Tentang Masa Depan

  • Uploaded by: Ermita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tentang Masa Depan as PDF for free.

More details

  • Words: 2,458
  • Pages: 11
"Jika resolusi dan impian dibuat lalu dilanggar, artinya bukanlah resolusi. Artinya Anda belum termotivasi, terdorong, yakin serta gigih untuk menjadikannya kenyataan. Itu saja". (Jack Zufelt, The DNA for Success) Pada tulisan yang sebelumnya, kita telah bicara mengenai refleksi atas apa yang telah kita alami. Intinya, refleksi yang baik, menjadi batu pijakan kita menuju ke tahun kita berikutnya. Sekarang, saatnya kita bicara soal R berikutnya, yakni "Resolusi" atau rencana. Resolusi atau rencana, adalah soal keputusan kita. Resolusi menyangkut strategi. Resolusi juga terkait dengan prioritas kita di tahun depan, tahun 2008. Ketika bicara soal resolusi ini, saya pun teringat dengan kalimatnya motivator dunia, Anthony Robbins bahwa "Kita seringkali OVERestimate ketika bicara soal apa yang bisa kita capai selama satu tahun, tetapi seringkali UNDERestimate ketika kita bicara soal apa yang bisa kita capai dalam lima tahun". Apa artinya? Artinya, kita seringkali membayangkan terlalu banyak hal yang bisa dicapai di tahun depan. Kita terlalu berangan-angan dan bercitacita dengan tingginya. Namun, biasanya di akhir tahun, kita lantas jadi kecewa karena ternyata banyak kendala dan situasi tidak berjalan sesuai harapan. Sebaliknya pula, kita tidak memikirkan sungguh-sungguh apa yang bisa dicapai dalam waktu lima tahun, seandainya kita tetap konsisten. Masalahnya, hanya satu, kita berpikir dengan skala yang sangat pendek. Untuk itu, mari kita bicara soal berbagai kesalahan besar dalam membuat resolusi atau rencana. Mimpinya tidak jelas, atau tak punya mimpi. Mimpi itu gratis. Tapi, banyak orang takut bermimpi dan bercita-cita, karena takut kecewa akhirnya. Banyak pula yang hidupnya mengalir begitu saja, tanpa arah yang jelas. Memang benar, dalam hidup kita harus 'mengalir', tetapi aliran hidup kita kemana pun haruslah jelas. ANDA-lah nahkoda kapal kehidupan Anda sendiri. Jika Anda tidak tahu kemana berlayar, hidup Anda terombang-ambing. Karena itu mulailah dengan mimpi dan harapan yang jelas.

Dalam buku Aladdin Factor, penulis Mark Victor Hansen menggambarkan bahwa tugas kita adalah bermimpi dan meminta sesuatu yang jelas. "Bagaimana kita bisa mencapai tujuan kita, kalau impian saja kita tidak jelas?" Pernah dalam film anak-anak Alice in the Wonderland, diceritakan Alice yang kebingungan lalu menanyakan jalan. Waktu ditanya ia hendak kemana, Alice hanya menjawab, "Kemana saja asal bisa pergi". Maka tokoh kelinci bijak yang ditanyapun menjawab, "Kalau begitu, nggak jadi masalah juga jalan manapun yang kamu ambil, akan sama aja!". Jadi, mungkin selama ini mimpi Anda kurang ikuti kaidah SMART (specific, measurable, attainable, relevant serta time based) yang seringkali dibahas. Cobalah kembali ke ukuran-ukuran SMART ini. Resolusinya tidak berkesinambungan. Ada 2 tipe orang. Satu cita-citanya pendek, setahun-setahun. Ada lagi yang mimpinya terlalu panjang. Kedua tipe ini perlu kita gabung, untuk rencana tahun 2008 kita. Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan oleh Anthony Robbins, kita membuat cita-cita yang sepenggalsepenggal. Tidak berkesinambungan. Karena itu, sebaiknya kita punya goal besar tetapi dalam mencapainya, kita pecah dalam rencana tahunan. Dengan demikian, kita tahu bahwa setiap langkah kita, membawa kita semakin dekat kepada tujuan jangka panjang kita. Selain itu, kalau di tahun ini kita merasa terlalu lambat ataupun 'gagal' mencapai beberapa cita-cita kita, maka kita tahu bahwa di tahun depan kita harus tancap gigi yang lebih kencang lagi. Tetapi, usahakanlah, setiap tahun rencana kita selalu terkait dan berkesinambungan. Dengan demikian, Anda akan kagum, betapa banyak yang bisa dicapai dalam 5 tahun ke depan. Lupa merawat mesinnya. Ibarat mesin, banyak orang terobsesi mencapai hasil maksimal, tetapi lupa alokasikan waktu untuk merawat dan menjaga mesinnya. Begitu pula, Anda tidak boleh hanya ingin punya rencana, tetapi tidak merencanakan bagaimana proses 'turun mesin' yang akan Anda lakukan. Karena itu, selain punya rencana dan target, alokasikan pula waktunya untuk acara seperti training, seminar, baca buku, check up kesehatan, waktu liburan.

