnis Kristen dan (3) gereja kurang memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya mengenai bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen. Prinsip-prinsip etika Kristen dalam bisnis dapat dirumuskan dalam 3 pokok yaitu (1) melayani kehendak Allah, (2) menghargai sesama dan (3) memiliki tanggungjawab sosial. GPIB memiliki tanggung jawab dalam melengkapi warga jemaat untuk memahami prinsip-prinsip etika Kristen dalam bisnis. Bisnis dipraktekkan bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi juga untuk melayani kehendak Allah. Pentingnya etika dalam bisnis, kiranya mendorong semua pihak baik praktisi bisnis, etikawan, lembaga pendidikan teologi dan gereja untuk menciptakan kehidupan bisnis yang bermartabat dan berwawasan ekologis.

Kata kunci: persepsi, etika, bisnis, Alkitab, Kristen

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB I PENDAHULUAN

A

Latar Belakang Masalah Bisnis adalah kegiatan ekonomis yang dapat dirasakan semua orang dalam

upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya. Dengan bisnis, manusia dapat mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa. Tujuan bisnis adalah memperoleh keuntungan, sehingga pelaku bisnis berani menanggung resiko menanam modal dalam kegiatan bisnisnya. Dari sudut pandang ekonomis, dapat dikatakan bisnis yang baik adalah bisnis yang membawa banyak untung1. Mengejar keuntungan dalam bisnis adalah sesuatu yang wajar, asalkan tidak mengorbankan kepentingan dan hak orang lain. Bertens mengatakan bahwa keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak melainkan saling menguntungkan kedua belah pihak2. Dalam kenyataan, para pelaku bisnis lebih mengutamakan keuntungan pribadi di atas segala-galanya. Misalnya, rencana kenaikan bahan bakar minyak pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyhono bulan Mei 2008 mengakibatkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat konsumen naik tidak wajar karena faktor kecurangan pengusaha yang menahan dan menimbun BBM bersubsidi bahkan menyelundupkannya untuk dijual ke luar negeri. 3 Praktek bisnis curang tidak hanya terjadi saat pemerintah hendak memberlakukan kebijakan ekonomi tertentu, tetapi juga terjadi ketika pengusaha 1

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000, hlm. 17 Ibid., hlm. 17. 3 ”Bensin Mulai Hilang di Makassar,” Tribun Timur, Makassar: 14 Juni 2008. 2

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dan penguasa berkolusi dalam pelaksanaan proyek pembangunan atau pemberian kredit. Pembangunan gedung sekolah, jalan, terminal atau pasar seringkali kualitasnya buruk dan dalam waktu singkat sudah rusak. Kredit bernilai milyaran rupiah diberikan kepada pengusaha akhirnya tidak terbayar, sementara nilai harta kekayaan perusahaan jauh lebih kecil dibanding kredit yang dikucurkan bank4. Era reformasi telah memberikan kebebasan sehingga pasar menjadi kompetitif dan memberi peluang bagi pengusaha, misalnya menginvestasikan modalnya dalam bisnis transportasi udara. Perang tarif antar maskapai penerbangan telah memberikan keuntungan dan kemudahan bagi konsumen dalam mobilitasnya. Namun, harga murah tiket pesawat tidak sebanding dengan jaminan keselamatan penumpang. Sebagai contoh, hilangnya pesawat Adam Air pada awal Januari 2007 di Majene menjadi pembenaran bahwa jaminan keselamatan penumpang diabaikan sehingga tidak seorang pun selamat dalam kecelakaan itu 5. Pada kasus lain, penggunaan bahan kimia seperti formalin

untuk

mengawetkan ikan, daging, mi basah atau bakso dapat membahayakan kesehatan manusia. Sekalipun para pengusaha mengetahui bahaya itu, tetapi mereka tidak berusaha menghentikan. Bahan kimia berbahaya itu digunakan pada produk makanan sebab murah harganya, mudah penggunaannya, lebih menarik pembeli, dan sangat menguntungkan secara ekonomis. Tidak hanya manusia, lingkungan alam turut dikorbankan. Kerusakan ekologi meliputi punahnya spesies, hilangnya hutan tropis, penipisan ozon,

4

Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII, 1998, hlm. 431. 5 Gatot Widakdo, ”Misteri Jatuhnya Adam Air di Majene Terjawab”, Kompas, Jakarta: 25 Maret 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tercemarnya ekosistem oleh limbah beracun, banjir dan pemanasan global6, terjadi akibat penambangan dan eksploitasi hutan yang dilakukan pengusaha-pengusaha yang mengantungi izin resmi pemerintah, tetapi melupakan tanggung jawab sosialnya7. Jika demikian perilaku pengusaha dalam menjalankan bisnisnya, maka tidak heran jika bisnis itu dinilai kotor. Bisnis dipahami bukan untuk orang jujur, saleh dan bermoral. Moralitas yang bersumber dari ajaran agama tidak dibutuhkan dalam dunia bisnis. Bisnis mempunyai mekanisme dan moralitasnya sendiri yang tidak boleh dicampuri oleh moralitas dari luar. Satu-satunya moralitas dalam bisnis adalah: keuntungan. Segala tindakan yang dilakukan pengusaha dalam bisnisnya adalah benar, baik dan tepat, jika mendatangkan keuntungan8. Pakar etika bisnis Richard T. De George seperti dikutip Keraf, menyebut pandangan yang memisahkan moralitas dalam bisnis sebagai mitos bisnis immoral9. Dalam bisnis yang ketat, nilai-nilai moral dan etika hanya akan membuat pengusaha kalah dalam persaingan bisnis, mengalami kerugian dan tersingkir dengan sendirinya. Kerja orang bisnis adalah berbisnis dan bukan beretika. Bisnis yang baik harus berdasarkan

aturan dan kebiasaan yang

dipraktekkan dalam dunia bisnis dan bukan menurut kaidah-kaidah moral.10

6

Fred van Dyke, et al, Redeeming Creation: The Biblical Basis for Enviromental Stewardship, Illinois: InterVarsity Press, 1996, hlm. 19-23. 7 Maria Hartiningsih dan Hartati Samhadi, ”Menggali Kubur Sendiri,” Kompas, Jakarta: 6 Maret 2008. 8 Eka Darmaputera, Etika Sederhana untuk Semua; Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, Jakarta: Gunung Mulia, 1990, hlm. 19-20. 9 A. Sony Keraf, Etika Bisnis, Cetakan ke-14, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hlm. 55-56. 10 Ibid., hlm. 57.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Mitos bisnis immoral ini sulit dibenarkan pengusaha yang menginginkan bisnisnya sukses dan bertahan lama, sebab mereka harus memperhitungkan segala akibat dan resiko untuk jangka panjang karena dalam bisnis ada nilai manusiawi yang dipertaruhkan. Moralitas dan etika dalam bisnis merupakan harapan dan kebutuhan masyarakat.

Ketika norma, nilai dan kepentingan bersama dalam

masyarakat dicederai oleh praktek bisnis curang, masyarakat bertindak dengan cara memprotes dan menolak bisnis demikian. Tindakan semacam ini jelas sangat merugikan pengusaha itu sendiri dan masa depan bisnisnya11. Bisnis yang baik tentu menghormati hukum positif yang berlaku, seperti peraturan soal pajak, pembayaran royalti hak cipta atas kekayaan intelektual atau undang-undang ketenagakerjaan. Namun tidak selalu bisnis yang memenuhi perundang-undangan dapat diterima dan dibenarkan secara moral dan etis, misalnya praktek monopoli atau penunjukkan langsung pengusaha tertentu tanpa melalui penawaran terbuka dalam proyek-proyek pemerintah. Aturan hukum menjadi tidak baik, tidak adil dan tidak etis karena permainan politik yang tidak adil dan arogan sehingga dapat dikatakan aturan hukum bukan ukuran satusatunya dalam kegiatan bisnis12.

B

Batasan Masalah Beragam masalah seperti yang diuraikan di atas mendorong penulis untuk

meneliti lebih khusus tentang bagaimana persepsi warga jemaat GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) tentang bisnis Kristen. Jemaat GPIB yang

11 12

Ibid., hlm. 58-61. Ibid., hlm. 61.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dipilih sebagai obyek penelitian ini adalah jemaat GPIB Passareang yang beralamat di BTN Pepabri C 3 No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar. Warga jemaat GPIB sebagai persekutuan iman dan bagian dari masyarakat yang luas memiliki persepsi tentang bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga terkait dengan nilai-nilai ajaran Kristen yang harus dipraktekkan dalam kegiatan bisnis.

C

Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.

Apakah persepsi warga jemaat GPIB Passareang mengenai bisnis yang berdasarkan nilai-nilai etika Kristen yang bersumber dari Alkitab?

2.

Bagaimana pebisnis Kristen mengaplikasikan prinsip-prinsip Alkitab dalam kegiatan bisnisnya selama ini?

3.

Bagaimanakah Gereja melalui Majelis Jemaat GPIB (Pendeta, Penatua dan Diaken) memberikan pemahaman yang memadai kepada warga jemaat mengenai bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab?

D

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (1) persepsi

warga jemaat GPIB mengenai bisnis yang berdasarkan etika Kristen; (2) implementasi nilai-nilai etika Kristen dalam bisnis oleh warga jemaat yang berprofesi sebagai pengusaha; dan (3) kontribusi Gereja melalui majelis jemaat

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

GPIB dalam melengkapi warga jemaat memahami dan melakukan bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.

E

Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1.

Sebagai sumbangan penting dalam memperluas cakrawala pengetahuan di bidang etika Kristen, khususnya etika bisnis sebagai etika terapan dalam pendidikan teologi Kristen.

2.

Sebagai masukan berharga bagi warga jemaat, khususnya mereka yang terlibat dalam praktek bisnis mengenai pentingnya mempraktekkan bisnis yang baik sesuai etika Kristen bagi keberhasilan bisnis mereka.

3.

Sebagai sumbangan pemikiran bagi Gereja, khususnya majelis jemaat GPIB untuk dapat membina dan melengkapi warga jemaat khususnya mereka yang berprofesi sebagai pengusaha agar dapat mempraktekkan bisnis yang baik dengan berpedoman kepada ajaran Alkitab.

F

Keaslian Penelitian Penelitian mengenai bisnis dalam hubungannya dengan etika

sudah

dilakukan oleh beberapa orang dengan konsentrasi studi yang berbeda. Pada bulan Maret 2008, penulis berkesempatan mendalami karya-karya

ilmiah di

perpustakaan STT Jakarta dan perpustakaan Nasional Jakarta dan mendapatkan tiga karya ilmiah yang masing-masing ditulis oleh Lestari, Dewanto, dan Tompah yang dianggap berbobot dan terkait dengan maksud penelitian ini..

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Lestari dalam tesis magisternya Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia membahas etika bisnis dari perspektif hukum dengan pendekatan kualitatif. Etika bisnis menurutnya sangat penting ditegakkan dalam persaingan usaha dan untuk itu dibutuhkan kepastian hukum agar dapat menguntungkan semua pihak13. Lestari melakukan penelitiannya di Jakarta. Dewanto dalam disertasi doktoralnya Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok

Kristen

dalam

Perspektif

Sosiologis

menyimpulkan

bahwa

keberhasilan bisnis lebih dipengaruhi nilai-nilai budaya kelompok dibanding pengaruh etik Kristen Protestan Calvinis. Akibatnya, keputusan etis dalam bisnis lebih berdasarkan pada etik sekular dan filosofis daripada etik teologi Kristen14. Tompah dalam tesis magisternya Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis menyebutkan bahwa nilai-nilai agama memiliki peran yang penting bagi para pengusaha dalam pengambilan keputusan etis di bidang bisnis. Penelitian yang mengambil lokasi di Jakarta ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan perspektif teologi15. Karya-karya ilmiah itu sangat berbeda dengan penelitian penulis baik secara substansi, metodologi dan lokasi penelitian. Penulis mengakui bahwa minat untuk meneliti masalah bisnis yang baik

dipengaruhi oleh Bertens, Keraf,

Chandra dan Csikszentmihalyi dalam tulisan-tulisannya maupun kegelisahan penulis pribadi menyaksikan maraknya praktek bisnis curang dan kotor. Selain

13

R. Siti Lestari, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1999. 14 Andreas Bintoro Dewanto, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen dalam Perspektif Sosiologis, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993. 15 Norita Yudiet Tompah, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Jakarta: STT Jakarta, 2003.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

itu, penulis sendiri sebagai seorang pendeta jemaat GPIB memiliki tanggung jawab moral untuk melengkapi warga jemaat yang terlibat dalam dunia bisnis.

G

Tinjauan Pustaka De George seperti dikutip Keraf, mengatakan bahwa sukses dalam bisnis

terkait dengan produk yang baik, manajeman yang mulus dan etika 16. Lebih lanjut, Bertens merumuskan bahwa bisnis yang baik bukan saja berarti bisnis yang membawa untung banyak, melainkan juga dan terutama berkualitas etis. Ulrich dan Thielemann dalam penelitiannya seperti dikutip Pratley mengatakan bahwa etika yang sehat adalah bisnis yang baik untuk jangka panjang.17 Etika sangat diperlukan untuk mencapai sukses dalam bisnis. Kualitas etis dalam bisnis menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim perdagangan global yang kompetitif. Salah satu faktor kontinuitas bisnis menurut Alma18 adalah: soliditas, yaitu kemampuan bisnis memperoleh kepercayaan masyarakat. Kepercayaan mencakup moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan dipercaya dalam bidang keuangan. Sinamo dengan lugas mengatakan bahwa pengusaha juga harus menyadari dirinya sebagai makhluk moral19. Ciri utama manusia moral ialah kemampuannya bertindak

berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau naluri.

Ketangguhan moral seseorang menurutnya ditentukan oleh tiga hal:

16

Keraf, op.cit, hlm 375. Peter Pratley, Etika Bisnis, diterjemahan oleh Gunawan Prasetio, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007, hlm. 63 . 18 Buchari Alma, Pengantar Bisnis, Cetakan ke-11. Bandung: Alfabeta, 2006, hlm. 16. 19 Jansen Sinamo, ”Manusia Moral di Dunia Kerja: Mungkinkah Sukses?, dalam Jonathan Parapak, Pembelajar & Pelayan, di sekitar Teknologi, Manajemen, Birokrasi dan sumber daya manusia, hlm. 196 17

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

“1. Ketinggian kesadaran dan pengetahuannya akan prinsipprinsip moral yang mengatur semua fakta moral dalam kehidupan; 2. Kemantapan keyakinannya atas eksistensi prinsip-prinsip moral di atas; dan 3. Kekuatan komitmennya untuk menerapkan prinsip-prinsip moral yang diketahuinya dalam kehidupannya baik pada tingkat personal, organisasional dan sosial.”20

Keraf mengemukakan prinsip-prinsip moral dalam etika bisnis yang terdiri dari: (1) prinsip otonomi; (2) prinsip kejujuran; (3) prinsip keadilan; (4) prinsip saling menguntungkan dan (5) integritas moral21.

Dari kesemuanya, prinsip

keadilan menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang. Parapak mengatakan bahwa seluruh proses bisnis sarat dengan dimensi etika dan moral yang sangat terkait pula dengan iman Kristen22. Oleh sebab itu, seorang pengusaha Kristen harus siap mengaplikasikan imannya secara utuh dalam kegiatan bisnisnya Diperkirakan bahwa sukses bisnis masa depan akan banyak terkait dengan ketangguhan dan keuletan para pengusaha beriman. Susabda dengan kritis mempertanyakan peran pengusaha Kristen dalam menyikapi kebijakan ekonomi pemerintah yang kolutif dan merugikan rakyat kecil23. Pengusaha Kristen dalam aktivitas bisnisnya harus memiliki prinsipprinsip etis teologis seperti keteraturan (1 Kor. 14:32-34) dan menciptakan budaya ”Yusuf” yang jujur, sederhana dan selalu menjadi berkat (Kej. 50:20-21). 20

Jonathan Parapak, op.cit, hlm. 195. Keraf, op.cit, hlm. 74-81. 22 Jonathan Parapak, “Iman Kristen dan Perannya dalam Usaha Bisnis,” dalam Suleeman, F. dkk., (peny.) Bergumul dalam pengharapan; Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hlm. 322. 23 Yakub B. Susabda, ”Iman Kristen dan Etika Bisnis, Sumbangsih Iman Kristen dalam Etika Bisnis: Sebuah Proposal Pendahuluan dan Refleksi Pribadi yang Ditulis Khusus untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera”, dalam Ibid., hlm. 343. 21

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Di lain pihak, Gereja, khususnya pendeta jemaat perlu memberi perhatian serius terhadap warga jemaat yang berprofesi sebagai pengusaha agar dapat menjalankan bisnis secara etis sesuai iman Kristen. Penulis setuju dengan pendapat Magnis-Suseno yang optimis jika Injil mendasari aktivitas bisnis pengusaha Kristen, maka dia dapat menjadi pebisnis yang baik dan seorang warga negara yang baik dan bertanggung jawab serta yang dalam batas-batas kemampuannya mau menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bersama24.

H

Landasan Teori Bisnis adalah aktivitas ekonomi yang menguntungkan dua pihak yang

bertransaksi guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Tentunya bisnis bukanlah

karya

amal.

Bisnis

memerlukan

motif

keuntungan sehingga

mendatangkan kepuasan dan meningkatkan kesejahteraan. Karena itu bisnis tidak bisa dikelola dengan mengorbankan pihak lain seperti konsumen, pemerintah, mitra bisnis atau lingkungan alam. Pelaku bisnis yang curang akan dihukum oleh masyarakat sehingga mengalami kerugian dan bangkrut. Sekarang ini bisnis harus dijalankan dengan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial. Kesadaran etis dalam bisnis dapat diperoleh melalui norma agama, hukum negara dan norma sosial budaya dari masyarakat setempat. Pelaku bisnis Kristen memiliki Alkitab sebagai pedoman moral dalam berbisnis. Prinsipprinsip Alkitab dalam bisnis Kristen yaitu

24

(1) bisnis sebagai usaha

Franz Magnis-Suseno, ”Etika Bisnis dalam Perspektif Katolik”, dalam Jacobus Tarigan, (Ed.), Etika Bisnis: Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Komisi Kerasulan Awam KWI dan Grasindo, 1994, hlm 9.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

mempermuliakan

Allah,

(2)

kekudusan,

(3)

kejujuran

dan

keadilan,

(4) menghargai martabat manusia, dan (5) bertanggungjawab. Pelaku bisnis Kristen dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam bisnis, maka ia dapat berinteraksi secara positif dengan pelanggan, karyawan, aparat pemerintah, masyarakat lokal dan mitra bisnis. Dengan demikian pelaku bisnis Kristen dapat melayani kehendak Allah, menghargai sesama dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini Gereja memiliki tanggung jawab membina warga jemaat dalam soal bisnis agar hidup mereka sejahtera secara ekonomi dan memiliki kepedulian sosial yang baik.

I

Hipotesa Hipotesa yang dapat diajukan berkaitan dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut: 1.

Penulis berasumsi bahwa warga jemaat GPIB mengetahui dan memahami bahwa bisnis yang baik dapat dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.

2.

Penulis berasumsi bahwa pebisnis Kristen memahami dengan baik bahwa prinsip-prinsip Alkitab dapat diaplikasikan dalam bisnis.

3.

Penulis berasumsi bahwa Gereja, khususnya presbiter GPIB kurang memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya mengenai bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

J

Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah survai dengan metode yang dipakai ialah

deskriptif analitis. Metode survai deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan mengunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskrisptif dan pada akhir penelitian akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini. Penelitian ini mengunakan

teknik sampling yang disebut Simple Random

Sampling. Teknik sampling ini adalah cara pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.25 Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengunakan instrumen angket dan wawancara. Angket diberikan kepada responden untuk mendapatkan persepsi responden tentang isu utama penelitian ini. Persepsi responden diukur dengan skala Likert dalam bentuk tanda centang (checklist).26 Jawaban atas setiap item instrumen dalam penelitian ini

mempunyai gradasi dari sangat positif

sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban dengan 5 tingkatan: SS (sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Selain angket, penulis melakukan wawancara kepada sejumlah responden guna memperkuat hasil penelitian. Data primer yang diperoleh kemudian diolah

25

26

Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 58. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 86.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

bersama dengan data sekunder yang didapat melalui buku-buku, dokumen gerejawi dan sumber internet. Penelitian ini dilakukan oleh penulis sendiri sebagai alat pengumpul data utama pada bulan Juni s/d Agustus 2008 dengan objek penelitian adalah jemaat GPIB Passareang yang beralamat di BTN Pepabri C 3 No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar.

K

Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam enam bab yang saling

terkait. Pada bab pertama yaitu pendahuluan dikemukakan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua,

diuraikan

berkembang sekarang ini dan

teori-teori etika bisnis yang relevan dan

menyusun kerangka berpikir yang konseptual

berdasarkan kajian teoritis. Pada bab ketiga, menjelaskan metodologi penelitian yang berisikan jenis penelitian yang dipilih, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Pada bab keempat, dilakukan pembahasan atas hasil penelitian yang dilakukan terhadap warga jemaat GPIB di kota Makassar. Bab ini memberikan gambaran tentang karakteristik responden, persepsi responden mengenai bisnis

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Kristen berdasarkan angket, pengukuran persepsi responden berdasarkan skala Likert, interpretasi data dengan teknik triangulasi serta uji hipotesis27. Pada bab kelima, refleksi teologis atas bisnis yang baik diuraikan dengan mencermati persepsi warga jemaat, pendapat para etikawan dan perspektif etika Kristen yang bersumber pada Alkitab. Pada bab keenam, berisikan kesimpulan dan saran yang diajukan penulis dan sekaligus menjadi bagian akhir dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

27

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan ke -22, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 330-332.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori mengenai etika dan bisnis. Pengertian dasar tentang etika dan bisnis perlu dipahami dengan baik dan bagaimana hubungan di antara keduanya. Pengertian bisnis menurut ajaran Alkitab turut dijelaskan agar diperoleh pemahaman yang memadai. Penelitian tentang bisnis dalam hubungan dengan berbagai disiplin ilmu sudah dilakukan oleh beberapa orang dan menarik untuk menyimak gagasan mereka. Dalam penelitian ini, penulis menyusun suatu kerangka konseptual tentang bisnis yang baik.

