Tentang Klaim Malaysia terhadap Karya Budaya Indonesia 25 11 2007
Lagu, wayang, batik, reog, angklung, apalagi?
Di mata saya, hanya ada dua alasan kenapa klaim di atas bisa terjadi.
1.
Memang ada overlap budaya antar Malaysia dan Indonesia, yang memang berdekatan dan orang-orangnya serumpun, sehingga entah bagaimana penyebaran hasil budaya ini jadi sedemikian ruwet sehingga tak bisa dijelaskan lagi siapa yang membuat, di mana asalnya, dan seterusnya.
2. Malaysia memang mau cari perkara. Coba tengok kemungkinan kedua dulu. Masa sih, ada untungnya kalau Malaysia mencari gara-gara? Dan bukankah kalau mau cari gara-gara lebih gampang dengan menyiksa para TKI? Atau dengan tanpa alasan memukuli ofisial atlet Indonesia yang datang untuk bertanding di Malaysia? Euh, wait a second… Sekarang coba sajalah berpikir positif. Barangkali kemungkinan terbesar adalah overlap tadi. Hanya karena pemerintah Indonesia tidak cepat tanggap (berita lama ini), oleh Malaysia diklaim hak patennya lebih dulu. Dan, sebenarnya akar masalah di sini satu: hak paten. Alat musik seperti gamelan, angklung, tarian seperti reog, batik, berebut mau dipatenkan. Buat apa? Hak intelektual itu memang perlu dihargai, tetapi menurut saya paten itu solusi yang buruk sebagaimana demokrasi juga adalah solusi yang buruk untuk sebuah pemerintahan. Kenapa buruk? Coba baca penjelasan tentang paten ini dari Wikipedia (lupakan sejenak tentang kualitas dan validitas Wikipedia). A patent is not a right to practice or use the invention. Rather, a patent provides the right to exclude others from making, using, selling, offering for sale, or importing the patented invention for the term of the patent[...] (sumber) Excluding others? Buat saya, di dunia ini tidak semua hal harus dipatenkan. Tidak semua hal yang kita buat harus dilindungi dari pemakaian oleh pihak lain. Tidak semua hal harus kita klaim sendiri, kita miliki sendiri, kita manfaatkan keuntungannya sendiri. Kalau soal penemuan teknologi penting yang kita ciptakan dengan susah payah, wajar kalau dipatenkan agar hasil usaha kita dihargai. Namun untuk ini pun, alangkah luar biasanya jika teknologi yang bermanfaat untuk orang-orang kebanyakan ini di-share dengan cuma-cuma. Share. Berbagi. Tidak tahu bagaimana menurutmu, tapi bagi saya budaya itu perihal manusia dengan manusia. Batas negara tidak perlu ikut, kepentingan ekonomi tidak perlu ikut, apalagi sekedar paten. Justru bagi saya pencapaian puncak kebudayaan manusia itu adalah ketika apa yang kita buat bermanfaat bagi orang lain, memperindah dan menambah makna bagi hidup dan kemanusiaan. « I am An INTP (EIntroverted iNtuitive Thinking Perceiving) Bureaucrazyshit »
• • Information
•
Komentar RSS Lacak balik
Tindakan
12 tanggapan 25 11 2007 ibnoe (11:23:12) : Kalo masalah kebudayaan seperti reog, batik dll.. emang susah diakatan untuk siapa. kalo dilihat dari sejarah melayu malaisia percampuran budaya malaisia jawa emang udah ada ditandai dengan perkawinan antara sultansultan malaka dengan putri dari majapahit..