Jadwal seperti itu, mestinya masuk pula dalam rencana hidup Anda. Saya terkesan dengan seorang Manager yang selalu alokasikan waktu cuti tahunannya untuk libur 2 kali, satu dengan istrinya dan satu lagi dengan anak-anaknya. Ingatlah selalu, supaya mesin Anda tetap luar biasa hasilnya, maka Anda tidak boleh melalaikan waktu untuk merawat dan menjaganya. Ini perlu supaya mesin produksi Anda tetap berkualitas prima. Terlalu lama menunggu atau mencari timing. Tidak ada waktu yang tepat selain memulainya sekarang. Banyak yang menunggu timing yang tepat, namun timing itu tidak pernah ada. Saya jadi ingat dengan kisah seorang anak kecil yang diberikan pesan oleh mamanya, "Ingat lihat kiri kanan dulu, setelah kendaraannya lewat baru kamu boleh menyeberang jalan". Akhirnya, anak kecil itu menunggu hampir sejam lebih. Saat ditanya seseorang bapak yang lewat, kenapa ia tidak menyeberang, anak kecil itu dengan polos menjawab. "Kata mama, saya harus menunggu kendaraannya lewat barulah saya menyeberang. Nah, dari tadi belum ada kendaraan yang lewat!". Pelajarannya?Ketahuilah rencana serta tujuan Anda dengan pasti. Dan kalau sudah tahu, segeralah bertindak dan bergerak. Tidak perlu menunggu sampai tanggal 1 Januari 2008. Sekarangpun, Anda bisa mulai merealisasikan mimpi masa depan Anda. Jika Anda memulainya, Anda punya peluang start lebih cepat! Mari kita tutup artikel ini dengan renungan dari Mark Victor Hansen, "Tempat paling menyedihkan di dunia adalah kuburan. Bukan karena banyak orang mati disitu. Tetapi karena disitulah banyak mimpi, talenta, serta tujuan hidup yang tidak pernah jadi nyata, terkubur pula disana. Kuburan penuh dengan buku dan puisi yang belum sempat ditulis, lagu yang belum sempat dinyanyikan, kalimat yang belum sempat diucapkan serta hal-hal yang belum sempat diwujudkan". Mari kita jadikan tahun 2008 untuk mewujudkan impian kita. Buatlah tahun 2008 lebih dekat lagi dengan mimpi kita.

Sun, 12 Apr 2009 19:09:15 -0700 Artikel: Kegundahan Kita Akan Masa Depan Hore, Hari Baru! Teman-teman. Ketika kecil dulu, kita ditanya; `kalau sudah besar, kamu mau jadi apa?' Dan setelah kita besar, kita menanyakan hal yang sama kepada para anak kecil. Namun sebenarnya, orang dewasa seperti kita ini pun masih mengajukan pertanyaan itu kepada diri sendiri. Hanya saja, dia sudah berubah bunyi menjadi; `besok saya akan menjadi apa?'. Mungkin kita merasa sudah memiliki jawaban itu. Mungkin juga tidak. Yang jelas, orang-orang yang rajin merenung tidak pernah berhenti menanyai diri sendiri dengan sejumlah pertanyaan seperti itu. Apakah Anda juga mengalami hal itu? Seyogyanya, memang pertanyaan-pertanyaan itu terus hidup dalam diri kita untuk memastikan bahwa proses pendewasaan diri ini tidak berhenti. Mengapa mesti begitu? Karena, kita percaya bahwa ciri hidup adalah terus berjalannya proses pendewasaan diri. Sehingga, kita tidak terburu-buru mengklaim diri sebagai manusia yang sudah mencapai kedewasaan yang sempurna. Akan tetapi, kadang-kadang pertanyaan itu lebih beraroma kegundahan daripada berirama perjalanan menuju kedewasaan. Kita sering merasa gundah dengan masa depan. Lantas bertanya-tanya; akan menjadi seperti apakah masa depan kita gerangan? Jika kita seorang karyawan, kita bertanya; "Apa yang akan terjadi