A

Pemikiran Teoritis

1.1 Pengertian etika Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang dalam bentuk tunggal mempunyai beragam arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya ta etha yang artinya: adat kebiasaan. Arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 s.M.) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi etika dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat tentang baik atau jahatnya tindakan manusia, termasuk tindakan bisnis. Padanan kata yang dekat dengan ”etika” adalah ”moral”. Kata mos (jamak: mores) yang berasal dari bahasa Latin ini berarti: kebiasaan, adat.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Jadi etimologi kata ”etika” menurut K. Bertens sama dengan etimologi kata ”moral” karena keduanya berarti: adat kebiasaan28. A. Sonny Keraf mengartikan etika dan moral sebagai sistem nilai tentang bagaimana

manusia

harus

hidup

baik

sebagai

manusia

yang

telah

diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan. 29 Agama dan kebudayaan diyakini sebagai sumber utama nilai moral dan aturan atau norma moral dan etika yang kemudian diturunkan dan diwariskan sebagai pegangan bagi setiap penganut agama dan kebudayaan tersebut. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai moral yang dianut dalam semua agama

sampai tingkat tertentu dapat

diandaikan sama dan berbeda dalam soal penerapan konkrit nilai tersebut30. Etika menurut Keraf dapat dipahami sebagai filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian normatif. Etika sebagai filsafat moral dapat diurumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia; dan mengenai (b) masalahmasalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan normanorma moral yang umum diterima 31. Etika dalam pengertian sebagai ilmu yang kritis dan rasional menuntut agar pertimbangan setiap orang dan kelompok harus terbuka, termasuk terbuka

28

K. Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 4-5. Keraf, op.cit, hlm. 14. 30 Ibid. 31 Ibid., hlm. 15 29

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

untuk digugat dan dibantah secara kritis rasional oleh pihak lain untuk pada akhirnya semua pihak bisa sampai pada satu sikap dan penilaian

yang bisa

diterima semua pihak atau yang dianggap paling benar. Etika sebagai ilmu menuntut manusia untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional32. Etika sebagai refleksi kristis terhadap moralitas mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai dan moral yang berlaku berdasarkan kesadaran kristis dan rasional bahwa tindakan itu memang baik bagi dirinya dan baik bagi orang lain. Dalam bahasa Kant seperti yang dikutip Keraf, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom. Manusia dengan bantuan etika dapat bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah unsur pokok dari otonomi moral33. Etika menurut kacamata Bertens dirumuskan dalam 3 pengertian; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya misalnya: etika agama Budha atau etika Protestan. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu ketika asas-asas dan nilai-nilai tentang yang baik dan buruk menjadi bahan refleksi bagi suatu

32

Ibid. Ibid, 16-17. Sikap otonom adalah sikap moral manusia dalam bertindak berdasarkan kesadaran pribadi bahwa tindakan yang diambilnya itu baik dan dilakukan atas dasar kesadaran pribadi yang bersumber dari nilai dan norma moral yang dianut. Sebaliknya, sikap heteronom adalah sikap manusia dalam bertindak hanya karena sesuai dengan aturan moral yag bersifat eksternal dan dilakukan dengan disertai perasaan takut atau bersalah. 33

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

penelitian sistematis dan metodis. Dalam pengertian inilah etika dipahami sebagai filsafat moral34. Pengertian etika sebagai suatu cabang ilmu filsafat diakui oleh Pratley. Tujuan etika menurutnya adalah mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang memadai. Etika mempunyai tujuan ganda, yaitu menilai praktek-praktek

manusia dengan menggunakan standar

moral, dan mungkin juga memberikan nasehat yang jelas tentang bagaimana bertindak secara moral pada situasi tertentu. Etika menolong seseorang untuk bersikap kritis rasional terhadap pokok persoalan yang sebenarnya sehingga dapat mengambil keputusan berdasarkan standar-standar normatif yang pantas.35 Brownlee dengan tajam merumuskan fungsi etika tidak sebatas menyelidiki perbuatan-perbuatan seseorang

tetapi juga memberi bimbingan etis

supaya yang bersangkutan dapat memperbaiki perbuatan-perbuatannya. Karena itu etika harus mempelajari situasi sebenarnya secara cermat dengan bantuan ilmu-ilmu sosial sehingga pertimbangan yang diberikan relevan dan kontekstual36. Tiga pendekatan ilmiah dalam etika yang dikembangkan untuk memahami tingkah laku moral secara menyeluruh adalah etika deskriptif, etika normatif dan metaetika. Etika deskriptif adalah etika yang yang melukiskan tingkah laku moral dalam pengertian luas, yakni menggambarkan adat kebiasaan, anggapananggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan

34

Bertens, Etika, hlm. 5-6. Pratley, op.cit, hlm. 11-13. 36 Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, cet. ke-5, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989, hlm,. 17. 35

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tidak diperbolehkan tanpa memberikan penilaian moral untuk diterima atau ditolak. Etika jenis ini biasanya dikembangkan oleh para ahli ilmu-ilmu sosial seperti antropolog, psikolog, sosiolog dan sejarahwan. 37 Sebaliknya etika normatif, tidak hanya menjelaskan tingkah laku moral, tetapi juga melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia dari sudut pandang

benar-salah, baik-buruk, diterima atau ditolak

berdasarkan norma-norma atau prinsip-prinsip etis yang tidak dapat ditawartawar. Etika normatif tidak dapat bersifat netral, karena mengandung suatu penilaian

preskriptif atau memerintahkan.

Dengan demikian etika normatif

bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat digunakan dalam praktek.38 Adapun metaetika merupakan suatu cara lain dalam studi etika yang menunjukkan bahwa yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan pada bidang moralitas. Dapat dikatakan, metaetika memusatkan perhatian pada upaya mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dengan demikian metaetika dapat ditempatkan sebagai filsafat analitis bahasa moralitas.39

1.2 Pengertian etika Kristen Etika sebagai ilmu pengetahuan yang normatif menurut Verkuyl membahas dan menggumuli masalah tentang apa yang baik. Secara teologis, apa yang baik itu adalah segala yang dikehendaki Allah40. Dengan demikian manusia yang diciptakan Allah dan diselamatkan dalam iman kepada Yesus Kristus harus 37

Bertens, Etika, hlm. 15-16. Ibid., hlm. 17-18 39 Ibid., hlm. 19-20. 40 J. Verkuyl, Etika Kristen, cetakan ke-12, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991, hlm. 17. 38

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

memberi perhatian sungguh-sungguh dalam memberlakukan kehendak Allah dalam semua bidang kehidupannya, tidak terkecuali dalam bidang bisnis. Sumber utama bagi pengetahuan etika Kristen adalah Alkitab. Walaupun demikian etika Kristen perlu juga melakukan dialog kritis dengan etika falsafi sehingga diperkaya dan dapat memberi jawaban tepat sesuai perkembangan zaman. Catatan yang sama diutarakan oleh Abineno tentang pentingnya etika Kristen dan etika filosofis untuk dapat hidup berdampingan dan bukannya saling bertentangan.41 Dengan sistematis Brownlee merumuskan delapan pokok penting dalam etika Kristen yaitu (1) sumber utamanya adalah kehendak Allah, (2) berdasarkan iman kepada Yesus Kristus, (3) mengakui kewibawaan Yesus Kristus dalam ajaran dan keteladananNya, (4) bercirikan kasih sebagai motivasi dalam berbuat baik, (5) kesatuan antara perbuatan-perbuatan lahiriah manusia dengan hatinya, (6) Alkitab sebagai satu-satunya tolok ukur bagi teologi dan etika Kristen, (7) terkait dengan persekutuan atau jemaat dan (8) berlaku untuk seluruh kehidupan manusia baik budaya, ekonomi, agama maupun politik42. Kehendak Tuhan menjadi

patokan terakhir saat seorang Kristen

bermaksud mengambil suatu keputusan etis mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Terdapat tiga teori menurut Brownlee, yang dapat diambil untuk mengerti kehendak Allah itu, yaitu teori etika akibat, kewajiban dan tanggung jawab.43 Teori etika akibat (etika teleologis) menilai suatu tindakan itu benar

41

J.L. Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, cet. ke-3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hlm. 15-16 42 Brownlee, op.cit, hlm 29-30. 43 Ibid. hlm. 30-40.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

apabila mengakibatkan hasil baik yang lebih besar dari hasil buruk. Sedangkan teori kewajiban (etika deontologis) menilai tindakan itu baik jika tidak berlawanan dengan hukum Tuhan. Etika ini menurut Geisler dibangun berdasarkan kehendak dan wahyu Allah serta bersifat mutlak dan mengikat.44 Teori yang terakhir adalah teori tanggung jawab. Teori ini menilai bahwa perbuatan itu baik kalau sesuai dengan pekerjaan Allah. Yang utama ialah bagaimana kita menanggapi pekerjaan Allah dalam tiap situasi dan peristiwa. Etika tanggung jawab lebih memiliki pendekatan etis yang berfaedah karena peka terhadap segala situasi dan peristiwa yang terjadi sehingga tanggapan yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan secara iman Kristen.45

2

Relasi bisnis dan etika

2.1 Bisnis Bisnis menurut Hughes dan Kapoor seperti dikutip Alma ialah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian yang sama dikatakan Chandra dengan merumuskan bisnis sebagai usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian nilai tambah46. Keuntungan atau pencapaian nilai tambah itu menurut Bertens diekspresikan dalam bentuk uang. Pencarian keuntungan dalam bisnis berlangsung timbal balik sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Karena itu bisnis tidak bisa disamakan dengan kegiatan sosial 44

Norman Geisler, Etika Kristen: Pilihan dan Isu, Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001, hlm. 24-26. 45 Brownlee, op.cit., hlm. 43. 46 Robby I. Chandra, Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995, hlm 42.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

atau karya amal, sebab bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak tanpa mengharapkan sesuatu kembali. Dari sudut ekonomis, bisnis yang baik (good business) adalah bisnis yang membawa banyak untung dan pemahaman semacam ini disepakati semua pengusaha47. Secara moral keuntungan adalah hal yang baik dan diterima, karena (1) membuat perusahaan dapat bertahan dalam bisnisnya, (2) memacu produktifitas dan investasi baru, (3) memberikan kesejahteraan bagi para karyawan dan (4) menjadikan perusahaan semakin kreatif mengembangkan bisnisnya yang memungkinkan tersedianya lapangan kerja baru bagi banyak orang. 48 Velasques dengan tepat mengatakan bahwa pengusaha yang berperilaku etis dalam bisnisnya pasti memperoleh keuntungan yang lebih tinggi daripada rekannya yang sama sekali tidak peduli dengan perilaku etis. Etika dalam bisnis tidak memperkecil keuntungan, tetapi justru berkontribusi pada keuntungan49. Keuntungan dalam bisnis menurut Bertens dapat dipahami sebagai (1) tolok ukur dalam menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen dalam perusahaan, (2) pertanda bahwa produk atau jasanya dihargai masyarakat, (3) cambuk untuk meningkatkan usaha, (4) syarat kelangsungan perusahaan dan (5) mengimbangi resiko dalam usaha.50

47

Bertens, Pengantar, hlm. 17-19. Keraf, op.cit, hlm 63. 49 Manuel G. Velasquez, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus—Edisi 5, Penerjemah: Ana Purwaningsih, Kurnianto dan Totok Budisantoso, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005, hlm. 39. 50 Bertens, op.cit, hlm. 162. 48

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

2.2 Klasifikasi bisnis Organisasi bisnis yang bergerak dalam bidang komersial menurut Alma terdiri dari 9 macam yaitu: (1) Usaha pertanian seperti usaha perkebunan, sawah, sayuran, dan buah-buahan, (2) Produksi bahan mentah seperti usaha dalam bidang kehutanan, pertambangan, perikanan air tawar ataupun ikan laut yang dibutuhkan bagi industri, (3) Pabrik/manufaktur yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku sampai menjadi hasil jadi, (4) Konstruksi seperti pembangunan rumah, jalan, pabrik dan bangunan lainnya, (5) Usaha perdagangan besar dan kecil yang berfungsi dalam sistem distribusi, (6) Transportasi dan Komunikasi yang berfungsi membantu kelancaran kegiatan bisnis seperti angkutan barang, telepon, radio, televisi dan pos, (7) Usaha finansial, asuransi dan real estate, (8) Usaha jasa seperti reparasi, tukang cukur, salon kecantikan, pengacara, dokter dan sebagainya serta (9) Usaha yang dilakukan oleh pemerintah seperti pembuatan regulasi, pemberian izin usaha, mengembangkan BUMN dan sebagainya. 51

2.3 Tantangan yang dihadapi bisnis Para pelaku bisnis dalam usaha mengembangkan bisnisnya diperhadapkan dengan 3 tantangan yang harus disikapi dengan cermat. Ketiga tantangan yang dimaksud ialah: 2.3.1. Tantangan produktivitas Dunia bisnis harus meningkatkan produktivitasnya, karena mereka akan menghadapi pasar luas yang makin berkembang. Usaha meningkatkan produktivitas ini dapat dilakukan dengan cara (a) memperbaharui mesin-mesin 51

Alma, op.cit, hlm 24.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dengan mesin modern, (b) kegiatan Penelitian dan Pengembangan, (c) pengunaan robot, (d) pengembangan manajemen personalia dan (e) keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan 2.3.2. Tantangan kualitas Konsumen merasa tidak senang membeli produk yang cepat rusak dan seringkali diperbaiki. Konsumen tidak senang dengan perusahaan jasa yang tidak mau memperkaiki layanan servisnya.

Meningkatkan mutu berarti membuat

sesuatu menjadi lebih baik dan tingkat efisiensi pun menjadi lebih baik pula. Perbaikan kualitas ini tidak menyangkut produk saja, namun juga mencakup seluruh bagian dan tingkatan dalam perusahaan. 2.3.3. Tantangan pasar global Persaingan global makin lama makin meningkat sehingga mengakibatkan produktivitas dan kualitas produk harus ditingkatkan agar dapat menghadapi persaingan global tersebut. Negara Jepang memperlihatkan keunggulannya sehingga mampu melakukan penetrasi pasar global52.

2.4 Pentingnya etika dalam bisnis Bisnis menurut Bertens tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomis, tetapi juga terkait dengan persoalan moral dan hukum. Bisnis yang baik adalah bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik dalam konteks bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma–norma moral, sedangkan perilaku yang buruk bertentangan dengan atau menyimpang dari norma-norma moral. Selain itu, bisnis yang baik juga terkait langsung dengan hukum sebagai 52

Alma, op.cit, hlm. 31-32

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

norma yang harus dipatuhi, karena peraturan hukum itu mengikat semua warga negara dan memuat sanksi bagi yang melanggarnya. Jadi bisnis yang baik adalah bisnis yang patuh pada hukum53. De George seperti dikutip Keraf, mengatakan bahwa sukses dalam bisnis terkait dengan produk yang baik, manajeman yang mulus dan etika 54. Lebih lanjut, Bertens merumuskan bahwa bisnis yang baik bukan saja berarti bisnis yang membawa untung banyak,

melainkan

juga dan terutama berkualitas etis.

Dalam pengertian yang sama, Ulrich dan Thielemann seperti dikutip Pratley mengatakan bahwa etika yang sehat adalah bisnis yang baik untuk jangka panjang.55 Etika sangat diperlukan untuk mencapai sukses dalam bisnis. Kualitas etis dalam bisnis menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim perdagangan global yang kompetitif. Salah satu faktor kontinuitas bisnis menurut Alma56 adalah: soliditas, yaitu kemampuan bisnis memperoleh kepercayaan masyarakat. Kepercayaan mencakup moral pengelola bisnis, tepat dalam berjanji, dan dipercaya dalam bidang keuangan. Sinamo dengan lugas mengatakan bahwa pengusaha juga harus menyadari dirinya sebagai makhluk moral57. Ciri utama manusia moral ialah kemampuannya bertindak

berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau naluri.

Ketangguhan moral seseorang ditentukan oleh tiga hal:

53

Ibid., hlm. 20-22. Keraf, op.cit, hlm 375. 55 Peter Pratley, op.cit, hlm. 63 . 56 Alma, op.cit, hlm. 16. 57 Sinamo, op.cit, hlm. 196 54

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

“1. Ketinggian kesadaran dan pengetahuannya akan prinsip-prinsip moral yang mengatur semua fakta moral dalam kehidupan; 2. Kemantapan keyakinannya atas eksistensi prinsip-prinsip moral di atas; dan 3. Kekuatan komitmennya untuk menerapkan prinsip-prinsip moral yang diketahuinya dalam kehidupannya baik pada tingkat personal, organisasional dan sosial58.”

Keraf mengemukakan prinsip-prinsip moral dalam etika bisnis yang terdiri dari: (1) prinsip otonomi; (2) prinsip kejujuran; (3) prinsip keadilan; (4) prinsip saling menguntungkan dan (5) integritas moral59.

Dari kesemuanya, prinsip

keadilan menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang. Parapak mengatakan bahwa seluruh proses bisnis sarat dengan dimensi etika dan moral yang sangat terkait pula dengan iman Kristen60. Oleh sebab itu, seorang pengusaha Kristen harus siap mengaplikasikan imannya secara utuh dalam kegiatan bisnisnya Diperkirakan bahwa sukses bisnis masa depan akan banyak terkait dengan ketangguhan dan keuletan para pengusaha beriman. Susabda dengan kritis mempertanyakan peran pengusaha kristen dalam menyikapi kebijakan ekonomi pemerintah yang kolutif dan merugikan rakyat kecil61. Pengusaha Kristen dalam aktivitas bisnisnya harus memiliki prinsipprinsip etis teologis seperti keteraturan (1 Kor. 14:32-34) dan menciptakan budaya ”Yusuf” yang jujur, sederhana dan selalu menjadi berkat (Kej. 50:20-21). Di lain pihak, Gereja, khususnya pendeta jemaat perlu memberi perhatian serius terhadap warga jemaatnya yang berprofesi sebagai pengusaha agar 58

Parapak, op.cit, hlm. 195. Keraf, op.cit, hlm. 74-81. 60 Parapak, op.cit, hlm. 322. 61 Susabda, op.cit, hlm. 343. 59

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

menjalankan bisnisnya secara etis sesuai iman Kristen. Penulis setuju dengan pendapat Magnis-Suseno yang optimis jika Injil mendasari aktivitas bisnis pengusaha kristen, maka dia dapat menjadi pebisnis yang baik dan seorang warga negara yang baik dan bertanggung jawab serta yang dalam batas-batas kemampuannya mau menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bersama62. Dalam perkembangan mutakhir, etika bisnis menurut Alois A. Nugroho terkait juga dengan kesadaran moral terhadap pelestarian lingkungan dalam bentuk hormat pada lingkungan alam, kesadaran untuk menghindari pencemaran lingkungan dan pengurasan sumber daya alam. Para pelaku bisnis harus memiliki kepedulian terhadap generasi mendatang yang akan mewarisi lingkungan hidup dari kita. Generasi yang mendatang memiliki hak yang sama dengan kita menyangkut kebutuhan dasar akan makanan, air, udara dan ruang yang bersih dan sehat sehingga mereka pun dapat menikmati kehidupan yang bermutu. Memperluas lingkup kepedulian sosial merupakan kompetensi etis yang mutlak harus dimiliki pelaku bisnis di tengah ancaman bahaya pemanasan global sekarang ini63. Dalam hal ini pelaku bisnis diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility) sehingga kualitas hidup komunitas lokal dan lingkungan terjaga dan terpelihara. Pada masa sekarang sukses dalam bisnis di lihat juga dari bagaimana pelaku bisnis mengelola

62

Tarigan, op.cit, hlm 9. Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Penerbit Grasindo, 2001, hlm 5-12. 63

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tanggung jawab sosial terhadap komunitas di sekitarnya, sehingga menciptakan keuntungan sosial dan keuntungan finansial dalam jangka panjang. 64

3

Persepsi Bisnis Kristen

3.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Lahlry seperti yang dikutip Severin dan Tankard, Jr dapat

didefinisikan

sebagai

proses

yang

digunakan

seseorang

untuk

menginterpretasikan data-data sensoris yang diterima melalui kelima indra manusia.65 Pengertian yang sama dan lebih lengkap dijelaskan oleh DeVito yang mengartikan persepsi sebagai proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya rangsangan (stimulus) yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi pesan apa yang mau diserap dan apa makna yang mau diberikan. 66 Akurasi persepsi menurut DeVito dapat ditingkatkan dengan cara (1) mencari berbagai petunjuk sebanyak mungkin, (2) merumuskan hipotesis dan mengujinya, (3) memperhatikan petunjuk-petunjuk yang kontradiktif, (4) tidak menarik kesimpulan dengan tergesa-gesa, (5) menduga apa yang ada dalam benak orang lain, (6) berpikir sesuai cara pikir orang lain dan (7) berhati-hati atau waspada dengan bias anda sendiri. 67