otomatiskan kebudayaanya juga nyampur..Balas 28 11 2007 huda (12:12:00) : Mungkin seharusnya kebudayaan2 itu di-GPL-kan
)
Balas 28 11 2007 ernin (14:56:50) :
yah bisa jadi malaysia pingin mengulang sejarah ketika Sukarno mengumandangkan Ganyang Malaysia. Malaysia pingin lihat apa Indonesia masih sepowerful dulu… –> sok tahu se.. kalo mo perang paten2an, angklung indonesia ma angklung malaysia jg ada bedanya jadi bisa dipatenkan angklung ver 1.0 dan angklung ver 1.1 Balas 28 11 2007 Hafiz (17:17:02) : Yaph… itu yang takmaksud tapi susah keluarnya
dasarnya kita ini orang IT sukanya yang open source aja he he
Balas 30 11 2007 Helmi (23:07:10) : betul.. dasar masalahnya adalah hak cipta/paten . Malaysia lebih melihat produk budaya sebagai barang dagangan, tentu menguntungkan jika dijual. Dengan memanfaatkan paten, suatu saat orang Indonesia kalau mau bikin (or else) batik musti bayar dulu ke Malaysia. Jadi saya kira Malaysia lebih jeli melihat peluang hak cipta (lebih kapitalis?) untuk mengambil keuntungan di dalamnya. Jadi masalah yang lebih besar apa? Kapitalisme termasuk didalamnya produk-produk kapitalisme (hak cipta/paten, HAM, isu gender, dll.Solusinya apa? Runtuhkan kapitalisme.. ganti dengan sistem yang shahih.. ISLAM. Balas 3 12 2007 wanti (14:34:02) : alow…
gabung buat komentar yah.. menurutku perlu semuanya dilindungi Hak-nya..mau individu atau kelompok..mau dari budaya atau sains…atau dari berbagai bidang jaman semakin kompleks dan semakin global..barat ketimur…timur kebarat..disaat semakin campur aduknya semua sistem kita butuh kejelasan akar dari sesuatu itu. misal 10 tahun lagi atau 25 thn lagi…anak cucu kita tanya tentang baju batik yg kita kenakan trus dia tanya “kek…bajunya unik buatan mana?”asalnya dari mana?….atau “musiknya etnik banget yah…namanya kulintang yah??asalnya dari mana? kita jawab apa??…dari malasia…dulu rebutan tuh sama negara kita..tapi sayang kita kalah karena rakyatnya ga banyak yg dukung juga peduli sama kekayaan sendiri jadi dilestarikan sm negara tetangga…. apa itu jawaban kita kelak? Balas 4 12 2007 novrian (11:48:28) : mm.. artikel yang bijak. padahal ada yang lebih hot dan ngompor-ngompori lagi di lain forum. Iya ni, kayanya harus ada “Open Source” kebudayaan. Balas 8 12 2007 yazeed (15:04:26) : Kapan lagi kita bisa bisa dihargai oleh bangsa lain kalo kita aja ga bisa menghargai diri kita….budaya kita…kebanggaan kita….?? Udah terlalu diobok-obok Indonesia ini…ga satu sisi, ga oleh satu bangsa….banyak yang azas manfaat atas kelengahan Indonesia ini…ENTAHLAH!! C spasi D!! Balas 26 12 2007 Stein (21:09:26) : ikod yaw bro…klo menurut saya emang keknya ni negara mo cari perkara deh, soalnya udah liad bangsa kita lagi dilanda segala macam musibah, mulai dari perang sodara sampe perang agama…najis bangad dah gw ngliatnya, kita ancurin aja tuh negara ( Malaysia + America ) yang semuanya itu adalah ANJENK !!!!! Balas 10 01 2008 sisca (14:28:45) : seharusnya kita harus introspeksi diri. mengapa hal ini dapat trjadi?? jangan hanya menyalahkan negara yang telah mengklaim budaya kita. misalnya apakah sebelum kejadian ini kita sudah melestarikan budaya kita?? Balas 27 01 2008 asranibanua (17:16:34) : saya adalah orang kalimantan. dalam hal ini tidak dulu ingin menentukan yang benar dan yang salah. hanya saja memang, jika kita melihat kenyataan, kebetulan saya sering buka web you tube dan yang lain, kebanyakan budaya (dalam hal ini kalimantan baik Zapin melayu, Tari dayak, alat musik gambus) malah pementasannya banyak diselenggarakan oleh Malaysia. sebagai contoh. Festival Borneo Rain Forest 2006 di serawak, yang menampilkan budaya melayu dan dayak. banyak orang yang hadir
menonton. dan kegiatan ini memang sering diselenggarakan oleh pihak Malaysia. sementara ironisnya. kita lihat pagelaran semacam ini di negara kita, malah hanya bisa kita saksikan sekali setahun. pada acara hari kemerdekaan. dan mungkin kegiatannya hanya bersifat daerah, tidak pernah diselenggarakan secara Nasional. misalkan di Jakarta di adakan pementasan seluruh kesenian yang ada. malah kita sering melihat EO yang ada mengundang artis dari mancanegara, atau hanya menampilkan band-band terkemuka di Indonesia. jarang sekali menampilkan kesenian bangsa sendiri. dari ini harapannya jadi instropeksi. tapi kata instropeksi barangkali sudah kita katakan puluhan kali. masa harus instropeksi terus. jarang sekali kita dengar stasiun TV negara kita menampilkan kesenian reog atau tari legong, atau Kur instrumen angklung dalam satu kegiatan festival dari ini kita belajar.