setelah saya memasuki masa pensiun nanti?" Bahkan tak jarang pertanyaan itu bergegas menjadi;"Apakah saya bisa lolos dari gelombang PHK ini?" Para pengusaha dan pekerja mandiri pun tidak kurang gundah. Dan mereka bertanya;"Apakah masih ada peluang bagi usaha saya sepuluh tahun lagi?" Bahkan tak jarang pertanyaan itu bergegas menjadi; "Apakah bulan depan saya masih akan mendapatkan order lagi?". Pendek kata, semakin jauh kita memandang kedepan, semakin samar gambaran yang bisa kita temukan. Bahkan, dalam situasi yang tidak menentu seperti saat ini; masa depan yang dekat pun menjadi tidak terlampau jelas terlihat. Sore itu, layar pesawat televisi saya dirubungi begitu banyak semut. Sehingga, gambarnya menjadi tidak kelihatan. Setelah channel dan kabelnya diotak-atik pun semut-semut itu tidak hendak beranjak pergi. Namun, ketika saya melihat keatas genteng, ternyata posisi antenna TV itu sudah bergeser; hingga arahnya berlawanan dengan posisi selama ini. Ajaibnya, ketika arah antenna itu diperbaiki; seketika itu juga para semut elektronik itu kabur menyisakan tampilan layar kaca yang jelas, jernih, lagi bening. Saya tercenung sejenak dan bertanya dalam hati; mungkinkah masa depan manusia juga memiliki sifat sedemikian? Maksud saya, mungkinkah kita bisa melihat masa depan dengan lebih jernih seperti gambar pada pesawat televisi itu kini? Antenna itu memberi saya inspirasi bahwa masa depan kita juga bisa menjadi lebih cerah dan lebih indah seandainya kita bisa memposisikan antenna diri kita

kearah yang tepat. Hari itu, hati saya kembali lega. Karena ternyata; kesuraman gambaran masa depan ini disebabkan karena kita tidak mengarahkan antenna jiwa kita kearah yang tepat. Seandainya kita mengarahkan antenna itu kearah yang seharusnya; mungkin kita bisa terhindar dari gambar samar itu. Pertanyaannya adalah; perangkat seperti apakah yang bisa kita gunakan untuk menjadi antenna bagi diri kita? Otak dengan daya pikir yang kita milikikah? Mungkin. Sebab, selama ini sudah terbukti otak mampu menyelamatkan kita dari berbagai krisis yang kita hadapi. Otak juga mempunyai kemampuan analisis yang begitu tinggi sehingga kita bisa memprediksi masa depan. Membuat rencana-rencana strategis jangka panjang. Dan, mengkalkulasikan resiko-resiko yang mungkin menghadang selama dalam perjalanan. Tapi hey, ada banyak bukti sifat destruktif ketika kita terlampau banyak mengandalkan otak. Hitung-hitungan matematis yang dihasilkannya sering melupakan aspek kemanusiaan dan keadilan. Bahkan, tak jarang otak menasihatkan untuk melakukan sesuatu `for whatever it takes…..'. Oleh karena itu, otak tidak terlampau peduli jika tindakan yang kita lakukan merugikan orang lain. Atau melanggar aturan. Atau mengesampingkan nilai-nilai kesusilaan. Kalau begitu, mungkin bukan otak yang bisa menjadi antenna kita. Lantas apa? Adakah `sesuatu' yang bisa menyeimbangkan kinerja otak dalam diri kita? Mungkin kita ingat bahwa ketika otak mengatakan sesuatu, hati kita berkata; "tunggu dulu, itu bukan tindakan yang baik…." Jika demikian, mungkinkah hati yang bisa menjadi antenna diri kita itu? Yang jelas, kita