64

Bambang Rudito & Melia Famiola, Etika Bisnis & Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia, Bandung: Penerbit Rekayasa Sains, 2007, hlm. 209-210. 65

Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Sejarah,Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Ke-5, dialihbahasakan oleh Sugeng Hariyanto, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 83. 66 Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, dialihbahasakan oleh Agus Maulana, Jakarta: Professional Books, 1997, hlm. 75. 67 Ibid., hlm. 85.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

3.2 Bisnis menurut iman Kristen Jerry White68 dalam bukunya, Honesty, Morality & Conscience, mengemukakan lima prinsip Alkitab bagi aktivitas bisnis Kristen. Pertama, timbangan yang benar (just weight) seperti yang dicatat dalam Ulangan 25:13-15. Prinsip timbangan yang benar merupakan keharusan dalam transaksi bisnis yang benar. Dengan kata lain kualitas barang yang dibayar sesuai dengan apa yang diiklankan. Pengusaha Kristen harus bertanggungjawab penuh dalam kualitas barang dan layanan perbaikan. Seorang pengusaha Kristen harus bekerja sepenuh hati dalam bisnisnya dengan mengingat Kolose 3:23 yang berkata: ”apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Kedua, Allah menuntut kejujuran yang sepenuhnya (total honesty). Surat Efesus 4:25 mengajar kita untuk berkata benar. Sekalipun sering berbuat salah, seorang pengusaha Kristen harus memiliki kejujuran yang penuh terhadap para pegawai dan pelanggannya. Penting bagi pengusaha Kristen mengendalikan perkataannya sebagaimana yang dicatat dalam Yakobus 3:2. Selain itu, Roma 12:17 mengingatkan pebisnis Kristen melakukan apa yang baik bagi semua orang dengan kejujuran. Kita harus bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah jujur sepenuhnya dalam melaporkan penggunaan waktu kita, uang dan prestasi? Prinsip yang ketiga adalah menjadi pelayan (being a servant). Menjadi pelayan harus dibuktikan dengan tingkah laku. Melayani Allah terdengar begitu mulia, tetapi melayani sesama adalah soal lain yang seringkali sukar dipraktekkan. 68

http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG_b.4227383/k.FE33/Business/and/Ethics/files/default. css. Makassar: 10 Juni 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Matius 20:28 berkata bahwa Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani manusia, bahkan menyerahkan hidupnya bagi manusia. Nilai bisnis terkandung dalam pelayanannya. Batasan sukses adalah sejauh mana kebutuhan pelanggan atau konsumen dilayani dengan sebaik-baiknya. Dengan pelayanan yang baik, maka Allah memberikan apa yang menjadi kebutuhan kita dalam berbisnis. Prinsip keempat adalah tanggungjawab pribadi. Seorang pengusaha Kristen

harus

mengambil

tanggungjawab

penuh

dalam

tindakan

dan

keputusannya, dalam apa yang dikatakan dan diperbuat. Tidak boleh ada sikap melemparkan kesalahan kepada orang lain atau menyalahkan lingkungan sekitar. Roma 12:2 mengingatkan agar orang percaya tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Akhirnya, prinsip kelima adalah keuntungan yang wajar (reasonable profits). Apakah keuntungan yang wajar itu? Keuntungan yang wajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang untuk dirinya. Dalam mencari keuntungan tidak boleh berlebihan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan sebagaimana yang dikatakan dalam Lukas 6:31. Bagi pengusaha, keuntungan yang wajar adalah harga dari jasa dan barang di atas biaya yang sudah dikeluarkan. Bagi pegawai atau pekerja, keuntungan yang wajar adalah penghasilan atas pekerjaan yang sudah dilakukannya.

Lukas 3: 14 mengingatkan agar seorang pegawai

mencukupkan kebutuhannya dengan gaji yang diperolehnya dan seorang pegawai yang sudah bekerja patut mendapat upahnya (1 Timotius 5:18). Pada akhirnya prinsip Alkitab dalam bisnis ini harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Alexander Hill dalam bukunya Just Bussiness mengatakan bahwa Alkitab dapat digunakan untuk menjawab masalah-masalah dalam bisnis sehingga dengan prinsip-prinsip Alkitab

seorang pengusaha dapat

mengambil keputusan etis

dengan benar. Dasar etika Kristen dalam bisnis adalah karakter Allah yang tidak berubah dan bukannya peraturan-peraturan

secara harafiah.

menolak pendekatan egoisme (mempromosikan kesenangan materi atau keberhasilan dalam

Etika Kristen pribadi melalui

karier), utilitarianisme (memaksimalkan

kesenangan dan mengurangi penderitaan) atau pemikiran deontologis (memelihara peraturan-peraturan moral seperti ”Jangan merugikan orang lain”).69 Prinsip-prinsip

bisnis Kristen berdasarkan tiga karakter Allah yaitu:

kekudusan, keadilan dan kasih. Ketiga prinsip ini merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan ketika mengambil keputusan etis dalam bisnis. Kekudusan yang terlepas dari keadilan dan kasih, hanya

menghasilkan legalisme

hiperkritikal. Demikian juga, keadilan tanpa kasih dan kekudusan memberikan akibat-akibat yang kejam. Akhirnya, kasih

ketika hanya berdiri sendiri akan

kehilangan kompas moral yang memadai.70 Prinsip kekudusan Tuhan, kemurnian,

mengandung empat elemen utama yaitu giat bagi

tanggung jawab dan kerendahan hati. Prinsip kekudusan

memanggil kita untuk dengan giat menempatkan Allah sebagai prioritas tertinggi. Allah menuntut kesetiaan

mutlak (Hos. 1:2) sehingga perkara-perkara lain

ditempatkan di bawahnya. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa kita tidak dapat

69

Alexander Hill, Just Business; Christian Ethics for The Market Place, Cumbria: Paternoster Press, 1998, hlm. 13-14. 70 Ibid., hlm. 15.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

melayani dua tuan pada saat yang sama (Mat. 6:24). Tugas utama kita adalah mengasihi Allah

dengan segenap hati, jiwa dan akal budi dan kemudian

mengasihi sesama manusia (Mat.22:37-38). Karena itu, bisnis harus dijalankan sebagai usaha menghormati Allah.71 Kemurnian,

bahan

dasar

kedua

dari

kekudusan,

merefleksikan

kesempurnaan moral Allah dan keterpisahan dari semua yang secara etis tidak bersih. Dua komponen kemurnian adalah kemurnian etika dan pemisahan moral. Kedua prinsip kembar ini dapat dipraktikkan dalam bisnis dengan tiga cara. Pertama, kemurnian dalam komunikasi yang artinya berbicara terus terang dan tidak ada agenda tersembunyi. Kedua, kemurnian dalam seksualitas yang artinya menjaga diri dari perilaku seksual yang menyimpang, kata-kata cabul dan tindakan pelecehan seksual. Ketiga, kemurnian dalam maksud yang artinya tidak berlaku curang dan memiliki integritas moral dalam situasi apapun. 72 Kekudusan membuat kita bertanggung jawab dengan menghargai kemurnian moral dan menghukum ketidakmurnian.

Tanggung jawab adalah

konsep teologis dan ekonomis. Perilaku yang salah dalam bisnis jelas tidak menyenangkan Allah yang kudus dan sekaligus menurunkan kepercayaan dari orang lain terhadap yang bersangkutan. Kekudusan tidak hanya menempatkan Allah dalam posisi terhormat, tetapi juga menciptakan hubungan-hubungan baik untuk jangka panjang. Bisnis yang sukses tahu bahwa memperoleh kepercayaan dari atasan, penyalur, pedagang dan pelangan sangatlah penting.73

71

Ibid., hlm. 23-24. Ibid., hlm. 24-26. 73 Ibid., hlm. 26-27. 72

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Kerendahan hati adalah akibat alamiah dari usaha meniru kekudusan Allah. Tuhan Yesus memuji mereka yang rendah hati (Mat. 5:3-5). Mereka yang rendah hati dapat mendengarkan bawahannya, membangun tim yang kokoh dan tidak malu mengakui kesalahannya. Mereka yang rendah hati dapat menjangkau orang lain, ragu-ragu dalam melontarkan kritik dan menjadi pendengar-pendengar yang baik terhadap orang lain.74 Prinsip bisnis Kristen yang kedua adalah keadilan. Kata keadilan muncul lebih dari 800 kali dalam Alkitab.

Keadilan menyangkut relasi timbal balik

menyangkut hak dan kewajiban. Keadilan alkitabiah menolak persepsi egoisme dan kolektivisme. Empat aspek dasar keadilan adalah hak-hak yang prosedural, hak-hak yang substantif, keadilan yang layak diterima dan keadilan kontraktual. Kompensasi harus diberikan jika salah satu aspek keadilan itu dilanggar 75. Prinsip terakhir bisnis Kristen adalah kasih. Kasih adalah inti karakter Allah dan merupakan kait di mana setiap aturan moral digantungkan. Kasih mencakup kekudusan di mana Allah diutamakan dan keadilan di mana kepentingan orang lain diperhatikan. Dalam bisnis, kasih memungkinkan semua pihak dapat bekerja sama untuk memperoleh keberhasilan dalam jangka panjang. Tanpa kasih, maka hubungan bisnis cenderung eksploitatif dan kerjasama menjadi mustahil.

Tiga karakter utama kasih adalah empati, belas kasihan dan

pengorbanan diri. 76 Eka Darmaputera menyoroti pentingnya

etika Kristen dalam bisnis

dibangun secara seimbang. Pada satu pihak, etika Kristen dalam bisnis harus dapat 74

Ibid., hlm. 27-28. Ibid., hlm. 35-36. 76 Ibid., hlm. 47-48. 75

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

bersikap kritis, analitis dan konseptual dalam menyoroti asumsi-asumsi dasar maupun praktek-praktek dalam dunia bisnis di dalam terang norma-norma iman kristiani. Di lain pihak, ia juga mampu memperhitungkan dan oleh karena itu berusaha memahami mekanisme yang aktual di dalam kegiatan-kegiatan bisnis kontemporer. Singkatnya, etika bisnis Kristen berusaha memahami dari dalam, tanpa kehilangan fungsi kritisnya; dan sekaligus berusaha menilai secara normatif tanpa kehilangan dimensi realismenya.77 Prinsip-prinsip etika bisnis Kristen menurut Eka Darmaputera terdiri atas lima hal. Pertama, Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Dengan prinsip ini bisnis harus diarahkan untuk tujuan mempermuliakan Allah dan mendatangkan kesejahteraan setiap dan seluruh ciptaan. Kedua, semua ciptaan Allah adalah baik. Dengan prinsip ini

bisnis tidak harus dinilai kotor sebab bisnis mempunyai

potensi melayani tujuan ilahi yang luas dan agung sehingga bisnis dapat berkembang secara optimal. Ketiga, manusia adalah gambar Allah. Dengan prinsip ini dijalankan dengan menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah bukannya ’binatang ekonomi’

bisnis dan

yang hanya mengejar keuntungan. Keempat,

manusia adalah gambar Allah yang selalu berdosa. Dengan prinsip ini etika bisnis Kristen memberi tempat bagi kelemahan manusia sehingga dalam situasi tertentu dapat mengambil tindakan etis yang bertanggungjawab. Kelima, manusia dibenarkan, tetapi tetap berdosa. Dengan prinsip ini pelaku bisnis Kristen

77

Darmaputera, op.cit, hlm. 7.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

berjuang mengalahkan kuasa dosa dan mengubah dunia bisnis sesuai kehendak Allah secara konsisten.78

3.3 Praktek Bisnis dalam Gereja Keterlibatan Gereja dalam kegiatan bisnis lebih banyak bertujuan untuk mendukung misi Gereja dan memberi kesempatan kerja bagi warga gereja dan masyarakat sekitarnya. Bisnis Gereja cenderung untuk pelayanan sosial dan pastoral.

Sebagai contoh, jemaat-jemaat GPIB memiliki usaha perkebunan,

peternakan, koperasi, sekolah, rumah sakit, gedung serba guna dan penerbitan yang dikelola sesuai dengan kemampuan sumber daya gereja. Gereja Katolik dan Protestan menurut Rahadi memiliki beragam bisnis mulai dari rumah sakit, sekolah, perbengkelan, perkebunan, pertanian, wisma atau penginapan, rumah retret, rumah doa, asrama, panti asuhan, panti jompo, gedung kesenian, lembaga rehabilitasi narkoba, paket wisata rohani, lembaga penyiaran atau radio, toko dan penerbitan. Biasanya jika bisnis Geraja tidak dikelola secara profesional, maka pada akhirnya menjadi beban bagi Gereja sendiri. Secara khusus, Gereja Katolik memiliki pedoman tentang bisnis. Ajaran Sosial Gereja (ASG) Katolik

menekankan pentingnya penghargaan terhadap

martabat manusia dengan asas solidaritas, subsidiaritas, adanya milik pribadi, serta mengakui persaingan bebas. Keuntungan dalam bisnis harus diperoleh semua pihak mulai dari konsumen, karyawan, masyarakat sekitar, masyarkat luas melalui pajak dan cukai, dan tentunya pelaku bisnis sendiri. Apabila asas ini

78

Ibid., hlm. 10-18.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dilanggar, yang menderita kerugian adalah semua pihak termasuk anak cucu kita yang menghadapi rusaknya alam serta lingkungan hidup. 79

4

Persepsi bisnis menurut agama Islam dan agama Budha Dalam konteks Indonesia yang majemuk, penulis berusaha memaparkan

bagaimana pandangan agama Islam dan budaya Thionghoa tentang bisnis dalam kaitannya dengan etika. Penulis memilih kedua agama ini dengan pertimbangan bahwa agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia dan agama Budha dianut etnis Thionghoa yang mayoritas adalah pebisnis.

4.1. Agama Islam Secara historis, agama Islam

dapat dikatakan bersikap positif terhadap

kegiatan bisnis sebab Islam disebarluaskan melalui jalur perdagangan dengan perintis utama Nabi Muhammad. Al Qur’an sendiri tidak melarang seseorang mencari kekayaan dengan cara halal. Yang dilarang adalah keserakahan dan pamer kekayaan (riya’). Rujukan yang penting tentang perdagangan adalah surat al-Baqarah ayat 275 yang menyatakan: ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba.”80 Dalam Al-Qur’an bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas atau amal perbuatan manusia secara keseluruhan dan tidak terbatasi oleh kesempatan sesaat. Kesemua amal dijanjikan dengan suatu keuntungan yang optimal. Tujuan dalam bisnis bernilai ganda yaitu keselamatan dunia dan akhirat.

79

Rahardi, F., Menguak Rahasia Bisnis Gereja, Jakarta: Visimedia, 2007, hlm. 23-140.

80

Bertens, Etika Bisnis, hlm. 50-51.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Bisnis yang hakiki adalah bisnis yang dapat menyelamatkan manusia dari azab yang pedih. Etika bisnis islami merupakan usaha untuk mencari keridhaan Allah. Jadi dalam Islam, etika dan bisnis adalah satu kesatuan dengan prinsip utama yaitu kejujuran dan keadilan81. Perilaku etis bagi kaum Muslim adalah melakukan apa yang dihalalkan, seperti bertani, berdagang atau menjadi pegawai dan menghindari hal-hal yang diharamkan, seperti berdagang alkohol, berdagang obatobatan terlarang, prostitusi atau menyebarluaskan barang-barang pornografi.82

4.2. Agama Budha Sang Buddha menurut Y.M. Bhikkhu Suguno dalam artikel online Pandangan Agama Buddha Tentang Ekonomi, menasihatkan bahwa kekayaan atau materi bukanlah satu-satunya tujuan dalam hidup. Umat Budha ketika mengumpulkan materi diharapkan memperhatikan norma-norma etika dan normanorma keagamaan, sesuai dengan Dhamma. Lebih lanjut, sutta tersebut menerangkan bahwa dalam mengumpulkan kekayaan, sebaiknya seseorang mengumpulkannya

dengan

usaha

dan

semangat

yang

tinggi

(utthanaviriyadhigatehi), dengan keringat sendiri (sedavakkhitehi), dan dengan jalan Dhamma (dhammikehidhammaladdhehi). Dalam usaha mengumpulkan kekayaan, hendaknya seseorang harus melakukan

segala

kegiatannya

dengan

jalan

yang

benar.

Misalnya,

kepada para pedagang, Sang Buddha telah menasihati untuk menghindari penipuan dengan jalan menipu alat pengukur timbangan (tulakuta), dan 81

Muhammad dan Lukman Fauroni, Visi Al-Quran tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Penerbit Salemba Diniyah, 2002, hlm. 87-89. 82 Ibid., hlm. 133-138

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

menipu

dalam

dengan

memalsu

uang

dan

sebagainya.

Selanjutnya,

Angguttara Nikaya menjelaskan seseorang seharusnya menghindari diri dari lima macam perdagangan yang bisa membahayakan bagi dirinya sendiri

dan

perbudakan),

juga

mahkluk

sattha

vanijja

lain,

seperti

(perdagangan

satta

vanijja

persenjataan),

(perdagangan mamsa

vanijja

(perdagangan mahluk hidup), majja vanijja (perdagangan minum-minuman keras), dan visa vanijja (perdagangan racun, termasuk ganja, morfin, dan

sebagainya).

tentang

Ambalatthika

pekerjaan

Buddha.

Jika

terbaik

suatu

Rahulovada

yang

pekerjaan

dilakukan yang

Sutta oleh

dilakukan

menegaskan para

pengikut

adalah

kriteria Sang

menimbulkan

manfaat untuk dirinya sendiri dan bermanfaat untuk orang lain serta bermanfaat pekerjaan

untuk yang

kedua-duanya

terpuji.

Beberapa

maka

pekerjaan

jenis

pekerjaan

tersebut seperti

adalah kerajinan,

pertanian dan sebagainya merupakan pekerjaan yang terpuji. Agama Buddha memberikan anjuran kepada umat untuk mengembangkan kesejahteraannya, baik kesejahteraan materi maupun kesejahteraan batin. Manusia bukanlah penguasa alam yang berkuasa mengatur alam ini sesuai keinginannya. Kedudukan manusia di alam semesta ini tidaklah tertinggi (supreme), tetapi bagian dari alam; sehingga dia harus berusaha menyesuaikan diri dengan alam dan berusaha menggunakan sumber-sumber kekayaan alam dengan sebaik-baiknya.83

83

http://www.buddhistonline.com/dhammadesana/desana7b.shtml. Makassar: 27 Agustus 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

5

Jemaat GPIB Passasreang Jemaat GPIB Passareang yang beralamat di BTN Pepabri C 3 no. 15,

Kelurahan Sudiang Raya, Makassar, ditahbiskan dan dilembagakan sebagai suatu jemaat yang mandiri secara keuangan dan organisatoris pada tanggal 6 April 1997 dalam ibadah Minggu yang dilayani langsung oleh Pdt. DR. O.E.Ch Wuwungan selaku Ketua Majelis Sinode GPIB. Sejak dilembagakan, jemaat ini mengalami pertumbuhan secara kuantitas dan data terakhir bulan Agustus 2008 menunjukkan jumlah warga jemaat ini adalah 246 Kepala Keluarga dengan 971 jiwa, yang tersebar dalam lima sektor pelayanan. Sejak tahun 1997 sampai 2008, jemaat ini sudah dilayani oleh lima orang pendeta selaku Ketua Majelis Jemaat (KMJ) sesuai penugasan Majelis Sinode GPIB yaitu Pdt. Ebser Lalenoh, STh, Pdt. Ny. Ellen Tamunu, SPAK, Pdt. Adma Tarigan, STh, Pdt. Ny. M.A. Manopo, STh dan Pdt. Ny. M.B. Risamena, STh. Dalam tanggungjawab organisasi dan pelayanan, pendeta selaku KMJ dibantu oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) dalam mengatur pelayanan, mengelola administrasi kantor dan sumber daya gereja. Sidang Majelis Jemaat (SMJ) yang dilaksanakan secara berkala 1 kali dalam 3 bulan, merupakan wadah strategis yang efektif dalam mengevaluasi kinerja pelayanan, memecahkan persoalan-persoalan jemaat dan merancang bersama kegiatan-kegiatan pelayanan untuk 3 bulan ke depan. Jemaat ini memiliki 43 anggota majelis jemaat dengan rincian 22 orang sebagai penatua dan 21 orang sebagai diaken serta 50 orang yang melayani wadah kategorial anak, teruna, pemuda, wanita dan kaum bapak.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Jemaat ini memiliki harta milik gereja berupa sebuah gedung gereja, kantor, ruang serba guna dan pastori. Dalam program tahun 2008-2009, jemaat ini merencanakan pengadaan kendaraan roda empat untuk kelancaran mobilitas pelayanan. Dalam penyelenggaraan tertib administrasi dan kenyamanan beribadah, jemaat Passreang memiliki 2 orang tenaga kantor, 1 orang tenaga keamanan dan

1 orang koster yang digaji secara periodik sesuai ketentuan

sinodal dan kebijakan setempat. Pelayanan ibadah Minggu dilaksanakan 2 kali pada jam 09.00 wita dan 17.00 wita. Sementara ibadah Minggu untuk anak-anak dilaksanakan di gedung gereja, ruang serba guna dan pos-pos pelayanan. Pembinaan reguler dilaksanakan secara bergilir setiap minggu bagi para pelayan yang bertugas memberitakan Firman Allah dalam ibadah keluarga, anak, teruna, pemuda, wanita dan kaum bapak. Kegiatan pembinaan reguler ini dilangsungkan malam hari setiap hari Senin dan Selasa jam 19.00 wita di ruang konsistori dan ruang serba guna. Jemaat Passareang memiliki tiga komisi yaitu (1) komisi diakonia yang bertugas membantu secara finansial dan natura bagi warga jemaat yang berkekurangan secara ekonomi; (2) komisi kesehatan dengan tugas memeriksa warga jemaat yang sakit dan mengobatinya. Kegiatan pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap hari Jumat yang dilayani oleh tenaga dokter yang profesional; dan (3) komisi musik gereja yang membina kegiatan nyanyian gereja dan melatih pemandu lagu (kantoria).84

84

M. A. Manopo, Memorandum serah terima Pendeta/Ketua Majelis Jemaat GPIB Passareang Makassar, Makassar: 9 Agustus 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

B

Keaslian Penelitian Penelitian mengenai bisnis dalam hubungannya dengan etika dan disiplin

ilmu lainnya sudah dilakukan oleh beberapa orang. Pada bulan Maret 2008, penulis berkesempatan mendalami karya-karya ilmiah di perpustakaan STT Jakarta dan perpustakaan Nasional Jakarta yang ditulis oleh Lestari, Dewanto, dan Tompah yang dianggap berbobot dan terkait dengan maksud penelitian ini. R. Siti Lestari dalam tesis magisternya Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia membahas etika bisnis dari perspektif hukum dengan pendekatan kualitatif. Tesis ini bertujuan untuk mengkaji relevansi etika bisnis dengan persaingan usaha di Indonesia, dan apa aspek hukum dari adanya persaingan tidak sehat terhadap konsumen dan pengusaha kecil Iainnya. Etika bisnis menurut Lestari sangat penting ditegakkan dalam persaingan usaha sebab terdapat hubungan yang erat antara etika bisnis dan persaingan usaha. Aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat menentukan terwujudnya persaingan yang sehat. Indikator dari persaingan sehat adalah tersedianya banyak produsen, harga pasar yang ditentukan berdasarkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran, dan peluang yang sama dari setiap usaha, dalam bidang industri dan perdagangan. Adanya persaingan usaha yang sehat, akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen dan pengusaha kecil, dan produsen sendiri, karena akan menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha tertentu. Tanpa kepastian hukum, maka mekanisme pasar akan terancam. Adanya hukum yang pasti akan memelihara ketertiban pasar dan menjamin transparansi

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

pasar. PeneIitian yang dilakukan di Jakarta ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif85. Dewanto dalam disertasi doktoralnya Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok keberhasilan

Kristen bisnis

dalam

Perspektif

kelompok-kelompok

Sosiologis Kristen

menyimpulkan

bahwa

yang

obyek

menjadi

penelitiannya lebih dipengaruhi nilai-nilai budaya kelompok dibanding pengaruh etik Kristen Protestan Calvinis. Akibatnya, keputusan etis dalam bisnis lebih berdasarkan pada etik sekular dan filosofis daripada etik teologi Kristen. Dewanto mensinyalir bahwa etik Kristen Protestan Calvinis sama sekali tidak diketahui karena tidak diajarkan kepada mereka sehingga dalam praktek bisnis yang digunakan adalah etik sekular dan filosofis86. Norita Yudiet Tompah dalam tesis magisternya Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis menyebutkan bahwa nilai-nilai agama memiliki peran yang penting bagi para pengusaha dalam pengambilan keputusan etis di bidang bisnis. Pengusaha yang ditelitinya berasal dari kalangan Islam dan Kristen yang berlokasi di Jakarta. Metodologi penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif teologi87. Penelitian terbaru dari Andreas Bintoro dalam tulisannya Dapatkah Kekristenan Diterapkan dalam Bisnis ? menyimpulkan bahwa (1) masyarakat yang majemuk mempersulit pengambilan keputusan etis dalam bisnis, karena

85

R. Siti Lestari, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia, Tesis, Jakarta: Universitas Indonesia, 1999. 86 Andreas Bintoro Dewanto, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen dalam Perspektif Sosiologis, Disertasi, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993. 87 Norita Yudiet Tompah, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Tesis, Jakarta: STT Jakarta, 2003.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

masing-masing kelompok masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang norma-norma etis yang ada dan masalah etis yang dihadapi; (2) Kelompok suku dan etnis yang berbeda-beda dalam komunitas Kristen seringkali berpegang pada nilai-nilai budaya yang berbeda-beda pula dan menyebabkan persepsi yang berbeda-beda pula tentang norma etis yang ada serta masalah etis yang dihadapi; (3) Etik Kristen Protestan Calvinis sebagai norma dan etos belum cukup diajarkan dan dipahami untuk mampu mengubahkan nilai budaya para pemeluk Kekristenan Protestan Calvinis ke arah yang lebih mendekati tuntutannya yang radikal dan transformatif. Ia mensinyalir jika tradisi Reformasi yang terus menerus memperbaharui dirinya dan profetis tidak diberi tempat dalam Kekristenan di Indonesia, maka kemungkinan besar Kekristenan akan menjadi semacam gejala marginal dalam masyarakat Indonesia88. Seorang psikolog Mihaly Csikszentmihalyi dalam penelitiannya terhadap sejumlah pebisnis profesional mancanegara mengemukakan bahwa kesuksesan dalam bisnis dapat membawa kebahagiaan hidup secara menyeluruh. Bisnis yang baik menurutnya tidak sekadar meningkatkan keuntungan, melainkan turut memberikan kontribusi signifikan pada kebahagiaan manusia. 89 Bisnis yang tidak baik seperti penipuan, suap, kolusi dan menjual barangbarang berbahaya bagi kesehatan manusia seperti alkohol dan tembakau pada akhirnya hanya meningkatkan stress dan menghilangkan kebahagiaan90. Bisnis

88

Andreas Bintoro, ”Dapatkah kekristenan Diterapkan dalam Bisnis?”, dalam Robert P Borrong dan Norita Y. Tompah, (Eds.), Etika Bisnis Kristen, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi & Pusat Studi Etika STT Jakarta, 2006, hlm. 89-96. 89 Mihaly Csikszentmihalyi, Good Business: Bisnis Sebagai Jalan Kebahagiaan, Diterjemahkan oleh Helmi Mustofa, Bandung: Penerbit Mizan, 2007, hlm.42. 90 Ibid., hlm. 43-44.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

yang baik dipahami sebagai bisnis yang berorientasi tidak semata-mata meraup untung, tetapi juga menjadikan usahanya sebagai mesin peningkatan kualitas hidup. Tindakan para eksekutif sukses itu didasarkan pada prinsip-prinsip agama Kristen atau nilai-nilai humanisme sekuler.91 Max Weber dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme menyimpulkan bahwa agama yang bersemangat modernlah yang akan memberikan dorongan atau spirit terhadap pertumbuhan ekonomi (kapitalisme). Kapitalisme menurutnya bukanlah sikap rakus yang tidak terbatas dalam mengejar keuntungan. Kapitalisme identik dengan pencarian keuntungan (profit), dan keuntungan itu dapat diperbaharui terus menerus. Semangat kapitalisme klasik bercirikan sikap moral jujur, ketepatan dalam waktu, sikap rajin dan hemat yang semuanya dilatarbelakangi

etos kerja Protestan. Akibatnya, pencarian uang

dalam tatanan ekonomi modern sejauh hal itu dilakukan dengan cara-cara legal, merupakan hasil dan ekspresi dari kebajikan dan kecakapan dalam melaksanakan panggilan tugas.92 Doktrin predestinasi dari Calvin diartikan sebagai kesempatan bagi orang beriman untuk membuktikan keselamatannya dengan cara meraih sukses dalam bisnis. Mereka yang menjalani hidup yang baik dengan kerja keras pasti akan masuk ke Surga. Sebaliknya, mereka yang malas tidak akan masuk surga setelah kematiannya. Doktrin ini memotivasi kaum Calvinis untuk bekerja dengan energi yang berlipat ganda, terdorong oleh janji 91

kebahagiaan abadi. Kerja seperti

Ibid., hlm. 56-57. Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Diterjemahkan oleh Yusup Priyasudiarja, Yogyakarta: Jejak, 2007, hlm. 58. 92

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

aktivitas bisnis dipahami bukan lagi sebagai sesuatu yang hina, melainkan sebuah panggilan ilahi (beruf, calling) untuk memuliakan Tuhan. 93 Penelitian yang penulis lakukan ini sama sekali berbeda dengan karyakarya ilmiah sebagaimana yang dipaparkan di atas Penelitian ini sama sekali baru baik dari segi substansi, metodologi, waktu, tempat dan objek penelitian. Sepengetahuan penulis belum ada karya ilmiah yang meneliti persepsi warga jemaat GPIB tentang bisnis dari sudut pandang iman Kristen.

C

Kerangka Konseptual Persepsi Bisnis warga jemaat

Pandangan Alkitab tentang bisnis 1. Mempermuliakan Allah 2. Kekudusan 3. Jujur dan adil 4. Menghargai martabat manusia 5. Bertanggungjawab

Pandangan sekular tentang bisnis 1. Menguntungkan 2. Bermoral 3. Tidak melanggar hukum 4. Peduli terhadap Lingkungan 5. Mendatangkan kebahagiaan

Bisnis yang baik 1. Melayani kehendak Allah 2. Menghargai sesama 3. Memiliki tanggungjawab sosial

93

Ibid., hlm.163.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

D

Landasan Teori Bisnis adalah aktivitas ekonomi yang menguntungkan dua pihak yang

bertransaksi guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Tentunya bisnis bukanlah

karya

amal.

Bisnis

memerlukan

motif

keuntungan sehingga

mendatangkan kepuasan dan meningkatkan kesejahteraan. Karena itu bisnis tidak bisa dikelola dengan mengorbankan pihak lain seperti konsumen, pemerintah, mitra bisnis atau lingkungan alam. Pelaku bisnis yang curang akan dihukum oleh masyarakat sehingga mengalami kerugian dan bangkrut. Sekarang ini bisnis harus dijalankan dengan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial. Kesadaran etis dalam bisnis dapat diperoleh melalui norma agama, hukum negara dan norma sosial budaya dari masyarakat setempat. Pelaku bisnis Kristen memiliki Alkitab sebagai pedoman moral dalam berbisnis. Prinsipprinsip Alkitab dalam bisnis Kristen yaitu mempermuliakan

Allah,

(2)

kekudusan,

(3)

(1) bisnis sebagai usaha kejujuran

dan

keadilan,

(4) menghargai martabat manusia, dan (5) bertanggungjawab. Pelaku bisnis Krtisten dengan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam bisnisnya, maka ia dapat berinteraksi secara positif dengan pelanggan, karyawan, aparat pemerintah, masyarakat lokal dan mitra bisnisnya. Dengan demikian pelaku bisnis Kristen dapat melayani kehendak Allah, menghargai sesama dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini Gereja memiliki tanggung jawab membina warga jemaatnya dalam soal bisnis agar hidup mereka sejahtera secara ekonomi dan memiliki kepedulian sosial yang baik.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB III METODE PENELITIAN

Setelah kerangka konseptual dan landasan teoritis dikemukakan pada bab terdahulu, maka pada bagian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini dipaparkan.

Di sini, instrumen penelitian yang dipilih adalah angket dan

wawancara guna mendapatkan data akurat dari responden yang menjadi objek penelitian ini. Persepsi responden diukur dengan skala Likert dengan tingkatan yang terstruktur.

A

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survai dengan metode yang dipakai ialah

deskriptif analitis. Metode survai deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari responden dengan mengunakan kuesioner.94 Dengan instrumen penelitian berupa kuisioner seperti yang ada dalam Lampiran I, penulis bermaksud mendapatkan persepsi warga jemaat GPIB Passareang tentang bisnis dari sudut pandang iman Kristen95. Data yang diperoleh hasilnya dipaparkan secara deskrisptif dan pada akhir penelitian dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan pada awal penelitian ini.

94

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, (Peny.) Metode Penelitian Survai, Jakarta: Penerbit LP3ES, 1985, hlm. 8. 95 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 23.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

B

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jemaat GPIB Pasareang yang beralamat

di BTN Pepabri C 3 No. 15, Kelurahan Sudiang Raya, Makassar. Pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2008.

C

Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini mengunakan teknik sampling yang disebut teknik random

sederhana (simple random sampling). Teknik sampling ini adalah cara pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.96 Besaran smpel yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengunakan instrumen angket. Angket diberikan kepada warga jemaat GPIB Passareang

sebagai

responden untuk mendapatkan persepsi mengenai bisnis Kristen. Warga jemaat yang dilibatkan sebagai responden memiliki latar belakang yang beragam baik secara status sosial, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam pelayanan Gereja. Angket disebarkan melalui kordinator sektor pelayanan yang merupakan penanggungjawab utama pelayanan di sektor pelayanan. Lima (5) sektor pelayanan dalam jemaat GPIB Passareang

mendapatkan masing-masing 15

eksemplar angket yang ditujukan kepada warga jemaat yang sudah berkeluarga. Sebagian angket yang tersisa (25 eksemplar) diberikan kepada beberapa pelayan

96

Riduwan, op.cit, hlm. 58.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

PA (Persekutuan Anak), PT (Persekutuan Teruna) dan GP (Gerakan Pemuda) yang umumnya dari kalangan pemuda. Selain angket, data primer diperoleh juga melalui wawancara. Penulis melakukan wawancara kepada sejumlah responden guna memperkuat hasil penelitian. Dalam wawancara, penulis mengajukan pertanyaan mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara seperti yang ada dalam Lampiran II. Wawancara dilakukan secara bertahap terhadap tiga orang pendeta jemaat GPIB, dua orang anggota majelis jemaat GPIB dan tiga orang pengusaha Kristen. Wawancara berlangsung secara tatap muka di pastori, rumah dinas, kediaman pribadi atau di kantor sesuai waktu yang disepakati. Waktu wawancara berlangsung antara 60-90 menit. Hasil wawancara direkam dengan alat perekam (tape recorder). Data primer ini kemudian diolah bersama dengan data sekunder yang didapat melalui buku-buku, dokumen gerejawi dan sumber internet.

D

Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis dengan

teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Hasil perhitungan analisis deskriptif tersebut kemudian dideskripsikan dalam distribusi frekuensi skor masing-masing variabel penelitian. Setelah itu interpretasi dilakukan agar makna yang terkandung di dalam data (baik yang melalui angket maupun wawancara) menjadi jelas untuk dicermati. Pengukuran terhadap persepsi warga jemaat GPIB Passreang mengenai bisnis Kristen dilakukan

dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Instrumen penelitian dengan menggunakan skala Likert ini dibuat dalam bentuk tanda centang (checklist).97 Jawaban atas setiap item instrumen dalam penelitian ini

mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban dengan 5 tingkatan: SS (sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Kategori jawaban itu diberi skor dari 1 sampai 5 dengan rincian sebagai berikut: SS diberi skor 5, ST diberi skor 4, RG diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Jika sampel yang digunakan adalah 100 responden, maka jumlah skor ideal: 5 x 100 = 500 (SS) dan jumlah skor rendah: 1 x 100 = 100 (STS)98. Kisi-kisi instrumen penelitian untuk mengukur persepsi bisnis Kristen ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

VARIABEL

DIMENSI

1

2

Persepsi

A. Bisnis

INDIKATOR-

NOMOR

INDIKATOR

ITEM

3

4

1. Bisnis mendatangkan

1

keuntungan 2. Pendapatan dan ekonomi

2

yang lebih baik 3. Bisnis yang baik

7

membawa sukses dan 97 98

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm. 86-87. Ibid., hlm. 88-89.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

bertahan lama 4. Bisnis curang: menipu dan

8

melanggar hukum 5. Keuntungan wajar dalam

10

bisnis itu etis/baik 6. Keuntungan didapat

14

dengan segala cara apapun 7. Menjaga kepercayaan

17

konsumen dalam harga, mutu dan layanan 8. Tanggungjawab sosial

18

pengusaha terhadap masyarakat 9. Bisnis tidak membutuhkan

19

ajaran agama 10. Ajaran agama tidak dapat

20

dipraktekkan dalam bisnis 11. Bisnis bisa rugi kalau

21

ajaran agama dipraktekkan 12. Pengusaha berbuat

22

curang karena oknum pemerintah 13. Pengusaha melakukan

23

penipuan agar untung 14. Konsumen dirugikan

24

karena kecurangan pengusaha 15. Pengusaha dapat

25

menjelekkan rekan bisnis 16. Pengusaha wajib membayar pajak

28

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

17. Pengusaha curang

29

ditindak secara hukum B. Alkitab

18. Pedoman moral/etika

3

19. Nilai etika Kristen:

5

kekudusan, keadilan dan kasih 20. Alkitab mencegah

16

pengusaha berbuat curang

C. Iman

21. Menjadi pengusaha

6

adalah pekerjaan yang baik 22. Pengusaha perlu

4

memiliki etika bisnis 23. Pengusaha dapat

9

mempermuliakan Allah 24. Keuntungan bisnis adalah

11

berkat dari Tuhan 25. Dalam bisnis perlu

12

pertolongan Tuhan (doa) 26. Pengusaha Kristen tidak

27

terpengaruh untuk berbuat curang 27. Sama sekali tidak ada

13

campur tangan Tuhan dalam bisnis 28. Bersyukur dan memberi

15

persembahan 29. Lingkungan bisnis

26

curang menghambat bisnis dengan prinsip Alkitab 30. Bisnis Kristen

30

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup D. Pembinaan

31. Perlu dilakukan

31

pembinaan tentang bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab 32. Majelis Jemaat perlu juga

32

dibina soal bisnis Kristen 33. Warga dilarang berbisnis

34

karena kotor dan berdosa 34. Menasihatkan warga

36

jemaat yang berbisnis curang 35. Mendoakan pengusaha

37

menjadi saksi Kristus E. Program kerja

36. Unit bisnis Gereja perlu

33

didirikan 37. Memberikan pelatihan

35

dan modal kerja 38. Melibatkan pengusaha

38

dalam pelatihan jemaat 39. Partisipasi pengusaha

39

dalam kegiatan pelayanan 40. Kelompok pendukung bagi pengusaha didirikan

40

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB IV PEMBAHASAN

Bagian

ini menguraikan hasil angket dan wawancara yang sudah

dilakukan penulis.

Data yang diperoleh melalui angket berupa karakteristik

responden dan persepsi mereka mengenai bisnis Kristen. Data yang diperoleh lewat wawancara turut menguatkan hasil angket yang diterima. Selanjutnya, penulis melakukan interpretasi data agar persepsi responden dapat dimengerti dengan jelas. Dengan data yang melimpah, maka dapat segera dilakukan pengujian atas hipotesa yang diajukan.

1

Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Responden Kuisioner yang disebar kepada 100 responden dikembalikan lengkap. Selain kuisioner, wawancara dilakukan guna melengkapi data yang diperoleh dari penelitian di Jemaat. Mereka yang diwawancara adalah anggota majelis jemaat (2 orang), anggota jemaat GPIB yang berprofesi sebagai pengusaha (3 orang) dan para pendeta GPIB (3 orang). Deskripsi di bawah ini memaparkan hasil penelitian yang sudah dilakukan selama 3 bulan dari Juni s/d Agustus 2008. Mayoritas responden adalah kalangan pria (60%)

dan sisanya wanita

(40%). Kebanyakan dari mereka sudah menikah (68%) dan bekerja sebagai pegawai

negeri maupun swasta (58%). Sekalipun mereka sudah memiliki

pekerjaan utama sebagai pegawai, tetapi beberapa dari mereka memiliki usaha bisnis sebagai pekerjaan sampingan (36%).

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Sebagian kecil responden (12%) benar-benar menjadikan bisnis sebagai pekerjaan utama, seperti bisnis jual beli sembako, perbengkelan, transportasi dan jasa. Umumnya tingkat pendidikan responden adalah SMTA (54%), kemudian diikuti lulusan Perguruan Tinggi (36%), dan sebagian kecil SMP (10%). Responden yang berusia produktif lebih banyak jumlahnya (64%), dibandingkan mereka yang berusia 50 tahun ke atas (36 %). Sebagian besar responden berstatus sebagai anggota biasa dalam persekutuan jemaat dan lainnya adalah anggota majelis jemaat. Uraian lengkap karakteristik responden dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. KAREKTERISTIK RESPONDEN

KATEGORI DAN BESARANNYA Umur Jenis kelamin Perkawinan Pekerjaan

Bisnis

Pendidikan Status dalam Jemaat

16-25 thn (5%) Laki-laki (60%) Kawin (68%) Pedagang (12%)

26-35 thn (19%) Perempuan (40%) Belum (25%) PNS/TNI/POLRI (28 %)

Jual beli sembako (8%) Tidak tamat – SD Anggota biasa (70%)

Perbengkelan (1%) SMP (10%) Majelis Jemaat (30%)

36-50 thn (40%)

50 thn ke atas (36%)

Duda (3 %) Pegawai swasta (30%) Transportasi (3%)

Janda (4 %) Pelajar/Mahasiswa (10%) dan lainnya (20%) Jasa dan lainnya (28%)

SMTA (54%)

PT (30%)

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

1.2 Persepsi responden mengenai bisnis Kristen Sebagian besar responden (98%) seperti yang tergambar dalam Tabel 3, berpendapat bahwa

bisnis adalah kegiatan ekonomis

yang mendatangkan

keuntungan materi. Mencari keuntungan dalam bisnis dipahami sebagai perbuatan baik/etis (96%) jika sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak merugikan pihak lain. Responden (96%) berpendapat bahwa keuntungan dalam bisnis menjadikan penghasilan keluarga bertambah. Keuntungan dalam bisnis menjadi faktor penting bagi keberadaannya. Seorang responden mengakui bahwa ”bisnis itu orientasinya keuntungan. Kalau tidak, bisnis itu akan pendek.”99 Responden yang lain mengatakan bahwa ”mencari keuntungan dalam bisnis tidak salah sebab keuntungan yang dicari adalah keuntungan yang manusiawi.”100 Sekalipun tujuan bisnis adalah keuntungan, mereka yang berbisnis menurut responden (100%) perlu memiliki etika dalam berbisnis. Etika dalam bisnis menurut responden dapat bersumber dari ajaran Alkitab. Responden (98%) mengakui bahwa Alkitab memberikan pedoman moral bagi siapapun yang terjun dalam bisnis. Jadi, responden menolak jika dikatakan ajaran agama tidak dapat dipraktekkan dalam bisnis. Seorang responden mengungkapkan pendapatnya mengenai peran sentral Alkitab dalam pengambilan keputusan etis.