mendengar bisikan-bisikan suci melalui telinga batin didalam hati. Bukan dengan telinga lahir kita. Sebab, sekalipun semua orang disekeliling kita menasihatkan kebenaran, jika telingan batin kita tertutupi; kita hanya menganggap seruan akan bebajikan sekedar angin lalu. Yang masuk dari telinga kanan, dan keluar lagi melalui telinga kiri. Sebaliknya, sekalipun disekeliling kita berseliweran panggilan-panggilan untuk melakukan beragam kebathilan, namun ketika telinga batin kita difungsikan; kita masih bisa menemukan bisik suci yang menjaga kita untuk tidak tergoda. Jadi, mungkin memang hatilah yang bisa digunakan untuk menjadi antenna diri itu ya? Sebab, ketika hati kita bisa menangkap gelombang penghiburan yang Tuhan kirimkan, sekujur tubuh kita kemudian bisa terbebas dari segala kegundahan akan masa depan. Lalu perasaan batin kita menjadi tenang. Persis seperti yang pernah dikatakan oleh Sang Utusan; "Wahai para pemilik jiwa yang tenang. Pergilah engkau keranah kasih sayang Tuhan. Maka jadilah engkau hambahamba Tuhan. Dan masuklah engkau kedalam tempat terbaik yang telah Tuhan janjikan……" Semoga. Hore, Hari Baru! Dadang Kadarusman http://www.dadangkadarusman.com/ Business Administration & People Development Business Talk Setiap Jumat: 06.30-07.30 di 103.4 FM Day Radio Catatan Kaki: Tuhan tidak mungkin mengabaikan orang-orang yang bekerja dengan bersungguh-sungguh. Sehingga wajar, jika setelah semua upaya terbaik kita

ditunaikan; kita menyerahkan segala urusan kepada Tuhan. Jika Anda membutuhkan free artikel untuk MADING di Kantor, silakan hubungi kami japri dengan subjek: "Artikel Mading" ke [email protected]



[gudang-ilmu] Artikel

Memahami Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bagi Doni Koesoema adalah usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri (hlm 194). Inilah tesis yang dikembangkan Doni Koesoema, bahwa pendidikan karakter harus bersifat membebaskan. Alasannya, hanya dalam kebebasannya individu “dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka” (hlm 123). Usaha Doni Koesoema menyajikan tinjauan historis atas pendidikan karakter (bab 1) memetakan dengan baik hubungan erat antara pendidikan karakter dengan pembentukan manusia ideal. Manusia ideal adalah manusia yang baik secara moral (hlm 13, 18-21), pribadi yang kuat dan tangguh secara fisik (hlm 15), yang mampu mencipta dan mengapresiasi seni (hlm 15), bersahaja, adil, cinta pada tanah air, bijaksana, beriman teguh pada Tuhan, dan sebagainya. Pendidikan mencoba merealisasikan manusia ideal ini. Tentu berbagai tujuan pendidikan dapat menentukan bagaimana manusia ideal ini direalisasikan (lihat bab 2). Masyarakat dalam pemerintahan yang otoriter akan mendahulukan ketaatan pada negara atau patriotisme sebagai manusia ideal yang ingin diwujudnyatakan. Sementara masyarakat yang demokratis akan mengidolakan kebebasan individu sebagai karakter ideal yang ingin direalisasikan. Di sini Doni Koesoema menunjukkan dengan tepat bahwa pendidikan sepenuhnya ditentukan oleh manusia, karenanya ia bersifat parsial dan kontingen dalam sejarah peradaban manusia (hlm 76-77). Pendidikan akan selalu dirumuskan dalam konteks ruang dan waktu tertentu, konteks di mana manipulasi atau politisasi terhadap pendidikan sangat mungkin terjadi. Berhadapan dengan relativitas pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter khususnya, pertanyaannya adalah apakah pendidikan karakter dilaksanakan semata-mata untuk merealisasikan manusia ideal tertentu sebagaimana dicita-citakan ideologi atau rezim penguasa tertentu? Doni Koesoema berpendapat bahwa hanya melalui pendidikan sebagai proses pembebasanlah individu mampu membebaskan diri dari berbagai manipulasi dan rekayasa pendidikan oleh penguasa demi status quo (hlm 194). Pendidikan yang menonjolkan nilai keterbukaan dan demokrasi, misalnya (hlm 203), akan membantu individu menghayati hidupnya sebagai bagian integral dari masyarakat dan negara, yang memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses politik demi mewujudkan kesejahteraan bersama.