”Alkitab dapat menjadi guidance, pembimbing dalam mengambil keputusan-keputusan dalam bisnis. Misalnya nilai kasih, mengingatkan agar dalam mengambil keputusan tidak berdasarkan

99

Anggiat Sinaga, Wawancara, Makassar: 9 Juni 2008. Beliau adalah General Manager Hotel Clarion di Makassar dan Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kota Makassar.. 100 Marlyn Joseph, Wawancara, Makassar: 28 Agustus 2008. Beliau adalah pendeta GPIB yang melayani di jemaat GPIB Bukit Zaitun, Makassar.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

emosi sehingga jika ada orang yang bersalah tidak langsung melakukan pemecatan, melainkan pembinaan”.101

Semua responden (100%) sepakat bahwa nilai-nilai etika Kristen dalam bisnis terkait dengan kekudusan, keadilan dan kasih. Ajaran Alkitab an sich diakui tidak berlawanan dengan budaya perusahaan. Secara praktis, pemahaman ini menurut seorang responden dapat dinyatakan bentuk pemberian penghargaan bagi yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar budaya perusahaan. ”Salah satu corporate culture atau budaya perusahaan yang kita bangun sekarang adalah bagaimana proses keseimbangan antara reward and punishment. Ketika orang memberikan kinerja yang baik, kita berikan reward. Ketika dia melanggar, kita berikan punishment, hukuman. Saya pikir juga di Alkitab dikemukakan seperti itu, bahwa orang yang jujur diberi penghargaan dan orang yang jahat diberi hukuman. Ketika tiba ulang tahun hotel, karyawan terbaik jika dia Kristen kita berangkatkan ibadah ke Yerusalem; jika dia Islam, kita berangkatkan ibadah umroh. Jadi reward pun kita lakukan. Tidak hanya pendekatan materialistis, tetapi juga ada sentuhan-sentuhan religius. Mudah-mudahan sentuhan-sentuhan religius ini dapat membuat mereka loyal untuk berbakti kepada perusahaan.” 102

Nilai-nilai etika Kristen ini menurut sebagian besar responden (88%) dipahami dapat mencegah seorang pengusaha berbuat curang dan sama sekali tidak mendatangkan kerugian. Seorang responden menjelaskan akibat yang ditanggung pebisnis jika mengabaikan etika.

”Apapun bisnisnya seorang pebisnis harus mengedepankan etika, karena bisnis itu menyangkut trust, menyangkut kepercayaan. Seorang pebisnis harus memiliki etika yang baik agar bisnisnya langgeng. Jika seorang pebisnis berlaku curang, maka tinggal

101 102

Sinaga, ibid. Ibid.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

waktunya saja yang bersangkutan akan gagal. Yakinlah tinggal hitung hari, yang bersangkutan akan hancur, akan bangkrut.”103

Kecenderungan kuat praktek curang dalam bisnis

disebabkan tidak

berfungsinya nilai-nilai moral dalam diri pengusaha itu. Kenyataan demikian menurut seorang responden dapat ditangkal jika iman Kristen dapat berfungsi dengan baik dalam diri seorang pengusaha.

”soal bisnis dengan iman, kalau kita lihat praktikanya itu pure bisnis pasti bertentangan. Bisnis bisa menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Iman Kristen membedakan kita dengan yang lain. Bisnis sebenarnya bagaimana saya menjual yang terbaik dan konsumen membeli yang terbaik. Memberikan pelayanan terbaik tidak hanya buat konsumen, tetapi juga karyawan dan lingkungan masyarakat di mana perusahaan itu berada. Kita memiliki tanggung jawab moral sekaligus tanggung jawab iman”.104

Praktek bisnis curang dipahami responden (74%) dapat merugikan konsumen dan menghambat pengusaha dalam menjalankan bisnisnya sesuai ajaran Alkitab. Seorang responden mengatakan bahwa ”kebohongan dalam bisnis membawa dampak bagi orang lain. Jangan berpikir kalau kita salah urus, orang lain tidak kena. Kena juga. Bisnis ini kan punya networking. Begitu kita salah dalam menjalankan bisnis, orang lain kena imbasnya, langsung atau tidak langsung. Kita bekerja bukan untuk menyusahkan orang, tetapi menjadi berkat untuk orang lain”.105 Kebanyakan responden (96%) sepakat bahwa pengusaha dapat berlaku tidak curang dalam bisnisnya. Aparat pemerintah pun dipandang

103

Ibid. Leo J. Hehanusa, Wawancara, Makassar: 29 Juli 2008. Beliau adalah pengusaha dan konsultan bisnis. 105 Ibid. 104

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

responden bukan faktor yang membuat pengusaha berbuat curang, sebab para pengusaha telah menjalankan kewajiban membayar pajak sesuai ketentuan berlaku. Kalau pengusaha berlaku curang, responden (94%) berpendapat perlu diambil tindakan hukum oleh aparat yang berwenang. Berbisnis dipahami sebagian besar responden (90%) sebagai pekerjaan yang baik. Seorang responden berpendapat bahwa ”sesungguhnya bisnis itu baik. Manusia dengan cara-caranya yang tidak benar membuat bisnis itu menjadi tidak baik.”106 Responden lain mengatakan bahwa ”bisnis itu baik karena menyangkut pelayanan sosial.”107

Bisnis juga dipandang sebagai pekerjaan baik karena

pengaruh ajaran agama Protestan seperti yang dikatakan seorang responden:

”berdasarkan ajaran Calvin, bisnis itu adalah pekerjaan, dan pekerjaan itu adalah ibadah. Kalau kita kerja baik, kalau kita meyakini bahwa ibadah itu di hadapan Tuhan kita harus jujur, kita harus benar, maka dalam bisnis juga kita harus benar, termasuk caranya. Cara-cara benar itu tidak menyusahkan.” 108

Sebagian besar responden (90%) berpendapat keuntungan dalam bisnis tidak boleh didapat dengan segala cara apapun yang melanggar etika dan hukum. Responden juga setuju jika bisnis dilakukan dengan baik, seorang pengusaha dapat menuai sukses dan sekaligus mempermuliakan Allah. Dalam kerangka pemahaman itu, keuntungan yang wajar dalam bisnis dipahami sebagai berkat dari Tuhan. Karena itu, doa menurut responden (100%) memiliki peranan penting

106

M.T. Hallatu, Wawancara, Makassar: 29 Agustus 2008, Beliau adalah pendeta GPIB yang melayani di jemaat GPIB Manggamaseang, Makassar. 107 Max Saliwir, Wawancara, Makassar: 2 Juni 2008. Beliau adalah General Manager PT (Persero) Angkasa Pura I, Ujung Pandang. 108 Hehanusa, ibid.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dalam hidup pengusaha Kristen. Seorang responden mengaku bahwa ”sebelum bekerja maka yang terpenting adalah berdoa mohon pertolongan Tuhan.” 109 Dengan keuntungan yang diraih, mereka setuju (98%) bahwa seorang pengusaha Kristen dapat mengucap syukur dan memberi persembahan kepada gereja. Ajaran agama menurut responden (94%) sangat berpengaruh bagi pengusaha dalam menjalankan bisnisnya. Jadi berbisnis dengan mempraktekkan ajaran Alkitab menurut responden (98%) mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup. Dengan

tegas seorang responden berpendapat bahwa

”orang yang berbisnis dengan cara tidak benar seperti manipulasi, sogok menyogok, akhirnya berujung pada penderitaan. Harusnya orang berusaha ujungnya sukacita, hidupnya damai sejahtera.” 110 Seorang

pengusaha,

menurut

responden

(100%)

perlu

menjaga

kepercayaan konsumen dalam soal harga, mutu dan layanan dan perlu memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan

sekitarnya. Soal

tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar diakui responden perlu dilakukan sebab orientasi bisnis tidak hanya orientasi profit, tetapi juga orientasi sosial, sehingga kehadiran usaha di tempat itu menjadi nilai tambah bagi masyarakat sekitar.111 Majelis jemaat menurut responden (90%)

bertanggung jawab dalam

membina warga jemaat tentang bisnis sesuai dengan ajaran alkitab. Penguasaan ajaran Alkitab tentang bisnis perlu dipahami oleh anggota majelis jemaat sehingga mereka dapat membina warga jemaat dengan baik. Dengan pemahaman yang 109

Saliwir, ibid. ibid. 111 Sinaga, ibid. 110

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

benar, responden sepakat (74%)

bahwa bisnis bukan pekerjaan kotor yang

mendatangkan dosa. Dengan penguasaan nilai-nilai kristiani, seorang responden mengakui bahwa ”kita dapat menjadi saksi, bersaksi bahwa ada hal-hal yang tidak benar dalam dunia bisnis”112. Walaupun demikian, responden berbeda pendapat tentang perlunya gereja memiliki unit bisnis guna membantu keuangan gereja. Seorang responden setuju gereja memiliki unit bisnis jika tujuan bisnis untuk kesejahteraan warga jemaat, dan bukannya orientasi profit113. Responden lain dengan kritis mempertanyakan perlunya gereja memiliki unit bisnis.

”Apa perlu gereja berbisnis. Menurut saya, berdasarkan Kisah Para rasul bahwa berkat itu bukan pada gereja, tetapi pada umatnya. Kenapa gereja mengambil alih peran umatnya? Gereja takut bahwa umatnya tidak lagi akan memberikan berkatnya. Gereja jangan berpikir mendistribusikan berkat. Bagaimana seluruh kekuatan umat dengan masing-masing talentanya, dari berkat-berkat yang dimiliki warga jemaat, gereja sebagai institusi bisa diberikan tanggungjawab mengumpul, mengelola dan membagi. Malah satu ketika, suatu waktu jika tercapai apa yang disebut jemaat misioner, gereja bukan lagi tempat mengumpul dan membagi berkat. Jemaat itu sendiri sudah tahu tugas dan tanggung jawabnya membagi berkat pada orang-orang di sekitarnya.”114

Seorang responden mengutarakan tentang sejauh mana perhatian gereja dalam dunia bisnis dengan mengidentifikasi bahwa ”kultur GPIB sebagai gereja dari kalangan birokrat atau pegawai sehingga aspek bisnis kurang mendapat

112

Yedi G. Lely, Wawancara, Makassar: 24 Agustus 2008. Seorang anggota majelis jemaat GPIB Passareang, Makassar. 113 Yusuf H. Ambanaga, Wawancara, Makassar: 13 Agustus 2008. Seorang anggota majelis jemaat GPIB Passareang, Makassar. 114 Hehanusa, ibid.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

perhatian dalam program kerja gereja”115. Faktor ini yang menyebabkan gereja kurang memberi perhatian dalam membina warga jemaat mengenai prinsipprinsip etika Kristen dalam bisnis (10%). Warga jemaat sendiri (56%) berpendapat perlunya gereja memberi perhatian dalam soal bisnis dengan cara memberikan pelatihan atau modal kerja bagi warga jemaat yang berminat membuka usaha dan kekurangan modal kerja. Jika pun gereja perlu membuka unit bisnis, seorang responden berpendapat bahwa ”koperasi dapat didirikan oleh gereja guna kesejahteraan umat.”116 Semua responden (100%) setuju agar majelis jemaat mendoakan dan menasehatkan jika warga jemaat berbuat curang dalam berbisnis. Warga jemaat yang berprofesi sebagai pengusaha dipandang perlu untuk dilibatkan dalam membina warga jemaat agar memiliki ketrampilan bisnis. Selain itu, responden berpendapat bahwa ”perlu dibangun kerjasama dengan pengusaha tertentu sehingga dapat melatih warga jemaat yang ingin berbisnis.”117 Jadi, pengusaha tidak hanya dibutuhkan dalam membiayai kegiatan pelayanan gereja. Majelis jemaat menurut responden (76%) perlu membentuk kelompok pendukung untuk menolong warganya yang berprofesi sebagai pengusaha dengan doa dan bimbingan praktis seputar dinamika bisnis. Seorang responden dengan mendalam menjelaskan bahwa

”kelompok profesional yang ada pada gereja biarlah mereka berinteraksi sendiri. Agak berat bagi Gereja mau membahas casecase bisnis, karena yang mereka butuhkan adalah solusi. 115

M. A. Manopo, Wawancara, Makassar: 11 Agustus 2008 Beliau adalah pendeta jemaat GPIB Passareang, Makassar. 116 Lely, ibid. 117 Ibid.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Kelompok profesi ini dapat dijadikan tempat belajar sehingga diharapkan bisa tertular hal-hal yang baik. Mereka bisa melakukan sharing bagaimana berbisnis yang baik, berbisnis yang benar. Gereja bertugas memberikan konsultasi rohani, memberikan penguatan bagi warga jemaatnya.” 118

Dalam pengertian yang sama, responden lain setuju bahwa ”kelompok profesi dapat dibentuk dalam rangka diskusi.”119

Tabel 3. HASIL ANGKET PERSEPSI WARGA JEMAAT TENTANG BISNIS KRISTEN INDIKATOR-INDIKATOR

NO

SS

S

RG

TS

STS

2

3

4

5

6

7

1. Bisnis mendatangkan keuntungan

1

34%

64%

2. Pendapatan dan ekonomi yang lebih

2

22%

74%

2%

2%

7

30%

62%

2%

6%

8

40%

22%

5. Keuntungan wajar dalam bisnis itu baik

10

20%

76%

2%

2%

6. Keuntungan didapat dengan segala cara

14

2%

8%

56%

34%

4%

56%

38%

ITEM 1 A. BISNIS 2%

baik 3. Bisnis yang baik membawa sukses dan bertahan lama 4. Bisnis curang: menipu dan melanggar

22%

16%

hukum

apapun 7. Menjaga kepercayaan konsumen dalam

17

42%

58%

18

28%

72%

harga, mutu dan layanan 8. Tanggungjawab sosial pengusaha terhadap masyarakat 9. Bisnis tidak membutuhkan ajaran agama

118 119

Hehanusa, ibid. Saliwir, ibid.

19

2%

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

10. Ajaran agama tidak dapat dipraktekkan

20

6%

10%

62%

22%

21

10%

6%

58%

26%

22

22%

4%

48%

26%

2%

50%

46%

20%

6%

62%

34%

dalam bisnis 11. Bisnis bisa rugi kalau ajaran agama dipraktekkan 12. Pengusaha berbuat curang karena oknum pemerintah 13. Pengusaha melakukan penipuan agar

23

2%

24

22%

untung 14. Konsumen dirugikan karena

52%

kecurangan pengusaha 15. Pengusaha dapat menjelekkan rekan

25

4%

bisnis 16. Pengusaha wajib membayar pajak

28

46%

52%

29

46%

48%

18. Alkitab sebagai pedoman moral/etika

3

48%

50%

19. Nilai etika Kristen: kekudusan,

5

52%

48%

16

46%

42%

6

24%

66%

22. Pengusaha perlu memiliki etika bisnis

4

62%

38%

23. Pengusaha dapat mempermuliakan

9

38%

24. Keuntungan bisnis adalah berkat Tuhan

11

25. Dalam bisnis perlu pertolongan Tuhan

17.Pengusaha

curang

ditindak

secara

2% 6%

hukum B. ALKITAB 2%

keadilan dan kasih 20. Alkitab mencegah pengusaha berbuat

8%

4%

curang C. IMAN 21. Menjadi pengusaha adalah pekerjaan

4%

6%

54%

2%

4%

34%

58%

2%

6%

12

70%

30%

27

28%

42%

2%

24%

4%

2%

6%

36%

56%

yang baik

2%

Allah

(doa) 26. Pengusaha Kristen tidak terpengaruh untuk berbuat curang 27. Sama sekali tidak ada campur tangan

13

Tuhan dalam bisnis 28. Bersyukur dan memberi persembahan

15

38%

60%

2%

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

29. Lingkungan bisnis curang menghambat

26

18%

42%

2%

36%

30

58%

40%

31

14%

76%

4%

6%

32

22%

72%

2%

4%

34

2%

12%

12%

58%

36

26%

64%

6%

4%

37

34%

66%

36. Unit bisnis Gereja perlu didirikan

33

6%

40%

20%

34%

37. Memberikan pelatihan dan modal kerja

35

6%

50%

16%

28%

38. Melibatkan pengusaha dalam pelatihan

38

14%

80%

4%

2%

39

2%

18%

12%

58%

40

4%

72%

12%

2%

bisnis dengan prinsip Alkitab 30.

Bisnis

Kristen

mendatangkan

2%

kebahagiaan dan kesejahteraan hidup

D. PEMBINAAN 31. Perlu dilakukan pembinaan tentang bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab 32. Majelis Jemaat perlu juga dibina soal bisnis Kristen

16%

33. Warga dilarang berbisnis karena kotor dan berdosa 34. Menasihatkan warga jemaat yang berbisnis curang 35. Mendoakan pengusaha menjadi saksi Kristus E. PROGRAM KERJA

jemaat 39. Partisipasi pengusaha dalam kegiatan

10%

pelayanan 40. Kelompok pendukung bagi pengusaha

12%

didirikan

2

Pengukuran Persepsi berdasarkan Skala Likert Skala likert yang digunakan

untuk mengukur persepsi warga jemaat

tentang bisnis Kristen dalam penelitian ini mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif dengan kategori jawaban dengan 5 tingkatan: SS (sangat setuju), ST (setuju), RG (ragu-ragu), TS (tidak setuju) dan STS (sangat

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tidak setuju). Jawaban-jawaban itu diberi skor dari 1 sampai 5 dengan rincian sebagai berikut: SS diberi skor 5, ST diberi skor 4, RG diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Jika sampel yang digunakan adalah 100 responden, maka jumlah skor ideal: 5 x 100 = 500 (SS) dan jumlah skor rendah: 1 x 100 = 100 (STS)120.

Berdasarkan skala Likert ini, skor antara 301 s/d 500 berarti

pemahaman responden baik. Jika skor antara 201 s/d 300 berarti netral dan skor antara 200 s/d 100 berarti pemahaman responden kurang.

Tabel 4. HASIL SKOR PERSEPSI WARGA JEMAAT BERDASARKAN SKALA LIKERT INDIKATOR-INDIKATOR

TOTAL

SS

S

RG

TS

STS

5

4

3

2

1

SKOR Skor A. BISNIS 1. Bisnis mendatangkan keuntungan

426

170

256

4

2. Pendapatan dan ekonomi yang lebih

406

110

296

6

4

416

150

248

6

12

392

200

88

5. Keuntungan wajar dalam bisnis itu baik

414

100

304

6

4

6. Keuntungan didapat dengan segala cara

178

8

24

112

baik 3. Bisnis yang baik membawa sukses dan bertahan lama 4. Bisnis curang: menipu dan melanggar

88

16

hukum

apapun 7. Menjaga kepercayaan konsumen dalam

442

210

232

468

140

328

harga, mutu dan layanan 8. Tanggungjawab sosial pengusaha terhadap masyarakat

120

Sugiyono, ibid., hlm. 88-89.

34

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

9. Bisnis tidak membutuhkan ajaran

170

8

12

112

38

300

24

30

124

22

200

40

18

116

26

222

88

12

96

26

6

100

46

40

6

124

34

agama 10. Ajaran agama tidak dapat dipraktekkan dalam bisnis 11. Bisnis bisa rugi kalau ajaran agama dipraktekkan 12. Pengusaha berbuat curang karena oknum pemerintah 13. Pengusaha melakukan penipuan agar

162

10

364

110

untung 14. Konsumen dirugikan karena

208

kecurangan pengusaha 15. Pengusaha dapat menjelekkan rekan

170

12

bisnis 16. Pengusaha wajib membayar pajak

442

230

208

428

230

192

18. Alkitab sebagai pedoman moral/etika

446

240

200

19. Nilai etika Kristen: kekudusan,

452

260

192

418

230

168

408

120

264

22. Pengusaha perlu memiliki etika bisnis

462

310

152

23. Pengusaha dapat mempermuliakan

422

190

420

4

17. Pengusaha curang ditindak secara 6

hukum B. ALKITAB 6

keadilan dan kasih 20. Alkitab mencegah pengusaha berbuat

16

4

curang

C. IMAN 21. Menjadi pengusaha adalah pekerjaan

12

12

216

6

8

170

232

6

12

470

350

120

366

140

168

6

48

yang baik

2

Allah 24. Keuntungan bisnis adalah berkat Tuhan 25. Dalam bisnis perlu pertolongan Tuhan (doa) 26. Pengusaha Kristen tidak terpengaruh

4

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

untuk berbuat curang 27. Sama sekali tidak ada campur tangan

154

8

18

72

56

Tuhan dalam bisnis 28. Bersyukur dan memberi persembahan

434

190

240

4

29. Lingkungan bisnis curang

338

90

168

290

160

398

70

304

12

12

412

110

288

6

8

326

10

48

36

116

412

130

256

18

8

434

170

264

36. Unit bisnis Gereja perlu didirikan

318

30

160

60

68

37. Memberikan pelatihan dan modal

334

30

200

48

56

406

70

320

12

4

244

10

72

36

116

368

20

288

36

6

72

2

menghambat bisnis dengan prinsip Alkitab 30.

Bisnis

Kristen

mendatangkan

454

4

kebahagiaan dan kesejahteraan hidup D. PEMBINAAN 31. Perlu dilakukan pembinaan tentang bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab 32. Majelis Jemaat perlu juga dibina soal bisnis Kristen 33. Warga dilarang berbisnis karena kotor

16

dan berdosa 34. Menasihatkan warga jemaat yang berbisnis curang 35. Mendoakan pengusaha menjadi saksi Kristus E. PROGRAM KERJA

kerja 38. Melibatkan pengusaha dalam pelatihan jemaat 39. Partisipasi pengusaha dalam kegiatan

10

pelayanan 40. Kelompok pendukung bagi pengusaha

24

didirikan SKOR AKHIR

362

Berdasarkan tingkat pengukuran skala Likert ini, dapat diperoleh gambaran lengkap sejauh mana persepsi responden dalam memahami pokok

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

persoalan penelitian ini. Skor 426 memperlihatkan bahwa responden memahami dengan baik bahwa bisnis itu bermotifkan keuntungan ekonomis. Keuntungan dalam bisnis menurut responden dapat diperoleh secara etis. Dengan pemahaman itu, responden memiliki pandangan bahwa

bisnis itu adalah pekerjaan baik dan

karena itu cara berbisnis tidak boleh dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Berbisnis perlu mengedepankan etika yang bersumber dari moral agama. Bisnis tidak dapat terlepas dari etika agar bisnis dapat bertahan lama dan sukses. Responden menolak pemahaman bisnis yang dijalankan tanpa moralitas. Responden memahami dengan baik (446) pentingnya Alkitab menjadi sumber referensi yang tepat bagi etika bisnis Kristen. Etika bisnis Kristen menurut responden tidak bertentangan dengan dunia bisnis dan tidak merugikan kepentingan pengusaha itu sendiri.

Etika bisnis Kristen dapat mencegah

pengusaha berbuat curang terhadap pelanggannya, rekan bisnis dan pemerintah. Pengusaha memiliki kewajiban moral untuk membayar pajak kepada pemerintah. Sikap etis dalam bisnis dipahami berkaitan dengan penghayatan terhadap ajaran Alkitab (416) yang diterima dan diimplementasikan. Responden memahami dengan baik bahwa dalam prakteknya bisnis curang itu terjadi. Namun, itu tidak dapat menjadi alasan pembenaran bahwa pengusaha Kristen larut dalam praktek demikian. Bisnis yang baik menurut responden (452) terkait dengan integritas moral pengusaha itu sendiri sehingga dapat berbisnis dengan mengutamakan kekudusan, keadilan dan kasih. Sukses dalam bisnis dipahami sebagai berkat Allah atas doa dan kerja yang dilakukan dalam bisnis. Pada akhirnya tujuan bisnis dipahami dapat mendatangkan kesejahtreraan dan kebahagiaan dalam hidup.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Responden memahami bahwa gereja bertanggung jawab dalam membina warga jemaatnya untuk mengerti prinsip-prinsip Alkitab sebagai pedoman dalam berbisnis. Responden sepakat bahwa gereja dapat saja memiliki unit bisnis, memberikan pelatihan bisnis atau bantuan modal bergulir. Selain itu, kehadiran kelompok profesional dalam jemaat diperlukan untuk sarana konsultatif dan penguatan. Tugas-tugas gereja itu dapat dilakukan jika anggota-anggota majelis jemaat memiliki penguasaan yang baik dalam membina warga jemaat yang berbisnis dan selalu mendukung mereka dengan doa dan nasehat rohani.

3

Interpretasi Data dan Uji Hipotesis Bisnis sebagai kegiatan ekonomis yang mendatangkan keuntungan materi

dipahami baik oleh responden. Pengertian ini sejalan dengan teori Bertens yang mengatakan bahwa

bisnis adalah kegiatan ekonomis dengan maksud

mendatangkan untung yang diekspresikan dalam bentuk uang. 121 Keuntungan menjadi konsekuensi logis sebagai imbalan kepada pengusaha atas usahanya melayani kebutuhan konsumen. Faktor keuntungan dalam bisnis menjadi faktor dominan sehingga beberapa responden yang berlatar belakang pegawai dan berpendidikan tinggi, terlibat dalam bisnis. Beragam usaha dapat dipilih seperti menjual kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako), perbengkelan atau jasa. Pilihan jenis usaha tentu disesuaikan dengan ketrampilan dan modal yang dimiliki oleh masing-masing pelaku bisnis. Keuntungan dalam bisnis dapat dimanfaatkan guna membiayai keperluan hidup sehari-hari, ditabung, menjadi modal yang dipakai mengembangkan usaha 121

Bertens, Pengantar, hlm. 17.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dan mendukung kegiatan pelayanan gereja serta kegiatan sosial kemasyarakatan. Berdasarkan hasil angket dapat dikatakan bahwa keuntungan dipahami keuntungan yang timbal balik dan bukan keuntungan yang sepihak. Dengan demikian bisnis memiliki dimensi sosial. Artinya, keuntungan tidak hanya dinikmati

pengusaha,

tetapi

lingkungan

di

sekitarnya

sehingga

tidak

mengakibatkan kesejangan dan kerawanan sosial. Selain itu, mengejar keuntungan tidak boleh berlebihan. Keuntungan harus diperoleh secara wajar sehingga unsur kepercayaan dalam bisnis terjaga dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Mengejar keuntungan dalam bisnis seperti yang dikatakan Eka Darmaputera dilakukan dengan tetap menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah122. Perilaku etis disadari turut menentukan keberhasilan bisnis dan sejauh mana kegiatan bisnis itu dapat bertahan. Berbisnis dengan mengutamakan nilainilai etis adalah berbisnis dengan kualitas yang baik. Berbisnis dengan kualitas etis menurut Velasquez menjadikan bisnis dapat bertahan lama dalam iklim perdagangan global yang kompetitif.123 Jadi etika dan bisnis bukan dua wilayah yang terpisah dan saling bertentangan. Berbisnis tanpa

memperhatikan etika

menurut Masassya hanya membawa kepada kesengsaraan dan membuka peluang untuk masuk penjara.124 Salah satu sumber etika adalah ajaran agama125. Etika bisnis dapat diperoleh pelaku bisnis Kristen lewat ajaran Alkitab yang didalami secara pribadi dan diajarkan oleh gereja. Penyerapan nilai-nilai agama secara pribadi turut 122

Darmaputera, opcit, hlm. 7. Velasquez, opcit, hlm. 39. 124 Elvyn G. Masassya, Cara Cerdas Menjalankan Bisnis, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2002, hlm. 25. 125 Keraf, opcit, hlm. 14. 123

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

membentuk komitmen dan ketangguhan moral pelaku bisnis Kristen untuk setia pada nilai-nilai agama yang dianut dalam bidang usaha yang digelutinya. Pengusaha demikian menurut Sinamo disebut sebagai manusia moral dengan kemampuan bertindak berdasarkan prinsip moral, dan bukan oleh emosi atau naluri126. Etika bisnis yang bersumber dari ajaran Alkitab memandu pelaku bisnis untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam praktek bisnis curang yang merugikan masyarakat, pemerintah dan tentunya dunia bisnis sendiri. Alkitab diyakini dapat memandu pebisnis Kristen untuk mengutamakan kekudusan, keadilan dan kasih dalam kegiatan bisnis. Ajaran Alkitab diakui memberikan panduan dalam menghargai (reward) dan menghukum (punishment) perilaku manusia yang baik dan buruk. Faktor keadilan dalam bisnis sesuai dengan ajaran Alkitab sehingga kejahatan tidak memiliki tempat dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis curang perlu ditindak oleh aparat berwajib dan pelaku bisnis yang mengutamakan tanggung jawab sosial diberikan penghargaan oleh pemerintah.

Pemerintah memiliki

tanggung jawab dalam melindungi dan memberdayakan warga masyarakat sehingga tidak dirugikan oleh pebisnis yang penuh dengan tipu muslihat.127 Praktek curang dalam bisnis dipahami sebagai bentuk pelanggaran yang menciderai kepercayaan semua pihak yang berkepentingan. Bisnis itu hakekatnya mengandung unsur kepercayaan. Unsur kepercayaan harus dijaga dan dipelihara oleh semua pihak sehingga diperoleh keuntungan bersama. Jika pelaku bisnis berlaku curang, jelas ada pihak yang dirugikan. Bisnis curang diyakini tidak dapat 126 127

Sinamo, opcit, hlm. 196. K. Bertens, Perspektif Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 167-168.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

bertahan lama karena warga masyarakat sebagai konsumen akan meninggalkan dan menghukum pelaku bisnis yang demikian. Walaupun praktek curang dalam bisnis kerap ditemui, bisnis dipahami sebagai pekerjaan yang baik. Berbisnis adalah pekerjaan yang sama baiknya dengan pekerjaan lainnya yang harus dijalankan dengan kejujuran, kesungguhan dan kepedulian sosial. Dari kaca mata iman Kristen, berbisnis bukanlah pekerjaan kotor yang mendatangkan dosa. Cara-cara manusia yang tidak benar dalam berbisnis, diyakini menjadi penyebab utama sehingga bisnis dinilai kotor. Lingkungan bisnis bukan penyebab utama seseorang mempraktekkan bisnis curang. Ketaatan kepada nilai-nilai moral religius yang dianut dan kepatuhan kepada hukum, dapat menjadi dasar yang kokoh bagi pengusaha Kristen agar bisnisnya sukses, bertahan lama, bermanfaat secara sosial dan menjadi kesaksian iman kristiani dalam lingkungan bisnisnya. Sukses dalam bisnis dapat diperoleh pengusaha Kristen jika mereka taat kepada firman Allah dan tekun dalam doa. Keuntungan dalam bisnis diyakini sebagai campur tangan Allah yang mendatangkan ucapan syukur. Faktor doa sebagai kegiatan iman menjadi penting dilakukan saat menjalankan bisnis dan menghadapi kendala-kendala dalam bisnis. Bisnis yang dikelola secara profesional, membutuhkan dukungan doa agar diperoleh hasil yang memuaskan. Jadi pengusaha Kristen dalam berbisnis tidak menghalalkan segala cara yang berlawanan dengan kebenaran firman Allah.

Dalam hal ini, gereja dapat

menjalankan fungsinya dengan membina dan mendoakan warga jemaat yang terlibat dalam dunia bisnis.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Bisnis dengan menggunakan ajaran Alkitab mendatangkan tidak hanya kesejahteraan ekonomi, tetapi juga kebahagiaan hidup. Fokus pengusaha Kristen adalah hidup dalam damai sejahtera Allah sehingga mereka dapat melaksanakan bisnisnya dengan baik dengan tetap juga menjaga hidup persekutuan Tuhan. Dengan berpartisipasi mendukung kegiatan pelayanan gereja, maka pengusaha Kristen dapat menjaga keseimbangan dalam hidupnya sehingga tidak jatuh menjadi ”binatang ekonomi yang rakus”. Gereja dipercaya memiliki tanggung jawab dalam membina dan melengkapi warga jemaat dalam memahami dengan baik ajaran Alkitab sebagai pegangan dalam kegiatan bisnis. Warga jemaat perlu ditolong bahwa aktivitas bisnis adalah pekerjaan baik yang mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup jika prinsip-prinsip etika Kristen mengenai kekudusan, keadilan dan kasih dipraktekkan. Anggota majelis jemaat GPIB sebagai pelayan Tuhan yang selalu berhubungan langsung dengan warga jemaat, perlu menguasai dengan baik ajaran Alkitab itu sehingga mereka dapat menasehati dan mendukung warga jemaat yang membutuhkan bantuan rohani untuk menguatkan mereka. Keterlibatan langsung gereja dalam kegiatan bisnis dipahami sebatas pembentukan koperasi yang lebih mengutamakan kesejahteraan umat. Koperasi menjadi pilihan terbaik, karena misi utamanya adalah kesejahteraan bersama. Kalaupun gereja memiliki sekolah, rumah sakit atau perkebunan, tujuan utama adalah pelayanan kasih atau diakonia gereja kepada warga masyarakat sekitar. Selain itu, perhatian gereja dalam memberdayakan ekonomi jemaat dapat ditempuh dengan cara memberikan pelatihan dan pemberian bantuan modal kerja

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

secara bergulir.

Program semacam ini biasanya disesuaikan dengan konteks

keberadaan gereja dan kemampuan keuangan yang dimiliki. Sebagai salah satu contoh, jemaat GPIB ”Eben Haezer” di Kalimantan Timur memiliki lahan sawit untuk memberdayakan ekonomi jemaat dan membiayai kegiatan pelayanan gereja. Lebih lanjut, dapat dikatakan wadah kategorial seperti kelompok profesional dalam GPIB, selama ini masih dalam proses mencari bentuk. Apakah kelompok profesional itu sebatas persekutuan ibadah atau dapat menjadi wadah konsultasi dan kelompok pendukung bagi warga jemaat yang terlibat dalam bisnis?

Dengan kelompok profesional ini, gereja telah memberi ruang yang

cukup bagi warga

jemaat dalam

mengartikulasikan kebutuhannya

dan

mengembangkan talenta dan karunia yang diberikan Allah secara maksimal. Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, maka pengujian terhadap hipotesis yang dibangun dapat dilakukan. Hipotesis pertama mengatakan bahwa warga jemaat GPIB mengetahui dan memahami bahwa bisnis yang baik dapat dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab. Hipotesis pertama ini dapat diterima berdasarkan temuan bahwa (1) bisnis itu memerlukan nilai-nilai moral (100%), (2) nilai-nilai moral bagi etika bisnis Kristen bersumber dari Alkitab (100%), dan (3) bisnis itu adalah pekerjaan baik (90%) yang dapat menjadi sarana mempermuliakan Allah (90%) serta sekaligus memiliki dimensi sosial (100%). Skor akhir pengukuran persepsi berdasarkan skala Likert adalah 362. Skor ini membuktikan bahwa responden memiliki pemahaman yang baik bahwa bisnis itu dapat dipraktekkan berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Hipotesis kedua yang diajukan adalah asumsi bahwa pebisnis Kristen memahami dengan baik bahwa prinsip-prinsip Alkitab dapat diaplikasikan dalam bisnis. Hipotesis ini dapat diterima berdasarkan

temuan bahwa (1) mencari

keuntungan dalam bisnis adalah perbuatan etis (96%) sebab keuntungan itu adalah berkat dari Tuhan (92%), (2) nilai-nilai etis kristiani membentuk pelaku bisnis yang memiliki integritas moral dan dapat dipercaya (70%), dan (3) prinsip-prinsip Alkitab dalam bisnis mendorong pengusaha untuk berbagi kepada sesama dan berpartisipasi mendukung pelayanan gereja sesuai dengan kemampuannya. Hipotesis ketiga menyebutkan bahwa Gereja, khususnya presbiter GPIB kurang memberi perhatian penuh dalam melengkapi warga jemaatnya mengenai bisnis yang baik berdasarkan etika Kristen. Hipotesis ini dapat diterima berdasarkan temuan bahwa (1) pembinaan tentang bisnis berdasarkan prinsipprinsip Alkitab kurang diberikan kepada warga jemaat dan anggota majelis jemaat GPIB (10%), (2) latar belakang warga GPIB yang mayoritas dari kalangan pegawai, dan bukannya pengusaha sehingga orientasi pelayanan gereja lebih mengutamakan aspek ibadah dan organisatoris serta (3) tidak optimalnya kelompok profesional diberdayakan sebagai sarana untuk bertukar pikiran dan sekaligus mendukung warga jemaat yang berprofesi sebagai pebisnis.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

Dalam bab-bab sebelumnya telah dikemukakan

bahwa praktik bisnis

membutuhkan nilai-nilai etis agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan bisnis dapat bertahan lama. Bagian ini menjadi pertanggungan-jawab penulis berdasarkan kerangka konseptual yang sudah disusun. Dengan memadukan prinsip-prinsip Alkitab, seorang pengusaha Kristen dapat mempraktikkan bisnis yang baik. Aspek persekutuan, dalam hal ini gereja tetap memainkan peranan penting sehingga pelaku bisnis Kristen selalu diingatkan untuk setia hidup sesuai dengan Firman Allah dalam kesibukan dan tantangan bisnis yang dialami.

1

Hubungan Integratif Etika Kristen dengan Bisnis Bisnis adalah kegiatan ekonomi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan

manusia. Dalam masyarakat modern, bisnis menjadi unsur mutlak dalam meningkatkan taraf hidup dan kerjasama antar bangsa. Dalam era perdagangan global,

kegiatan bisnis tidak terlepas dari moralitas atau etika. Kinerja etis

merupakan faktor strategis bagi peningkatan kinerja ekonomis128. Etos Protestan menurut Max Weber, turut memicu kemajuan ekonomi. Kesuksesan dalam bisnis, merupakan pertanggung jawaban iman atas keselamatan yang telah diterima dan panggilan untuk mempermuliakan Allah. 129 Ketika bisnis terlepas dari etika atau moralitas agama, bisnis menjadi alat mencari keuntungan semata. Demi meraih keuntungan besar, praktek curang 128 129

Nugroho, opcit, 24. Weber, opcit, hlm. 58, 163.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dalam bisnis dihalalkan walaupun merugikan masyarakat dan merusak lingkungan hidup. Bisnis tanpa mempedulikan ajaran Alkitab yang normatif hanya menghasilkan masyarakat yang tamak di mana uang menjadi satu-satunya nilai yang utama. Tegasnya, mencari keuntungan dalam bisnis tidak salah, namun tidak berarti lalu boleh semaunya tanpa batas. Dalam hal ini kita mesti bertanya bagaimana cara memperolehnya, dan bagaimana menggunakan hasilnya? Apakah dengan cara yang benar? Apakah untuk maksud dan tujuan yang baik? 130 Praktik curang dalam bisnis merupakan tantangan bagi gereja dalam perutusannya. Tantangan utamanya adalah mempertahankan bisnis tetap berjalan berdasarkan etika Kristen bisnis131 sebab bisnis tidak ”bebas nilai” atau ”kedap moral”.132 Sumber utama etika Kristen adalah karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus bagi manusia. Tindakan penyelamatan Allah ini menunjukkan bahwa pengaruh dosa terjadi di semua bidang kehidupan manusia, termasuk dalam bidang bisnis. Dosa yang telah menyebabkan hubungan antar manusia menjadi tidak adil dan manipulatif.133 Karya penebusan Yesus Kristus memulihkan citra manusia yang rusak karena dosa egoisme dan egosentrisme sehingga sekarang manusia dapat menjalin relasi benar dengan Allah dan sesama dalam kekudusan dan kebenaran (Ef. 2:11-12).134

130

Eka Darmaputera, Sepuluh Perintah Allah, Museumkan Saja? Yogyakarta: Gloria Graffa, 2005, hlm. 32 131 Bas de Gaay Fortman dan Berma Klein Goldewijik, God and the Goods, Geneva: WCC Publication, 1998, hlm. 26. . 132 Darmaputera, Sepuluh, hlm. 32. 133 Enrique Dussel, Ethics and Community, Maryknoll: Orbis Books, 1988, hlm. 126-127. 134 Hugh T. Kerr (Ed), Calvin’s Institutes: A New Compend, Kentucky: Westminster/John Knox Press, 1989, hlm. 93.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Karya penebusan Yesus Kristus memiliki implikasi etis teologis dalam bisnis. Pertama, bisnis harus dijalankan dengan pertanggungan-jawab kepada Allah. Kegiatan bisnis dilakukan sebagai penatalayanan (stewardship) kehendak Allah. Kedua, kehidupan bisnis harus dibebaskan dari egoisme dan egosentrisme manusia, serta ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Ketiga, bisnis diarahkan untuk menciptakan oikoumene (dunia kediaman manusia) yang utuh dan lestari di mana faktor kelestarian dan keutuhan lingkungan hidup turut diperhatikan.135 Dengan demikian bisnis yang sama sekali mengabaikan etika patut ditolak, sebab bisnis immoral hanya mengakibatkan kerugian dan kehancuran bagi manusia dan lingkungan hidup. Bisnis yang terlepas dari etika Kristen, membuka peluang dalam memperoleh keuntungan secara tidak benar. Bisnis tanpa kandungan etika dapat menyeret pelaku bisnis berbuat kejahatan.

Akhirnya

orientasi bisnis demikian hanya untuk mengejar mamon, kekayaan dan bukan lagi untuk melayani sesama dan mempermuliakan Allah. Alkitab mengajarkan bahwa kita tidak dapat menyembah Allah dan mamon secara bersamaan (Mat. 6:24). Di sini, pelaku bisnis Kristen dapat memberikan kontribusi positif dalam membentuk dan memperbaharui dunia bisnis menjadi etis dan bermartabat.