Pada tingkat individu, pendidikan karakter yang membebaskan akan membantu seseorang memahami determinisme dan segala kelemahan tubuhnya—faktor yang membuat seseorang mudah berperilaku tidak bermoral—agar ia bisa bertumbuh secara penuh sebagai manusia (hlm 82-8; 95-96). Melalui pendidikan yang membebaskan pula manusia mampu menegaskan komitmen-komitmen moralnya (hlm 91) dan terus mengobsesikan perilaku-perilaku ideal yang akan direalisasikan di masa depan (hlm 96-100). Tanggung Jawab Semua Pihak Locus educationis pendidikan karakter adalah sekolah (hlm 222-270). Semua pihak yang terlibat dalam di sekolah memikul tanggung jawab membangun pendidikan karakter (hlm. 165). Meskipun demikian, pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran yang harus dihafal. Pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral Pancasila, dan sebagainya. Karena itu, meskipun lingkungan sekolah sangat berperan dalam pendidikan karakter, peran orang tua, masyarakat, dan negara tidak kalah penting. Nilainilai yang ditawarkan Doni Koesoema sebagai fondamen pendidikan karakter (hlm 208-211) tidak akan bisa terealisasi menjadi karakter individu jika tidak pernah dipraktikkan di rumah dan di masyarakat. Sebagai contoh, seorang anak sulit bersifat terbuka dan menghormati perbedaan jika orang tua di rumah biasa bersifat otoriter. Lebih parah lagi jika nilai-nilai semacam ini dipasung oleh rezim penguasa tertentu. Keteladanan sebagai salah satu model pendidikan karakter (hlm 214-215) kiranya tepat dengan situasi negara kita. Orang tua yang gemar bekerja keras, disiplin, setiap pada nilai-nilai moral, agama, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan akan membantu pembentukan karakter seorang siswa. Demikian pula guru yang terbuka, dedicated, jujur dan adil atau masyarakat dan negara yang menjunjung tinggi kebebasan, demokrasi, multikulturalisme, keadilan sosial, dan sebagainya. Inilah lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter sebagaimana dimaksudkan Doni Koesoema. Sehubungan dengan pertanyaan ketiga yang saya ajukan di awal tulisan ini, sangat sulit melakukan penilaian terhadap pendidikan karakter. Di bab 9 buku ini Doni Koesoema hanya ingin menegaskan bahwa pendidikan karakter tidak bisa dinilai seperti menguji mata pelajaran lain. Kritik Doni Koesoema terhadap masalah Ujian Nasional (hlm 273-279) sepintas memang menggarisbawahi hal ini, tetapi tampaknya tidak berhubungan langsung dengan assessment terhadap pendidikan karakter. Sementara itu, penegasan bahwa pendidikan karakter harus bersifat membebaskan

mengandung konsekuensi logis bahwa penilaian terhadap pendidikan karakter harus dilakukan oleh individu sendiri (hlm 279). Meskipun demikian, pendidikan karakter tidak lantas menjadi proses pembentukan watak pribadi yang subjektif sifatnya. Doni Koesoema berhasil menegaskan pentingnya perilaku standar yang dimiliki sekolah (hlm 284), bahkan di rumah dan di masyarakat. Perilaku standar inilah yang menjadi semacam life in common yang dibangun di atas nilai-nilai unggulan yang sudah disepakati dan yang pada gilirannya menjadi tolok ukur (benchmark) dalam menilai pendidikan karakter itu sendiri.

Related Documents


More Documents from "Al"