2

Bisnis yang Baik Bisnis yang baik dapat dirumuskan sebagai kegiatan bisnis yang

dipraktekkan pengusaha untuk mencari keuntungan secara ekonomis bagi kesejahteraan hidupnya dengan dipandu etika Kristen dan menghormati hukum

135

Darmaputera, Etika, hlm. 48-49.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

yang berlaku serta lingkungan hidup sehingga aktivitas bisnis itu berjalan dengan mantap dan berkelanjutan/lestari. Secara khusus, orientasi bisnis Kristen membebaskan pelaku bisnis untuk secara kreatif memadukan keyakinan iman kepada Yesus dengan tujuan bisnis guna memperoleh keuntungan demi meningkatkan kesejahteraan hidup.

Secara

iman, pelaku bisnis Kristen dalam mengembangkan bisnisnya, menjadi pribadi yang utuh. Dia menolak moralitas ganda berlaku dalam praktek bisnis. 136 Hidup kekristenannya tidak hanya tampak di hari Minggu dengan segala kegiatan ibadah dan pelayanan, tetapi juga berlanjut pada hari-hari kerja dari Senin sampai Sabtu dalam dunia bisnis yang ditekuni. Komitmen iman yang utuh, membuat pelaku bisnis Kristen dapat menetapkan batas-batas keuntungan yang wajar dan manusiawi untuk diterima berdasarkan aturan bisnis yang berlaku. Komitmen iman itu tidak hanya terarah bagi pribadi dan kinerja bisnis, tetapi juga berakibat kepada lingkungan sekitar. Pelaku bisnis Kristen memiliki kewajiban iman agar kegiatan bisnis turut meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat sekitar. Prinsip-prinsip etika Kristen dalam berbisnis dapat dirumuskan dalam 3 pokok yaitu (1) melayani kehendak Allah, (2) menghargai sesama, dan (3) memiliki tanggungjawab sosial. Ketiga pokok ini merupakan satu kesatuan yang dapat memandu pelaku bisnis Kristen untuk tampil menjadi saksi-saksi Kristus sesuai karunia dan talenta yang dianugerahkan Allah dan sekaligus menikmati sukses dan kebahagiaan dalam hidup.

136

Hill, op.cit., hlm. 64.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

2.1 Melayani Kehendak Allah Kitab Kejadian (1:28, 3:17-19) mencatat bahwa manusia diberi tanggung jawab untuk bekerja mengelola segala sesuatu yang Allah telah ciptakan. Bekerja merupakan anugerah dan panggilan yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia adalah citra Allah dan sekaligus mitra Allah dalam melayani kehendak Allah di dunia. Dengan demikian manusia berpartisipasi

dalam karya Allah

dalam seluruh bidang hidup, termasuk dalam aktivitas bisnis. Karena itu motivasi kerja kristiani bukanlah material melainkan motif melayani atau motif berbakti: ”Apapun juga kamu perbuat perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kol 3:23). Bekerja bukan lagi dipahami sebagai beban melainkan bagian integral dari ibadah kepada Tuhan yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan penuh sukacita. 137 Karya pembebasan Yesus Kristus membawa manusia menikmati sukacita dan berkat dalam bekerja dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk melayani kehendak Allah (Yoh 9:5). Dalam ketaatan iman kepada Yesus Kristus, pelaku bisnis Kristen dapat mempertahankan integritasnya di tengah lingkungan bisnis yang kotor.

Perilaku bisnis curang adalah realita tak terbantahkan.

Pebisnis Kristen dengan pembaharuan akal budi yang dikerjakan Roh Kudus, dapat membedakan mana bisnis yang sesuai dengan kehendak Allah dan yang berlawanan dengan kehendakNya (Rm 12:2). Bisnis obat-obat terlarang, prostitusi,

137

pemalsuan barang, pembajakan karya cipta atau mengawetkan

Robert P. Borrong, “Etos kerja dan Profesi: Perspektif Alkitabiah,” dalam Borrong, op.cit., hlm. 31-32.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

makanan

dengan

formalin

adalah

contoh-contoh

kegiatan bisnis

yang

bertentangan dengan kehendak Allah. Pelaku bisnis Kristen senantiasa dapat berusaha menjaga kekudusan hidupnya sebab Allah yang diimani adalah kudus (Ibr 12:14) dan sempurna (Mat 5:48). Dalam hal ini, kejujuran menjadi penting bagi pebisnis Kristen agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat dan melindungi martabat manusia. Kejujuran menunjukkan tidak ada maksud tersembunyi yang jahat dengan maksud merugikan dan

mencelakakan orang lain. Pebisnis Kristen harus membiasakan

diri berkata benar dan membuang dusta dalam kegiatan bisnis (Ef 4:25) sebab kebohongan atau penipuan hanya mengakibatkan hancurnya kepercayaan sebagai bagian penting dalam bisnis. Menjual barang kadaluarsa atau menyembunyikan laporan keuntungan yang sebenarnya merupakan contoh-contoh sikap tidak jujur dalam berbisnis yang merugikan masyarakat dan pemerintah. Kejujuran dalam berbisnis mendatangkan sikap syukur yang melimpah kepada Allah dan permohonan doa yang tidak putus-putusnya. Dengan kejujuran, pebisnis Kristen dapat memberikan persembahan syukur bagi pekerjaan pelayanan Gereja dengan tulus dan bukan mencari pujian dari manusia. Di tengah tantangan dan keberhasilan, pebisnis Kristen tetap dapat berdoa kepada Allah agar tidak tercemar oleh dosa dan diberi hikmat dalam mengambil keputusan-keputusan etis yang tepat dalam lingkungan bisnisnya. Selama kekudusan dipertahankan, maka bisnis menjadi suatu usaha untuk menghormati Allah dan bukan sebaliknya menjadikan bisnis sebagai berhala. Bisnis dapat menjadi berhala ketika segala waktu, tenaga, materi dan perhatian

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tersedot penuh mengurus perkembangan bisnis yang dinamis sehingga tanpa disadari bisnis menjadi segala-galanya. Akibatnya, kesempatan untuk bersekutu, beribadah dan bersyukur kepada Allah selalu tertunda dan terhalang demi mengejar target-target bisnis yang ingin dicapai.138 Allah menghendaki agar manusia melakukan pekerjaan dan ibadah secara seimbang dan menyerahkan rencana dan kegiatan-kegiatan bisnisnya kepada Allah agar tidak jatuh dalam dosa kesombongan diri (Yak 4:13-15). Allah sendiri melawan kesombongan Firaun yang telah memperbudak orang Israel dengan pekerjaan berat dengan melepaskan orang Israel untuk beribadah kepada-Nya. (Kel 3:18, 5:1) Ayub yang mengalami sukses dalam bisnis, tetap memelihara persekutuan dengan Allah agar kehidupan pribadi dan rumah tangganya berkenan di hadapan Tuhan. (Ay 1:5) Kesuksesan dalam bisnis bukan segala-galanya. Pelaku bisnis Kristen bertanggung jawab dalam membina rumah tangganya agar selalu setia beribadah kepada Allah dan hidup dalam kasih persaudaraan (Yos 24:14-15).

2.2 Menghargai Sesama Sikap tamak dalam berbisnis hanya menjurus kepada dehumanisasi, di mana orang memandang orang lain dan masyarakat hanya sebagai alat untuk memperoleh

keuntungan.

Mengiming-imingkan bunga

yang tinggi atau

menggandakan uang dalam tempo cepat adalah kegiatan bisnis yang membawa masyarakat kepada sikap materialisme yang berujung pada duka (1 Tim 6:10).

138

M. Bambang Susanto, Perspektif Dunia Usaha di Mata Tuhan, Surabaya: Sangkakala Media Publishing, 2006, hlm. 98-99

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Sikap hidup mengasihi sesama menjadi perintah utama yang juga perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis Kristen 1 Yoh 3:16-18).139

(Mat 22:37-49, 1 Kor 13:13,

Dengan mengasihi sesama dengan tulus, maka pebisnis

Kristen terbuka mengulurkan bantuan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selain itu, mereka yang bekerja dalam suatu lembaga bisnis tidak diperlakukan sewenang-wenang dengan merendahkan martabat kemanusiaannya. Pebisnis Kristen perlu memikirkan kesejahteraan pekerja dan memberikan apa yang menjadi hak mereka tanpa dikurangi sedikitpun (Im 19:13) dan tidak memeras (Luk 3:14).140 Dengan sikap menghargai martabat manusia sebagai gambar Allah141, pebisnis Kristen menahan diri untuk berkonfrontasi dengan warga masyakat dan memberi ruang untuk berdialog dan mendengar suara keprihatinan mereka. Kesuksesan dalam bisnis berlangsung dalam waktu bersamaan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Warga masyarakat tidak harus

dikorbankan demi meraih keuntungan besar jangka pendek. Pebisnis Kristen harus dapat

menjelaskan secara terbuka dan jelas tujuan bisnisnya kepada

pemerintah dan warga masyarakat sehingga semua pihak dapat mengkalkulasi secara bersama keuntungan dan kerugian yang

harus ditanggung. Bisnis

dikembangkan untuk menjamin kesejahteraan bersama. Selain itu, pelaku bisnis Kristen berkewajiban secara moral melindungi masyarakat dari produk yang berbahaya dan memberikan kompensasi kepada

139

Henk ten Napel, Jalan yang lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hlm. 223. 140 Ibid., hlm. 88. 141 Darmaputera, Etika., hlm. 13-14.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

pihak-pihak yang dirugikan. Pelaku bisnis Kristen tidak dapat cuci tangan ketika salah dalam mengelola bisnisnya yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Pelaku bisnis tidak boleh menggunakan jargon ”atas nama pembangunan” untuk menindas pihak-pihak yang lemah demi meraup semua keuntungan bagi diri sendiri. Bisnis yang etis dan legal, dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia bisnis dan sekaligus melindungi kepentingan masyarakat. Dengan bersikap demikian, pelaku bisnis Kristen secara pribadi mengalami pertumbuhan rohani dan menjadi serupa Kristus (Rm 8:29).

2.3 Memiliki Tanggung Jawab Sosial Dunia ciptaan dan segala sumberdayanya adalah pemberian Allah dan tetap menjadi milikNya (Kel 19:5; 1 Taw 29:14; Mzm 24:1). Orang-orang Israel diingatkan untuk memiliki tanggung jawab sosial kepada mereka yang miskin dan berkekurangan (Kel 22:25; Im 19:9-10). Tahun Yobel dan hari Sabat diberikan agar orang-orang Israel memiliki kepedulian sosial terhadap sesama dan lingkungan hidup (Kel 20:8-11; Ul 15:1-11). Kepedulian sosial terhadap mereka yang kecil dan lemah disuarakan juga oleh Yesus, ”karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka” (Mrk 14:7). Mereka yang berhasil dalam bisnis dapat menggunakan kekayaannya untuk membantu mereka yang miskin dan berkekurangan (Luk 18:22) sehingga tidak ada lagi yang mati kelaparan seperti Lazarus (Luk 16:20-25). Dengan

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

berbuat demikian, pebisnis Kristen telah memberikan kesaksian hidup sebagai murid Yesus yang solider terhadap sesama142. Kesetia-kawanan sosial yang rendah dapat memicu konflik horisontal dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi yang lebar menimbulkan kecemburuan sosial sehingga persoalan sekecil apapun dapat memantik konflik berdarah yang memilukan dan menggoyahkan sendi-sendi persatuan bangsa. Di sini peran pelaku bisnis diperlukan untuk memberi peluang kesempatan kerja kepada tenaga lokal serta memberdayakan ekonomi masyarakat dengan memberi modal kerja dan pelatihan wirausaha intensif. Selain itu, kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan hidup kiranya menjadi perhatian penuh agar pelaku bisnis tidak menambah kerusakan ekologis yang sudah terjadi. Pelaku bisnis Kristen perlu mendukung gerakan pelestarian lingkungan hidup dengan menciptakan produk yang ramah lingkungan, mengontrol pembuangan limbah beracun dengan ketat dan membiayai program penghijauan secara konsisten.

Pelaku bisnis Kristen perlu memiliki paradigma

ekologis dalam berbisnis karena alam adalah bagian dari tata ciptaan Allah yang wajib dipelihara, diselamatkan dan dilindungi dengan penuh tanggung jawab (Kej 1:10-13, 31).143

3

142

Tanggung Jawab Gereja

Emanuel Gerrit Singgih, Mengantisipasi Masa Depan: Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 205-206. 143 Yusuf G. Mangumban, ”Pengelolaan Lingkungan Hidup: Peranan Teologi dan Etika Kristen”, dalam Markus Rani (peny.), Teologi Kehidupan, Melestarikan Lingkungan Hidup, Toraja: Sulo, 2006, hlm. 52-54.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Gereja adalah persekutuan orang kudus yang diselamatkan karena kematian dan kebangkitan Yesus dan diutus ke dalam dunia untuk memberitakan Injil damai sejahtera (Mat 28:19-20; Ef 6:15) Gereja diingatkan untuk selalu hidup berpadanan sesuai Injil Kristus (Flp 1:27) sehingga dapat menjadi garam dan terang yang efektif (Mat 5:13-16). Perbuatan-perbuatan Gereja harus dengan jelas dapat dilihat orang lain (Kis 5:13,15; 2 Ptr 3:2).144 Dalam mencapai tujuannya, gereja bertanggung jawab melengkapi warga jemaat agar dapat menjawab tantangan dan pergumulannya berdasarkan kebenaran firman Allah (Ef 4:12-16).

Gereja berkewajiban membina warga

jemaat sebagai pebisnis yang jujur, kreatif, solider dengan sesama dan tetap memiliki pergaulan yang akrab dengan Tuhan. 145 Para praktisi bisnis dalam gereja sendiri perlu dilibatkan dalam memotivasi dan melatih anggota jemaat lain agar tidak malu terlibat dalam kegiatan bisnis. Selain itu, gereja perlu memberi dukungan rohani kepada para pelaku bisnis ketika menghadapi kegagalan dalam bisnis karena krisis ekonomi dan kesalahan dalam pengambilan keputusan (Luk 22:40; Ef 6:18: 2 Kor 5:20).

144

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, cet. ke-6, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hlm. 374-376. B.A. Abednego, “Masalah dan Tantangan Etik dalam Penggembalaan di Kota Besar yang Individualistik”, dalam F. Suleeman dan Iones Rakhmat, Masihkah Benih Tersimpan ..? : Kumpulan Karangan dalam Rangka 50 tahun GKI Jawa Barat, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1990, hlm. 195. 145

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan refleksi teologis, maka di bawah ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi bisnis, lembaga pendidikan teologi, dan GPIB. Penulis sendiri menyadari bahwa segala rumusan yang dibuat dalam penelitian ini, dapat dipraktikkan dengan mengandalkan bimbingan kuasa Roh Kudus dan

terang

Firman Allah yang selalu membarui sikap dan perilaku manusia.

1 1.1.

Kesimpulan Bisnis adalah bagian integral dalam kehidupan manusia dan karena itu terkait erat dengan moralitas. Moralitas atau etika dalam berbisnis dapat berasal dari berbagai sumber seperti ajaran agama, filsafat atau nilai budaya setempat. Dalam bisnis, unsur kepercayaan memainkan peranan penting yang perlu dijaga dan dipertahankan oleh para pelaku bisnis. Di sini

moralitas atau etika religius dapat memberikan kontribusi penuh

dalam membentuk dan mengarahkan pebisnis agar bertindak etis demi kesejahteraan masyarakat dan kepentingan eksistensi bisnis itu sendiri. 1.2.

Persepsi tentang bisnis Kristen diperoleh warga jemaat berdasarkan pesanpesan yang diterima melalui Alkitab dan pengajaran gereja. Warga jemaat GPIB memahami bahwa bisnis itu berorientasi pada keuntungan yang diyakini sebagai manifestasi berkat Allah. Bisnis Kristen dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip Alkitab seperti kekudusan, keadilan dan

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

kasih. Dengan prinsip-prinsip Alkitab itu, pelaku bisnis diharapkan dapat menjalankan bisnis yang baik dan menolak praktek bisnis curang. Warga jemaat GPIB sendiri memiliki persepsi yang baik tentang bisnis Kristen berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab. 1.3.

Pelaku bisnis Kristen sendiri memahami bahwa prinsip-prinsip Alkitab dapat dipraktekkan dalam bisnis mereka. Alasan utama bahwa bisnis itu bukanlah pekerjaan kotor. Bisnis adalah pekerjaan baik sama seperti pekerjaan lain sehingga dalam berbisnis sangat diperlukan integritas moral. Bisnis Kristen tidak hanya berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga memiliki aspek sosial. Bisnis menjadi langgeng karena banyak pihak yang turut menikmati keuntungan.

1.4.

Mayoritas warga GPIB berasal dari kalangan pegawai yang kurang bersentuhan dengan kegiatan bisnis sehingga dapat dimengerti jika majelis jemaat kurang memberi perhatian dalam membina warga jemaat dalam soal bisnis. Keterlibatan gereja dalam mendirikan unit-unit bisnis seperti sekolah, rumah sakit atau koperasi, cenderung sebagai sarana pelayanan diakonia bagi mereka yang kurang mampu. Keberadaan kelompok profesional dalam gereja masih dalam proses mencari bentuk dan belum diberdayakan secara optimal untuk kepentingan warga jemaat.

1.5.

Bisnis yang baik dapat dirumuskan sebagai bisnis yang (1) melayani kehendak Allah, (2) menghargai manusia dan (3) memiliki tanggung jawab sosial. Bisnis dipraktekkan bukan hanya untuk kepentingan manusia tetapi juga untuk melayani kehendak Allah. Aktivitas bisnis menjadi aktivitas

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

ibadah yang dilakukan dengan kejujuran dan rasa hormat terhadap sesama. Karena itu, keuntungan dalam bisnis dapat digunakan untuk membantu mereka yang miskin dan melindungi alam dari kerusakan yang hebat. 1.6.

Gereja bertanggung jawab dalam melengkapi warga jemaat agar hidup berpadanan dengan Injil Kristus di segala bidang kehidupan. Majelis jemaat perlu membina warga jemaat tentang bisnis berdasarkan prinsipprinsip Alkitab. Unit bisnis yang dimiliki gereja lebih diarahkan sebagai sarana pelayanan kasih atau diakonia dalam rangka menolong mereka yang berkekurangan. Pendampingan pastoral bagi warga jemaat yang bergerak dalam bisnis perlu diperhatikan oleh gereja sehingga mereka dapat tertolong mengatasi pergumulannya dan dengan setia mendukung pekejaan pelayanan gereja.

Kelompok profesional dapat dimanfaatkan

secara maksimal untuk saling membimbing dan menguatkan di antara mereka yang berprofesi sebagai pebisnis dan mereka yang berminat terlibat dalam bisnis.

2 2.1.

Saran Maraknya

praktek bisnis curang membuktikan bahwa

kesadaran

menjalankan bisnis berdasarkan pertimbangan moral kurang diperhatikan. Kecurangan dalam berbisnis menjelaskan betapa motif ekonomi begitu kental sehingga cara-cara yang tidak benar dihalalkan demi mengejar keuntungan maksimal. Publikasi tentang bisnis yang baik perlu dikembangkan oleh pemerhati bisnis dan etikawan agar kesadaran berbisnis secara etis menjadi perhatian semua pihak. Pembahasan tema-

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

tema aktual dalam bisnis kontemporer perlu dilakukan antara praktisi bisnis dan teolog Kristen sehingga diperoleh rumusan-rumusan baru yang dapat menolong warga jemaat dan masyarakat luas pada umumnya. 2.2.

Lembaga pendidikan teologi bertanggung jawab dalam menyiapkan para pelayan gereja yang trampil secara teologis agar dapat membimbing warga jemaat menjadi pelaku bisnis yang benar. Dalam rangka itu, praktisi bisnis Kristen perlu dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran sehingga mahasiswa dapat memahami pergumulan dan tantangan khas dalam dunia bisnis. Mencari sintesa kreatif antara dunia bisnis dan iman dalam dunia yang berubah, menjadi studi yang menarik serta memperkaya wawasan etika Kristen. Tidak ada salahnya jika mahasiswa teologi diberi pelatihan wirausaha agar mereka dapat mendorong dirinya dan warga jemaat untuk menjadi pelaku bisnis yang jujur, ulet dan memiliki solidaritas sosial.

2.3.

Gereja memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjawab masalah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa penduduk miskin semakin bertambah dan lapangan pekerjaan semakin sukar diperoleh. Dua faktor ini sudah cukup dapat menggerakkan seseorang melakukan tindakan kriminalitas dan aksi terorisme. Karena itu,

gereja perlu menolong warga jemaat,

khusus

generasi muda dengan memberi pelatihan teknis dalam bisnis dan mendirikan unit-unit bisnis yang dapat menjadi sarana pengembangan potensi kreatif mereka. Pelatihan wirausaha dapat dilakukan dalam kerja sama dengan pemerintah setempat, khususnya balai latihan kerja atau

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

dengan praktisi bisnis yang berasal dari kalangan jemaat sendiri. Dalam hal ini, wadah kelompok profesional perlu diberdayakan. Selain itu, unit-unit bisnis yang dimiliki gereja sudah saatnya dikembangkan secara profesional dengan tetap menjaga motif pelayanan kasih gereja. Jika unit-unit bisnis itu tidak dikelola dengan manajemen yang baik, pada akhirnya hanya menjadi beban yang menguras sumber daya gereja sendiri.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-buku

Abineno, J.L. Ch. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, cet. ke-3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Agung, A.M. Lilik, Menumbuhkan Bisnis yang Beradab, Jakarta: Grasindo, 2002. Alma, Buchari, Pengantar Bisnis, Cetakan ke-11. Bandung: Alfabeta, 2006. Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, _________, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000. _________, Perspektif Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2001. Borrong, Robert P dan Tompah, Norita Y (Eds.), Etika Bisnis Kristen, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi & Pusat Studi Etika STT Jakarta, 2006. Chandra, Robby I, Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 1995. Csikszentmihalyi, Mihaly, Good Business: Bisnis Sebagai Jalan Kebahagiaan, Diterjemahkan oleh Helmi Mustofa, Bandung: Penerbit Mizan, 2007. Darmaputera, Eka., Etika Sederhana untuk Semua; Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, Jakarta: Gunung Mulia, 1990. Darmaputera, Eka, Sepuluh Perintah Allah, Museumkan Saja? Yogyakarta: Gloria Graffa, 2005. De Gaay Fortman, Bas dan Berma Klein Goldewijik, God and the Goods, Geneva: WCC Publication, 1998. DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia, Dialihbahasakan oleh Agus

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Maulana, Jakarta: Professional Books, 1997. Dewanto, Andreas Bintoro, Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok Kristen dalam Perspektif Sosiologis, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1993. Dussel, Enrique, Ethics and Community, Maryknoll: Orbis Books, 1988. Ernawan, Erni R, Etika Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2007. Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, cet. ke-6, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988. Hill, Alexander, Just Business; Christian Ethics for The Market Place, Cumbria: Paternoster Press, 1998. Keraf, A. Sony, Etika Bisnis, Cetakan ke-14, Yogyakarta: Kanisius, 1998. Kerr, Hugh T. (Ed), Calvin’s Institutes: A New Compend, Kentucky: Westminster/John Knox Press, 1989. Lestari, R. Siti, Tinjauan Etika Bisnis dalam Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia, 1999. Masassya, Elvyn G, Cara Cerdas Menjalankan Bisnis, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2002. Meliala, Adrianus, (Ed.), Praktik Bisnis Curang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Moleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan ke -22, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Muhammad dan Fauroni, Lukman, Visi Al-Quran tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Penerbit Salemba Diniyah, 2002. Napel, Henk ten Jalan yang lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988,

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Nugroho, Alois A, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Penerbit Grasindo, 2001. Oetama, Jacob, Dunia Usaha dan Etika Bisnis, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Pratley, Peter, Etika Bisnis, Diterjemahan oleh Gunawan Prasetio, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007. Rahardi, F, Menguak Rahasia Bisnis Gereja, Jakarta: Visimedia, 2007. Rani, Markus (Peny.), Teologi Kehidupan, Melestarikan Lingkungan Hidup, Toraja: Sulo, 2006. Riduwan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta, 2007. Rudito, Bambang & Famiola, Melia, Etika Bisnis & Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia, Bandung: Penerbit Rekayasa Sains, 2007. Severin, Werner J. dan Tankard, Jr, James W, Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Ke-5, dialihbahasakan oleh Sugeng Hariyanto, Jakarta: Prenada Media, 2005. Singgih, Emanuel Gerrit, Mengantisipasi Masa Depan: Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004. Smith, Keith R, God’s Economic Mandate?, A Perspective on Stewardship Economics, East Sussex: Thankful Books, 2005. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-10, Bandung: Alfabeta, 2007. Suleeman, F. dan Iones Rakhmat, Masihkah Benih Tersimpan ..? : Kumpulan Karangan dalam Rangka 50 tahun GKI Jawa Barat, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1990.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

Suleeman, F. dkk., (peny.) Bergumul dalam pengharapan; Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999. Susanto, M. Bambang, Perspektif Dunia Usaha di Mata Tuhan, Surabaya: Sangkakala Media Publishing, 2006. Tarigan, Jacobus, (Ed.), Etika Bisnis: Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Komisi Kerasulan Awam KWI dan Grasindo, 1994. Tompah, Norita Yudiet, Peran Nilai Agama dalam Etika Bisnis, Jakarta: STT Jakarta, 2003. Velasquez, Manuel G, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus—Edisi 5, Penerjemah: Ana Purwaningsih, Kurnianto dan Totok Budisantoso, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005. Verkuyl, J, Etika Kristen, cetakan ke-12, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991. Weber, Max, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Diterjemahkan oleh Yusup Priyasudiarja, Yogyakarta: Jejak, 2007. Wogaman, J. Philip, Economics and Ethics: A Christian Enquiry, Britain: SCM Press Ltd, 1986. 2. Dokumen Gerejawi Manopo, M. A, Memorandum serah terima Pendeta/Ketua Majelis Jemaat GPIB Passareang Makassar, Makassar: 9 Agustus 2008

3. Surat Kabar Kompas, Jakarta: 6 Maret 2008. ______, Jakarta: 25 Maret 2008. Tribun Timur, Makassar: 14 Juni 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

4. Internet http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG_b.4227383/k.FE33/Business/and/ Ethics/files/default.css. Makassar: 10 Juni 2008. http://www.buddhistonline.com/dhammadesana/desana7b.shtml. Makassar: 27 Agustus 2008.

5. Wawancara Ambanaga, Yusuf H, Makassar: 13 Agustus 2008. Hallatu, M.T, Makassar: 29 Agustus 2008. Hehanusa, Leo. J, Makassar: 29 Juli 2008. Joseph, Marlyn, Makassar: 28 Agustus 2008. Lely, Yedi G, Makassar: 24 Agustus 2008. Manopo, M.A, Makassar: 11 Agustus 2008 Saliwir, Max, Makassar: 2 Juni 2008. Sinaga, Anggiat, Makassar: 9 Juni 2008.

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

LAMPIRAN I

ANGKET PENELITIAN

Salam sejahtera, Saya adalah mahasiswa Pascasarjana Program Magister Teologi Bidang Studi Etika Sekolah Tinggi Teologi Indonesia bagian Timur (STT INTIM) Makassar yang sedang melakukan penelitian tentang: BISNIS YANG BAIK: Tinjauan etis teologis mengenai persepsi warga jemaat terhadap bisnis Kristen di jemaat GPIB Passareang Makassar. Untuk keperluan penelitian ini, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk memberikan data sesuai dengan daftar pertanyaan dan pernyataan dalam petunjuk angket. Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu mencantumkan identitas atau nama dalam mengisi lembaran angket yang tersedia dan jawaban Bapak/Ibu/Saudara dijamin penuh

kerahasiaannya.

Jawaban

Bapak/Ibu/Saudara

semata-mata

untuk

kepentingan penelitian ini dan bukan untuk kepentingan lainnya. Atas bantuan, kerjasama dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara mengisi angket dan mengembalikannya, saya mengucapkan terima kasih.

Makassar, 1 Juni 2008

Hormat saya,

Pdt. S.G.R. Sihombing, STh

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

PETUNJUK ANGKET

A.

PETUNJUK PENGISIAN

1. Kepada bapak/Ibu/Saudara dimohon menjawab seluruh pertanyaan yang ada dengan jujur dan sebenarnya.

2. Berilah tanda centang (V) pada kolom yang tersedia dan pilih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3. Ada lima alternatif jawaban yaitu: 5 : Sangat Setuju (SS) dengan pernyataan yang ada 4 : Setuju (S) dengan pernyataan yang ada 3 : Ragu-ragu (RG) dengan pernyataan yang ada 2 : Tidak Setuju (TS) dengan pernyataan yang ada 1 : Sangat Tidak Setuju (STS) dengan pernyataan yang ada

B.

KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Umur (tahun) a. Umur 16-25 tahun b. Umur 26-35 tahun c. Umur 36-50 tahun d. Umur 50 tahun ke atas

2. Jenis kelamin

: Laki-laki/ Perempuan *)

3. Status perkawinan a. Kawin b. Belum pernah kawin c. Duda d. Janda

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

4. Pekerjaan utama a. Pedagang/Pengusaha b. Pegawai Negeri Sipil/TNI/POLRI c. Pegawai swasta d. Pelajar/Mahasiswa e. Pekerjaan lain dari a-d di atas

5. Bisnis atau usaha yang dimiliki dalam bidang: **) a. Jual beli sembako/barang campuran b. Perbengkelan c. Transportasi d. Jasa e. .....................................................................

6. Pendidikan terakhir a. Tidak tamat SD sampai tamat SD b. Tamat SMP atau yang sederajad c. Tamat SMTA dan tidak melanjutkan d. Perguruan Tinggi

7. Status dalam Jemaat a. Anggota biasa b. Majelis Jemaat (Penatua dan Diaken)

*) coret yang tidak perlu **) bagi yang memiliki bisnis/usaha

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

C. Menyangkut Bisnis Kristen

No

1

Pernyataan

Jawaban SS

S

RG

TS

STS

SS

S

RG

TS

STS

Bisnis adalah kegiatan di antara manusia untuk mendatangkan keuntungan materi

2

Dengan

berbisnis,

memperoleh

seseorang

pendapatan

bisa

lebih

dan

kehidupan ekonomi yang lebih baik 3

Alkitab

memberikan pedoman nilai

moral/etis bagi pengusaha 4

Seorang

pengusaha

Kristen

perlu

memiliki nilai-nilai moral/etika dalam berbisnis 5

Ajaran Alkitab menyangkut kekudusan, keadilan dan kasih menjadi nilai-nilai etika Kristen yang perlu diperhatikan dalam berbisnis

6

Menjadi seorang pengusaha berarti juga melakukan pekerjaan yang baik

7

Pengusaha yang berbisnis dengan baik menjaga bisnisnya bertahan lama dan sukses secara material dan sosial

8

Bisnis

curang

dijalankan

adalah

dengan

bisnis

yang

penipuan

dan

melanggar hukum yang berlaku 9

Seorang

pengusaha

dapat

mempermuliakan Allah lewat praktek bisnis yang legal dan tidak merugikan konsumen dan rekan bisnisnya Pernyataan

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

10

Mencari keuntungan yang wajar oleh pengusaha

dalam

bisnis

adalah

perbuatan yang baik/etis 11

Pengusaha

memandang

keuntungan

dalam bisnis sebagai berkat dari Tuhan 12

Dalam

berbisnis

perlu

memohon

pertolongan dari Tuhan (berdoa) 13

Sama sekali tidak ada campur tangan Allah agar bisnis itu untung

14

Dalam bisnis, keuntungan adalah tujuan utama yang harus didapat dengan segala cara apapun

15

Keuntungan dalam

bisnis membuat

pengusaha mengucap syukur kepada Allah dan memberikan persembahan kepada Gereja 16

Ajaran

Alkitab

pengusaha

dapat

mencegah

Kristen

untuk

mempraktekkan bisnis curang 17

Dalam berbisnis, pengusaha menjaga

kepercayaan

perlu

konsumen/

pembeli dalam soal harga, mutu barang dan pelayanan 18

Pengusaha perlu memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat seperti memberikan

sumbangan

dan

turut

menjaga kelestarian alam 19

Pengusaha memahami dalam berbisnis tidak dibutuhkan ajaran agama Pernyataan

20

Ajaran agama tidak dapat dipraktekkan

SS

S

RG

TS

STS

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

secara menyeluruh karena menghalangi pengusaha untuk meraup keuntungan besar dalam waktu cepat 21

Berbisnis dengan menerapkan ajaran Alkitab justru mendatangkan kerugian bagi upaya memperoleh keuntungan

22

Oknum pemerintah tertentu memaksa pengusaha kecurangan dalam bisnis dengan praktek uang sogok atau pungli agar bisnis lancar dan mudah

23

Dalam usaha memperoleh keuntungan, seorang pengusaha dapat melakukan penipuan terhadap konsumen/pembeli

24

Konsumen atau pembeli merasa sangat dirugikan jika pengusaha berlaku curang dalam berbisnis

25

Dalam persaingan, seorang pengusaha dapat menjelek-jelekkan rekan bisnisnya

26

Lingkungan bisnis yang curang dapat menghambat

pengusaha

Kristen

berbisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab 27

Pengusaha

yang

mempraktekkan

prinsip-prinsip Alkitab Kristen sama sekali tidak terpengaruh untuk berbuat kecurangan dalam bisnisnya 28

Pengusaha

berkewajiban

membayar

pajak kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku secara periodik Pernyataan 29

Pengusaha yang melakukan kecurangan dalam berbisnis sehingga merugikan

SS

S

RG

TS

STS

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

konsumen dan melanggar hukum perlu ditindak secara hukum oleh aparat berwenang 30

Bisnis yang dijalankan dengan prinsipprinsip

Alkitab

mendatangkan

kebahagiaan dan kesejahteraan hidup

D. Menyangkut Pembinaan oleh Majelis Jemaat

No

31

Pertanyaan

Majelis

Jemaat

perlu

Jawaban SS

S

RG

TS

STS

SS

S

RG

TS

STS

melakukan

pembinaan bagi warga jemaat tentang bisnis dengan prinsip-prinsip Alkitab 32

Prinsip-prinsip

Alkitab

tentang

kekudusan, keadilan dan kasih dalam praktek bisnis perlu diketahui oleh anggota Majelis Jemaat agar dapat membina warga jemaat dengan baik 33

Majelis Jemaat perlu memiliki unit bisnis agar dapat membantu keuangan Gereja

dan

mempraktekkan

cara

berbisnis dengan prinsip Alkitab 34

Majelis Jemaat melarang saja warga jemaat untuk tidak berbisnis agar tidak berdosa karena bisnis itu kotor Pernyataan

35

Majelis

Jemaat

perlu

memberikan

pelatihan atau modal kerja bagi warga yang berminat membuka usaha dan kekurangan modal

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

36

Majelis

Jemaat

warga jemaat

perlu

menasihatkan

yang mempraktekkan

bisnis curang karena merugikan orang banyak dan merusak lingkungan hidup 37

Majelis Jemaat perlu mendoakan warga jemaat

yang

berprofesi

sebagai

pedagang/pengusaha agar mereka dapat menjadi saksi-saksi Kristus juga 38

Majelis

Jemaat

pengusaha untuk

perlu

melibatkan

membina warga

jemaat khususnya mereka yang belum memiliki pekerjaan dan mereka yang berpenghasilan kecil untuk berbisnis 39

Majelis Jemaat hanya membutuhkan partisipasi pengusaha dalam membiayai kegiatan pelayanan Gereja

40

Majelis

Jemaat

perlu

membentuk

kelompok pendukung bagi warga yang berprofesi sebagai pengusaha sehingga mereka dapat memecahkan masalah bisnisnya dengan nasehat dari saudara seimannya dan dukungan doa

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

LAMPIRAN II Pedoman Wawancara

A.

Wawancara dengan pengusaha

4.

Bagaimana persepsi Bapak/Ibu bahwa bisnis yang baik terkait dengan sukses bisnis dan dapat bertahan lama? Apakah menurut Bapak/Ibu bisnis yang baik semata-mata soal mengejar keuntungan bisnis dan mengorbankan kepentingan yang lain?

5.

Apakah Bapak/Ibu dapat memberi penjelasan mengapa seorang pengusaha mengikuti semua aturan yang berlaku dalam dunia bisnis sekalipun aturan itu bertentangan dengan hukum Negara dan nilai-nilai agama Kristen?

6.

Mungkinkah seorang dapat sukses sebagai orang Kristen dan sekaligus sebagai seorang pengusaha? Ataukah sebaliknya, bahwa seseorang yang sukses dalam bisnis biasanya bukanlah orang Kristen yang baik?

7.

Dapatkah sekarang ini Alkitab dan ajaran kristiani tetap relevan terhadap dunia bisnis yang semakin kompleks dan kompetitif? Ataukah memang Alkitab dan ajaran Kristen tidak sesuai lagi dengan dunia bisnis yang curang dan kotor?

8.

Apakah Bapak/Ibu dalam mengambil keputusan dalam bisnis dipengaruhi oleh nilai-nilai etika Kristen yang bersumber pada Alkitab? Nilai-nilai etika dan moral seperti apakah yang dominan?

9.

Apakah menurut pengalaman Bapak/Ibu terdapat perbedaan antara orang Kristen dan orang non-Kristen dalam etika bisnisnya? Dimanakah letak perbedaan? Ataukah, samasekali tidak ada perbedaan?

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

10.

Kegiatan-kegiatan rohani apa saja yang Bapak/Ibu ikuti secara teratur? a. Ibadah Minggu b. Kebaktian keluarga c. Penelaahan Alkitab d. Persekutuan Doa kantor e. Ibadah pribadi f. .................................... Apakah kegiatan-kegiatan rohani itu turut membantu Bapak/Ibu dalam mengambil keputusan dalam bisnis?

11.

Bagian-bagian Alkitab mana yang menurut Bapak/Ibu sangat membantu dalam memberikan pedoman dalam menjalankan bisnis ?

12.

Sebagai seorang pengusaha atau manager, apakah Bapak/Ibu telah dilengkapi oleh Gereja, khususnya Majelis Jemaat dalam kehidupan bisnis selama ini?

13.

Menurut pendapat bapak/Ibu bagaimana Gereja, khususnya Majelis Jemaat dapat memberi kontribusi lebih dalam melengkapi anggota gereja yang berprofesi sebagai pengusaha?

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

B.

Wawancara dengan Majelis Jemaat

1.

Bagaimana seharusnya Gereja melihat dunia bisnis? Bisnis sebagai perkara duniawi dan kotor serta mendatangkan dosa atau sarana untuk mempermuliakan Allah dan melayani sesama?

2.

Prinsip-prinsip Alkitab seperti kekudusan, keadilan dan kasih dapatkah memandu pengusaha Kristen dalam berbisnis agar bisnis mereka sukses dan bertahan lama?

3.

Dengan cara bagaimana Gereja membina warga jemaat agar dalam berbisnis selalu memberi prioritas kepada Allah agar tidak jatuh dalam praktek tipu daya yang merugikan orang lain dan mendatangkan dosa?

4.

Apakah Gereja sudah merencanakan atau melaksanakan program pembinaan bagi warga yang berprofesi sebagai pengusaha? Jika sudah, kegiatan semacam apa yang telah dilakukan?

5.

Perlukah Gereja membuat kelompok pendukung agar pengusaha dapat berbagi pengalaman dan mendapat topangan dari saudara seimannya?

6.

Apakah Gereja perlu memiliki unit bisnis untuk membantu warga jemaat yang tidak memiliki pekerjaan dan menopang keuangan Gereja?

7.

Dalam memberdayakan ekonomi warga jemaat, perlukah Gereja membuat pelatihan usaha dan memberikan bantuan modal kerja secara bergulir?

8.

Jika warga jemaat berhasil dalam bisnisnya, harapan apakah yang diberikan kepada mereka: (1) tetap aktif beribadah? (2) terlibat dalam pelayanan Gereja? (3) mendukung kegiatan Gereja sebagai donatur?

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

RIWAYAT HIDUP PENULIS Stephen Gabariel Rockyfeller Sihombing dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 1970. Anak kedua dari enam bersaudara dengan orang tua yang terkasih (Alm) Bp. M. Sihombing dan Ibu Siti Dinar boru Hutabarat. Pendidikan teologi diselesaikan pada STT Jakarta (1989-1994). Penugasan sebagai vikaris oleh Majelis Sinode GPIB pada jemaat GPIB ”Mangngamaseang,” Makassar (1995-1997). Peneguhan sebagai pendeta pada tanggal 28 September 1997. Penempatan pertama pada jemaat GPIB ”Marturia”, Jambi dengan tugas mempersiapkan pelembagaan bagian jemaat ”Alfa Omega,” Sungai Bahar. Setelah dilembagakan, ditugaskan sebagai Ketua Majelis/Pendeta Jemaat GPIB ”Alfa Omega.” (1998-2001). Sebagai perutusan jemaat GPIB ”Alfa Omega”, turut menghadiri Persidangan Sinode XVII GPIB di Kinasih, Bogor (2000). Dari Jambi, ditugaskan ke jemaat GPIB ”Bukit Zaitun,” Makassar untuk mempersiapkan pelembagaan bagian jemaat ”Kanatojeng,” Gowa (2001-2005). Setelah tugas pelembagaan selesai, Majelis Sinode GPIB menugaskan sebagai Ketua Majelis/Pendeta Jemaat ”Eben Haezer,” Tanah Grogot, Kaltim (20052006). Turut menghadiri Persidangan Sinode XVIII di Nusa Dua, Bali (2005). Berpartisipasi dalam kepanitiaan Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB di Tana Toraja (2003) dan di Balikpapan (2006). Berdasarkan Surat Rekomendasi Gereja (SRG) Nomor: 1352/IV-06/MS.XVII/SRG tanggal 26 April 2006, ditugaskan Majelis Sinode GPIB untuk studi lanjut S2 pada STT INTIM Makassar dengan konsentrasi studi Etika. Menikah dengan Dewi Arung, anak dari ibu D. N. Boroallo, pada tanggal 26 Juni 1998 di Makassar dan dikaruniai Tuhan Yesus dua orang putri yaitu Jacqueline Anastasia Sihombing (1999) dan Stefany Imanuel Sihombing (2001).

Anda dapat mengatur nomor halaman ini sesuai daftar isi.

ATTENTION PLEASE: Dengan segala hormat, saya mohon kiranya karya ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jika karya ilmiah ini hendak dikutip supaya ditulis sumbernya secara tepat. Untuk konsultasi Anda dapat menghubungi saya pada alamat: [email protected] Tuhan memberkati Anda dalam studi dan cita-cita.

Related Documents

Tesis Master
December 2019 0
Tesis Master
December 2019 3
Tesis
October 2019 83
Tesis
June 2020 50
Tesis
May 2020 54
Tesis
May 2020 51

More Documents from ""